Home / Romansa / Limerence / Patah Hati Akut

Share

Patah Hati Akut

Author: Widii
last update Last Updated: 2021-04-11 00:29:01

Bagus mengamati Caca yang terus menatap lurus ke depan seakan-akan jiwanya sedang melalang buana. Aroma menggoda dari kue, segelas lemon tea, yang diambil Bagus dari kulkas tidak membuat Caca menoleh. Padahal Bagus meyakini belum ada secuil makan pun melewati kerongkongan serta mengisi perutnya di acara pertunangan tadi. 

"Caca, kamu makan atau minum dulu." Bagus menyentuh bahu Caca seraya menghadapkan ke arahnya. 

Sebaliknya, Caca mengabaikan niat baik Bagus. Sedikit heran kenapa temannya membawa pulang ke apartemen bukan cari tempat untuk meluapkan rasa sakitnya. Mau ke mana saja, bar sekalipun khusus hari ini Caca tidak menolak.

"Ini bukan Caca yang aku kenal." Ia menyapu rambut rapinya ke belakang sedikit frustrasi. "Please ...." Bagus menggenggam tangan Caca yang terasa dingin.

"Gus ...." Bibir dipulas lipstik nude bergetar dan mata bulatnya kembali berkaca-kaca. Perempuan itu masih mengenakan gaun peach sepanjang mata kaki. Model gaun tanpa lengan memamerkan kepolosan kulit Caca sehingga pikiran Bagus ke mana-mana. Buru-buru pria itu menggeser pandangan ke wajah sendu Caca, masih ada sisa air mata membahasi pipi, entah mengapa wajah Caca tetap cantik dalam segala ekspresi. 

Bagus akui, kecantikan Caca melejit berkali lipat.

Make up nuanasa lembut menghias wajahnya. Kelopak matanya ditaburi eyeshadow cokelat, dan bibir tipis dipulas lipstick nude. 

Sebenarnya tanpa bantuan make up, kecantikan alami Caca sudah memancar. Dan Bagus mendamba setiap lekukan sempurna wajah Caca.

"Kamu boleh menangis sepuasnya di sini, mau marah-marah, mau meluapkan sakit hati, apa pun asal membuatmu lega."-

Iris mata kecokelatan Bagus menyorot lembut. Dia menggenggam lebih erat tangan satu-satunya perempuan yang ingin dimilikinya. "Luapkan supaya kamu lega."

Ada jeda satu menit sebelum Caca memiringkan kepala menatap Bagus. Mencoba meyakinkan diri bisa percaya kalimat pria berwajah baby face di hadapannya.

"Kenapa kami harus kakak adik? Kenapa harus ada cinta kalau menyakitkan?" Caca mengerang sedih lalu dia menunduk untuk mengisi gelas dengan air putih. Jangan harap Bagus akan repot-repot mencarikan minuman sejenis wine agar beban Caca sedikit terangkat. 

Bagus menghela napas panjang, masih mengamati raut sedih di wajah cantik Caca. Bagus akui ia bukan laki-laki baik dan sering main-main dengan perempuan, tapi Caca masuk list pertama terlarang dilukai. 

Laki-laki itu ikut menuang air putih. Dia sengaja mengambil gelasnya dua, lalu menatap Caca. "Nggak ada yang salah, Ca. Kamu akan bahagia kalau mencintai orang yang tepat."

Rasa sakitnya sudah keterlaluan. Caca berandai-andai kalau saja Abian bukan kakak tirinya. Andai bertemu Abian setelah dewasa, mungkin ada kesempatan saling mencintai. Caca terluka menerima fakta kalau mimpinya terlampau tinggi.

Perempuan itu memiringkan kepala dan tertawa pahit. "Maksudnya kamu? Itu yang akan kamu katakan?"

Semua orang tahu Bagus sangat mendambakan Caca, bahkan orang buta bisa merasakan. 

Bagus tidak tahan lagi, dia meneguk habis isi gelasnya, dan menaruh ke meja. Pria itu membawa Caca ke pelukan. "Aku nggak berpikir begitu. Kamu boleh memilih siapa pun asal bahagia." Dia mengembuskan napas panjang. "Kalo pilihanmu jatuh ke aku, dengan senang hati." Dia mengedikkan bahu.

"Menyebalkan." Caca memukul-mukul dada bidang Bagus, lalu menangis sesenggukan di sana. "Kamu kenapa mau jadi tempat sampah aku? Bodoh banget, Gus."

Bagus tertawa pahit menatap nanar ke lantai . Jangankan menjadi tempat sampah Caca melampiaskan unek-uneknya. Mau dijadikan pelarian, bodyguard, apa pun Bagus lakukan.

"Apa aku datang di waktu salah?" tanya Malika diikuti satu perempuan di belakang. Keduanya menerobos masuk karena Bagus sengaja tidak merapatkan pintu.

Malika mengamati Bagus tengah menghibur Caca yang menangis di pelukan, tangannya sempat membelai helaian rambut Caca.

"Ca, kamu masih nangis?" tanya Chessy yang memiliki otak pas-pasan. Tentu sehari pun belum cukup untuk Caca menangisi pertunangan Abian. 

Chessy lupa bagaimana ia berhari-hari menangis dan mengancam akan mengobrak-abrik pernikahan Angga, pacar yang memutuskan secara sadis dan menikahi dosennya sendiri.

Bagus mengendurkan pelukan dan Caca menyusut air matanya. "Telat kalian."

Malika berdecak, dia melepaskan blazer cokelat muda dan menyampirkan asal ke bahu sofa, menyisakan kaus putih mencetak tubuhnya. Dia menatap Caca lekat-lekat. 

"Sudah aku peringatkan nggak usah datang, ujungnya gini, 'kan?"

Meskipun mulut Malika kadang bar-bar. Kehidupan asmaranya paling mulus daripada ketiga sahabatnya. Dia menikah dengan pria yang dicintai dan mencintainya. Mereka sudah pacaran lama sampai mantap memutuskan menikah muda usai Malika wisuda.

Bagus menggeleng memberi kode agar Malika tidak menyalahkan Caca yang sedang dilanda patah hati.

"Kita nggak diundang, sih. Coba kalo iya bisa menemani."

Malika gemas ingin menoyor kepala Chessy, buru-buru perempuan itu mundur beberapa langkah, melindungi kepala dari tangan sahabatnya. 

"Ya buat apa undang kamu?" Bagus melirik sinis. "Memang kita saudara Abian, itu yang tunangan Abian bukan Cacanya kita."

Chessy menggaruk tengkuk dan menyengir lebar. "Iya, ya, nggak ada kepentingan."

Malika memutar bola matanya malas. 

"Caca kamu dengar, coba ikuti saran aku tidak usah hadir." Perempuan itu mengulang kalimatnya.

Caca menegakkan posisi duduk, pelupuk matanya masih basah air mata dan kedua sahabatnya datang untuk mengomel sampai telinganya akan pengang. "Terus bikin Mama dan semua anggota keluarga curiga?"

"Kamu pikir dengan pulang duluan menghilang dari acara, mereka tidak curiga?" Malika menghadap ke Caca. Dia memang perlu diingatkan supaya kewarasannya kembali. "Ca, kita semua sayang sama kamu. Lihat kamu yang biasanya kuat nangis gini rasanya tuh gimana, beda lagi kalau Chessy sudah langganan nangis."

Merasa namanya disebut, Chessy langsung mengerucutkan bibir. "Ya menangis ada alasan, coba kalau Edgar yang ceraikan kamu."

"Amit-amit." Malika mengetuk-ngetuk kepala lalu ke meja. "Doanya baik-baik, dong."

Perceraian tidak pernah dibayangkan Malika akan menimpa rumah tangganya. Dia percaya Edgar, suaminya, tidak akan mengecewakan.

"Iya, aku ralat, deh." Chessy menatap kue cokelat di piring terabaikan, aromanya menggoda mengundang naga-naga di perut berdemo. Jadi tangannya terulur mencomot kue seraya menjejalkan ke mulut.

Ekor mata Bagus melirik terkesan tak rela. Dia mengambilkan untuk Caca, justru si rakus yang melahapnya tanpa ampun. Lihat saja belum lima menit sudah mengambil potongan kedua. 

"Kalian ke sini mau menghibur atau berisik aja?" tanya Caca dengan nada lemah, dia menatap kedua sahabatnya bergantian. 

"Kamu pikir kita mau ngapain? Numpang tidur di apartemen sempit sudah dikuasai empat kucing?" Malika menuding ke si Calico dan putih. "Ya menghibur, buktinya tangis kamu reda."

Caca mengembuskan napas panjang. 

Dua kucing peliharaan Caca yang tidak pernah dimasukkan kandang kecuali darurat ikut bergabung ke ruang depan. Sisanya pasti tidur cantik di dekat bar stool. Keempat kucingnya terdidik kalau mau pup selalu di tempat yang disediakan.

Chessy bergerak menjauh ancang-ancang si kucing akan ikut naik ke sofa. Dia tidak suka hewan berlalu yang membuat geli. Sejak awal berkunjung ke apartemen Caca sudah ingin menendang kucing-kucing yang hobi mondar-mandir di ruangan.

"Mending kita keluar, makan di luar. Laper juga nih dari kantor langsung ke sini." Malika mengusap perut yang masih datar. Belum ada tanda-tanda ada kehadiran janin. 

Bagus menyetujui ide Malika. Bukan dia yang lapar, tapi lebih memikirkan perut Caca belum terisi apa-apa.

"Ayo, khusus hari ini aku traktir." Bagus rela keluar uang banyak demi Caca. 

Malika yang gaji suaminya tidak tanggung-tanggung, berlipat-lipat dari gaji Bagus sebagai karyawan junior. Perempuan itu tidak menaruh kasihan, justru tertawa senang. "Nah begitu, dong. Kan makin semangat."

"Dasar."

"Mau dong, kalau ditraktir yang mahal, ya," tambah Chessy tidak tahu diri.

Chessy sendiri seorang model dan artis yang sepi job, namun kebutuhan masih ditanggung sang papa. Tentu jatah bulanan tidak bisa dibilang sedikit. 

Caca masih malas ke mana-mana, kecuali diajak ke tempat yang bisa berteriak atau meringankan rasa sakitnya. Lagi pula selera makannya lenyap ditelan bumi. "Kalian saja, aku tidak ingin makan."

"No, kamu harus makan, Beb. Patah hati juga perlu energi banyak," ujar Bagus langsung membuat Malika menatap jijik mendengar panggilannya.

Mata bulat Caca sempat-sempatnya melolot saat sedang sedih. 

Malika menarik paksa sahabatnya, menepuk-nepuk pipi Caca gemas. "Kamu harus makan biar bisa menghadapi Adelia. Kita masih ada waktu membuka mata kakak kamu kalau Adelia nggak banget dijadikan istri."

Bagus mengerutkan bibir. Dia senang Caca sedikit tersenyum mendengar saran Malika, tapi tidak dipungkiri ada rasa cemburu mendominasi.

"Ya sudah, aku ke apartemen sebelah dulu. Ponsel aku ketinggalan saking buru-buru menjemput Caca."

Sontak ketiga perempuan yang harus diakui sahabat menatap curiga. 

Bagus menggaruk tengkuk. "Jadi begini gadis-gadis, kecuali yang satu bukan gadis, aku sudah mengincar apartemen sebelah dan kebetulan kosong kemarin. Jadi sebelum ke hotel tempat tunangan Abian melihat keadaan Caca, aku sengaja pindahan dulu."

"Astaga." Malika geleng-geleng. 

Rumah Bagus masih satu kota dan tidak perlu menempuh perjalanan sehari semalam untuk berkunjung ke apartemen Caca. Demi dekat perempuan yang dicintainya Bagus sampai menyewa unit sebelah.

Widii

Duh Bagus bikin meleleh enggak, sih?

| Like

Related chapters

  • Limerence   Pura-pura Baik

    Di Starbucks, Adelia menatap ponselnya dengan kesal usai menerima telepon dari Abian. Pasalnya mereka janjian berdua setelah berhari-hari sibuk dengan pekerjaan. Adelia sibuk pemotretan sana-sini, sedangkan Abian sedang fokus merancang desain untuk mal besar yang akan dibangun. "Hari ini aku bawa Evaline soalnya tadi maksa ikut. Kamu keberatan nggak kalo kita pindah ke McD aja? Ini Evaline minta es krim sundae." Kalimat Abian yang membuat kekesalan Adelia naik berkali lipat, sudah berganti lokasi, ditambah ada anak kecil. Dari awal memang Adelia kurang suka dengan kedua adik tunangannya, terutama Caca yang seakan ingin melahapnya hidup-hidup setiap beradu pandang. Adelia juga bisa merasakan kalau Caca berusaha memisahkan dirinya dengan Abian, entah apa motifnya. Di samping itu, Adelia juga ingin menguasai Abian sendiri. Dia paham secinta apa Abian pada dirinya yang merupakan teman masa kecil. Terpisah puluhan tahun ternyata tidak membuat Abian melupakan

    Last Updated : 2021-05-02
  • Limerence   Hari Anniversary

    Malam ini merupakan anniversary papa dan mamanya yang ke sebelas. Mau tak mau, Caca hadir ke acara sederhana yang dihadiri keluarga besarnya. Caca juga sudah jauh-jauh hari membeli tiket liburan untuk kado pernikahan mama dan papanya agar meluangkan waktu berdua. "Mama dan Papa selamat, ya?" Caca memeluk tubuh ramping sang mama yang dibalut long dress putih. Kemudian beralih ke sang papa yang terlihat tampan diusia tak muda lagi. "Makasih, Sayang. Mama kira kamu lupa saking sibuknya. Mama kangen kamu nggak datang-datang, tiap Mama mau ke sana kamu bilang akan pergi ketemu klien." Mamanya merajuk. Kadang-kadang Arnita bertingkah seperti anak kecil menyindir Caca jarang sekali pulang. Mamanya paling tidak bisa melihat formasi anaknya tidak lengkap dan belum merelakan anak gadisnya tinggal terpisah. Caca tersenyum memeluk lagi mamanya sebentar. "Mana mungkin aku lupa, selalu berlebihan deh, Mama." "Yang penting sekarang anak kita berkumpul, Ma."

    Last Updated : 2021-05-04
  • Limerence   Masalah Prioritas

    "Are you okay?" tanya Bagus berkali-kali melirik Caca yang sedang menyandarkan bahu lelah ke kursi mobilnya. "Memang aku kenapa?" Caca pura-pura terkekeh, padahal hatinya menjerit. Caca memang patah hati melihat interaksi Adelia dan orang yang dicintai. Apalagi saat keduanya dansa berdua, dan Caca terpaksa dansa dengan Bagus sehingga laki-laki berwajah baby face itu senang sekali. Tapi, Caca memutuskan akan lebih kuat. Apalagi saat mendengar Adelia dengan sombong mengingatkan posisinya di hati Abian. Caca tidak mau terlihat lemah, dia menahan diri agar tidak tersulut emosi. Barulah saat Adelia hendak mengejeknya lagi, dengan gerakan santai Caca menumpahkan sisa cocktailnya ke gaun merah marun yang membalut tubuh ideal Adelia sampai perempuan itu hendak memaki. "Sorry, aku nggak sengaja," ucap Caca tadi bertepatan dengan mamanya datang. Arnita langsung meminta maaf, sedangkan Adelia kembali memasang ekspresi sok baik. Adelia

    Last Updated : 2021-05-05
  • Limerence   Dinding Pembatas

    Abian tidak mau memaksa adiknya ikut, hanya ingat dulu Caca suka merajuk minta ditemani menikmati ikan bakar dengan olesan bumbu gurih di restoran dekat kantornya. "Mas kangen sama kamu, Ca," gumamnya. Abian menarik napas panjang, dia sudah memasuki lift dan akan turun ke lantai dasar. Di dalam lift kepalanya dipenuhi nama Caca, yang berubah akhir-akhir ini. Sekarang adiknya seakan membangun dinding pembatas. Setelah sampai di lantai dasar, Abian segera melangkah ke arah mobil hitam yang terparkir di luar. Senyumnya mengembang selagi berpapasan dengan karyawan, memang Abian ramah pada siapa pun. Tidak heran orang-orang nyaman berada di dekat Abian. Lima belas menit berlalu, dia sudah sampai di restoran seafood dan menemukan perempuan yang dicintainya duduk sendiri. Wajahnya terlihat kesal saat melihat Abian datang. Namun, kecantikannya tidak pudar apalagi dipoles make up mahal. Sekarang Abian menghampiri dan hendak mengusap pipi yang dit

    Last Updated : 2021-05-17
  • Limerence   Efek Cemburu

    Bagus baru saja merebahkan tubuh ke sofa empuk warna marun pilihan maminya. Tidak ada orang yang menyambut untuk menawarkan teh seperti di rumah. Bagus terbiasa sendiri asalkan bisa berdekatan dengan Caca.Kemeja biru, dasi, dan sepatu pantofel sudah terlepas. Sekarang hanya ada kaus putih membalut otot-otot memesona. Seharian Bagus lelah menghadapi karyawan perempuan yang menargetkan dirinya sampai meminta bolak-balik untuk modus.Risiko orang ganteng, begitu pikirnya.Bagus menatap layar ponsel di genggaman yang menyala, menggulir gawainya untuk melihat chat masuk. Sementara badannya masih bertumpu pada sandaran sofa.Chessy : Pulang belum?Melihat pengirim pesan, dalam pikirannya sudah menebak kalau perempuan yang hobi merepotkan akan merecoki hidupnya. Saking lelahnya, Bagus meletakkan ponsel ke meja tanpa berniat membalas chat tidak penting.Chessy : GusChessy : PChessy : Balik belum sih? Aku dari siang di tempat C

    Last Updated : 2021-05-19
  • Limerence   Calon Suami Chessy

    Chessy melangkah lebar menyusuri koridor apartemen di lantai sebelas, menuju ke unit 118 tempat sahabatnya tinggal dengan empat ekor kucing. Kadang-kadang Chessy heran, Camelia mau menghabiskan waktu mudanya merawat kucing-kucing.Tangannya merogoh ponsel di tas clutch begitu mendengar alunan lagu 'My love', setengah mengumpat menebak orang yang menelepon."Chessy. Mas nggak bisa antar kamu ketemu Arsa," ujar suara di seberang.Rambut melewati bahu yang baru dicat cokelat mengentak-entak selagi langkahnya terayun. Chessy berdecak kesal melirik dress putih selutut dan merias wajahnya sehingga terkesan niat banget menemui orang asing, paksaan sang mama dengan ceramah panjang lebar. "Oke, lagian aku malas bertemu.""Chessy, Mas nggak mau terlibat kalau kamu diusir dari rumah," sahut suara di ujung telepon tanpa rasa iba. Padahal sendirinya puluhan kali menolak perempuan yang disodorkan mamanya.Chessy berpikir sejenak, dia bisa saja

    Last Updated : 2021-06-02
  • Limerence   Mewawancarai Calon Pengantin

    Bunyi nyaring ponsel mengejutkan Caca, dia terpaksa mengeluarkan ponsel dari tas mungil yang biasa dibawa keluar. Caca baru saja pulang dari rumah menuruti rengekan mamanya persis anak kecil meminta anaknya pulang. Jadilah Caca menginap satu hari. "Kenapa?" Caca malas-malasan menjawab. "Kamu sudah balik ke apartemen belum? Lupa kalau ada janji bertemu calon pengantin?" Caca mengerutkan kening cukup dalam. "Calon pengantin?" Bagus tertawa. "Ah, jadi kamu sudah pikun. Kita mau ketemu Chessy." Caca menghempaskan tubuh ke sofa memanjang di ruang tamu, dia lupa kalau Chessy baru tunangan, hanya mengundang keluarga besarnya. Padahal Caca yang heboh mengabarkan beritanya ke Malika serta Bagus. Mendadak ketularan sifat pelupa Chessy. Efek bertemu Abian masih tersisa. "Aku sudah di apartemen," ujarnya sebelum memutus sambungan telepon, tapi suara bel apartemen langsung terdengar. Dengan malas-malasan Caca membuka pintu, lalu mendengkus se

    Last Updated : 2021-06-03
  • Limerence   Aroma Perselingkuhan

    "Jadi kamu mau liburan demi melupakan Abian. Percaya sama aku pasti sia-sia."Caca mengangkat bahu, tangannya mengaduk-aduk jus jambu dengan sedotan lalu menyesap perlahan. Mata beningnya melirik ke jam tangan guess berulangkali. "Lama, ya?""Sebentar lagi paling, maklum dia pejabat pasti sibuk banget." Malika tadinya menemani Edgar bertemu temannya, kebetulan melihat Caca duduk sendirian. Sebagai sahabat yang baik memilih menemani Caca daripada diabaikan Edgar pasti sibuk mengobrol apa saja dengan teman kuliahnya. "Kamu jadi liburan?" ulangnya.Caca menaikkan alis. "Mau saja dibohongi Bagus, aku ada klien di Bogor jadi sekalian menginap di puncak itung-itung refreshing otak.""Jadi Bagus bohong bilang kamu liburan mau melupakan Abian?" tampang Malika terlihat geram. "Sialan."Gadis yang dibalut kemeja cokelat mengangguk, menyesap lagi jus jambu sampai kerongkongan benar-benar basah. Alasan mengenakan kemeja karena kliennya bukan orang sembarangan.

    Last Updated : 2021-06-09

Latest chapter

  • Limerence   Klien di Bogor

    Caca mengecek pesan-pesan yang masuk ke gawainya, salah satunya dari klien di Bogor mengajak bertemu di jam makan siang. Sebelum jari-jari lentiknya tergerak membalas pesan, ia sempat-sempatnya mengambil ikat rambut di meja dan menguncir tinggi-tinggi agar angin di balkon semakin menyentuh leher jenjangnya. Pesan masuk terus beruntun, terakhir dari fotografer yang mengingatkan jadwal pemotretan. Perempuan yang kini duduk manis balkon kamar ditemani laptop serta satu mug cokelat hangat buru-buru meneruskan pesan ke modelnya. Ya, sekalipun yakin kalau Chessy besok bisa lupa. Selain menjadi ghost writer juga merangkap menjadi asisten model sekaligus artis yang sepi job. Siapa lagi kalau bukan gadis menyusahkan yang harus diakui sahabat. Caca mencatat ke note yang tergeletak di sebelah laptop. Lalu matanya mengedar ke pemandangan hijau yang menenangkan di depan. Kelopak matanya terpejam sesaat selagi menghirup oksigen sebanyak mungkin untuk meme

  • Limerence   Kondangan

    Caca mematut di depan cermin mengenakan gaun yang akan dipakai ke pernikahan Chessy. Sejak kemarin Malika serta Bagus heboh mengajak ke mal mencari gaun baru. Caca menolak dengan alasan koleksi yang jarang dipakai masih memenuhi isi lemari. Setelah dipikir-pikir jodoh tidak bisa ditebak. Sahabatnya yang memiliki sederet list kelakuan minus dan gagal move on sejak dilepehkan sadis oleh sang mantan. Tiba-tiba menyebar undangan akan dinikahi pria ganteng sekaligus kaya. Lamunan terjeda oleh ponsel yang bergetar bergetar sebentar, memunculkan pesan masuk dari Bagus. Tangannya terulur menggeser posisi smartphone yang ada di meja. Bagus : Sepuluh menit lagi aku tunggu di pintu. Caca : Oke. Dia meraih tas clutch untuk menjejalkan ponsel ke dalamnya. Lalu kembali menatap cermin lanjut merias tipis-tipis wajahnya agar tidak malu-maluin dibawa ke kondangan. Kelar merias wajah, mengenakan jam tangan guess, lalu meraih heels yang sudah dise

  • Limerence   Aroma Perselingkuhan

    "Jadi kamu mau liburan demi melupakan Abian. Percaya sama aku pasti sia-sia."Caca mengangkat bahu, tangannya mengaduk-aduk jus jambu dengan sedotan lalu menyesap perlahan. Mata beningnya melirik ke jam tangan guess berulangkali. "Lama, ya?""Sebentar lagi paling, maklum dia pejabat pasti sibuk banget." Malika tadinya menemani Edgar bertemu temannya, kebetulan melihat Caca duduk sendirian. Sebagai sahabat yang baik memilih menemani Caca daripada diabaikan Edgar pasti sibuk mengobrol apa saja dengan teman kuliahnya. "Kamu jadi liburan?" ulangnya.Caca menaikkan alis. "Mau saja dibohongi Bagus, aku ada klien di Bogor jadi sekalian menginap di puncak itung-itung refreshing otak.""Jadi Bagus bohong bilang kamu liburan mau melupakan Abian?" tampang Malika terlihat geram. "Sialan."Gadis yang dibalut kemeja cokelat mengangguk, menyesap lagi jus jambu sampai kerongkongan benar-benar basah. Alasan mengenakan kemeja karena kliennya bukan orang sembarangan.

  • Limerence   Mewawancarai Calon Pengantin

    Bunyi nyaring ponsel mengejutkan Caca, dia terpaksa mengeluarkan ponsel dari tas mungil yang biasa dibawa keluar. Caca baru saja pulang dari rumah menuruti rengekan mamanya persis anak kecil meminta anaknya pulang. Jadilah Caca menginap satu hari. "Kenapa?" Caca malas-malasan menjawab. "Kamu sudah balik ke apartemen belum? Lupa kalau ada janji bertemu calon pengantin?" Caca mengerutkan kening cukup dalam. "Calon pengantin?" Bagus tertawa. "Ah, jadi kamu sudah pikun. Kita mau ketemu Chessy." Caca menghempaskan tubuh ke sofa memanjang di ruang tamu, dia lupa kalau Chessy baru tunangan, hanya mengundang keluarga besarnya. Padahal Caca yang heboh mengabarkan beritanya ke Malika serta Bagus. Mendadak ketularan sifat pelupa Chessy. Efek bertemu Abian masih tersisa. "Aku sudah di apartemen," ujarnya sebelum memutus sambungan telepon, tapi suara bel apartemen langsung terdengar. Dengan malas-malasan Caca membuka pintu, lalu mendengkus se

  • Limerence   Calon Suami Chessy

    Chessy melangkah lebar menyusuri koridor apartemen di lantai sebelas, menuju ke unit 118 tempat sahabatnya tinggal dengan empat ekor kucing. Kadang-kadang Chessy heran, Camelia mau menghabiskan waktu mudanya merawat kucing-kucing.Tangannya merogoh ponsel di tas clutch begitu mendengar alunan lagu 'My love', setengah mengumpat menebak orang yang menelepon."Chessy. Mas nggak bisa antar kamu ketemu Arsa," ujar suara di seberang.Rambut melewati bahu yang baru dicat cokelat mengentak-entak selagi langkahnya terayun. Chessy berdecak kesal melirik dress putih selutut dan merias wajahnya sehingga terkesan niat banget menemui orang asing, paksaan sang mama dengan ceramah panjang lebar. "Oke, lagian aku malas bertemu.""Chessy, Mas nggak mau terlibat kalau kamu diusir dari rumah," sahut suara di ujung telepon tanpa rasa iba. Padahal sendirinya puluhan kali menolak perempuan yang disodorkan mamanya.Chessy berpikir sejenak, dia bisa saja

  • Limerence   Efek Cemburu

    Bagus baru saja merebahkan tubuh ke sofa empuk warna marun pilihan maminya. Tidak ada orang yang menyambut untuk menawarkan teh seperti di rumah. Bagus terbiasa sendiri asalkan bisa berdekatan dengan Caca.Kemeja biru, dasi, dan sepatu pantofel sudah terlepas. Sekarang hanya ada kaus putih membalut otot-otot memesona. Seharian Bagus lelah menghadapi karyawan perempuan yang menargetkan dirinya sampai meminta bolak-balik untuk modus.Risiko orang ganteng, begitu pikirnya.Bagus menatap layar ponsel di genggaman yang menyala, menggulir gawainya untuk melihat chat masuk. Sementara badannya masih bertumpu pada sandaran sofa.Chessy : Pulang belum?Melihat pengirim pesan, dalam pikirannya sudah menebak kalau perempuan yang hobi merepotkan akan merecoki hidupnya. Saking lelahnya, Bagus meletakkan ponsel ke meja tanpa berniat membalas chat tidak penting.Chessy : GusChessy : PChessy : Balik belum sih? Aku dari siang di tempat C

  • Limerence   Dinding Pembatas

    Abian tidak mau memaksa adiknya ikut, hanya ingat dulu Caca suka merajuk minta ditemani menikmati ikan bakar dengan olesan bumbu gurih di restoran dekat kantornya. "Mas kangen sama kamu, Ca," gumamnya. Abian menarik napas panjang, dia sudah memasuki lift dan akan turun ke lantai dasar. Di dalam lift kepalanya dipenuhi nama Caca, yang berubah akhir-akhir ini. Sekarang adiknya seakan membangun dinding pembatas. Setelah sampai di lantai dasar, Abian segera melangkah ke arah mobil hitam yang terparkir di luar. Senyumnya mengembang selagi berpapasan dengan karyawan, memang Abian ramah pada siapa pun. Tidak heran orang-orang nyaman berada di dekat Abian. Lima belas menit berlalu, dia sudah sampai di restoran seafood dan menemukan perempuan yang dicintainya duduk sendiri. Wajahnya terlihat kesal saat melihat Abian datang. Namun, kecantikannya tidak pudar apalagi dipoles make up mahal. Sekarang Abian menghampiri dan hendak mengusap pipi yang dit

  • Limerence   Masalah Prioritas

    "Are you okay?" tanya Bagus berkali-kali melirik Caca yang sedang menyandarkan bahu lelah ke kursi mobilnya. "Memang aku kenapa?" Caca pura-pura terkekeh, padahal hatinya menjerit. Caca memang patah hati melihat interaksi Adelia dan orang yang dicintai. Apalagi saat keduanya dansa berdua, dan Caca terpaksa dansa dengan Bagus sehingga laki-laki berwajah baby face itu senang sekali. Tapi, Caca memutuskan akan lebih kuat. Apalagi saat mendengar Adelia dengan sombong mengingatkan posisinya di hati Abian. Caca tidak mau terlihat lemah, dia menahan diri agar tidak tersulut emosi. Barulah saat Adelia hendak mengejeknya lagi, dengan gerakan santai Caca menumpahkan sisa cocktailnya ke gaun merah marun yang membalut tubuh ideal Adelia sampai perempuan itu hendak memaki. "Sorry, aku nggak sengaja," ucap Caca tadi bertepatan dengan mamanya datang. Arnita langsung meminta maaf, sedangkan Adelia kembali memasang ekspresi sok baik. Adelia

  • Limerence   Hari Anniversary

    Malam ini merupakan anniversary papa dan mamanya yang ke sebelas. Mau tak mau, Caca hadir ke acara sederhana yang dihadiri keluarga besarnya. Caca juga sudah jauh-jauh hari membeli tiket liburan untuk kado pernikahan mama dan papanya agar meluangkan waktu berdua. "Mama dan Papa selamat, ya?" Caca memeluk tubuh ramping sang mama yang dibalut long dress putih. Kemudian beralih ke sang papa yang terlihat tampan diusia tak muda lagi. "Makasih, Sayang. Mama kira kamu lupa saking sibuknya. Mama kangen kamu nggak datang-datang, tiap Mama mau ke sana kamu bilang akan pergi ketemu klien." Mamanya merajuk. Kadang-kadang Arnita bertingkah seperti anak kecil menyindir Caca jarang sekali pulang. Mamanya paling tidak bisa melihat formasi anaknya tidak lengkap dan belum merelakan anak gadisnya tinggal terpisah. Caca tersenyum memeluk lagi mamanya sebentar. "Mana mungkin aku lupa, selalu berlebihan deh, Mama." "Yang penting sekarang anak kita berkumpul, Ma."

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status