“Sakittt ... ,”rintih Kinan tertahan. Netranya sudah berurai air mata sementara tangannya sibuk meremas setiap sudut sprei seakan menahan sakit yang tak terkira. Entah mimpi apa dia semalam hingga harus mengalami nasib seburuk ini.
Malam pertamanya seharusnya dinikmati dengan suami tercinta. Namun, Fajar suami yang baru menikahinya kemarin malah menyerahkan Kinan ke seorang lelaki hidung belang hanya demi segepok uang.
“Kamu harus melayani Tuan Saka dengan baik, Sayang. Dia sudah memberiku banyak uang bahkan untuk biaya pernikahan kita yang mewah itu, dia yang membiayainya. Jadi layani dia dan puaskan malam ini.” Masih terngiang kata-kata Fajar di telinga Kinan tadi siang.
Kinan pikir Fajar akan mengajaknya bulan madu ke puncak dan menginap di villa mewah namun, nyatanya Fajar membawa dirinya ke rumah tuan tanah kaya raya yang bernama Saka dan di kamar inilah dia berakhir.
“Hiks ... hiks ... sakittt, Tuan. Tolong hentikan,” cicit Kinan kembali. Ia sudah tidak kuasa menahan gempuran pria bertubuh tinggi besar itu. Dada bidang, perut sixpack, dengan beberapa benjolan di bahu dan punggungnya sungguh memperlihatkan keperkasaan seorang pria. Bisa dibayangkan betapa besar tenaga yang dimiliki.
Pria bernama Saka Bramana hanya menyeringai mendengar rintihan gadis mungil yang terkungkung di bawahnya. Tentu saja dia tidak akan serta merta melepas mainan miliknya yang masih gres ini. Apalagi berapa banyak uang yang sudah dikeluarkan untuk mendapatkan dia. Rasanya ini sebanding dengan apa yang dinikmatinya malam ini.
“Sakit katamu? Ini nikmat, Sayang. Gak kusangka kamu senikmat ini,” ucap Saka dengan tatapan liarnya.
Kinan terus menangis sementara Saka semakin antusias meneruskan hajadnya. Dia terus melakukan berbagai macam manuver membuat Kinan terus teriak kesakitan meskipun pada akhirnya terdiam dan mengeluarkan desahan tak teratur. Saka tersenyum saat gadis manis itu mulai menghentikan isakannya dan mengganti dengan desahan menggoda.
“That’s right. Lakukan dengan benar, Sayang. Aku suka desahanmu.” Saka mempercepat gerakannya, menggoyangkan pinggulnya naik turun dengan ritme sedikit cepat hingga akhirnya dia mengejan dan mengerang dengan desahan yang panjang lalu kemudian tumbang di atas Kinan.
Beribu kecupan menyerbu bibir dan dada gadis malang itu. Kinan hanya diam, pasrah dengan semua yang dilakukan pria yang baru dikenalnya ini. Dia sudah tidak berdaya dan sangat kepayahan. Sepanjang malam hingga menjelang subuh, tubuhnya bagai luluh lantak menahan gempuran. Susah payah dia melawan pada akhirnya juga menyerah.
“I like you, Kinan,” desis Saka lirih sambil memejamkan mata dan tidur bersisian dengan Kinan. Kinan hanya diam lalu bergegas menyingkur dari Saka.
Tangisan kembali terdengar keluar lirih dari mulut mungilnya. Andai saja ayah dan ibunya masih ada, pasti dia tidak akan bernasib sesial ini. Sungguh pertemuannya dengan Fajar sangat disesalinya kali ini. Ia menyesal jatuh cinta dan menambatkan hatinya kepada pria bejad itu. Pria yang dengan sengaja menjualnya ke pria gila ini.
Fajar yang dikiranya baik mau mengentasnya dari keterpurukan dan kesengsaraan akibat hidup sendiri tanpa orangtua dan kerabat kini malah menjerumuskannya ke lubang kehinaan. Kinan perlahan mengurai pelukan Saka dan menggeser tubuhnya menjauh dari pelukan pria kekar itu. Andai dipertemukan dalam situasi yang berbeda mungkin Kinan akan mempertimbangkan Saka. Dilihat dari segi manapun pria itu sangat tampan, matanya yang kelam dengan dagu terbelah membuat siapa saja yang melihat pasti tergoda. Namun, apa yang dilakukannya terhadap Kinan malam ini benar-benar membuatnya sakit hati.
“Aku harus pergi!” gumam Kinan dalam hati. Gadis manis itu perlahan bangkit dari kasur sambil mengerjapkan matanya berulang seakan menahan sakit di bagian bawah tubuhnya.
Dengan tertatih Kinan memungut bajunya yang berserakan di lantai, ia terdiam sesaat ketika melihat bajunya hanya tinggal seonggok kain. Ulah beringas Saka yang melakukannya dan membuat seperti itu.
Kinan tidak kehabisan akal, dia berjalan menuju walking closet lalu mengambil beberapa baju Saka yang tergantung di sana. Kinan bergegas memakai dengan cepat, lalu dengan berjingkat ia keluar kamar.
Hari masih sangat pagi bahkan adzan subuh belum berkumandang, pasti penghuni rumah tak dikenalnya ini masih banyak yang terlelap. Kinan menghentikan langkahnya begitu keluar kamar.
“Aku harus jalan ke mana? Aku tidak tahu arah, kemarin Fajar menutup mataku dengan kain hitam saat dibawa ke sini,” gumam Kinan. Dia tampak ragu harus berjalan ke kanan atau ke kiri. Namun, seperti mendapat insting tiba-tiba Kinan melangkah ke kanan.
Kinan terus melangkah sambil mengendap-endap, dia sangat asing dengan rumah besar ini. Dia bahkan tidak tahu bagaimana rupa utuhnya saat di pagi hari. Kemarin dia datang dalam keadaan mata tertutup yang dia tahu di rumah ini ada beberapa penjaga. Kinan tahu karena Fajar sempat berbicara dengan beberapa di antara mereka.
“Hei! Siapa itu?” seru salah satu penjaga. Baru saja Kinan memikirkan tentang keberadaan penjaga di rumah ini. Kini dia malah sudah bertemu dengan salah satu dari mereka. Kinan tidak mau tertangkap, dia harus pergi dari sini. Tanpa menjawab Kinan langsung berlari menjauh.
“Hei! Tunggu!!” Suara keras penjaga itu ternyata mengusik beberapa orang yang lain. Tak hayal sudah ada beberapa orang yang mengejar Kinan.
Kinan bingung, dia terus berlarian di dalam rumah itu tanpa tahu arah. Menuruni tangga, menyusuri lorong rumah, keluar masuk ruangan tak berpintu lalu berhenti di sebuah kamar sempit di bawah tangga. Kinan terdiam sambil mengatur napasnya yang tersenggal. Ia berharap para penjaga itu tidak bisa menemukannya. Tubuhnya yang mungil dan tidak tinggi membuatnya mudah sembunyi di mana saja.
“Sudah ketemu?” seru seorang penjaga. Kinan mendengar suaranya sangat dekat, dia berpikir kalau posisi penjaga itu tak jauh dari tempatnya sembunyi.
“Belum. Kita harus mencarinya sebelum Tuan Saka tahu,” sahut yang lain. Kemudian tak lama sudah terdengar langkah-langkah yang menjauh. Kinan menghela napas lega sambil berulang mengurut dadanya.
“Apa yang harus kulakukan kini? Bagaimana cara pergi dari sini? Ya Tuhan, tolong aku!” gumam Kinan dalam hati. Gadis mungil itu sangat ketakutan, tubuhnya bergetar hebat saat mengucap doa tersebut, belum lagi kaki dan tangannya. Semuanya tampak lusuh dan penuh luka juga gemeteran.
Setelah kondisi sedikit aman, Kinan keluar dari tempat persembunyiannya. Mentari sudah muncul dan membuat suasana di sekitar terang benderang. Kinan tersenyum saat melihat rumah indah itu, semua bagai istana namun sayangnya bukan ini yang diinginkannya.
“Aku harus keluar secepatnya!” Kinan berjalan berjingkat di antara semak dan tanaman di taman rumah itu. Hanya ini jalan satu-satunya menuju pintu keluar. Kinan melihat tadi beberapa penjaga berlalu lalang keluar masuk pintu gerbang sibuk mencari keberadaan dirinya. Ternyata kepergiannya sudah membuat sibuk semua orang kini. Kinan menyeringai kesenangan karena sudah mengusik ketenangan semua orang.
Gadis bertubuh mungil itu terus berjalan menyelinap hingga akhirnya tiba di dekat pintu gerbang. Ia melihat ada dua penjaga di sana. Satunya berdiri dekat pintu gerbang, satunya lagi berada di dalam pos jaga sibuk mengamati CCTV. Beruntungnya Kinan bersembunyi di semak-semak sehingga terhindar dari pantauan CCTV tersebut.
“Aku harus mengalihkan perhatian mereka,” gumam Kinan. Tiba-tiba Kinan mempunyai ide, ia melihat sebuah batu kemudian mengambil lalu melemparnya ke arah sedikit jauh dari tempatnya bersembunyi. Sontak dua penjaga itu menoleh dan bergegas berlarian menuju ke arah sana.
Kinan tergesa keluar dari tempat persembunyiannya, berlari menuju pos jaga lalu membuka pintu gerbang. Tepat saat Kinan berhasil keluar, dua penjaga itu menoleh dan langsung berteriak.
“Hei!! Dia di sana! Dia keluar! Cepat lapor Bos!” ucap salah satu penjaga. Kinan sayup-sayup mendengar suara mereka namun, dia tidak peduli. Dia terus berlari meski tidak tahu arah.
Kinan menghentikan langkahnya, napasnya memburu, tersenggal tak beraturan lalu berhenti sembari mengolahnya. Dilirik kakinya yang bertelanjang tanpa alas dan kini sudah terluka parah, lecet dan mengeluarkan darah.
“Perih,” desis Kinan lirih sambil menggigit bibirnya menahan sakit.
Tiba-tiba Kinan mendengar suara mobil mendekat, dia panik dan kembali berlari. Namun, laju mobil lebih cepat daripada larinya. Salah satu mobil sudah mencegat langkahnya. Kinan berhenti dengan napas yang terengah dia melihat Saka turun dari mobil. Pria tampan bermata kelam itu sedang menatapnya dengan marah kini.
“MASUK!!” serunya penuh amarah. Kinan menolak, ia menggeleng keras.
“Gak!! Aku gak mau. Aku gak mau. Lepaskan aku!” teriak Kinan karena sudah ada dua penjaga yang mencekalnya. Saka diam memperhatikannya lalu berjalan mendekat menghampiri.
“Kamu mau apa, Kinan?” tanya Saka kemudian. Kinan diam menghela napas panjang sambil mendongakkan kepala menatap pria tampan itu. Apa mungkin kalau dia berkata jujur Saka akan melepaskannya.
“Aku mau pulang,” lirih Kinan menjawab. Sontak Saka tertawa mendengar jawaban Kinan. Tepat dugaannya, pria jahat itu tidak akan melepaskannya.
“Pulang? Pulang kemana? Rumahmu adalah istanaku sekarang dan tempat tidurmu adalah ranjangku, Kinan. Kamu sudah menjadi milikku seutuhnya. Fajar sudah menjualmu dan aku tuanmu sekarang.”
Kinan diam, ia tahu pada akhirnya Saka akan berkata demikian. Tapi, Kinan tidak mau itu terjadi. Dia ingin pulang dan kembali mengulang harinya saat belum bertemu Fajar maupun Saka. Andai saja Tuhan memberinya satu kesempatan untuk bisa mengulang semuanya.
“Sekarang, ikut aku! Kita pulang ke rumahku dan akan kujadikan kamu ratuku,” ucap Saka sambil mengulurkan tangannya. Kinan bergeming, tidak menerima tawaran Saka malah sibuk memperhatikan peluang untuk melarikan diri.
Kemudian tiba-tiba Kinan melihat kesempatan itu, dia bergegas berlari menghindar cekalan para penjaga Saka dan berlari hingga ke pinggir jalan. Dua penjaga Saka mengejar begitu juga Saka. Pria tampan itu seakan tidak mau kehilangan Kinan.
“Tangkap dia! Jangan sampai lepas!” pinta Saka berseru. Kinan terus lari namun, tiba-tiba berhenti saat melihat di belakangnya jurang.
Saka berjalan menghampiri sambil tersenyum menyeringai. “Jadi, mau ke mana kamu sekarang? Ayo, ikut aku!” Saka mengulurkan tangannya berjalan mendekat.
“JANGAN MENDEKAT! Kalau tidak aku akan loncat!” ancam Kinan. Sontak ancaman Kinan membuat Saka berhenti melangkah. Ia terdiam sambil menatap gadis itu dengan sendu.
“Bagus, sekarang pergilah dan tinggalkan aku sendiri!” pinta Kinan. Saka terdiam kemudian menggelengkan kepalanya.
“Tidak, aku tidak bisa melakukannya, Kinan.” Kinan melotot kesal dengan jawaban Saka. Saking kesalnya dia sampai tidak memperhatikan langkahnya hingga terpeleset. Sontak Saka berlari mendekat sambil mengulurkan tangan meraih tangan Kinan yang tampak berpegang pada dahan.
“Raih tanganku, Kinan!” pinta Saka. Kinan diam, matanya menatap Saka penuh ketakutan dan kebencian namun, jurang yang terjal juga menantinya di bawah.
Perlahan Kinan meraih tangan Saka dan Saka langsung tersenyum saat dia berhasil memegang gadis itu. Saka bersiap menarik tubuh Kinan ke atas saat seseorang tiba-tiba mendorong tubuhnya membuat ia dan Kinan sontak terjatuh ke jurang.
“TIDAKKK!!!”
“Aaaahhhh ... .” “Kinan, Kinan bangun! Kamu tidak apa-apa ‘kan?” seru seorang wanita paruh baya berusaha membangunkan Kinan. Kinan sontak terbangun, dia terjingkat dan langsung duduk di atas kasur dengan napas tersengal. “Ak—aku di mana?” Wanita paruh baya itu langsung tersenyum saat melihat Kinan yang bagai orang linglung. “Jelas kamu di kamarmu. Ini sudah hampir maghrib dan ibu sudah berulang membangunkanmu dari tadi.” Kinan terdiam kemudian menoleh menatap wanita paruh baya di sampingnya dengan tertegun. “Ibu ... ibu?” Kinan mengerjapkan matanya, “benar ini ibu?” kembali Kinan bertanya dengan aneh. Wanita paruh baya itu hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat reaksi Kinan. “Memang sejak kapan ibu berubah, Kinan? Ini memang ibu. Kamu ini aneh-aneh saja, deh,” ucap wanita paruh baya itu yang tak lain ibu Kinan, Hana Pahlevi. Kinan langsung berhambur memeluk Hana dengan erat membuat Hana kebingungan dibuatnya. “Sudah, burua
“Saka! Syukurlah akhirnya kamu datang juga,” seru Septa dengan gembira. Wanita cantik itu langsung berdiri menyambut kedatangan pria tampan tersebut.“Ini Saka Bramana, putra kami. Saka, itu Kinan! Kamu kenalan dulu,” lanjut Septa kemudian.Pria bernama Saka Bramana itu tersenyum, mata kelamnya, rambut hitam legamnya dan dagu belah tengahnya sama persis dengan yang Kinan kenal di malam itu. Kinan diam, tertegun di tempatnya dan tidak berkata satu patah pun. Dia masih bingung saat tiba-tiba kembali ke lima tahun masa lalunya dan kini harus bertemu dengan orang yang merusaknya di masa depan.“Kinan!” seru Hana mengagetkan.Kinan tergagap dan menoleh spontan ke arah Hana.“Iya, Bu.” Hana tidak menjawab hanya dagunya menunjuk ke arah tangan Saka yang terulur sementara Kinan belum menyambutnya sama sekali.Kinan terdiam mengalihkan pandangannya menatap ke arah pria tampan di depannya ini. Ada banyak kebenci
“Aghrr ... sebenarnya apa yang terjadi dengan hidupku?” lirih Kinan mendesah. Kinan semakin bingung usai berbincang dengan Saka di taman belakang tadi. Saka bilang kalau dia mencarinya untuk minta maaf karena kejadian di malam itu.Kejadian apa yang dimaksud Saka? Apa kejadian malam pertama di kehidupan Kinan yang berbeda? Namun, bagaimana Saka bisa tahu? Apa dia juga mengalami hal yang sama dengan Kinan? Atau ada kejadian berbeda lagi?“Sayangnya aku tidak sempat menanyakannya, ayah dan ibu keburu datang tadi,” keluh Kinan dengan resah.Lagi-lagi hembusan napas keluar masuk dari mulut Kinan. Hari sudah larut namun, mata Kinan sama sekali tak bisa terlelap. Dia masih penasaran dan kebingungan dengan kejadian yang menimpanya hari ini. Pelan, Kinan bangkit dari kasurnya lalu dengan mengendap dia keluar kamar.Suasana hening langsung menyapa Kinan begitu dia keluar kamar. Lampu-lampu di rumahnya memang selalu dimatikan jika malam hari
“Jalan Arif Rahman Hakim, Pak,” seru Kinan lantang ke sopir taxi online.Pagi sekali, Kinan sudah bangun dan tanpa diketahui ayah, ibu serta penghuni rumah yang lain dia menyelinap keluar. Kinan sudah memesan taxi online yang membawanya pergi ke sebuah alamat kantor. Memang ini adalah hasil pencariannya di internet dan Kinan terpaksa bermain gambling. Ia berharap ide konyolnya ini bisa mengubah semua alur hidupnya di masa depan termasuk kematian kedua orangtuanya.Mobil taxi online yang dia tumpangi perlahan memperlambat lajunya dan Kinan tampak celingukan sambil mencocokkan alamat yang dia cari.“Mana kantornya, Mbak?” tanya si Sopir taxi.Kinan masih diam dan matanya terus menelisik mencari kemudian tiba-tiba dia melihat lambang huruf SB di atas sebuah gedung tertinggi. Kinan menghela napas lega. Ia memang sedikit lupa dengan situasi gedung di jalan ini.“Itu, Pak. Yang ada logo huruf SB-nya!” seru Kinan. Pak S
“Nikah? Emang dia gadis yang mana lagi, Saka?” tanya salah satu pria yang duduk di depan Saka. Saka masih diam dan tertegun menatap Kinan yang terpaku di tempatnya.“Bukannya pacar kamu Airin, Saka. Lalu ini siapa lagi?” kata pria yang lain.Saka menghela napas panjang kemudian bangkit dari kursinya. Ia berjalan menghampiri Kinan dan menarik tubuhnya mendekat.“Dia Kinan, tunanganku dan aku akan menikah dengannya,” ucap Saka kemudian.“HAH!!” Sontak dua orang pria yang sedang duduk di depan Kinan terkejut mendengar ucapan Saka.“Aku rasa meeting pagi kita sudah selesai. Kalian bisa kembali ke ruangan kalian dan biarkan aku dengan Kinan membahas pernikahan kami. Benar begitu, Sayang?” lanjut Saka dengan tersenyum manis.Kinan hanya diam, menatap Saka tanpa ekspresi. Dua orang teman Saka itu langsung berdiri. Mereka terdiam sejenak mengamati Kinan dari atas hingga bawah kemudian menyu
“GILA!! Aku tidak mau,” tolak Kinan serta merta.Ia sudah memundurkan tubuhnya dan memalingkan wajah dari Saka sembari melipat tangannya. Saka menghela napas panjang sambil mengulum senyum kemenangan.“Ya sudah kalau gak mau. Tapi apa kamu mau bertanggungjawab dengan apa yang akan menimpa orangtuamu nantinya,” ucap Saka.Kinan terdiam, ia mengalihkan wajahnya lagi, menatap Saka dan kini Saka yang pura-pura tidak melihatnya. Pria berdagu belah itu tampak sibuk memainkan ponselnya. Mengapa juga Saka seakan tahu apa yang akan terjadi pada orangtua Kinan hari ini.“Kamu licik juga ternyata.” Saka mengangkat kepala dan menatap ke arah Kinan saat ia berkata seperti itu.“Licik?” Alis Saka sudah terangkat keduanya sementara matanya yang kelam menatap tajam Kinan seakan sedang menelanjanginya.“Kalau aku tidak membutuhkan pertolonganmu aku tidak akan mau menikah denganmu,” geram Kinan. Saka
“Suami?? Sejak kapan aku menikah denganmu?” sergah Saka tidak kalah terkejutnya. Dia sudah bangkit dan berdiri di samping Kinan.“Diam kamu, Saka! Kamu pikir hubungan kita dan apa yang kita lakukan selama ini tidak seperti layaknya sebuah pernikahan. Kita sudah melakukan banyak hal, Saka. Apa kamu tidak ingat?” seru gadis cantik itu.Kinan hanya diam, ia melirik Saka yang tampak kebingungan kemudian melihat gadis cantik ini dengan seksama. Sementara tangannya masih mengelus pipinya yang kesakitan karena tamparan tadi.“Apa yang terjadi? Apa Saka sudah menikah dan aku sudah merebutnya? Ya Tuhan, kenapa aku tidak menyelidikinya lebih dulu. Bagaimana ini?” sesal Kinan dalam hati.“Airin, DENGAR!! Hubungan kita hanya sekedar pacaran dan bukan suami istri. Kinan, aku harap kamu gak salah paham dengan ucapannya.” Saka mencoba menjelaskan hal itu kepada dua wanita di depannya ini.“Jadi nama pelakor in
“Tunggu dulu! Kenapa kamu tahu alamat rumahku tanpa bertanya?” sergah Kinan. Saat ini Saka memang sudah mengendarai mobilnya mengantar Kinan pulang dan sepertinya sudah mendekati rumah Kinan.“Kamu lupa kalau kemarin malam aku sudah pernah datang ke rumahmu. Jadi jelas saja aku hapal, Kinan,” jawab Saka.Kinan terdiam dan hanya menganggukkan kepala. Ada apa dengan dirinya hari ini? Mengapa semua tampak membingungkan dan membuat dia pusing. Kinan menghela napas panjang, kemudian melirik sekilas ke arah Saka.“Terima kasih, Saka,”cicit Kinan lirih.“Untuk apa?” Saka bertanya tanpa menoleh sedikit pun ke Kinan. Ganti Kinan yang malah menoleh ke arahnya.“Ya, untuk bantuanmu ini. Aku harap kita tidak terlambat.”Saka hanya menghela napas panjang dan menganggukkan kepala. Tak lama mobil Saka sudah masuk ke pelataran rumah Kinan. Tepat dugaan Kinan kalau dua orang deb kolektor itu sudah d
“Gadis kecil di foto itu ... adalah ... aku,” lirih Kinan bersuara.Saka langsung tersenyum mendengar ucapan Kinan. Kinan hanya terdiam dan masih terkejut begitu tahu kalau dia sudah mengenal suaminya jauh hari sebelumnya.“Jadi ... jadi ... kamu anak kecil yang tertabrak mobil dulu?” imbuh Kinan.Sekali lagi Saka mengangguk dan sebuah senyuman terukir di wajah tampannya.“Ya Tuhan ... .” Kinan langsung menangkupkan kedua tangannya ke muka. Ini benar-benar kejadian yang tidak pernah dia duga.Memang Kinan yang menolong Saka saat Saka secara sengaja ditabrak mobil oleh Daniel. Kebetulan Kinan hendak bertandang ke rumah Saka saat itu. Kinan yang lebih dulu melihat Saka tergeletak tak berdaya di depan rumahnya saat mobil Daniel menabrak Saka. Kinan juga yang berlarian masuk ke dalam rumah Saka memberitahu ke orang tua Saka. Sementara orang tua Kinan sudah sigap menolong Saka.Kinan menunduk dan berurai air ma
“Nyonya Kinan sudah melalui masa kritisnya dan kondisinya kini sudah membaik,” ucap dokter wanita itu.Seketika kaki Saka lemas dan langsung duduk di kasur kembali. Dia merasa lega sekaligus senang usai mendengar perihal kondisi istri tercintanya. Hal yang sama juga ditunjukkan Nyonya Septa, Tuan Arya, Ardi dan Pak Wildan. Semuanya tampak tersenyum bahagia.Dokter itu menganggukkan kepala melihat mimik suka cita yang tampak pada semua yang hadir di ruangan ini.“Lalu tentang janinnya ---“ Dokter itu kembali menggantung kalimatnya dan kini sudah fokus melihat ke arah Saka.Saka membisu tak berani bersuara. Dia sudak ikhlas menerima apa pun yang terjadi. Saka yakin semua yang ditetapkan Tuhan untuknya adalah yang terbaik.“Jujur, saya baru kali ini menangani kasus seperti ini. Mungkin Tuhan telah memberi Anda sekeluarga mukjizat tak ternilai, Tuan.” Dokter itu kembali bersuara dan mengalihkan pembicaraannya.
“Bagaimana keadaan istri saya, Dok?” Bagai dejavu, Saka kembali mengulang kejadian yang sama seperti beberapa bulan lalu.Yang beda kali ini hanyalah, kondisi Kinan. Dulu Kinan lebih sehat dan tidak mengeluarkan banyak darah dari tubuhnya. Saka sudah pasrah apa pun yang terjadi, dia akan menerima dengan lapang dada.“Sabar, Tuan. Kami sedang berusaha semampu mungkin. Hanya dengan pertolongan Tuhan saja yang bisa memberi mukjizat dan membuat istri Anda selamat dari maut,” ujar dokter yang menangani Kinan.Saka hanya mengangguk lesu tak berdaya.“Mungkin lebih baik, luka Anda dirawat dulu, Tuan,” pinta dokter itu lagi.Saka hanya menghela napas sambil menganggukkan kepala. Usai dari rumah Om Daniel, polisi memang membawa Saka dan Kinan ke rumah sakit terdekat. Kinan langsung masuk UGD dan mendapat pertolongan secepatnya. Sementara Saka tidak mempedulikan lukanya malah sibuk mengejar dokter yang menangani Kinan.
“Aah ... .” Saka langsung tersungkur sambil memegang perutnya.Ternyata sedari tadi Daniel sudah mengamatinya saat berkelahi, Saka selalu kesakitan saat lawan memukul perutnya. Memang masih ada bekas luka tembak yang belum sembuh benar di sana. Bahkan Saka masih menutup lukanya dengan perban.“Jadi itu kelemahanmu. Apa itu lukamu, Saka? Sepertinya aku menyerang tepat sasaran saat ini.” Daniel terkekeh sambil menatap Saka penuh benci.Saka hanya diam, menyeka darah di sudut bibirnya kemudian menatap ke arah Daniel tanpa takut.“Aku tidak punya kelemahan. Om salah menebaknya.”Mendengar ucapan Saka yang sombong membuat Daniel makin murka. Dia kembali menyerang Saka dengan bertubi-tubi membuat Saka kewalahan. Dari dulu, Saka memang tidak pernah menang jika beradu tanding dengan pamannya. Namun, kali ini Saka ingin mengubah sejarah. Dia harus memenangkan perkelahiannya.Mereka masih asyik saling pukul, jotos,
“APA!!?” Saka terperanjat kaget mendengar ucapan Kinan.Kinan hanya diam tidak menjawab dan terus meringis kesakitan sambil memegang perutnya.“Tolong, Saka. Ini ... ini sakit sekali. Aku tidak kuat,” rintih Kinan.“TIDAK!! TIDAK!! KAMU TIDAK BOLEH MENYERAH. KAMU HARUS MELAWANNYA, SAYANG.” Kinan hanya diam tidak menjawab dan terus merundukkan tubuh tak sanggup berdiri tegak. Tanpa banyak bicara, Saka langsung menggendong tubuh Kinan dan berjalan menuju lift.“Aku tidak mau kehilangan kalian berdua. Aku akan melakukan apa saja, Sayang.” Saka berkata seperti itu sambil berjalan masuk ke dalam lift. Kemudian begitu turun dia bersiap keluar dari ruang kerja Daniel. Saka harus secepatnya membawa Kinan ke rumah sakit.Namun, baru saja keluar dari ruang kerja Daniel, Saka menghentikan langkahnya. Ia melihat Daniel sedang berdiri menghadang dengan dua orang penjaga yang dilihat Saka tadi.“Tepat
“Tolong ... Tuan. Jangan lakukan itu!! Anak saya masih kecil dan istri saya juga masih membutuhkan saya,” lirih dokter tersebut memohon.Daniel sudah menodongkan pistolnya ke arah kening dokter tersebut dan tampak tersenyum menyeringai menatapnya.“Kalau kamu masih ingin hidup. Lakukan permintaanku!!”Dokter tersebut terdiam lama, tangannya sudah terangkat semua dan tertegun menatap Kinan. Ini adalah sebuah pilihan yang sulit baginya.“CEPAT!! TUNGGU APA LAGI?? APA KAMU MEMANG INGIN MATI??”Dokter itu mengerjapkan mata kemudian dengan sendu menatap Kinan dan menggelengkan kepala. Hampir tak terdengar sebuah kata keluar dari mulut pria berjas putih itu seakan sedang meminta maaf kepada Kinan.Kinan hanya terdiam menatapnya. Bahkan wanita berwajah manis itu itu tidak bisa menahan buliran bening yang luruh seketika membasahi pipinya.Perlahan dokter itu membalikkan badan dan berjalan menuju meja di sam
“Saka!! Apa yang terjadi?” tanya Nyonya Septa.Ibunda Saka itu mendengar saat Saka berteriak keras tadi dan langsung menyeruak masuk ke kamar Saka. Saka menoleh sambil menyerahkan ponselnya ke Nyonya Septa.“Om Daniel ... Kinan berada di tangan Om Daniel dan dia mau mengaborsi anakku.”“APA??!!” Seketika Nyonya Septa terbelalak kaget.Tuan Arya yang baru saja datang segera menghampiri Saka di kamarnya begitu juga Ardi dan Pak Wildan. Mereka tampak terkejut usai mendengar penjelasan dari Nyonya Septa.“Saka, kamu jangan gegabah. Kita harus lapor polisi. Papa takut mereka menjebakmu kali ini,” ujar Tuan Arya.“Aku gak mau menunggu, Pa. Ini tentang nyawa Kinan dan anakku. Aku gak akan tinggal diam. Aku harus pergi menyelamatkan mereka.”“Iya, Mama tahu. Namun, kamu juga belum pulih benar. Kalau terjadi sesuatu padamu, bagaimana?” Nyonya Septa sudah menitikkan air mat
“Ma, apa ada kabar tentang Kinan?” tanya Saka.Dia baru saja keluar dari kamar dan menghampiri Nyonya Septa yang sedang duduk di ruang tengah.“Tadi Papa dan Pak Wildan sudah tahu tentang taxi online yang dipesan Kinan. Mereka sedang mengecek ke operator aplikasinya. Sementara Ardi sudah lapor polisi tentang hilangnya Kinan. Ardi juga sudah melacak ponsel Kinan. Mungkin sebentar lagi akan ada titik terang, Saka.”Saka hanya diam usai mendengar penjelasan Nyonya Septa.“Lalu sampai kapan Kinan ditemukan, Ma? Aku takut terjadi sesuatu padanya, pada anakku,” gumam Saka pelan.Nyonya Septa menoleh ke arah Saka, kemudian membelai wajah tampan putra kesayangannya itu.“Tenanglah, Saka. Kita sama-sama berdoa, supaya mereka cepat menemukan Kinan dan tidak terjadi sesuatu apa pun yang membahayakannya.”Saka hanya membisu sembari menganggukkan kepala. “Iya, Ma. Semoga saja tidak terjadi apa-
“Aku di mana?” lirih Kinan bertutur.Perlahan dia mengerjapkan mata sambil melihat ke sekeliling. Tadi pagi sekali Kinan memang pergi dari rumah. Ia tahu kalau hari ini Saka keluar dari rumah sakit. Harusnya Kinan bahagia mendengar kabar itu, tapi tidak dengan Kinan saat ini. Hatinya masih sakit, kecewa dan merasa dibohongi. Ia masih tidak bisa terima kenyataan kalau Saka suaminya ini adalah Saka yang sama telah membuat hancur hidupnya di malam itu. Yang lebih menyakitkan lagi, Saka berbohong dan berpura-pura padanya selama ini.Awalnya Kinan ingin menenangkan diri di rumah keluarganya, dia memesan taxi online tanpa sepengetahuan siapa pun. Bahkan Kinan sudah meninggalkan pesan untuk Saka agar tidak mencarinya. Namun, kini dia malah kebingungan berada di mana. Ini bukanlah tujuan utamanya dan Kinan tidak tahu mengapa berada di sini.Terakhir yang dia ingat, sopir taxi online itu mengajaknya mengobrol dan menanyakan tujuannya kemudian Kinan sudah tida