Satria lalu menghampiri Abian yang sedang dimaki oleh seorang pria. Sebagai seorang adik dia tidak rela kakaknya direndahkan, dia tahu kalau lelaki yang memaki Abiyan adalah rival kerja Abiyan.“Tuan Arlan, sebaiknya Anda pergi dari sini,” ujar Satria.Lelaki itu menoleh lalu tersenyum pada Satria, “saya ini pelanggan di sini, perlakukan kami dengan baik Tuan Satria.”“Tapi saya tidak butuh pelanggan sombong seperti Anda.”“Apa Anda mau bengkel Anda sepi pelanggan hanya karena membela lelaki tidak berguna ini.” Tertawa merendahkan.Bugh!Satria langsung meninju lelaki itu hingga tersungkur.“Sat, sudah jangan begini, nanti bengkel kamu sepi, apa kamu tidak tahu siapa dia.” Abian yang sedari tadi diam berusaha menenangkan adiknya.“Harta tidak ada apa-apanya dari pada kehormatan keluarga, aku tidak akan biarkan orang lain merendahkanmu.”Adik yang salama ini dia benci dan dia anggap rival, ternyata mempunyai hati yang sangat baik, dia bahkan tidak peduli dengan ancaman Arlan.Arlan ada
Abian mengepalkan tinjunya, wajahnya memerah dan rahangnya mengeras. Wanita yang dia cintai dengan mudahnya menfitnahnya dengan mencari simpati orang lain, apa yang diiginkan Felicia sebenarnya.Satria mengusap punggung kakaknya, dia tahu bagaimana perasaan kakaknya sekarang. Mungkin kalau dia tega dia akan mengatakan itu adalah hukuman buatnya karena telah mengabaikan Amara, tapi dia tidak setega itu pada kakaknya, dia berusaha menunjukkan simpatinya.Felicia keluar dari ruangan itu bersama kakaknya dengan senyum pongah. Kalau dia laki-laki, Abian akan menghajarnya. Senyum wanita itu langsung meredup kala melihat Abian yang menatapnya dengan wajah merah padam.“Pulang sekarang atau pernikahan kita berakhir,” tegas dan tajam, Abian lalu meninggalkan Felicia yang ditemani kakaknya.Satria mengikuti kakaknya dan masuk ke mobil. Pintu mobil terbuka memberi kesempatan pada Felicia untuk ikut. Tidak ada pembicaraan keduanya, hanya hati mereka yang berbicara. Satria paham bagaimana perasaan
“Kamu harus kurangi aktivitasmu, aku sudah kasih kamu obat agar bayimu lahir tepat waktu.”“Apa maksudnya?”“Apa kamu nggak ngerasa kalau anak kamu bisa saja lahir sebelum waktunya, posisi bayimu sudah berada di bawah.”“Apa? Lalu bagimana kalau suamiku tahu aku melahirkan padahal usia kandunganku baru jalan enam bulan?”“Itu urusanmu, aku hanya menjalankan tugasku.” Dokter Frans lalu meresepkan obat pada Felicia agar kehamilannya lahir tepat dari tanggal perkiraan.Felica tidak merasakan apa-apa pada kehamilannya seperti wanita hamil pada umumnya, mungkin Tuhan telah mencabut rasa sakit karena kehamilan itu berasal dari hubungan terlarang. Sudah sering terjadi di masyarakat bahkan mereka bisa melahirkan tanpa ada yang membantu padahal melahirkan itu taruhan nyawa yang nilai pahalanya setara berjihad.“Tapi dokter harus merahasiakan ini,” kata Felicia lalu mengambil resep obat yang diberikan dokter Frans.Dokter Frans hanya menggeleng, dia tidak tahu apa yang dipikirkan Felicia. Seben
Apa yang terjadi terkadang memang sesuai rencana, tapi semua yang terjadi adalah kehendak Sang Maha Kuasa. Setelah mendapatkan kabar dari Felicia, Abian langsung datang ke klinik Dokter Frans bersama mamanya. Abian masih belum mempercayai kenapa justru kabar buruk yang dia terima. Anaknya telah lahir premature dan akhirnya meninggal.“Maaf, Bi, aku tidak bisa menjaga anak kita.” Felicia menangis setelah Abian datang, entah tangisan apa yang dia keluarkan tapi dia sudah bisa membuat Abiyan juga menitikkan air mata.“Kenapa kamu tidak menghubungi kami dan orang tuamu mana?” Maria sangat menyesalkan kenapa di saat sepenting itu tidak ada yang mengabarinya.“Maaf, Ma, aku pendarahan dan nggak sempet ngabari kalian.”“Astagfirullah. Keluargamu mana?”“Mama sama Papa belum datang, Kak Refan yang temani aku.”“Kenapa juga Refan nggak ngabari kamu.” Maria masih saja mengeluhkan kenapa mereka tidak ada yang mengabarinya.“Mas Refan juga bingung.”Suasana hening sejenak saat petugas datang mem
“Jika mau menikah dengan anakku, syaratnya jujur. Aku tidak mau ada masalah nantinya jika kamu menutupi sesuatu.” “Insyaallah saya tidak menutupi apapun, Dara tahu semua tentang saya, Paman.”Lelaki berjambang itu tersenyum sinis, “apapun?”“I-iya.” Ditatap calon mertua seperti itu ternyata membuat lelaki dingin itu gugup. Dia tidak tau berhadapan dengan siapa, kalau tahu seperti apa lelaki bernama Adam, mungkin Frans akan berpikir dua kali lipat untuk menemuinya.“Kemarin Dara mengatakan kalau kamu sedang menutupi sesuatu.” Adam menatap tajam lelaki berwajah Indo-Jerman itu.“Saya tidak menutupi apa-apa, Paman.”Adam kembali menatap Frans dengan tatapan menguliti lalu tersenyum sinis, “aku tidak suka punya menantu yang menjalani bisnis gelap.”Frans menelan ludahnya, bisnis haram? Dia bahkan juga mengharamkan bisnis haram. Dia tidak akan melakukan bisnis yang merugikan orang lain. Selain menjadi Dokter dia juga punya klinik kecantikan yang dikelola adiknya.“Kamu menutupi siapa sebe
Semua bingung mencari keberadan Amara saat Ferdi mengatakan kalau Amara tidak ada di rumahnya padahal acara pertunangannya tinggal menunggu beberapa jam lagi. Beberapa orang juga sudah ditugaskan mencari di beberapa tempat, tapi tidak ada kabar.“Kenapa Amara bisa tidak ada, kemana dia?. Coba kamu tanya Abi.” Maria langsung terduduk lemas, dia tidak menyangka jadi begini, Amara tidak mungkin melakunan hal senekat ini, setidaknya itu yang dia pikirkan karean memang kenayataannya Amara memang tidak pernah melakukan hal yang menyakitinya. Ini bukan seperti Amara.“Nomor Abi tidak aktif.” Ferdi menyugar rambutnya, bagaimana bisa Amara melakukan ini. Apa mungkin Amara lari dengan Abiyan, tapi kenapa saat dia tanya Amara menjawab sudah tidak mencintai Abiyan.“Apa mungkin bersama Abi, kemarin Abi bilang akan menemui Amara.”Ferdi mengepalkan tangannya, dia merasa telah dikhianati oleh sepupunya. Dia langsung keluar untuk mencari keberadaan Aiyan, ini tidak bisa dibiarkan, dia tidak mau Abi
“Kita mau ke mana, pulang?” tanya Amara sembari masuk ke mobil. Yang dia pikirkan hanya satu, ingin meminta maaf pada mama mertuanya atas kejadian ini, dia tidak mau nama baiknya tercoreng karena ulah Satria.“Kamu mau pulang dan menikah dengan lelaki mata keranjang itu? Atau kamu ingin kembali pada laki-laki brengsek itu?” kata Satria ketus, Dia lalu mulai mengemudikan mobilnya meninggalkan penginapan yang semalam mereka pakai untuk bermalam. Mereka kini sudah melewati perbatasan kota.“Aku hanya tidak mau menyakiti hati mama.”“Mama tidak akan kenapa-kenapa, ada Papa yang akan menenangkannya.” Kali ini ucapan Satria sedikit melunak, mungkin dia lelah karena selalu emosi saat bicara dengan amara. Amara memang sedikit membuatnya naik darah, apalagi jika membahas tentang mamanya. Amara terlalu bodoh dan lemah jika berhadapan dengan mamanya.“Kita mau ke mana?”“Cari pakaian, dari kemarin kita tidak ganti baju. Baumu sudah tidak enak.”Amara langsung membaui bajunya, dan benar juga dia
Semua terjadi begitu cepat, Amara bahkan tidak bisa menolak pernikahan itu karena Atmaja tiba-tiba datang esok harinya, pernikahan secara agama akhirnya dilaksanakan setelah Atmaja datang dengan wali dari pamannya. Amara hanya percaya satu hal bahwa apa yang dilakukan Atmaja untuk kebaikannya.“Sekali lagi Papa minta kamu Percaya pada kami, kamu bisa saja menikah dengan lelaki lain, tapi papa tidak ingin kamu salah langkah, kamu tidak punya siapa-siapa lagi dan Papa sekarang orang tuamu, Nak.” Atmaja mengusap kepala Amara, dia begitu tulus menyayangi Amara. “Apa ini tidak aneh, Pa. aku mantan istri Mas Abi.”“Iya, tapi kamu dan Satria juga tidak ada ikatan apa-apa, kalian itu tidak ada halangan untuk menikah.”“Tap, Pa ….”“Nduk, orang tuamu sudah tidak ada dan kamu sudah lama tinggal dengan keluarga Pak Atmaja, jadi kamu sudah tahu bagaimana keluarga mereka.” Sutrisno menimpali mereka, sebagai seorang paman, dia sebenarnya tidak keberatan Amara tinggal bersamanya, tapi Atmaja sudah