Satria masih berusaha mencari cara mengembalikan usahanya, sebenarnya dia ingin tahu siapa yang membuka bengkel sebesar itu dalam waktu cepat, itu pasti bukan orang sembarangan, tapi dari pada dia fokus dengan usaha orang lain, lebih baik dia mulai memikirkan usahanya. Dia masih punya saham di sebuah hotel, kalau hanya untuk makan saja dia tidak bingung, tapi hidup bukan hanya untuk makan saja, dia butuh menyenangkan istrinya, memberi kehidupan yang layak untuk istrinya.“Kamu lagi apa?” tanya Satria saat melihat Amara mengeluarkan peralatan memasak dari gudang dapur.“Mau meneruskan usaha ayah.”Satria sendiri tidka tahu usaha apa yang dilakukan orang tua Amara, yang dia tahu ayah Amara adalah seorang guru, dia memang tidak mencari tahu lebih jauh.Amara membuka alat penggiling dan juga penggorengan besar. Dia juga mengambil kardus yang tertutup rapat lalu mengambil isinya. Dia lalu mengambil plastik pembungkus yang sudah diberi cetakan nama.“Ayah punya usaha sambel pecel, ini usah
“Ferdi, jadi kamu bekerja sama dengan dia.”“Seharusnya kamu ikut rencanaku, kenapa justru mengkhianatiku.” Wajah Ferdi yang memerah mendekat ke arah Abiyan lalu menepuk keras pundak Abiyan. “Bukankah kita akan bekerja sama menghancurkan Satria?”Abian menggeleng, seperti apa pun kebenciannya pada Satria, dia tidak bisa melakukan kejahatan seperti itu, dia juga sudah tidak punya harapan untuk kembali dengan Amara. “Aku akan melawan kalian kalau kalian menghancurkan Satria.” “Kamu berani?” Ferdi tersenyum smirk lalu berjalan memutari bekang tubuh Abiyan.“Aku akan berikan bukti ini pada Satria, aku yakin dia akan membencimu selamanya.” Ferdi memberikan bukti rekaman saat dirinya dan Ferdi berencana memisahkan Amara dan Satria.“Fer, aku tidak menyangka kamu sejahat ini, Satria itu sepupumu.”“Kenapa kamu tidak ngaca, kamu sendiri juga menghancurkan Satria, apa yang kamu lakukan saat mendengar mereka menikah. Kamu sendiri yang menyebarkan berita tentang Satria sampai bengkel Satria ti
“Tolong hapus berita itu.” Satria menyandarkan tubuhnya di kursi ruangan penuh dengan kertas-kertas tak berguna. Ruangan itu sudah seperti setahun tidak dibersihkan, aroma AC sangat tidak nyaman dihirup.“Anda mau bayar berapa meminta saya untuk menghapus berita itu?” Lelaki berambut gondrong dengan jambang tidak tercukur rapi menjentikkan jarinya. Tidak tahu saja kalau dia mendapatkan bayaran tinggi atas kerjanya.“Aku akan menuntutmu membuat berita bohong.”“Hei, Tuan Satria, apa yang Anda lakukan menjadi cleaning sevice itu berita palsu? Saya punya saksi yang bisa menguatkan kebenaran berita itu.”“Saya menuntut Anda telah membuat berita tanpa izin.”“Tuan Satria, apa Anda lupa saya ini siapa? Saya wartawan dan memang pekerjaan kami mencari berita.”“Apa Anda tidak punya kode etik dalam bekerja, atau Anda memang suka mebuat berita hoax?”Satria mendengkus, saat ini dia berurusan dengan penjilat dan sudah pasti dia akan kalah, atau bisa jadi ada dalang di belakang lelaki itu.“Bag
“Apa maksudmu?”“Aku sudah menyebar berita itu dan sudah menyelamatkan reputasi perusahaan, jadi kamu harus membayarnya.” Felicia meletakkan bayinya di stroller.Abiyan akhirnya tahu kalau Felica memang benar-benar licik, ingin sekali dia mengumpat wanita itu tapi kini dia butuh Felicia untuk menyalamatkan dirinya. Kalau sampai Arlan membuka kejahatannya pada keluarganya, habis sudah riwayatnya.“Kamu harus mengklarifikasi berita itu.”“Apa maskudnya? Apa kamu mau perusahaan orang tuamu hancur.” Ini bukan dalam prediksi Felicia, dia tidak mengerti dengan pemikiran Abiyan, dia sudah menjatuhkan namanya dan kini apa yang dia dapat.“Arlan memegang kartuku, kalau kamu tidak mengklarifikasi, dia akan membongkar kartuku pada keluargaku.”Felicia tersenyum, kenapa bodoh sekali Abian, pantas saja dia sangat mudah mengelabuhinya. Ini adalah kesempatan yang baik untuk Felicia.“Aku akan mengklarifikasinya, tapi dengan syarat.” “Apa? Uang? Aku akan berikan berapa pun yang kamu minta.” Abiyan s
Wanita itu mendengus saat Abian mengabaikannya, padahal dia sudah menunggu lelaki itu selama satu bulan setelah menikah kembali dengan Abian."Bi, kenapa kamu?" tanya Falicia lalu membuang tubuhnya tepat disamping suaminya."Aku lelah," jawab Abian menghalau tangan Felicia."Kita sudah lama tidak melakukannya,kamu menikahiku untuk apa?""Kamu 'kan yang memintanya, lagian mereka sudah tahu aku kalau aku yang mencelakai mereka. Sekarang aku tidak butuh kamu, terserah kamu mau melanjutkan pernikahan ini atau tidak aku tidak peduli." Abian lantas meninggalkan Felicia yang sudah sejak tadi dalam mode siap siaga. Dia tidak tertarik dengan wanita itu, menikahi Felicia adalah kesalahan dan perasaanya kini entah.Wanita itu menarik selimut, pendingin ruangan semakin membuatnya kedinginan, dia butuh kehangatan dan apa yang diadapatkan dari suaminya. Dia diabaikan. Ingin menerima kalau ini adalah hukuman, tapi dia tidak bisa seikhlas itu."Apa dulu Amara merasakan hal seperti aku? Diabaikan tern
Amara mengadukan pada orang tuanya tentang kehidupannya yang sepertinya masih banyak hal belum terselesaikan. Dia masih belum bisa menapaki kehidupan barunya, Pernikahannya dengan Satria terlalu buru-buru, dia tidak berpikir sejauh ini dampaknya.Mungkin apa yang dikatakan Abian benar bahwa Satria menikahinya karena kasihan. Mereka lima tahun satu rumah sudah pasti Satria tahu bagaimana kehidupannya bersama Abian. “Apa keputusanku menikahi Satria salah?” Dia bertanya pada diri sendiri, tangannya mengusap-usap pusara kedua orang tuanya yang basah akibat hujan semalam.“Iya, kamu terlalu buru-buru, seharusnya kamu berpikir dulu sebelum mengambil keputusan, kalau sudah begini kamu yang nyesel.” Suara di belakangnya membuat Amara mendongak, lelaki itu menjulang di sampingnya kemudian lelaki itu ikut berjongkok di dekat Amara. “Maaf, saya telah mengecewakan kalian. Saya yang bodoh telah mengabaikan Amara.” Abian ikut mengusap pusara di depannya dengan mengucapkan kata penyesalan.“Kenapa
Saat masih menimang melihat pesan masuk itu atau tidak, dia dikejutkan oleh pintu kamar mandi. Entah berapa lama dia melamun sampai tidak menyadari kalau suaminya sudah selesai mandi."Buruan bersih-bersih, aku masih kangen, pengen cuddle lagi." Satria mengerling lalu mengambilkan pakaian Amara yang di lempar tadi. Amara memakai pakaiannya dan bergerak malas ke kamar mandi karena pikirannya masih pada pesan masuk di ponsel Satria. Dia takut itu foto yang sama yang dikirim ke ponselnya. Setelah membersihkan diri, dia ke luar dengan perasaan tidak tenang. Kakinya enggan bergerak saat melihat Satria sedang melihat ponselnya yang mungkin juga membaca pesan yang dikirim nomor tak dikenal itu."Ra, sini." Satria menepuk tempat di sampingnya setelah meletakkan ponselnya.Amara pasrah jika suaminya menanyakan tentang foto itu. Dia harus siap apa pun yang akan dilakukan Satria padanya.Amara mendekat lalu Satria melingkarkan tangannya di pinggangnya. Lelaki itu mendekatkan wajahnya di leher
Lelaki berkemeja hitam itu tersenyum setelah menerima teleponnya, dia membuka kaca matanya menatap ke arah pintu kamar hotel lalu berjalan beberapa langkah kemudian membuka pintu salah satu kamar hotel itu. Sebelum memasuki kamar hotel itu dia sempat melirik ke arah pintu kamar hotel di seberang kamarnya.“Sudah ke luar suaminya.” Lelaki itu disambut seorang wanita yang langsung memberi informasi padanya.“Iya, aku tahu, anak buahku sudah mengabari. Tugas kamu hanya dekati wanita itu.” Lelaki itu mengalungkan lengannya di leher wanita yang kini menghuni kamar hotel dengannya.Satu bulan yang lalu dia bebas dengan syarat, tidak ada yang tahu tentang kebebasannya. Dia akan memastikan keluarga Atmaja akan makin bercerai berai, dia ingin ada pertumpahan darah antara saudara. Cukup dia manfaatkan wanita itu.“Sebenarnya ada masalah apa, sih, dengan mereka?” tanya wanita itu.“Mereka telah membuat hidupku menderita, seharusnya mereka tidak bahagia.” Lelaki bernama Arlan itu mengepalkan tan