Home / Romansa / Limerence / Kondangan

Share

Kondangan

Author: Widii
last update Last Updated: 2021-06-18 09:52:33

Caca mematut di depan cermin mengenakan gaun yang akan dipakai ke pernikahan Chessy. Sejak kemarin Malika serta Bagus heboh mengajak ke mal mencari gaun baru. Caca menolak dengan alasan koleksi yang jarang dipakai masih memenuhi isi lemari.

Setelah dipikir-pikir jodoh tidak bisa ditebak. Sahabatnya yang memiliki sederet list kelakuan minus dan gagal move on sejak dilepehkan sadis oleh sang mantan. Tiba-tiba menyebar undangan akan dinikahi pria ganteng sekaligus kaya.

Lamunan terjeda oleh ponsel yang bergetar bergetar sebentar, memunculkan pesan masuk dari Bagus. Tangannya terulur menggeser posisi smartphone yang ada di meja.

Bagus : Sepuluh menit lagi aku tunggu di pintu.

Caca : Oke.

Dia meraih tas clutch untuk menjejalkan ponsel ke dalamnya. Lalu kembali menatap cermin lanjut merias tipis-tipis wajahnya agar tidak malu-maluin dibawa ke kondangan.  

Kelar merias wajah, mengenakan jam tangan guess, lalu meraih heels yang sudah disediakan. Bertepatan dengan itu ponsel terus bergetar memaksa Caca merogoh di tas clutch. Lalu menjepit benda pipih tersebut di antara bahu kiri serta telinga selagi tangannya sibuk mengenakan heels setinggi tujuh senti pada kaki jenjangnya.

"Iya kenapa, Mas?" Caca sempat melirik nama yang berpendar di layar. 

"Kamu jadi ke Bogor enggak, Ca? Mas besok bisa kosongkan jadwal buat antar kamu." 

Caca selesai memasang heels, ia memegang ponsel dengan pikiran berkelana.    Adelia selingkuh benar tidak, apa matanya salah lihat, sebaiknya jujur ke Mas Abian atau menunggu dapat bukti. 

"Are you okey?" 

Caca mengangguk sekalipun paham Abian tidak akan melihat. "Iya, aku enggak apa-apa. Besok ke Bogor sendiri saja, Mas. Udah, ya, aku mau datang ke pernikahan Chessy."

"Wait? Chessy teman kamu?" Ada nada terkejut dari seberang. 

Siapa lagi?

Caca menghela napas. "Iya, dia mau nikah hari ini."

"Wah, mendadak sekali. Kenapa tidak ada undangan buat Mas dan keluarga?"

Caca menggaruk kepala. Dia dipesan datang bersama Abian tapi lupa mengatakan. Otaknya penuh oleh prasangka Adelia selingkuh. "Maaf aku lupa, nggak apa-apa, ya."

"Mas jadi enggak enak, ya udah salam saja buat temanmu."

"Oke." Caca mengangguk sebelum memutuskan sambungan telepon. 

Satu jam kemudian tiba di lokasi bersama Bagus, setelah berjibaku dengan padat kendaraan di sepanjang jalan. Sementara Malika berangkat dari rumah menggandeng suami yang mengenakan jas senada dengan warna gaunnya, gold.

Dari kejauhan Caca menemukan sahabatnya terlihat anggun dibalut gaun brokat putih dengan payet silver sedang mengapit lengan sang kakak. Ia terlihat gelisah menoleh ke kanan kiri selagi jalan menuju kursi yang sudah ditata apik untuk melangsungkan akad nikah. 

Tamu-tamu undangan berdatangan dari dua keluarga. Para petugas catering sibuk merefil makanan dan mondar-mandir mengeceknya. Acara berlangsung mewah dengan jumlah undangan fantastis. Rata-rata didominasi oleh rekan kerja dua keluarga besar.

"Ananda Arsa Yogaswara, saya nikahkan engkau dengan putri kandung saya Chessy Mabella dengan mas kawin emas dua ratus gram dibayar tunai." Yohan menjabat tangan calon menantunya.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Chessy Mabella bin Yohan Wijaksana dengan mas kawin emas seberat dua ratus gram dibayar tunai," ucapnya lantang tanpa tersendat-sendat.

Chessy memejamkan mata sebentar. Sekarang dia resmi menjadi istri. Status yang tidak terbayangkan akan secepat ini. 

"Sah?" tanya penghulu pada saksi. 

Ketika teriakan sah kompak terdengar. Orang-orang terlihat bahagia. Tamu-tamu mengatakan pasangan serasi, tampan dan cantik. Sebagian belum tahu kelakuan minus Chessy yang bisa menyebabkan darah tinggi kumat.

Caca sudah mengisi salah satu meja selagi menunggu giliran mengucapkan selamat pada sahabatnya. Malika bergabung menarik saat Edgar sibuk mengobrol dengan rekan-rekan kerja yang kebetulan diundang.

"Akhirnya menikah juga dia, baguslah daripada sama Angga," komentar Malika memandang ke Bagus dan Caca bergantian.

Caca mengenakan dress pastel dengan heels setinggi tujuh senti. Tidak perlu make up berlebihan untuk membuatnya menjadi pusat perhatian laki-laki.

"Semoga mereka saling mencintai." Caca meneguk minuman di gelas berkaki.

Bagus menatap sepasang pengantin, lalu mengela napas panjang. "Apa kalian yakin mereka akan baik-baik saja."

Malika dan Caca saling berpandangan. Sebagai sahabat mereka tahu tatapan cemburu Chessy melihat Angga bersama istrinya. Belum ada cinta di mata Chessy untuk suaminya sekarang.

"Ya, semoga Arsa bisa merebut hati Chessy. Kita berharap itu, kan?" tanya Malika ragu-ragu.

"Doakan saja Arsa tidak kabur melihat kelakuan minus Chessy, seperti Angga dulu," ujar Bagus khawatir. 

Sepasang pengantin dihujani ucapan selamat. Dari kerabat dekat, teman-teman, sampai rekan bisnis. Ketiga sahabatnya tidak mau ketinggalan diantrean belakang, buru-buru meninggalkan meja untuk memberi pelukan selamat.

"Buruan lah kalian nyusul, enak menikah ada yang diajak manja-manja tiap malam." Malika sempat-sempatnya memprovokasi selagi kakinya pegal menunggu antrean yang mengular untuk mengucap selamat. Padahal baru saja akad, gimana pas resepsi nanti dengan undangan fantasis dua keluarga besar?

Bagus mengedip genit ke Caca. "Gimana, Honey. Habis ini mau menyusul ke KUA?"

Caca langsung memasang ekspresi muak, pura-pura muntah membuat Malika serta Bagus kompak terkekeh. 

"Duh, selamat sayangnya aku, akhirnya kawin juga," ucap Malika dengan pelukan singkat. Ia mengedip-ngedipkan mata ke arah Arsa. "Nitip temanku yang kadang rasa lemot ini, ya."

Chessy manyun. Lalu Caca hampir menangis melihat manusia yang hobi menyusahkan dirinya serta suka menghabiskan isi kulkas di apartemen sudah resmi menikah. Dengan laki-laki normal yang masih waras, menerima segala kekurangan Chessy yang bisa membuat orang memupuk pahala karena seringnya mengucap istigfar. 

***

Caca sedang menunggu Malika yang berpamitan dengan Edgar. Dia mau menumpang ke mobil bagus untuk bergosip. Mata Caca menyipit mengintip perempuan bar-bar yang harus diakui sahabat tanpa malu-malu mengecup pipi suaminya. 

"Cara merengek ke suami gampang, kita tinggal kecup saja pipi, cium-cium dikit. Dia sih pasti luluh nurutin mau kita." Begitu teori Malika yang melekat di kepala Caca. Terbukti Edgar memang sejak dulu bucin langsung mengiyakan apa saja kemauan Malika.

Caca hanya menghela napas panjang. Kemudian pintu mobil terbuka, Malika masuk serta mengambil posisi duduk di jok belakang. "Ayo, kita bebas bergosip seharian."

Bagus langsung menoleh ke arah Malika yang sedang merapikan rambut dengan jari. "Numpang cuma nggak mau ketinggalan gosip. Kadang aku kasihan sama Edgar punya bini model begini," komentar Bagus langsung mendapat bonus lemparan gumpalan tisu dari belakang.

Tiba-tiba Caca teringat dengan dugaan perselingkuhan Adelia. Ia menoleh ke belakang, biasanya Malika punya ide-ide tidak tertebak. Ya, sekalipun sering menyesatkan.

"Menurut kamu kalo Adelia selingkuh, Mas Abian akan membatalkan rencana pernikahan enggak?"

Bagus meliriknya dengan ekspresi tak suka, harus banget topik seputar Abian?

"Serius kamu perempuan ular itu selingkuh?" Malika menjetikkan jari ke dagu, ia sudah mencondongkan  ke depan. "Ya pastilah, buat apa menikah sama perempuan celamitan sana sini nempel. Tapi kamu ada bukti?"

Caca menggeleng. "Aku belum yakin, sih. Waktu lihat dari kafe samar-samar."

"Udah sih, Ca. Biarkan saja mereka menikah, kamu sama aku, Honey," celetuk Bagus yang sejak tadi memasang wajah masam gara-gara dilanda cemburu. 

Tentu Caca langsung melotot lebar, mendadak lupa kebaikan Bagus yang stand by 24 jam untuknya.

"Susah dong bikin Mas Abian percaya, secara dia kayak tergila-gila sama Adelia." Malika menatap iba dengan ekspresi totalitas. 

Caca merengut mendengar komentar Malika yang memang tepat. Abian terlihat diperbudak cinta sejak bersama Adelia.

Malika menjetikkan jari. "Gimana kalau kita pantau aktivitas Adelia. Enggak apa-apa lah jadi penguntit demi Mas Abian gitu, atau kamu sewa detektif saja."

Caca berdecak. Berlebihan sekali harus membayar mahal detektif, dan apa katanya penguntit? Seakan-akan Caca tidak ada kesibukan lain. Padahal naskah sudah meronta-ronta minta dikelarin segera. Tapi ia tetap memikirkan ide Malika. 

Bagus berdecak lagi. "Kenapa sih enggak terima saja cowok ganteng di sampingmu ini."

Sekalipun dilepehkan puluhan atau ratusan kali, semangat Bagus patut dicontoh. Dia tidak akan mundur satu langkah pun mendapatkan hati Caca. 

"Emang aku se-desperate itu sampai sembarang nerima cowok." Caca mendelik.

Bagus memasang ekspresi memelas. "Ya ampun, Ca. Aku ini bibit unggul, lho."

Malika tertawa puas di belakang melihat Bagus lagi-lagi ditolak. Memang Bagus harus sabar memiliki sahabat-sahabat yang hobi memanfaatkan, tapi selalu terdepan menertawakan kesialannya.

Related chapters

  • Limerence   Klien di Bogor

    Caca mengecek pesan-pesan yang masuk ke gawainya, salah satunya dari klien di Bogor mengajak bertemu di jam makan siang. Sebelum jari-jari lentiknya tergerak membalas pesan, ia sempat-sempatnya mengambil ikat rambut di meja dan menguncir tinggi-tinggi agar angin di balkon semakin menyentuh leher jenjangnya. Pesan masuk terus beruntun, terakhir dari fotografer yang mengingatkan jadwal pemotretan. Perempuan yang kini duduk manis balkon kamar ditemani laptop serta satu mug cokelat hangat buru-buru meneruskan pesan ke modelnya. Ya, sekalipun yakin kalau Chessy besok bisa lupa. Selain menjadi ghost writer juga merangkap menjadi asisten model sekaligus artis yang sepi job. Siapa lagi kalau bukan gadis menyusahkan yang harus diakui sahabat. Caca mencatat ke note yang tergeletak di sebelah laptop. Lalu matanya mengedar ke pemandangan hijau yang menenangkan di depan. Kelopak matanya terpejam sesaat selagi menghirup oksigen sebanyak mungkin untuk meme

    Last Updated : 2021-07-07
  • Limerence   Memilih Mundur

    "Ca, apa segitu darutatnya sampai harus pindah sekarang?" sindir Abian mengantar sang adik ke apartemen baru seakan-akan bencana akan terjadi kalau pindahnya ditunda. Gadis yang dibalut kaus putih berlapis sweter berdecak. "Terus?" Ia melolot galak ke arah kakaknya. "Emang wajib nunggu Mas tunangan dulu sama Adelia?" "Memang apa salahnya, enggak lama ini." Abian merapatkan pintu dengan sebelah tangan, satunya menarik koper cokelat besar memasuki ruangan dan menilai apartemen sederhana minim perabot yang dipilih adiknya, memastikan layak untuk ditempati Caca. Perempuan itu, Camelia yang sejak kecil akrab dipanggil Caca sedang meletakkan kardus berisi buku-buku ke apartemen barunya. Dia sengaja bergerilya mencari tempat tinggal baru demi mengurangi frekuensi bertemu sang kakak. "Kita udah bahas di rumah, ya, Mas. Udah Mas fokus saja sama Adelia." "Mbak Adelia," koreksi Abian, berkali-kali mengingatkan kalau umur calon tunangannya lebih tua darip

    Last Updated : 2021-04-01
  • Limerence   Acara Pertunangan

    Caca pikir tidak akan menangis melihat sang kakak menyematkan cincin ke jari manis perempuan lain. Dia sudah menyiapkan mental sekuat baja selagi di apartemen, mengatur pernapasan berkali-kali agar bisa menghadapi dengan senyuman. Tapi, sudut matanya tetap basah melihat interaksi keduanya dari kejauhan. Seolah ada belati menikam tepat di ulu hati. Caca mengusap air mata dengan punggung tangan, lalu bergerak ke sisi ballroom menepikan diri dari keramaian. Mama dan papanya sedang menanggapi tamu serta terlihat menunjukkan ekspresi bahagia. Evaline menyusuri meja-meja prasmanan diikuti Bibi. Tidak tanggung-tanggung, acara pertunangan dilaksanakan di ballroom hotel berbintang dengan tamu cukup banyak mulai dari rekan bisnis sang papa dan teman-teman Adelia. Acaranya terus disorot kamera mengingat calon istri sang kakak merupakan model terkenal. "Ca, Mama cari-cari, lho. Kenapa malah di sini?" Arnita berdecak lega berhasil menemukan anak perempuannya. Dia

    Last Updated : 2021-04-07
  • Limerence   Patah Hati Akut

    Bagus mengamati Caca yang terus menatap lurus ke depan seakan-akan jiwanya sedang melalang buana. Aroma menggoda dari kue, segelas lemon tea, yang diambil Bagus dari kulkas tidak membuat Caca menoleh. Padahal Bagus meyakini belum ada secuil makan pun melewati kerongkongan serta mengisi perutnya di acara pertunangan tadi. "Caca, kamu makan atau minum dulu." Bagus menyentuh bahu Caca seraya menghadapkan ke arahnya. Sebaliknya, Caca mengabaikan niat baik Bagus. Sedikit heran kenapa temannya membawa pulang ke apartemen bukan cari tempat untuk meluapkan rasa sakitnya. Mau ke mana saja, bar sekalipun khusus hari ini Caca tidak menolak. "Ini bukan Caca yang aku kenal." Ia menyapu rambut rapinya ke belakang sedikit frustrasi. "Please ...." Bagus menggenggam tangan Caca yang terasa dingin. "Gus ...." Bibir dipulas lipstik nude bergetar dan mata bulatnya kembali berkaca-kaca. Perempuan itu masih mengenakan gaun peach sepanjang mata kaki. Model gaun

    Last Updated : 2021-04-11
  • Limerence   Pura-pura Baik

    Di Starbucks, Adelia menatap ponselnya dengan kesal usai menerima telepon dari Abian. Pasalnya mereka janjian berdua setelah berhari-hari sibuk dengan pekerjaan. Adelia sibuk pemotretan sana-sini, sedangkan Abian sedang fokus merancang desain untuk mal besar yang akan dibangun. "Hari ini aku bawa Evaline soalnya tadi maksa ikut. Kamu keberatan nggak kalo kita pindah ke McD aja? Ini Evaline minta es krim sundae." Kalimat Abian yang membuat kekesalan Adelia naik berkali lipat, sudah berganti lokasi, ditambah ada anak kecil. Dari awal memang Adelia kurang suka dengan kedua adik tunangannya, terutama Caca yang seakan ingin melahapnya hidup-hidup setiap beradu pandang. Adelia juga bisa merasakan kalau Caca berusaha memisahkan dirinya dengan Abian, entah apa motifnya. Di samping itu, Adelia juga ingin menguasai Abian sendiri. Dia paham secinta apa Abian pada dirinya yang merupakan teman masa kecil. Terpisah puluhan tahun ternyata tidak membuat Abian melupakan

    Last Updated : 2021-05-02
  • Limerence   Hari Anniversary

    Malam ini merupakan anniversary papa dan mamanya yang ke sebelas. Mau tak mau, Caca hadir ke acara sederhana yang dihadiri keluarga besarnya. Caca juga sudah jauh-jauh hari membeli tiket liburan untuk kado pernikahan mama dan papanya agar meluangkan waktu berdua. "Mama dan Papa selamat, ya?" Caca memeluk tubuh ramping sang mama yang dibalut long dress putih. Kemudian beralih ke sang papa yang terlihat tampan diusia tak muda lagi. "Makasih, Sayang. Mama kira kamu lupa saking sibuknya. Mama kangen kamu nggak datang-datang, tiap Mama mau ke sana kamu bilang akan pergi ketemu klien." Mamanya merajuk. Kadang-kadang Arnita bertingkah seperti anak kecil menyindir Caca jarang sekali pulang. Mamanya paling tidak bisa melihat formasi anaknya tidak lengkap dan belum merelakan anak gadisnya tinggal terpisah. Caca tersenyum memeluk lagi mamanya sebentar. "Mana mungkin aku lupa, selalu berlebihan deh, Mama." "Yang penting sekarang anak kita berkumpul, Ma."

    Last Updated : 2021-05-04
  • Limerence   Masalah Prioritas

    "Are you okay?" tanya Bagus berkali-kali melirik Caca yang sedang menyandarkan bahu lelah ke kursi mobilnya. "Memang aku kenapa?" Caca pura-pura terkekeh, padahal hatinya menjerit. Caca memang patah hati melihat interaksi Adelia dan orang yang dicintai. Apalagi saat keduanya dansa berdua, dan Caca terpaksa dansa dengan Bagus sehingga laki-laki berwajah baby face itu senang sekali. Tapi, Caca memutuskan akan lebih kuat. Apalagi saat mendengar Adelia dengan sombong mengingatkan posisinya di hati Abian. Caca tidak mau terlihat lemah, dia menahan diri agar tidak tersulut emosi. Barulah saat Adelia hendak mengejeknya lagi, dengan gerakan santai Caca menumpahkan sisa cocktailnya ke gaun merah marun yang membalut tubuh ideal Adelia sampai perempuan itu hendak memaki. "Sorry, aku nggak sengaja," ucap Caca tadi bertepatan dengan mamanya datang. Arnita langsung meminta maaf, sedangkan Adelia kembali memasang ekspresi sok baik. Adelia

    Last Updated : 2021-05-05
  • Limerence   Dinding Pembatas

    Abian tidak mau memaksa adiknya ikut, hanya ingat dulu Caca suka merajuk minta ditemani menikmati ikan bakar dengan olesan bumbu gurih di restoran dekat kantornya. "Mas kangen sama kamu, Ca," gumamnya. Abian menarik napas panjang, dia sudah memasuki lift dan akan turun ke lantai dasar. Di dalam lift kepalanya dipenuhi nama Caca, yang berubah akhir-akhir ini. Sekarang adiknya seakan membangun dinding pembatas. Setelah sampai di lantai dasar, Abian segera melangkah ke arah mobil hitam yang terparkir di luar. Senyumnya mengembang selagi berpapasan dengan karyawan, memang Abian ramah pada siapa pun. Tidak heran orang-orang nyaman berada di dekat Abian. Lima belas menit berlalu, dia sudah sampai di restoran seafood dan menemukan perempuan yang dicintainya duduk sendiri. Wajahnya terlihat kesal saat melihat Abian datang. Namun, kecantikannya tidak pudar apalagi dipoles make up mahal. Sekarang Abian menghampiri dan hendak mengusap pipi yang dit

    Last Updated : 2021-05-17

Latest chapter

  • Limerence   Klien di Bogor

    Caca mengecek pesan-pesan yang masuk ke gawainya, salah satunya dari klien di Bogor mengajak bertemu di jam makan siang. Sebelum jari-jari lentiknya tergerak membalas pesan, ia sempat-sempatnya mengambil ikat rambut di meja dan menguncir tinggi-tinggi agar angin di balkon semakin menyentuh leher jenjangnya. Pesan masuk terus beruntun, terakhir dari fotografer yang mengingatkan jadwal pemotretan. Perempuan yang kini duduk manis balkon kamar ditemani laptop serta satu mug cokelat hangat buru-buru meneruskan pesan ke modelnya. Ya, sekalipun yakin kalau Chessy besok bisa lupa. Selain menjadi ghost writer juga merangkap menjadi asisten model sekaligus artis yang sepi job. Siapa lagi kalau bukan gadis menyusahkan yang harus diakui sahabat. Caca mencatat ke note yang tergeletak di sebelah laptop. Lalu matanya mengedar ke pemandangan hijau yang menenangkan di depan. Kelopak matanya terpejam sesaat selagi menghirup oksigen sebanyak mungkin untuk meme

  • Limerence   Kondangan

    Caca mematut di depan cermin mengenakan gaun yang akan dipakai ke pernikahan Chessy. Sejak kemarin Malika serta Bagus heboh mengajak ke mal mencari gaun baru. Caca menolak dengan alasan koleksi yang jarang dipakai masih memenuhi isi lemari. Setelah dipikir-pikir jodoh tidak bisa ditebak. Sahabatnya yang memiliki sederet list kelakuan minus dan gagal move on sejak dilepehkan sadis oleh sang mantan. Tiba-tiba menyebar undangan akan dinikahi pria ganteng sekaligus kaya. Lamunan terjeda oleh ponsel yang bergetar bergetar sebentar, memunculkan pesan masuk dari Bagus. Tangannya terulur menggeser posisi smartphone yang ada di meja. Bagus : Sepuluh menit lagi aku tunggu di pintu. Caca : Oke. Dia meraih tas clutch untuk menjejalkan ponsel ke dalamnya. Lalu kembali menatap cermin lanjut merias tipis-tipis wajahnya agar tidak malu-maluin dibawa ke kondangan. Kelar merias wajah, mengenakan jam tangan guess, lalu meraih heels yang sudah dise

  • Limerence   Aroma Perselingkuhan

    "Jadi kamu mau liburan demi melupakan Abian. Percaya sama aku pasti sia-sia."Caca mengangkat bahu, tangannya mengaduk-aduk jus jambu dengan sedotan lalu menyesap perlahan. Mata beningnya melirik ke jam tangan guess berulangkali. "Lama, ya?""Sebentar lagi paling, maklum dia pejabat pasti sibuk banget." Malika tadinya menemani Edgar bertemu temannya, kebetulan melihat Caca duduk sendirian. Sebagai sahabat yang baik memilih menemani Caca daripada diabaikan Edgar pasti sibuk mengobrol apa saja dengan teman kuliahnya. "Kamu jadi liburan?" ulangnya.Caca menaikkan alis. "Mau saja dibohongi Bagus, aku ada klien di Bogor jadi sekalian menginap di puncak itung-itung refreshing otak.""Jadi Bagus bohong bilang kamu liburan mau melupakan Abian?" tampang Malika terlihat geram. "Sialan."Gadis yang dibalut kemeja cokelat mengangguk, menyesap lagi jus jambu sampai kerongkongan benar-benar basah. Alasan mengenakan kemeja karena kliennya bukan orang sembarangan.

  • Limerence   Mewawancarai Calon Pengantin

    Bunyi nyaring ponsel mengejutkan Caca, dia terpaksa mengeluarkan ponsel dari tas mungil yang biasa dibawa keluar. Caca baru saja pulang dari rumah menuruti rengekan mamanya persis anak kecil meminta anaknya pulang. Jadilah Caca menginap satu hari. "Kenapa?" Caca malas-malasan menjawab. "Kamu sudah balik ke apartemen belum? Lupa kalau ada janji bertemu calon pengantin?" Caca mengerutkan kening cukup dalam. "Calon pengantin?" Bagus tertawa. "Ah, jadi kamu sudah pikun. Kita mau ketemu Chessy." Caca menghempaskan tubuh ke sofa memanjang di ruang tamu, dia lupa kalau Chessy baru tunangan, hanya mengundang keluarga besarnya. Padahal Caca yang heboh mengabarkan beritanya ke Malika serta Bagus. Mendadak ketularan sifat pelupa Chessy. Efek bertemu Abian masih tersisa. "Aku sudah di apartemen," ujarnya sebelum memutus sambungan telepon, tapi suara bel apartemen langsung terdengar. Dengan malas-malasan Caca membuka pintu, lalu mendengkus se

  • Limerence   Calon Suami Chessy

    Chessy melangkah lebar menyusuri koridor apartemen di lantai sebelas, menuju ke unit 118 tempat sahabatnya tinggal dengan empat ekor kucing. Kadang-kadang Chessy heran, Camelia mau menghabiskan waktu mudanya merawat kucing-kucing.Tangannya merogoh ponsel di tas clutch begitu mendengar alunan lagu 'My love', setengah mengumpat menebak orang yang menelepon."Chessy. Mas nggak bisa antar kamu ketemu Arsa," ujar suara di seberang.Rambut melewati bahu yang baru dicat cokelat mengentak-entak selagi langkahnya terayun. Chessy berdecak kesal melirik dress putih selutut dan merias wajahnya sehingga terkesan niat banget menemui orang asing, paksaan sang mama dengan ceramah panjang lebar. "Oke, lagian aku malas bertemu.""Chessy, Mas nggak mau terlibat kalau kamu diusir dari rumah," sahut suara di ujung telepon tanpa rasa iba. Padahal sendirinya puluhan kali menolak perempuan yang disodorkan mamanya.Chessy berpikir sejenak, dia bisa saja

  • Limerence   Efek Cemburu

    Bagus baru saja merebahkan tubuh ke sofa empuk warna marun pilihan maminya. Tidak ada orang yang menyambut untuk menawarkan teh seperti di rumah. Bagus terbiasa sendiri asalkan bisa berdekatan dengan Caca.Kemeja biru, dasi, dan sepatu pantofel sudah terlepas. Sekarang hanya ada kaus putih membalut otot-otot memesona. Seharian Bagus lelah menghadapi karyawan perempuan yang menargetkan dirinya sampai meminta bolak-balik untuk modus.Risiko orang ganteng, begitu pikirnya.Bagus menatap layar ponsel di genggaman yang menyala, menggulir gawainya untuk melihat chat masuk. Sementara badannya masih bertumpu pada sandaran sofa.Chessy : Pulang belum?Melihat pengirim pesan, dalam pikirannya sudah menebak kalau perempuan yang hobi merepotkan akan merecoki hidupnya. Saking lelahnya, Bagus meletakkan ponsel ke meja tanpa berniat membalas chat tidak penting.Chessy : GusChessy : PChessy : Balik belum sih? Aku dari siang di tempat C

  • Limerence   Dinding Pembatas

    Abian tidak mau memaksa adiknya ikut, hanya ingat dulu Caca suka merajuk minta ditemani menikmati ikan bakar dengan olesan bumbu gurih di restoran dekat kantornya. "Mas kangen sama kamu, Ca," gumamnya. Abian menarik napas panjang, dia sudah memasuki lift dan akan turun ke lantai dasar. Di dalam lift kepalanya dipenuhi nama Caca, yang berubah akhir-akhir ini. Sekarang adiknya seakan membangun dinding pembatas. Setelah sampai di lantai dasar, Abian segera melangkah ke arah mobil hitam yang terparkir di luar. Senyumnya mengembang selagi berpapasan dengan karyawan, memang Abian ramah pada siapa pun. Tidak heran orang-orang nyaman berada di dekat Abian. Lima belas menit berlalu, dia sudah sampai di restoran seafood dan menemukan perempuan yang dicintainya duduk sendiri. Wajahnya terlihat kesal saat melihat Abian datang. Namun, kecantikannya tidak pudar apalagi dipoles make up mahal. Sekarang Abian menghampiri dan hendak mengusap pipi yang dit

  • Limerence   Masalah Prioritas

    "Are you okay?" tanya Bagus berkali-kali melirik Caca yang sedang menyandarkan bahu lelah ke kursi mobilnya. "Memang aku kenapa?" Caca pura-pura terkekeh, padahal hatinya menjerit. Caca memang patah hati melihat interaksi Adelia dan orang yang dicintai. Apalagi saat keduanya dansa berdua, dan Caca terpaksa dansa dengan Bagus sehingga laki-laki berwajah baby face itu senang sekali. Tapi, Caca memutuskan akan lebih kuat. Apalagi saat mendengar Adelia dengan sombong mengingatkan posisinya di hati Abian. Caca tidak mau terlihat lemah, dia menahan diri agar tidak tersulut emosi. Barulah saat Adelia hendak mengejeknya lagi, dengan gerakan santai Caca menumpahkan sisa cocktailnya ke gaun merah marun yang membalut tubuh ideal Adelia sampai perempuan itu hendak memaki. "Sorry, aku nggak sengaja," ucap Caca tadi bertepatan dengan mamanya datang. Arnita langsung meminta maaf, sedangkan Adelia kembali memasang ekspresi sok baik. Adelia

  • Limerence   Hari Anniversary

    Malam ini merupakan anniversary papa dan mamanya yang ke sebelas. Mau tak mau, Caca hadir ke acara sederhana yang dihadiri keluarga besarnya. Caca juga sudah jauh-jauh hari membeli tiket liburan untuk kado pernikahan mama dan papanya agar meluangkan waktu berdua. "Mama dan Papa selamat, ya?" Caca memeluk tubuh ramping sang mama yang dibalut long dress putih. Kemudian beralih ke sang papa yang terlihat tampan diusia tak muda lagi. "Makasih, Sayang. Mama kira kamu lupa saking sibuknya. Mama kangen kamu nggak datang-datang, tiap Mama mau ke sana kamu bilang akan pergi ketemu klien." Mamanya merajuk. Kadang-kadang Arnita bertingkah seperti anak kecil menyindir Caca jarang sekali pulang. Mamanya paling tidak bisa melihat formasi anaknya tidak lengkap dan belum merelakan anak gadisnya tinggal terpisah. Caca tersenyum memeluk lagi mamanya sebentar. "Mana mungkin aku lupa, selalu berlebihan deh, Mama." "Yang penting sekarang anak kita berkumpul, Ma."

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status