Tidak ada suami yang rela istrinya direndahkan, Satria akan benra-benar mematahkan tangan kakaknya kalau sampai mengatakan lagi Amara bekas, ini sudah ke dua kalinya Abiyan merendahkan istrinya.“Satria, pergi dari sini dan jangan kembali lagi,” usir Maria.“Aku tidak akan kembali lagi ke rumah orang-orang yang tidak menghargai istriku.” Satria semakin mengepalkan tangannya, wajahnya memerah. Dia letakkan kunci mobil di meja lalu membawa kopernya dan meninggalkan rumah itu, dia tidak mau membawa fasilitas yang diberikan orang tuanya, entah kenapa mendengar kata ‘bekas’ untuk istrinya membuat harga dirinya terinjak.Satria memesan taksi online, dia menolak saat sopir rumah menawarkan untuk mengantar, dia masih sangat kecewa dengan keluarganya.Taksi yang dipesannya pun datang bertepatan dengan papanya yang baru kembali dari kantor. Atmaja menghentikan mobilnya dan bergegas keluar sebelum Satria naik ke taksi itu.“Satria, ada apa?” tanya sang papa.“Tidak apa-apa, Pa, aku hanya membawa
Satria masih berusaha mencari cara mengembalikan usahanya, sebenarnya dia ingin tahu siapa yang membuka bengkel sebesar itu dalam waktu cepat, itu pasti bukan orang sembarangan, tapi dari pada dia fokus dengan usaha orang lain, lebih baik dia mulai memikirkan usahanya. Dia masih punya saham di sebuah hotel, kalau hanya untuk makan saja dia tidak bingung, tapi hidup bukan hanya untuk makan saja, dia butuh menyenangkan istrinya, memberi kehidupan yang layak untuk istrinya.“Kamu lagi apa?” tanya Satria saat melihat Amara mengeluarkan peralatan memasak dari gudang dapur.“Mau meneruskan usaha ayah.”Satria sendiri tidka tahu usaha apa yang dilakukan orang tua Amara, yang dia tahu ayah Amara adalah seorang guru, dia memang tidak mencari tahu lebih jauh.Amara membuka alat penggiling dan juga penggorengan besar. Dia juga mengambil kardus yang tertutup rapat lalu mengambil isinya. Dia lalu mengambil plastik pembungkus yang sudah diberi cetakan nama.“Ayah punya usaha sambel pecel, ini usah
“Ferdi, jadi kamu bekerja sama dengan dia.”“Seharusnya kamu ikut rencanaku, kenapa justru mengkhianatiku.” Wajah Ferdi yang memerah mendekat ke arah Abiyan lalu menepuk keras pundak Abiyan. “Bukankah kita akan bekerja sama menghancurkan Satria?”Abian menggeleng, seperti apa pun kebenciannya pada Satria, dia tidak bisa melakukan kejahatan seperti itu, dia juga sudah tidak punya harapan untuk kembali dengan Amara. “Aku akan melawan kalian kalau kalian menghancurkan Satria.” “Kamu berani?” Ferdi tersenyum smirk lalu berjalan memutari bekang tubuh Abiyan.“Aku akan berikan bukti ini pada Satria, aku yakin dia akan membencimu selamanya.” Ferdi memberikan bukti rekaman saat dirinya dan Ferdi berencana memisahkan Amara dan Satria.“Fer, aku tidak menyangka kamu sejahat ini, Satria itu sepupumu.”“Kenapa kamu tidak ngaca, kamu sendiri juga menghancurkan Satria, apa yang kamu lakukan saat mendengar mereka menikah. Kamu sendiri yang menyebarkan berita tentang Satria sampai bengkel Satria ti
“Tolong hapus berita itu.” Satria menyandarkan tubuhnya di kursi ruangan penuh dengan kertas-kertas tak berguna. Ruangan itu sudah seperti setahun tidak dibersihkan, aroma AC sangat tidak nyaman dihirup.“Anda mau bayar berapa meminta saya untuk menghapus berita itu?” Lelaki berambut gondrong dengan jambang tidak tercukur rapi menjentikkan jarinya. Tidak tahu saja kalau dia mendapatkan bayaran tinggi atas kerjanya.“Aku akan menuntutmu membuat berita bohong.”“Hei, Tuan Satria, apa yang Anda lakukan menjadi cleaning sevice itu berita palsu? Saya punya saksi yang bisa menguatkan kebenaran berita itu.”“Saya menuntut Anda telah membuat berita tanpa izin.”“Tuan Satria, apa Anda lupa saya ini siapa? Saya wartawan dan memang pekerjaan kami mencari berita.”“Apa Anda tidak punya kode etik dalam bekerja, atau Anda memang suka mebuat berita hoax?”Satria mendengkus, saat ini dia berurusan dengan penjilat dan sudah pasti dia akan kalah, atau bisa jadi ada dalang di belakang lelaki itu.“Bag
“Apa maksudmu?”“Aku sudah menyebar berita itu dan sudah menyelamatkan reputasi perusahaan, jadi kamu harus membayarnya.” Felicia meletakkan bayinya di stroller.Abiyan akhirnya tahu kalau Felica memang benar-benar licik, ingin sekali dia mengumpat wanita itu tapi kini dia butuh Felicia untuk menyalamatkan dirinya. Kalau sampai Arlan membuka kejahatannya pada keluarganya, habis sudah riwayatnya.“Kamu harus mengklarifikasi berita itu.”“Apa maskudnya? Apa kamu mau perusahaan orang tuamu hancur.” Ini bukan dalam prediksi Felicia, dia tidak mengerti dengan pemikiran Abiyan, dia sudah menjatuhkan namanya dan kini apa yang dia dapat.“Arlan memegang kartuku, kalau kamu tidak mengklarifikasi, dia akan membongkar kartuku pada keluargaku.”Felicia tersenyum, kenapa bodoh sekali Abian, pantas saja dia sangat mudah mengelabuhinya. Ini adalah kesempatan yang baik untuk Felicia.“Aku akan mengklarifikasinya, tapi dengan syarat.” “Apa? Uang? Aku akan berikan berapa pun yang kamu minta.” Abiyan s
Wanita itu mendengus saat Abian mengabaikannya, padahal dia sudah menunggu lelaki itu selama satu bulan setelah menikah kembali dengan Abian."Bi, kenapa kamu?" tanya Falicia lalu membuang tubuhnya tepat disamping suaminya."Aku lelah," jawab Abian menghalau tangan Felicia."Kita sudah lama tidak melakukannya,kamu menikahiku untuk apa?""Kamu 'kan yang memintanya, lagian mereka sudah tahu aku kalau aku yang mencelakai mereka. Sekarang aku tidak butuh kamu, terserah kamu mau melanjutkan pernikahan ini atau tidak aku tidak peduli." Abian lantas meninggalkan Felicia yang sudah sejak tadi dalam mode siap siaga. Dia tidak tertarik dengan wanita itu, menikahi Felicia adalah kesalahan dan perasaanya kini entah.Wanita itu menarik selimut, pendingin ruangan semakin membuatnya kedinginan, dia butuh kehangatan dan apa yang diadapatkan dari suaminya. Dia diabaikan. Ingin menerima kalau ini adalah hukuman, tapi dia tidak bisa seikhlas itu."Apa dulu Amara merasakan hal seperti aku? Diabaikan tern
Amara mengadukan pada orang tuanya tentang kehidupannya yang sepertinya masih banyak hal belum terselesaikan. Dia masih belum bisa menapaki kehidupan barunya, Pernikahannya dengan Satria terlalu buru-buru, dia tidak berpikir sejauh ini dampaknya.Mungkin apa yang dikatakan Abian benar bahwa Satria menikahinya karena kasihan. Mereka lima tahun satu rumah sudah pasti Satria tahu bagaimana kehidupannya bersama Abian. “Apa keputusanku menikahi Satria salah?” Dia bertanya pada diri sendiri, tangannya mengusap-usap pusara kedua orang tuanya yang basah akibat hujan semalam.“Iya, kamu terlalu buru-buru, seharusnya kamu berpikir dulu sebelum mengambil keputusan, kalau sudah begini kamu yang nyesel.” Suara di belakangnya membuat Amara mendongak, lelaki itu menjulang di sampingnya kemudian lelaki itu ikut berjongkok di dekat Amara. “Maaf, saya telah mengecewakan kalian. Saya yang bodoh telah mengabaikan Amara.” Abian ikut mengusap pusara di depannya dengan mengucapkan kata penyesalan.“Kenapa
Saat masih menimang melihat pesan masuk itu atau tidak, dia dikejutkan oleh pintu kamar mandi. Entah berapa lama dia melamun sampai tidak menyadari kalau suaminya sudah selesai mandi."Buruan bersih-bersih, aku masih kangen, pengen cuddle lagi." Satria mengerling lalu mengambilkan pakaian Amara yang di lempar tadi. Amara memakai pakaiannya dan bergerak malas ke kamar mandi karena pikirannya masih pada pesan masuk di ponsel Satria. Dia takut itu foto yang sama yang dikirim ke ponselnya. Setelah membersihkan diri, dia ke luar dengan perasaan tidak tenang. Kakinya enggan bergerak saat melihat Satria sedang melihat ponselnya yang mungkin juga membaca pesan yang dikirim nomor tak dikenal itu."Ra, sini." Satria menepuk tempat di sampingnya setelah meletakkan ponselnya.Amara pasrah jika suaminya menanyakan tentang foto itu. Dia harus siap apa pun yang akan dilakukan Satria padanya.Amara mendekat lalu Satria melingkarkan tangannya di pinggangnya. Lelaki itu mendekatkan wajahnya di leher
Merasa tidak mendapat perlindungan dari keluarga, Felicia akhirnya memutuskan meninggalkan tempat tinggal orang tuanya. Apa yang bisa dia harapkan dari orang tuanya, sedang selama ini dia tidak pernah mendapatkan ketenangan di sana. Felicia memang pernah melakukan hubungan bebas, itu karena dia lepas dari pengawasan orang tua, orang tua tidak memberi contoh yang baik. Felicia sadar, dengan kebebasan yang dia jalani selama ini ternyata tidak membuatnya tenang, dia harusnya mengambil pelajaran setelah kejadian demi kejadian menyakitkan yang dia alami.“Tuhan itu maha pengampun, perbaiki kehidupanmu. Jika kamu manusia beragama, maka kembalikan kehidupanmu pada jalur yang benar.” Nasehat itu yang akhirnya membuat Felicia tinggal di sebuah kota kecil jauh dari kebisingan. Seorang wanita pekerja kebun memberinya tempat tinggal setelah dia sampai dan kebingungan akan tinggal di sana.Wanita paruh baya memakai jilbab panjang itu menyambutnya sangat baik, tapi rumah kecil itu hanya mempunyai s
“Pa, kenapa Satria masuk, sebegitu bencinya kah anak kita padaku?”Maria menatap sedih jejak putranya yang sesaat tadi justru meninggalkan mereka tanpa menyalami bahkan mempersilahkan masuk pun tidak. Hati ibu mana yang tidak terluka melihat perlakuan anaknya seperti itu. Ego sudah diturunkan, sesal sudah dirasa. Namun, apa yang di dapat? Apa anak itu ingin membalas perbuatannya. Sungguh, jika itu benar Maria akan bersimpuh di hadapan putranya itu untuk meminta maaf.Kesalahannya memang terlalu fatal, bukan hanya pada Satria saja tetapi juga pada Amara—wanita yang seharusnya dia jaga karena dia sudah berjanji di depan pusara dua orang yang paling berjasa di hidupnya itu, dua orang yang telah mengorbankan diri agar suaminya tetap hidup sampai sekarang, dia berjanji akan menjadi orang yang selalu melindungi Amara. Namun, apa yang dia lakukan pada anak itu, dia malah menjauhkan anak itu dari keluarganya.Maria mulai menggali hatinya, bagaimana dia bisa berlaku kejam hanya karena ingin m
Setahun sudah berlalu, anak-anaknya jarang datang, lebih lagi satria, sudah setahun anak bungsunya itu tidak berkunjung. Buah-buahan di keranjang yang selalu dikirim Satria melalui kurir sebagai obat rindu. Maria merindukan anak-anaknya, dia telah menuai apa yang telah dilakukan pada anak-anaknya.Abian selalu saja sibuk, tiap kali dia menelepon agar anaknya itu datang, selalu saja beralasan sibuk. Ya, Maria yang meminta Abian untuk memperbaiki kualitas hidup agar kehidupannya lebih baik. Abian memang semakin sukses, dia juga sudah merambah usaha di berbagai bidang termasuk bidang otomotif dan usahanya yang baru beberapa bulan dirintis sudah sangat besar mengalahkan usaha Satria.Maria mempehatikan semua kegiatan kedua anaknya. Abian lebih kompetitif dan semakin gila kerja hingga setahun lebih pernikahan belum juga dikaruniai anak. Sedang Satria tidak terlalu bersemangat dengan usahanya, Satria bahkan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama istri dan anak-anaknya. Perkebunan
“Satria, kamu kenapa?” Amara langsung menghampiri lelaki berkemeja biru navi itu. Wajah yang tadi cerah berubah suram, tangannya mengepal dan rahangnya mengeras.“Pergi ke rumah mama batal,” ujar lelaki itu.Amara menarik tangan suaminya membawa presensi lelaki itu untuk duduk di sofa dekat jendela. Dia tahu kalau Satria tidak sedang baik-baik saja, lelaki itu masih belum bisa mengendalikan emosinya. Yang Amara tahu emosi seseorang akan berkurang saat duduk, kalau belum juga reda maka berbaring, itu kenapa dia mengajak Satria duduk. Satria menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. Embusan napas berat ke luar dari mulutnya lalu tangan besarnya meraup wajah kasar.“Kamu masih ingat beberapa kali kita gagal ke rumah Mama?” Lelaki itu menarik sudut bibirnya. “Mama memang tidak mau kita ke sana. Semua yang terjadi pada kita, musibah kecil yang kita lalui saat akan ke rumah mama hingga kita mengurungkan niat ke sana itu ulah mama. Mama yang merencanakan semuanya agar kita tidak ke sana.”
“Aku yakin Mama yang merencanakan semua ini.”“Diam kamu Abi.”Abian menggeleng melihat kelakuan ibunya yang sudah tidak bisa dia cerna dengan akal sehat. Entah kepercayaan apa yang tertanam dalam pikiran ibunya dari dulu hingga kini tetap berpikir primitive.“Makanya Mama itu belajar sama ustaz, bukan sama guru spiritual. Guru spiritual itu sama dengan dukun. Mama tahu seberapa besar dosa orang yang mendatangi dukun?”“Sudah, jangan ceramah. Salat saja bolong-bolong malah ceramahin Mama. Sana belajar agama dulu sebelum ceramah.”Abian lantas meninggalkan ibunya, dia tidak mau peduli lagi karena capek jika berdebat dengan ibunya. Sejak dulu saat dia memprotes kenapa ibunya selalu membedakannya dengan adiknya, selalu saja jawabannya bahwa Satria adalah anak pembawa sial yang harus disingkirkan.Apa mungkin ini yang dimaksud ibunya? Bukankah beberapa waktu yang lalu ibunya sudah menerima Satria?Semakin dipikir membuat Abian pusin sendiri. Biarlah itu menjadi masalah ibu dan adiknya, ya
“Kamu tahu ‘kan kalau sejak dulu Mama tidak terlalu peduli padaku?” “Bukan tidak peduli, Sayang. Orang tua itu punya cara berbeda mengungkapkan rasa sayangnya pada anak-anaknya. Mungkin bagi Mama kamu cukup mandiri hingga Mama tidak terlalu mengkhawatirkanmu dan terbukti ‘kan kamu bisa mandiri tanpa bantuan mereka.”Amara mengusap bahu suaminya lalu duduk di sebelah lelaki itu.“Itu salah satu alasan. Ada alasan lain yang membuat Mama tidak terlalu mempedulikanku. Mama yang bilang setelah kita periksa waktu itu dan aku mulai berpikir bahwa ini adalah karma yang keluargaku lakukan di masa lalu.” Lelaki itu menggusah napasnya kemudian menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.“Karma?” Amara mengerutkan keningnya lantas meraih tangan suaminya. “Dalam agama kita tidak ada yang namanya karma. Apa kamu pernah lihat orang jahat hidupnya senang terus? Itu karena balasan dari perbuatan manusia itu nanti saat manusia telah mati. Di dunia itu hanyalah ujian.”“Tapi, Ra. Kesalahan keluarga kami sa
Felicia kali ini merasa menang, entah kenapa dia merasa berkali-kali mendapat dukungan semesta andai apa yang dia lakukan mendapatkan balasan, nyatanya dia masih tetap beruntung dan Abian yang telah dia bodohi kembali masuk perangkap dan dia yang beruntung.“Fel, thanks ya, kamu sudah membantuku. Tanpa kamu aku tidak bisa membalas mereka.”“Kamu ‘kan tahu kemampuanku, makanya jangan remehkan aku.” Felicia mengerucutkan bibirnya, tangannya bersendekap.“Iya, iya. Aku tidak akan meragukan kemampuanmu. Aku akan turuti apa pun yang kamu mau. Aku puas benget melihat Ferdian sudah jadi mayat.”Felicia hanya memberi tahu keberadaan Ferdian, tapi dia mendapatkan bonus kabar kalau Ferdian sudah membusuk di tempat persembunyiannya. Dia masih ingat dulu sering dijadikan alat oleh Ferdian untuk menjebak Abian, seingatnya tiga kali dia melakukan itu dan dalam hati kecilnya dia tidak tega melihat Abian menderita karena ulahnya.Bagaimana pun juga dia punya hati. Dia pernah mencintai Abian dan tidak
"Pasti ada masalah di sana, Ferdi pasti belum ke luar dari sana." Satria berjalan mondar-mandir setelah mengetahui tidak ada penerbangan atas nama Ferdian. Mereka memperkirakan Ferdian pasti akan ke Singapura setelah ketahuan, mereka tahu ke mana Ferdian akan bersembunyi."Coba Papa tanyakan Om Antony," kata Abian.Sejak penggrebekan Ferdian di salah satu rumah persembunyian Ferdian, mereka menunggu dengan cemas lelaki itu. Bagiamana pun juga mereka tidak mau Ferdian dalam bahaya, setidaknya jika dipenjara itu lebih aman.Kabar di lapangan Ferdian kabur dan setelah ditelusuri tidak ada jejak penerbangan atas nama Ferdian dan mobil Ferdian masih berada di sana."Ommu tidak tahu kabar Ferdi, mereka juga mencari," kata Atmaja menginformasi. "Pa, apa mungkin Ferdi terjebak di dalam rumah?" Satria mulai mencurigai karena yang dia tahu dari informasi anak buahnya, ada ruangan khusus bawah tanah yang menghubungkan ke arah dekat dermaga. Kemungkinan Ferdian berlayar juga bisa dipertimbangkan
"Abi, tolong bantu aku." Sebenarnya Felicia malu meminta bantuan pada Abian, dia malu karena telah beberapa kali menyakiti lelaki itu. Mengkhianati dan juga mempermainkan lelaki itu. Entah kemana urat malunya dia tanggalkan, dia hanya tidak bisa melakukannya sendiri. Dia masih berharap Abian mau menolongnya, setidaknya meski lelaki itu kemungkinan besar akan menghardiknya, tidak mengapa, Abian tidak akan tega membiarkannya, apalagi saat ini Felicia dalam keadaan terpuruk, ada beberapa luka memar di tangannya. "Memangnya apa yang dilakukan Nathan?" tanya lelaki itu.Felicia menunduk, dia mencoba menutupi lengannya yang terbuka, ada bekas cakaran di sana, entah bagaimana Nathan melakukannya."Ini semua karena Ferdian, dia yang membuat mood Nathan jadi buruk," jawab Felicia. Lelaki itu tersenyum sinis menatap felicia, kakinya disilangkan dan kedua tangannya bersendekap. Sungguh, lelaki itu tampak puas melihat penderitaan Felicia.Meski Felicia sudah memprediksi apa yang akan dilakukan