Semua terjadi begitu cepat, Amara bahkan tidak bisa menolak pernikahan itu karena Atmaja tiba-tiba datang esok harinya, pernikahan secara agama akhirnya dilaksanakan setelah Atmaja datang dengan wali dari pamannya. Amara hanya percaya satu hal bahwa apa yang dilakukan Atmaja untuk kebaikannya.“Sekali lagi Papa minta kamu Percaya pada kami, kamu bisa saja menikah dengan lelaki lain, tapi papa tidak ingin kamu salah langkah, kamu tidak punya siapa-siapa lagi dan Papa sekarang orang tuamu, Nak.” Atmaja mengusap kepala Amara, dia begitu tulus menyayangi Amara. “Apa ini tidak aneh, Pa. aku mantan istri Mas Abi.”“Iya, tapi kamu dan Satria juga tidak ada ikatan apa-apa, kalian itu tidak ada halangan untuk menikah.”“Tap, Pa ….”“Nduk, orang tuamu sudah tidak ada dan kamu sudah lama tinggal dengan keluarga Pak Atmaja, jadi kamu sudah tahu bagaimana keluarga mereka.” Sutrisno menimpali mereka, sebagai seorang paman, dia sebenarnya tidak keberatan Amara tinggal bersamanya, tapi Atmaja sudah
Ruang kosong yang selalu sepi itu kini telah terisi. Tanah yang gersang itu menjadi subur setelah siraman air hujan yang datang diwaktu kemarau. Terik matahari yang membakar tubuh seketika redup dan pelagi indah itu bersinar dengan warnanya yang cerah. Amara berharap ini bukan khayalan, dia terus saja berusaha untuk terjaga karena tidak ingin setelah terlelap impiannya itu akan hilang. Dipandanginya wajah yang beberapa saat lalu memenuhi pandangannya, wajah yang dulu teramat dia benci. Wajah itu ternyata begitu indah saat terlelap dan bibir itu kenapa telihat begitu menawan. Amara baru menyadarinya betapa apa yang dia lihat sekarang begitu menyejukkan pandangannya.Tita-taba mata terpejam itu terbuka, Satria mengerutkan dahinya saat melihat Amara yang tengah menyentuh bibirnya. “Ada apa?” tanyanya.Amara langsung menarik tangannya yang tidak punya malu itu, dia langsung memalingkan wajahnya. Betapa sangat memalukan ketahuan pemilik tubuh. Amara, sadar. Janganterlalu memperlihatka
Tidak ada suami yang rela istrinya direndahkan, Satria akan benra-benar mematahkan tangan kakaknya kalau sampai mengatakan lagi Amara bekas, ini sudah ke dua kalinya Abiyan merendahkan istrinya.“Satria, pergi dari sini dan jangan kembali lagi,” usir Maria.“Aku tidak akan kembali lagi ke rumah orang-orang yang tidak menghargai istriku.” Satria semakin mengepalkan tangannya, wajahnya memerah. Dia letakkan kunci mobil di meja lalu membawa kopernya dan meninggalkan rumah itu, dia tidak mau membawa fasilitas yang diberikan orang tuanya, entah kenapa mendengar kata ‘bekas’ untuk istrinya membuat harga dirinya terinjak.Satria memesan taksi online, dia menolak saat sopir rumah menawarkan untuk mengantar, dia masih sangat kecewa dengan keluarganya.Taksi yang dipesannya pun datang bertepatan dengan papanya yang baru kembali dari kantor. Atmaja menghentikan mobilnya dan bergegas keluar sebelum Satria naik ke taksi itu.“Satria, ada apa?” tanya sang papa.“Tidak apa-apa, Pa, aku hanya membawa
Satria masih berusaha mencari cara mengembalikan usahanya, sebenarnya dia ingin tahu siapa yang membuka bengkel sebesar itu dalam waktu cepat, itu pasti bukan orang sembarangan, tapi dari pada dia fokus dengan usaha orang lain, lebih baik dia mulai memikirkan usahanya. Dia masih punya saham di sebuah hotel, kalau hanya untuk makan saja dia tidak bingung, tapi hidup bukan hanya untuk makan saja, dia butuh menyenangkan istrinya, memberi kehidupan yang layak untuk istrinya.“Kamu lagi apa?” tanya Satria saat melihat Amara mengeluarkan peralatan memasak dari gudang dapur.“Mau meneruskan usaha ayah.”Satria sendiri tidka tahu usaha apa yang dilakukan orang tua Amara, yang dia tahu ayah Amara adalah seorang guru, dia memang tidak mencari tahu lebih jauh.Amara membuka alat penggiling dan juga penggorengan besar. Dia juga mengambil kardus yang tertutup rapat lalu mengambil isinya. Dia lalu mengambil plastik pembungkus yang sudah diberi cetakan nama.“Ayah punya usaha sambel pecel, ini usah
“Ferdi, jadi kamu bekerja sama dengan dia.”“Seharusnya kamu ikut rencanaku, kenapa justru mengkhianatiku.” Wajah Ferdi yang memerah mendekat ke arah Abiyan lalu menepuk keras pundak Abiyan. “Bukankah kita akan bekerja sama menghancurkan Satria?”Abian menggeleng, seperti apa pun kebenciannya pada Satria, dia tidak bisa melakukan kejahatan seperti itu, dia juga sudah tidak punya harapan untuk kembali dengan Amara. “Aku akan melawan kalian kalau kalian menghancurkan Satria.” “Kamu berani?” Ferdi tersenyum smirk lalu berjalan memutari bekang tubuh Abiyan.“Aku akan berikan bukti ini pada Satria, aku yakin dia akan membencimu selamanya.” Ferdi memberikan bukti rekaman saat dirinya dan Ferdi berencana memisahkan Amara dan Satria.“Fer, aku tidak menyangka kamu sejahat ini, Satria itu sepupumu.”“Kenapa kamu tidak ngaca, kamu sendiri juga menghancurkan Satria, apa yang kamu lakukan saat mendengar mereka menikah. Kamu sendiri yang menyebarkan berita tentang Satria sampai bengkel Satria ti
“Tolong hapus berita itu.” Satria menyandarkan tubuhnya di kursi ruangan penuh dengan kertas-kertas tak berguna. Ruangan itu sudah seperti setahun tidak dibersihkan, aroma AC sangat tidak nyaman dihirup.“Anda mau bayar berapa meminta saya untuk menghapus berita itu?” Lelaki berambut gondrong dengan jambang tidak tercukur rapi menjentikkan jarinya. Tidak tahu saja kalau dia mendapatkan bayaran tinggi atas kerjanya.“Aku akan menuntutmu membuat berita bohong.”“Hei, Tuan Satria, apa yang Anda lakukan menjadi cleaning sevice itu berita palsu? Saya punya saksi yang bisa menguatkan kebenaran berita itu.”“Saya menuntut Anda telah membuat berita tanpa izin.”“Tuan Satria, apa Anda lupa saya ini siapa? Saya wartawan dan memang pekerjaan kami mencari berita.”“Apa Anda tidak punya kode etik dalam bekerja, atau Anda memang suka mebuat berita hoax?”Satria mendengkus, saat ini dia berurusan dengan penjilat dan sudah pasti dia akan kalah, atau bisa jadi ada dalang di belakang lelaki itu.“Bag
“Apa maksudmu?”“Aku sudah menyebar berita itu dan sudah menyelamatkan reputasi perusahaan, jadi kamu harus membayarnya.” Felicia meletakkan bayinya di stroller.Abiyan akhirnya tahu kalau Felica memang benar-benar licik, ingin sekali dia mengumpat wanita itu tapi kini dia butuh Felicia untuk menyalamatkan dirinya. Kalau sampai Arlan membuka kejahatannya pada keluarganya, habis sudah riwayatnya.“Kamu harus mengklarifikasi berita itu.”“Apa maskudnya? Apa kamu mau perusahaan orang tuamu hancur.” Ini bukan dalam prediksi Felicia, dia tidak mengerti dengan pemikiran Abiyan, dia sudah menjatuhkan namanya dan kini apa yang dia dapat.“Arlan memegang kartuku, kalau kamu tidak mengklarifikasi, dia akan membongkar kartuku pada keluargaku.”Felicia tersenyum, kenapa bodoh sekali Abian, pantas saja dia sangat mudah mengelabuhinya. Ini adalah kesempatan yang baik untuk Felicia.“Aku akan mengklarifikasinya, tapi dengan syarat.” “Apa? Uang? Aku akan berikan berapa pun yang kamu minta.” Abiyan s
Wanita itu mendengus saat Abian mengabaikannya, padahal dia sudah menunggu lelaki itu selama satu bulan setelah menikah kembali dengan Abian."Bi, kenapa kamu?" tanya Falicia lalu membuang tubuhnya tepat disamping suaminya."Aku lelah," jawab Abian menghalau tangan Felicia."Kita sudah lama tidak melakukannya,kamu menikahiku untuk apa?""Kamu 'kan yang memintanya, lagian mereka sudah tahu aku kalau aku yang mencelakai mereka. Sekarang aku tidak butuh kamu, terserah kamu mau melanjutkan pernikahan ini atau tidak aku tidak peduli." Abian lantas meninggalkan Felicia yang sudah sejak tadi dalam mode siap siaga. Dia tidak tertarik dengan wanita itu, menikahi Felicia adalah kesalahan dan perasaanya kini entah.Wanita itu menarik selimut, pendingin ruangan semakin membuatnya kedinginan, dia butuh kehangatan dan apa yang diadapatkan dari suaminya. Dia diabaikan. Ingin menerima kalau ini adalah hukuman, tapi dia tidak bisa seikhlas itu."Apa dulu Amara merasakan hal seperti aku? Diabaikan tern