Abian mengepalkan tinjunya, wajahnya memerah dan rahangnya mengeras. Wanita yang dia cintai dengan mudahnya menfitnahnya dengan mencari simpati orang lain, apa yang diiginkan Felicia sebenarnya.Satria mengusap punggung kakaknya, dia tahu bagaimana perasaan kakaknya sekarang. Mungkin kalau dia tega dia akan mengatakan itu adalah hukuman buatnya karena telah mengabaikan Amara, tapi dia tidak setega itu pada kakaknya, dia berusaha menunjukkan simpatinya.Felicia keluar dari ruangan itu bersama kakaknya dengan senyum pongah. Kalau dia laki-laki, Abian akan menghajarnya. Senyum wanita itu langsung meredup kala melihat Abian yang menatapnya dengan wajah merah padam.“Pulang sekarang atau pernikahan kita berakhir,” tegas dan tajam, Abian lalu meninggalkan Felicia yang ditemani kakaknya.Satria mengikuti kakaknya dan masuk ke mobil. Pintu mobil terbuka memberi kesempatan pada Felicia untuk ikut. Tidak ada pembicaraan keduanya, hanya hati mereka yang berbicara. Satria paham bagaimana perasaan
“Kamu harus kurangi aktivitasmu, aku sudah kasih kamu obat agar bayimu lahir tepat waktu.”“Apa maksudnya?”“Apa kamu nggak ngerasa kalau anak kamu bisa saja lahir sebelum waktunya, posisi bayimu sudah berada di bawah.”“Apa? Lalu bagimana kalau suamiku tahu aku melahirkan padahal usia kandunganku baru jalan enam bulan?”“Itu urusanmu, aku hanya menjalankan tugasku.” Dokter Frans lalu meresepkan obat pada Felicia agar kehamilannya lahir tepat dari tanggal perkiraan.Felica tidak merasakan apa-apa pada kehamilannya seperti wanita hamil pada umumnya, mungkin Tuhan telah mencabut rasa sakit karena kehamilan itu berasal dari hubungan terlarang. Sudah sering terjadi di masyarakat bahkan mereka bisa melahirkan tanpa ada yang membantu padahal melahirkan itu taruhan nyawa yang nilai pahalanya setara berjihad.“Tapi dokter harus merahasiakan ini,” kata Felicia lalu mengambil resep obat yang diberikan dokter Frans.Dokter Frans hanya menggeleng, dia tidak tahu apa yang dipikirkan Felicia. Seben
Apa yang terjadi terkadang memang sesuai rencana, tapi semua yang terjadi adalah kehendak Sang Maha Kuasa. Setelah mendapatkan kabar dari Felicia, Abian langsung datang ke klinik Dokter Frans bersama mamanya. Abian masih belum mempercayai kenapa justru kabar buruk yang dia terima. Anaknya telah lahir premature dan akhirnya meninggal.“Maaf, Bi, aku tidak bisa menjaga anak kita.” Felicia menangis setelah Abian datang, entah tangisan apa yang dia keluarkan tapi dia sudah bisa membuat Abiyan juga menitikkan air mata.“Kenapa kamu tidak menghubungi kami dan orang tuamu mana?” Maria sangat menyesalkan kenapa di saat sepenting itu tidak ada yang mengabarinya.“Maaf, Ma, aku pendarahan dan nggak sempet ngabari kalian.”“Astagfirullah. Keluargamu mana?”“Mama sama Papa belum datang, Kak Refan yang temani aku.”“Kenapa juga Refan nggak ngabari kamu.” Maria masih saja mengeluhkan kenapa mereka tidak ada yang mengabarinya.“Mas Refan juga bingung.”Suasana hening sejenak saat petugas datang mem
“Jika mau menikah dengan anakku, syaratnya jujur. Aku tidak mau ada masalah nantinya jika kamu menutupi sesuatu.” “Insyaallah saya tidak menutupi apapun, Dara tahu semua tentang saya, Paman.”Lelaki berjambang itu tersenyum sinis, “apapun?”“I-iya.” Ditatap calon mertua seperti itu ternyata membuat lelaki dingin itu gugup. Dia tidak tau berhadapan dengan siapa, kalau tahu seperti apa lelaki bernama Adam, mungkin Frans akan berpikir dua kali lipat untuk menemuinya.“Kemarin Dara mengatakan kalau kamu sedang menutupi sesuatu.” Adam menatap tajam lelaki berwajah Indo-Jerman itu.“Saya tidak menutupi apa-apa, Paman.”Adam kembali menatap Frans dengan tatapan menguliti lalu tersenyum sinis, “aku tidak suka punya menantu yang menjalani bisnis gelap.”Frans menelan ludahnya, bisnis haram? Dia bahkan juga mengharamkan bisnis haram. Dia tidak akan melakukan bisnis yang merugikan orang lain. Selain menjadi Dokter dia juga punya klinik kecantikan yang dikelola adiknya.“Kamu menutupi siapa sebe
Semua bingung mencari keberadan Amara saat Ferdi mengatakan kalau Amara tidak ada di rumahnya padahal acara pertunangannya tinggal menunggu beberapa jam lagi. Beberapa orang juga sudah ditugaskan mencari di beberapa tempat, tapi tidak ada kabar.“Kenapa Amara bisa tidak ada, kemana dia?. Coba kamu tanya Abi.” Maria langsung terduduk lemas, dia tidak menyangka jadi begini, Amara tidak mungkin melakunan hal senekat ini, setidaknya itu yang dia pikirkan karean memang kenayataannya Amara memang tidak pernah melakukan hal yang menyakitinya. Ini bukan seperti Amara.“Nomor Abi tidak aktif.” Ferdi menyugar rambutnya, bagaimana bisa Amara melakukan ini. Apa mungkin Amara lari dengan Abiyan, tapi kenapa saat dia tanya Amara menjawab sudah tidak mencintai Abiyan.“Apa mungkin bersama Abi, kemarin Abi bilang akan menemui Amara.”Ferdi mengepalkan tangannya, dia merasa telah dikhianati oleh sepupunya. Dia langsung keluar untuk mencari keberadaan Aiyan, ini tidak bisa dibiarkan, dia tidak mau Abi
“Kita mau ke mana, pulang?” tanya Amara sembari masuk ke mobil. Yang dia pikirkan hanya satu, ingin meminta maaf pada mama mertuanya atas kejadian ini, dia tidak mau nama baiknya tercoreng karena ulah Satria.“Kamu mau pulang dan menikah dengan lelaki mata keranjang itu? Atau kamu ingin kembali pada laki-laki brengsek itu?” kata Satria ketus, Dia lalu mulai mengemudikan mobilnya meninggalkan penginapan yang semalam mereka pakai untuk bermalam. Mereka kini sudah melewati perbatasan kota.“Aku hanya tidak mau menyakiti hati mama.”“Mama tidak akan kenapa-kenapa, ada Papa yang akan menenangkannya.” Kali ini ucapan Satria sedikit melunak, mungkin dia lelah karena selalu emosi saat bicara dengan amara. Amara memang sedikit membuatnya naik darah, apalagi jika membahas tentang mamanya. Amara terlalu bodoh dan lemah jika berhadapan dengan mamanya.“Kita mau ke mana?”“Cari pakaian, dari kemarin kita tidak ganti baju. Baumu sudah tidak enak.”Amara langsung membaui bajunya, dan benar juga dia
Semua terjadi begitu cepat, Amara bahkan tidak bisa menolak pernikahan itu karena Atmaja tiba-tiba datang esok harinya, pernikahan secara agama akhirnya dilaksanakan setelah Atmaja datang dengan wali dari pamannya. Amara hanya percaya satu hal bahwa apa yang dilakukan Atmaja untuk kebaikannya.“Sekali lagi Papa minta kamu Percaya pada kami, kamu bisa saja menikah dengan lelaki lain, tapi papa tidak ingin kamu salah langkah, kamu tidak punya siapa-siapa lagi dan Papa sekarang orang tuamu, Nak.” Atmaja mengusap kepala Amara, dia begitu tulus menyayangi Amara. “Apa ini tidak aneh, Pa. aku mantan istri Mas Abi.”“Iya, tapi kamu dan Satria juga tidak ada ikatan apa-apa, kalian itu tidak ada halangan untuk menikah.”“Tap, Pa ….”“Nduk, orang tuamu sudah tidak ada dan kamu sudah lama tinggal dengan keluarga Pak Atmaja, jadi kamu sudah tahu bagaimana keluarga mereka.” Sutrisno menimpali mereka, sebagai seorang paman, dia sebenarnya tidak keberatan Amara tinggal bersamanya, tapi Atmaja sudah
Ruang kosong yang selalu sepi itu kini telah terisi. Tanah yang gersang itu menjadi subur setelah siraman air hujan yang datang diwaktu kemarau. Terik matahari yang membakar tubuh seketika redup dan pelagi indah itu bersinar dengan warnanya yang cerah. Amara berharap ini bukan khayalan, dia terus saja berusaha untuk terjaga karena tidak ingin setelah terlelap impiannya itu akan hilang. Dipandanginya wajah yang beberapa saat lalu memenuhi pandangannya, wajah yang dulu teramat dia benci. Wajah itu ternyata begitu indah saat terlelap dan bibir itu kenapa telihat begitu menawan. Amara baru menyadarinya betapa apa yang dia lihat sekarang begitu menyejukkan pandangannya.Tita-taba mata terpejam itu terbuka, Satria mengerutkan dahinya saat melihat Amara yang tengah menyentuh bibirnya. “Ada apa?” tanyanya.Amara langsung menarik tangannya yang tidak punya malu itu, dia langsung memalingkan wajahnya. Betapa sangat memalukan ketahuan pemilik tubuh. Amara, sadar. Janganterlalu memperlihatka
Merasa tidak mendapat perlindungan dari keluarga, Felicia akhirnya memutuskan meninggalkan tempat tinggal orang tuanya. Apa yang bisa dia harapkan dari orang tuanya, sedang selama ini dia tidak pernah mendapatkan ketenangan di sana. Felicia memang pernah melakukan hubungan bebas, itu karena dia lepas dari pengawasan orang tua, orang tua tidak memberi contoh yang baik. Felicia sadar, dengan kebebasan yang dia jalani selama ini ternyata tidak membuatnya tenang, dia harusnya mengambil pelajaran setelah kejadian demi kejadian menyakitkan yang dia alami.“Tuhan itu maha pengampun, perbaiki kehidupanmu. Jika kamu manusia beragama, maka kembalikan kehidupanmu pada jalur yang benar.” Nasehat itu yang akhirnya membuat Felicia tinggal di sebuah kota kecil jauh dari kebisingan. Seorang wanita pekerja kebun memberinya tempat tinggal setelah dia sampai dan kebingungan akan tinggal di sana.Wanita paruh baya memakai jilbab panjang itu menyambutnya sangat baik, tapi rumah kecil itu hanya mempunyai s
“Pa, kenapa Satria masuk, sebegitu bencinya kah anak kita padaku?”Maria menatap sedih jejak putranya yang sesaat tadi justru meninggalkan mereka tanpa menyalami bahkan mempersilahkan masuk pun tidak. Hati ibu mana yang tidak terluka melihat perlakuan anaknya seperti itu. Ego sudah diturunkan, sesal sudah dirasa. Namun, apa yang di dapat? Apa anak itu ingin membalas perbuatannya. Sungguh, jika itu benar Maria akan bersimpuh di hadapan putranya itu untuk meminta maaf.Kesalahannya memang terlalu fatal, bukan hanya pada Satria saja tetapi juga pada Amara—wanita yang seharusnya dia jaga karena dia sudah berjanji di depan pusara dua orang yang paling berjasa di hidupnya itu, dua orang yang telah mengorbankan diri agar suaminya tetap hidup sampai sekarang, dia berjanji akan menjadi orang yang selalu melindungi Amara. Namun, apa yang dia lakukan pada anak itu, dia malah menjauhkan anak itu dari keluarganya.Maria mulai menggali hatinya, bagaimana dia bisa berlaku kejam hanya karena ingin m
Setahun sudah berlalu, anak-anaknya jarang datang, lebih lagi satria, sudah setahun anak bungsunya itu tidak berkunjung. Buah-buahan di keranjang yang selalu dikirim Satria melalui kurir sebagai obat rindu. Maria merindukan anak-anaknya, dia telah menuai apa yang telah dilakukan pada anak-anaknya.Abian selalu saja sibuk, tiap kali dia menelepon agar anaknya itu datang, selalu saja beralasan sibuk. Ya, Maria yang meminta Abian untuk memperbaiki kualitas hidup agar kehidupannya lebih baik. Abian memang semakin sukses, dia juga sudah merambah usaha di berbagai bidang termasuk bidang otomotif dan usahanya yang baru beberapa bulan dirintis sudah sangat besar mengalahkan usaha Satria.Maria mempehatikan semua kegiatan kedua anaknya. Abian lebih kompetitif dan semakin gila kerja hingga setahun lebih pernikahan belum juga dikaruniai anak. Sedang Satria tidak terlalu bersemangat dengan usahanya, Satria bahkan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama istri dan anak-anaknya. Perkebunan
“Satria, kamu kenapa?” Amara langsung menghampiri lelaki berkemeja biru navi itu. Wajah yang tadi cerah berubah suram, tangannya mengepal dan rahangnya mengeras.“Pergi ke rumah mama batal,” ujar lelaki itu.Amara menarik tangan suaminya membawa presensi lelaki itu untuk duduk di sofa dekat jendela. Dia tahu kalau Satria tidak sedang baik-baik saja, lelaki itu masih belum bisa mengendalikan emosinya. Yang Amara tahu emosi seseorang akan berkurang saat duduk, kalau belum juga reda maka berbaring, itu kenapa dia mengajak Satria duduk. Satria menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. Embusan napas berat ke luar dari mulutnya lalu tangan besarnya meraup wajah kasar.“Kamu masih ingat beberapa kali kita gagal ke rumah Mama?” Lelaki itu menarik sudut bibirnya. “Mama memang tidak mau kita ke sana. Semua yang terjadi pada kita, musibah kecil yang kita lalui saat akan ke rumah mama hingga kita mengurungkan niat ke sana itu ulah mama. Mama yang merencanakan semuanya agar kita tidak ke sana.”
“Aku yakin Mama yang merencanakan semua ini.”“Diam kamu Abi.”Abian menggeleng melihat kelakuan ibunya yang sudah tidak bisa dia cerna dengan akal sehat. Entah kepercayaan apa yang tertanam dalam pikiran ibunya dari dulu hingga kini tetap berpikir primitive.“Makanya Mama itu belajar sama ustaz, bukan sama guru spiritual. Guru spiritual itu sama dengan dukun. Mama tahu seberapa besar dosa orang yang mendatangi dukun?”“Sudah, jangan ceramah. Salat saja bolong-bolong malah ceramahin Mama. Sana belajar agama dulu sebelum ceramah.”Abian lantas meninggalkan ibunya, dia tidak mau peduli lagi karena capek jika berdebat dengan ibunya. Sejak dulu saat dia memprotes kenapa ibunya selalu membedakannya dengan adiknya, selalu saja jawabannya bahwa Satria adalah anak pembawa sial yang harus disingkirkan.Apa mungkin ini yang dimaksud ibunya? Bukankah beberapa waktu yang lalu ibunya sudah menerima Satria?Semakin dipikir membuat Abian pusin sendiri. Biarlah itu menjadi masalah ibu dan adiknya, ya
“Kamu tahu ‘kan kalau sejak dulu Mama tidak terlalu peduli padaku?” “Bukan tidak peduli, Sayang. Orang tua itu punya cara berbeda mengungkapkan rasa sayangnya pada anak-anaknya. Mungkin bagi Mama kamu cukup mandiri hingga Mama tidak terlalu mengkhawatirkanmu dan terbukti ‘kan kamu bisa mandiri tanpa bantuan mereka.”Amara mengusap bahu suaminya lalu duduk di sebelah lelaki itu.“Itu salah satu alasan. Ada alasan lain yang membuat Mama tidak terlalu mempedulikanku. Mama yang bilang setelah kita periksa waktu itu dan aku mulai berpikir bahwa ini adalah karma yang keluargaku lakukan di masa lalu.” Lelaki itu menggusah napasnya kemudian menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.“Karma?” Amara mengerutkan keningnya lantas meraih tangan suaminya. “Dalam agama kita tidak ada yang namanya karma. Apa kamu pernah lihat orang jahat hidupnya senang terus? Itu karena balasan dari perbuatan manusia itu nanti saat manusia telah mati. Di dunia itu hanyalah ujian.”“Tapi, Ra. Kesalahan keluarga kami sa
Felicia kali ini merasa menang, entah kenapa dia merasa berkali-kali mendapat dukungan semesta andai apa yang dia lakukan mendapatkan balasan, nyatanya dia masih tetap beruntung dan Abian yang telah dia bodohi kembali masuk perangkap dan dia yang beruntung.“Fel, thanks ya, kamu sudah membantuku. Tanpa kamu aku tidak bisa membalas mereka.”“Kamu ‘kan tahu kemampuanku, makanya jangan remehkan aku.” Felicia mengerucutkan bibirnya, tangannya bersendekap.“Iya, iya. Aku tidak akan meragukan kemampuanmu. Aku akan turuti apa pun yang kamu mau. Aku puas benget melihat Ferdian sudah jadi mayat.”Felicia hanya memberi tahu keberadaan Ferdian, tapi dia mendapatkan bonus kabar kalau Ferdian sudah membusuk di tempat persembunyiannya. Dia masih ingat dulu sering dijadikan alat oleh Ferdian untuk menjebak Abian, seingatnya tiga kali dia melakukan itu dan dalam hati kecilnya dia tidak tega melihat Abian menderita karena ulahnya.Bagaimana pun juga dia punya hati. Dia pernah mencintai Abian dan tidak
"Pasti ada masalah di sana, Ferdi pasti belum ke luar dari sana." Satria berjalan mondar-mandir setelah mengetahui tidak ada penerbangan atas nama Ferdian. Mereka memperkirakan Ferdian pasti akan ke Singapura setelah ketahuan, mereka tahu ke mana Ferdian akan bersembunyi."Coba Papa tanyakan Om Antony," kata Abian.Sejak penggrebekan Ferdian di salah satu rumah persembunyian Ferdian, mereka menunggu dengan cemas lelaki itu. Bagiamana pun juga mereka tidak mau Ferdian dalam bahaya, setidaknya jika dipenjara itu lebih aman.Kabar di lapangan Ferdian kabur dan setelah ditelusuri tidak ada jejak penerbangan atas nama Ferdian dan mobil Ferdian masih berada di sana."Ommu tidak tahu kabar Ferdi, mereka juga mencari," kata Atmaja menginformasi. "Pa, apa mungkin Ferdi terjebak di dalam rumah?" Satria mulai mencurigai karena yang dia tahu dari informasi anak buahnya, ada ruangan khusus bawah tanah yang menghubungkan ke arah dekat dermaga. Kemungkinan Ferdian berlayar juga bisa dipertimbangkan
"Abi, tolong bantu aku." Sebenarnya Felicia malu meminta bantuan pada Abian, dia malu karena telah beberapa kali menyakiti lelaki itu. Mengkhianati dan juga mempermainkan lelaki itu. Entah kemana urat malunya dia tanggalkan, dia hanya tidak bisa melakukannya sendiri. Dia masih berharap Abian mau menolongnya, setidaknya meski lelaki itu kemungkinan besar akan menghardiknya, tidak mengapa, Abian tidak akan tega membiarkannya, apalagi saat ini Felicia dalam keadaan terpuruk, ada beberapa luka memar di tangannya. "Memangnya apa yang dilakukan Nathan?" tanya lelaki itu.Felicia menunduk, dia mencoba menutupi lengannya yang terbuka, ada bekas cakaran di sana, entah bagaimana Nathan melakukannya."Ini semua karena Ferdian, dia yang membuat mood Nathan jadi buruk," jawab Felicia. Lelaki itu tersenyum sinis menatap felicia, kakinya disilangkan dan kedua tangannya bersendekap. Sungguh, lelaki itu tampak puas melihat penderitaan Felicia.Meski Felicia sudah memprediksi apa yang akan dilakukan