Share

7.secercah harapan

Author: Yanikdwilestari
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Adzan sholat ashar mulai berkumandang. Aku yang sedari tadi hanya rebahan akhirnya memilih melangkahkan kaki menuju kamar mandi dan berwudhu untuk mejunaikan kewajiban ku sebagai seorang muslimah.

Seusai sholat, aku membuat es susu coklat. Entah mengapa, bawaan nya haus saja hari ini. Apa ini efek karena aku sering emosi? Makanya tubuhku berasa panas?

Hahaha bisa jadi sih ya. Ku nyalakan tv dan mulai menonton acara gosip, sambil sesekali melirik jam dinding. Hatiku kembali gusar karena hingga pukul setengah empat sore, tamu yang dimaksut Bu Rt belum juga datang.

"Maaf ya Allah, jika hambamu ini terlalu berharap!" Ucap ku dalam hati.

Kebetulan hari ini jahitan ku tak banyak. Jadi, aku bisa santai. Tapi akhirnya tentu berpengaruh pada pemasukan ku.

Ya, dulu waktu aku sekolah di SMK, aku memgambil jurusan tata  busana. Sambil aku mengambil kursus dari tetangga ku yang memang jago dalam hal soal jahit menjahit.

Bahkan, dulu dia membuka usaha konveksi dengan jumlah karyawan hampir sepuluh orang. Makanya, aku tertarik mengikuti jejaknya.

Tapi sayang, garis takdir kita berbeda. Aku hanya menjadi penjahit rumahan dengan sambilan menjual hijab online. Ada yang memang ku ambil dari tangan pertama, ada juga yang ku buat sendiri. Dan semua itu ku pasarkan lewat online.

Aku melakukan usaha ini juga baru dua tahun kebelakang. Karena waktu itu Arina masih kecil. Jadi, aku tak bisa leluasa menjahit. Dan hanya menerima orderan untuk permak-permak baju yang tak seberapa sulit.

Atau tetangga yang kerumah untuk membeli hajib. Jangan ditanya hasil pendapatanya, setidaknya lumayan lah untuk menambah pemasukan hingga kami bisa bertahan sejauh ini.

Hnnngggg!!!

Deru suata mobil terdengar didepan pelataran rumah. Mungkin Mas Danu sudah pulang dari rumah Ibu. Tapi tumben juga jam segini dia pulang. Biasanya kalau sudah disana, dia bahkan bisa seharian, atau bahkan menginap.disana.

Tok tok tok!!!

"Assalamualaikum...!" Suara kerukan pintu terdengar bersamaan dengan suara seorang wanita membuatku reflel menoleh

Ssebuah senyum terukir diwajahku. Berharap jika yang datang itu tamu yang sedari tadi ku tunggu-tunggu.

"Waalaikumsalam...!" Jawab ku seraya membuka pintu.

Dua orang wanita yang berumur lebih tua dari ku mengulum senyum. Meskipun berumur, tapi guratan wajah cantiknya teteap tercetak begitu jelas. Maklum, namanya juga orang kaya. Bahkan, saat aku melirik mobil yang mereka pakai, adalah mobil keluaran terbaru yang mungkin harganya diatas tiga ratusan juta.

****

"Ini rumah Bu Lita kan?" Tanya salah satu dari mereka

"Oh iya Bu, ini rumah saya. Mari, silahkan masuk!" Mereka berdua mengangguk dan mengekori ku masuk kedalam rumah.

"Mari silahkan duduk Bu... Saya permisi kebelakang dulu."

Aku pun masuk kedalam rumah, menyiapkan minuman dan juga cemilan. Kemudian, membawanya kedepan dan menyuguhkan pada kedua tamu ku ini.

Lalu, aku duduk disofa bersama meraka.

"Perkenalkan, nama saya Jihan, dan ini teman saya Farandita!" Ucap wanita berkerudung abu ini seraya memperkenalkan diri, dan kami pun bersalaman.

"Oh iya, Bu Lita sudah diberi tau sama Bu Yati kan, tentang maksut kedatangan kami kesini?" Tanya Hu Jihan yang langsung ku jawab dengan anggukan kepala.

"Iya Bu, sudah. Mmm, apa Ibu mau lihat kerudung nya sekarang?" Tanya ku tanpa basa-basi.

"Waah boleh banget Bu, kalau Bu Lita tidak keberatan." 

"Ooh, tidak Bu. Sebentar, saya ambilkan dulu!"

Aku kembali masuk kedalam rumah. Mengambil karung berisi hijab dan menyeretnya keluar.

Melihat aku sedikit kesulitan karena karung yang begitu berat, akhirnya mereka berdua membantuku menyeretnya.

"Suaminya kemana Bu? Kok malah bawa sendiri?" Tanya Bu Farandita sedikir penasaran

"E-eh itu, suami saya lagi mancing Bu. Kebetulan tadi pagi, dia diajak pergi sama temam kantornya!. Jelasku berbohong.

"Ooh ya pantes aja. Suami saya juga hobinya mancing. Pulang nya suka sore-sore. Kadang heran aja, enaknya mancing itu juga apa. Toh tinggal beli ikan dipasar juga bisa." Cerocos wanita yang memang nampak sedikit cerewet ini.

"Ya beda toh Jeng!" Bu Jihan menanggapi

"Beda dari apanya? Toh ikan yang didapat juga sama aja kayak yang dipasar. Malah lebih gede-gede yang dipasar!" Ucap Bu Farandita sambil menggelengkan kepala

"Beda sensai atuh...!" Jawab bu Jihan sambil mengibaskan tanganya, sedangkan aku hanya tersenyum mendengar percakapan mereka.

Dengan lincah, kami bertiga membuka karung dan plastik yang membungkus hijab. Lalu mereka berdua dengan semangat mengamati kerudungku 

"Bahanya bagus ya Bu Lita. Modelnya juga cantik, baik untuk Ibu-ibu atau anak muda cocok nih!" Puji Bu Jihan.

"Iya Bu, kalau ini buatan saya sendiri Bu! Bahkan saya jahit sendiri juga." Ucapku

"Waah, pinter banget sih pilih model gini Bu! Oh iya, ada berapa pcs yang model Ini?" Tanya Bu Jihan antusias.

"Kalau yang ini, mungkin cuman ada lima puluhan Bu. Kalau yang lainya ada sekitar ratusan pcs." Jelasku.

"Yaaa, kok gitu. Padahal saya lebih srek sama ini. Bagus banget ya,Jeng!" Tukas Bu Jihan bertanya pada Bu Faramdita yang langsung mengangguk mantap.

"Kalau yang ini, ada berapa Bu?"

"Sebentar, saya lihat catatan stok dulu ya Bu!"

Aku membuka catatan jumlah kerudung dan mncari nama kode sesuai bentum hijab.

"Kalau yang ini, ada 200 pcs, ini 52pcs, kalau yang ini 170pcs, ini 150pcs. Terus yang ini 87pcs." Jelaku sambil memberikan contoh hijab nya.

"Totalnya jadi berapa pcs itu Bu Lita?"

Aku mulai mengotak atik kalkulator dan menghitung jumlah keseluruhan. Jujur saja, hati ini berdebar kala beliau bertanya tentang jumlah semua hijab nya.

Ada secercah harapan untuk ku, agar mereka mau membeli hijab lebih dari 100pcs.

"Totalnya semua 659pcs, Bu Jihan!" Jelasku sambil memperlihatkan jumlah didalam kalkulator.

"Oke Bu Lita, makasih. Oh iya Jeng, jadi ambil berapa ini?" Tanya nya lagi pada Bu Farandita.

"Aku ambil 250pcs lah!"

Degh!!!

Masyaallah, Allahuakbar... Mendengar ucapan Bu Farandita seketika membuat ku merinding. Bayangan mereka membeli lebih dari 100pcs pun menjadi kenyataan.

"Yasudah deh, aku juga. Takutnya kalau beli mepet malah kurang." Balas Bu Jihan.

"Lah, bener itu Bu Jihan... Mending beli yang banyak langsung mumpung barang nya ada. Yasudah yok, kita pilih-pilih dulu."

"Eeh yang model itu kita bagi dua ya. Duh Bu Lita ini gimana sih, kerudung bagus gini cuman buat dikit. Andai buat banyak, saya ambil semuanya!" Ucap beliau membuat senyuman ku semakin mengembang

"Kalau buat terlalu banyak, takutnya gak laku nanti saya malah rugi Bu. Soalnya buatnya juga pakai modal sendiri. Dan modal nya juga mepet!" Jawab ku malu-malu.

"Ooh, iya juga sih ya. Yasudah, saya pilih-pilih dulu ya Bu!"

Aku mengangguk, dan melihat mereka memilih kerudung yang hampir menghabiskan waktu satu jam lebih lamanya.

Untung saja Mas Danu belum pulang, jadi dia tak bakal tau jika hari ini aku mendapatkan rejeki yang tak terduga.

Setelah semua selesai, Bu Jihan dan Bu Farandita memberikan semua hijab yang suda dipilih nya. Dan menyuruhku untuk mentotal semua harganya.

"Bu Lita, tolong ini sampean total harganya ya! Oh iya, uang nya nanti malam saya kirim lewat nomer rekening Bu Lita, tapi barangnya saya ambil besok saja ya. Biar diambil sama supir saya. Berat kalau dibawa sekarang. Soalnya saya juga ada keperrluan habis ini! sekalian, minta nomer hp Bu Lita ya?" Ucap Bu Jihan padaku.

"Oh iya boleh Bu, nanti saya kirimin nomer rekening saya setelah rekapan ya Bu!" Jawab ku seraya meneyebutkan nomer telepon.

"Lah, siip. Kalau gitu kami permisi dulu ya Bu. Terimakasih lo buat waktu dan suguhan nya!" Tukas nya kembali 

"Oh iya Bu, sama-sama. Saya juga terimakasih banyak sudah mau membeli hijab di saya."

Aku pun mengantar kedua tamu ku sampai depan pintu. Setelah mobil mereka tak terlihat, aku kembali masuk kerumah. Untuk langsung merekap hijab yang akan mereka beli 

"Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah... Terimakasih ya Allah..!!" Ucapku penuh syukur sambil terus bekerja

Related chapters

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   8.suara mencurigakan

    Hari ini aku lumayan sibuk. Untung saja aku memiliki anak yang mandiri. Jadi, Arina bisa melakukan apapun tanpa perlu bantuan ku. Bahkan, dia yang terbiasa melihat ku mengemas barang, ikut membantu.Dugaan ku pun benar, jika Mas Danu tak pulang. Mungkin dia bakal balik tengah malam atau bahkan besok pagi.Tak masalah juga lah, yang penting pekerjaan ku cepat selesai, dan menaruhnya dikamar Arina. Karena Mas Danu hampir tak pernah masuk kesana.Semua sudah terekap dengan baik, dan bahkan sudah ku masukkan kedalam karung. Tinggal nanti mengirim pesan pada Bu Jihan jumlah totalanya.Kebetulan juga adzan maghrib sudah menggema, Arina yang duduk disamping ku lalu mengajak ku untuk menunaikan sholat maghrib berjamaah."Yuk Ma, sholat dulu!""Ayo Nduk, habis itu kita makan malam ya! Yasudah, Arin wudhu dulu. Mama mau naruh ini dikamar!"Arin memgangguk kemudian berlalu menuju kamar mandi. Sedangkan aku, kembali menyeret dua karung berisi lima ratus hijab yang sudah bertuan ini.Tanpa terasa,

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   9. kepergok

    "Kamu ngapain Mas?" Tanyaku membuatnya terlonjak karena terkejut."Ka-kamu belum tidur Lit?" Tanya Mas Danu gugup. Kini, aku pun merubah posisi ku menjadi duduk diatas kasur."Tadi sudah tidur. Tapi mendengar suara mencurigakan, aku jadi terbangun. Ku kira itu suara maling, ternyata kamu!" Jawab ku seraya memicingkan mata."Enak saja, kau samakan aku dengan maling !" Cebiknya"Salah sendiri, siapa suruh mengendap-endap. Oh iya, kamu ngapain diisitu? Cari apa?" Tanya ku penasaran. Karena memang tak biasanya Mas Danu membuka laci lemari."Apaan sih, curiga amat. Aku cuman mau naruh dompet dilaci. Sekalian mau ganti baju, mau tidur." Ucap nya cuek, mengambil dompet disaku belakang nya dan menaruhnya didalam laci. Dan mengambil satu buah baju, kemudian dia kenakan."Tumben-tumbenan aja kamu mau taruh dompet dilaci. Biasanya juga kamu taruh diatas meja." "Ya terserah aku dong Lit, ini dompet aku. Mau aku letakkan dan simpan dimanapun juga terserah aku. Lagian, didalamnya banyak uangnya. T

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   10. gak usah iri

    Lidah ku tiba-tiba saja kelu, hingga tak bisa menjawab ucapan Bu Jihan yang cukup membuatku terkejut ini."Bu Lita, gimana? Bisa tidak?" Tanya beliau lagi yang membuatku tersadar."Eh, saya pikirkan dulu ya Bu!" Jujur, sebenarnya aku benar-benar tertarik dengan tawaran Bu Jihan ini. Tapi, aku tak sanggup jika harus mengerjakan sendiri dengan target waktu yang sangat singkat. Apalagi, sebentar lagi nikahan Kaila. Yang sudah tentu pasti nya aku juga ikut rewang dirumah mertua. Meskipun kehadiran ku disana nanti juga tak dianggap, tak masalah. Yang penting aku juga harus tetap stor muka disana, agar para tetangga tak curiga."Iya Bu Lita, tapi saya mohon jangan lama-lama ya beri kepastian nya!""Iya Bu Jihan, siap! Sebentar ya saya ambilkan kerudung nya dulu Bu!" Ucap ku seraya masuk kedalam kamar Arina untuk mengambil dua sak kerudung pesanan Bu Jihan dan Bu Farandita.Karena barang yang berat, aku pun mengambil satu persatu. Dan sekarang, semuanya sudah siap diruang tamu."Oh iya Bu,

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   11. isi pesan di hp danu

    Kami bertiga duduk dimeja makan untuk makan malam bersama, setelah Mas Danu selesai mandi.Entah kenapa, kami bertiga merasa canggung. Seperti ada penghalang besar didepan kami. Bahkan Arina yang biasanya ceria, kini diam membisu. Mungkin dia kecewa pada Ayah nya yang tak menepati janji untuk mengajaknya jalan-jalan."Mau diambilin ikan apa, Nduk?" Suara ku memecahkan keheningan"Tempe sama telur, Ma!"Aku menganggukan kepala. Dan sigap kuambil sepotong tempe dan telur dadar, kemudian meletakkan diatas piring nya."Makasih Ma!""Sama-sama Nduk! Sekalian sayurnya juga gak?"Arina langsung menggeleng cepat dan menyuapkan nasi kedalam mulutnya. Hingga makan malam berakhir pun, tak ada obrolan yang terjalin diantara kami.Setelah selesai, aku lebih memilih untuk menemani Arina didalam kamar nya. Sedangkan Mas Danu, lebih memilih menyibukkan diri dengan hp nya. Sambil sesekali dia memijat kepalanya yang mungkin pening. Ah entahlah, aku juga tak peduli.Pukul setengah sepuluh malam, Arina p

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   12. kedatangan orang tuaku

    Mendengar pertanyaan Ibu, aku menjadi bingung sendiri ingin menjawab apa. Karena bagaimana pun juga, beliau menginginkan rumah tangga anak nya terlihat rukun."Mmm gak tau Bu, nanti coba tak tanyakan samaas Danu dulu ya Bu. Kan Ibu tau sendiri, minggu depan Kaila nikah! Apalagi Mas Danu bakal jadi wali nikah nantinya." Alasan ku"Iya juga sih Nduk, yasudah kalau mau kesini kabarin Ibu ya. Kalau sudah sampek terminal, nanti biar tak suruh jemput Bapak." Jawab nya."Enggeh Bu...!""Oh iya, nikahan nya itu hari apa ya Nduk? Ibu kok jadi lupa gini." Tanya beliau lagi."Pengajian nya hari kamis malam Bu, akadnya jumat pagi. Terus sabtu acara resepsian nya!" Jelasku"Oh, ya kalai gitu Ibu kesana hari selasa aja. Kamu gak usah kesini aja Nduk. Biar nanti Bapak sama Ibu aja yang nginep disitu."Memdengar ucapan Ibu, aku menjadi begitu bahagia."Seriusan nih Bu, gak papa?""Ya seriusan lah Nduk. Kalau kamu kesini juga hari minggu sore udah pulang. Kangen nya masih belum selesai. Tapi kira-kira

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   13.kehilangan

    Saking seriusnya aku mencari, aku sampai tak mempedulikan pertanyaan Ibu. Dan tetap fokus mencari sertifikat rumah yang hilang. Bahkan, seisi lemari kini sudah berpindah diatas tempat tidur bahkan sebagian ada diatas lantai. Tapi tetap saja aku tak menemukan sertifikat itu.Apa mungkin aku meletakkan di kamar Arina? Tapi rasanya juga tak mungkin. Karena aku ingat betul, jika aku menaruhnya dilaci ini."Nduk, cari apa sih? Sampai semua baju kamu keluarin. Bilang, biar Ibu bantu!" Ucapan Ibu yang sedikit keras membuat ku menoleh kerarah beliau."Sertifikat rumah ku hilang, Bu!!!" Ucap ku dengan nada sedikit gemetar."Astaghfirullahaladziim.. kok bisa? Sini, biar Ibu bantu cari dilemari. Kamu cari di tempat lain, takutnya keselip."Tanpa banyak kata, kami berdua sibuk mencari sertifikat yang kini sudah hilang entah kemana rimbanya."Coba kamu telepon Danu, barang kali dia yang nyimpen tuh sertifikat!" Perintah Ibu yang lansung ku laksanakan.Kuraih hp yang tergeletak diatas meja, dan men

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   14.tukang merepotkan

    "Itu apa? Jawab? Jangan ita itu aja kamu tuh!" Aku sudah tak bisa bersikap hormat lagi pada lelaki yang seharusnya ku hormati ini."Bpkb mobil ku ada pada Ibu Lit, aku gak enak jika mau mengambilnya.""Gak enak mau ngambilnya, atau emang uda dipakai Ibu mu?" Tanya ku dengan sedikit membentak.Rasanya aku sudah tak bisa lagi menahan amaeah yang benar-benar sudah memuncak ini. Mas Danu, benar-benar sosok lelaki ya g tak pantas untuk ku panggil suami."Biasa aja dong ngomong nya. Ingat, aku tuh suami kamu. Bagaimana pun juga, kamu harus tetap bersikap sopan dan lemah lembut terhadap ku!" Bentak ya tak mau kalah.Mataku pun seketika membulat sempurna. Bukan nya meminta maaf, dia malah menyulut emosiku."Ngaca dulu kalau bicara Mas! Lelaki seperti mu tak pantas untuk diperlakukan lemah lembut. Andai saja kamu bisa menempatkan diri menjadi suami yang baik, tanpa kamu minta pun, aku bakal berusaha menjadi istri yang tak kalah baik buatmu.Orang kamu nya sendiri aja dzholim seperti ini padaku

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   15. balada pengajian

    Sudah dua hari ini Mas Danu tak pulang kerumah, aku pun juga tak pernah menanyakan kabar dirinya. Bahkan, Arina pun hanya sekali saja bertanya tentang keberadaan Ayahnya."Ma, Ayah kemana? Kok gak pulang?" Tanya nya sehari setelah Mas Danu pergi."Biasa, nginep dirumah Uti." Jawan ku singkat, dan dia pun langsung paham tanpa bertanya lagi.Gadis kecil ini rupanya sudah terbiasa ditinggal oleh Ayahnya menginap dirumah Uti nya bahkan pernah sampai seminggu lamanya."Besok beramgkatnya pagi aja Nduk kerumah mertuamu! Kalau kesiangan gak enak nantinya." Tukas Ibu saat kita sudah bersantai."Iya, Bu!" Jawab ku singkat.Arina pun datang, dan bermanja didekatku. Ku elus rambut hitamnya yang mengembang."Ma...!""Iya Nduk, ada apa?" Tanya ku"Kita nginep disana kah? Arina gak mau!" Ucapnya membuat ku langsung tersenyum dan menggeleng."Enggak sayang, kita langsung pulang. Gak pakai nginep." Jawabku mantap, yang langsung membuatnya bersyukur."Alhamdulillah...!" Dia pun menelangkupkan kedua ta

Latest chapter

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   25. arisan bodong

    Seusai sholat maghrib, seperti biasanya Mas Danu langsung menemani Arina belajar. Melihat sifatnya yang kini semakin sayang pada keluarga,buat hatiku sedikit tersentuh.Sedangkan aku, memilih untuk menyelesaikan baju pesanan Sofia. Takut tak keburu nantinya dan mengecewakan dia yang sudah terlanjue berharao padaku Hmmmmng!!!Suara deru mesin mobil terdengar didepan rumah. Kami berdua pun saling pandang. Dan dengan sigap, Mas Danu melangkahkan kaki kedepan, untuk melihat siapa yang datang.Aku pun masih meneruskan kegiatan ku memotongi kain sesuai ukuran. Dan Arina, masih sibuk belajar berhitung."Huhuhu, Ibu bingung Dan... Ibu harus bagaimana?" Terdengar suara Ibu yang sedang memangis tersedu diruang tamu.Karena rasa penasaran yang membuncah, aku pun memberanikan diri untuk mendekat kearah mereka.Kulihat Ibu duduk dikursi disamping Deni yang mengantarkan kemari dengan deraian air mata dan muka yang sembab. Aku sampai tak tega melihatnya. Ku beranikan diri mendekat kearah beliau, da

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   24. ancaman

    Setelah mendapat teguran dari Bapak, aku merasa jika sikap Mas Danu pada kami berubah. Entah itu hanya sementara, atau memang tulus dari dalam hatinya.Takutnya, sifatnya itu hanya sementara. Persis saat dulu dia melakukan kesalahan. Setelah ku tegur, dia berubah menjadi suami yang baik. Akan tetapi, kemudian dia lakukan lagi.Kalau diingat-ingat, hal itu sangat menyebalkan. Tapi aku tau, jika selalu mendiamkan Mas Danu, dan menolak ajakan nya untuk memadu kasih, yang ada aku malah menumpuk dosa."Aaaah, bingung!" Gumamku seraya menutup wajah dengan kedua telapak tangan ku.Drrt... Drrt... Drrrt...Kulirik hp yang bergetar saat panggilan masuk dari Sofia ku terima. Dan gegas, aku langsung mengangkat nya "Hallo, Assalamualaikum Mbak Lita!" Sapanya"Eh iya, Waalaikumsalam Fi! Gimana?" Tanya ku balik."Iya aku mau otw sana Mbak.""Oh iya. Bawa mobil sendiri?" Tanya ku balik"Iya Mbak. Mas Rian sibuk soalnya." Jelasnya"Oke, hati-hati ya Sof."Panggilan pun berakhir. Sedangkan aku mulai

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   23. sesuatu

    Kaila masih diam, dan tak kunjung menjawab pertanyaan ku. "Kai, gimana? Bisa gak?" Tanya ku memastikan.Entahlah, aku sudah membuang jauh-jauh pikiran buruk dan rasa maluku pada adik kandung ku sendiri. Toh aku juga hanya meminjam, bukan memintanya kembali.Aku ingin, hubungan rumah tanggaku kembali harmonis seperti dulu meskipun aku tau, hubungan Ibu dan Lita bakal semakin memburuk. Tapi aku sangat menyayangi keluarga kecilku. Jangan sampai, ada sesuatu hal yang membuat kami berpisah nantinya."Aku belum bisa kasih jawaban sekarang Mas!" Ucap Kaila yang langsung pergi dari hadapan ku. Begitupula Ibu yang juga ikut masuk kedalam kamarnya meninggalkan aku sendirian disini. Ku rebahkan tubuh diatas sofa empuk, dengan sedikit memberikan pijatan ringan dikepala yang kini mulai sedikit terasa pening.Hingga tak lama kemudian, aku pun memutuskan untuk pulang kerumah tanpa berpamitan pada Ibu yang sudah terlanjur berada didalam kamar.Ku pacu mobil dengan kecepatan sedang. Dan baru sampai

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   22. meminta maaf

    "Hmmm, kamu tau kenapa Bapak panggil kesini?" Tanya Bapak memulai percakapan saat kami sudah duduk disofa sedangakan Arin, seperti biasa main kerumah Vika.Aku hanya menggeleng lemah tanpa berani memandang wajah mereka."Kamu tau Dan, kami semua kecewa dengan sikap kamu. Sebagai seorang lelaki, kamu sudah menyia-nyiakan anak Bapak, terutama dikeluarga mu yang terlalu dholim pada putriku. Dan kamu sudah sangat berani mengambil hak yang memang bukan hak mu.Kenapa kamu lakukan semua ini? Apa kamu gak tau, kewajiban suami itu seperti apa? Lagian, apa salah Lita sampai keluargamu memperlakukan nya seperti ini?Dari awal menikah, kamu sudah memperlakukan putri dengan tak baik, rasanya Bapak ingin mengambil kembali Lita dari tangan mu. Tapi Bapak sadar, masih ada Arin yang mmebutuhkan kalian. Tapi, Bapak sakit hati melihat kelakuan keluargamu!"Aku hanya bisa tertunduk dan mengucap kata maaf."Maaf Pak, maafkan saya. Semua ini memang salah saya! Saya janji Pak, bakal berubah." Ucapku tulus

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   21.danu menciut

    Malam ini, aku sengaja begadang bersama saudara-saudara yang datang dari luar kota. Karena besok adalah hari resepsi pernikahan Kaila.Dari tadi siang, seusai sholat jum'at, aku sama sekali tak melihat sosok Gandi ada disini. Berkumpul bersama keluarga yang lainya. Apa memang dia sengebet itu ya pingin merasakan malam pertama.Padahal aku dulu juga tak segitunya lo. Justru malam pertama ku dengan Lita sedikit terganggu karena banyak nya tamu yang datang. Bahkan, aku baru bisa berduaan dengan nya saat dini hari. Itupun karena Bapak mertua yang menyuruhku untuk masuk kedalam dan beristirahat "Pengantinya dari tadi dikamar terus Dan?" Tanya Pakde Putra saat kami sedang berkumpul"Hahaha kamu ini, kayak gak tau pengantin baru aja. Ya mumpung ada kesempatan, langsung gas dong!" Timpal lek Agung disertai gelak tawanya."Tapi kok ya kebacut banget. Mbok ya ikut kumpul-kumpul barang lima menitan gitu lo maksut aku. Kayak kurang etis aja. Banyak saudara disini kok malah ditinggal angrem." Tuk

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   20.Pov. danu

    Pikiran ku benar-benar kacau. Ibu tiap hari menagih uang hampir setiap hari untuk resepsi pernikahan Kaila. Aku pusing, dapat uang segitu banyak nya dari mana? Orang tabungan juga cuman ada tiga juta. Lalu, sisanya aku juga harus cari dimana?Sebetulnya aku juga tak menyalahkan Lita jika waktu dia menolak membantu uang yang lumayan banyak, dan meminta Kaila untuk mengadakan pesta yang sederhana seperti pernikahan ku dulu.Tapi apalah daya, aku tak mampu menolak keinginan Ibu. Aku takut dicap durhaka. Apalagi, aku pernah dengar ceramah, jika memberikan uang pada Ibu, rejeki kita justru malah semakin lancar. Hingga akhirnya aku malah memarahi Lita. Dan ini membuat hubungan ku dengan nya menjadi dingin. Bahkan, kami jarang sekali menghabiskan waktu berduaan. Rasanya bila melihat wajahnya, rasa kecewa ku padanya makin subur.Maka dari itu, aku lebih memilih menghabiskan waktu dirumah Ibu. Setidaknya, disini aku bisa melakukan apapun yang kusuka. Tapi ya itu tadi, ibu selalu menanyakan ka

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   19.perdeban sengit

    "Oke, tapi jangan banyak-banyak ya Nduk!" Jawabku, untung saja putriku ini penurut, jadi dia langsung mengangguk.Aku berjalan menuju tempat es krim. Dan mengambilkan dua cup kecil, satu untuk Arina, dan satunya lagi untuk ku sendiri yang mendadak kepingin juga. Kemudian, mengajaknya balik ketempat Mbah nya duduk tadi."Lit, Ayo foto kedepan!" Aku sedikit tersentak kala Mas Danu menarik paksa tangan ku.Untung saja es krim yang masih ditangan ku tak sampai tumpah. Dengan kasar, aku langsung menepis tangan Mas Danu. Kami pun sempat menjadi tontonan keluarga. Bahkan Bude Ayu sampai menghampiri kami."Kamu kalau mau foto, ya foto sendiri aja. Gak usah ngajak-ngajak. Aku sudah bilang, aku gak minat!" Ucapku ketus."Kamu jangan egois kayak gitu dong Lit. Masak iya aku gak ngajak istriku foto didepan orang banyak. Malu aku!" Jawabnya entah kelewat polos atau oon."Malu katamu Mas? Lebih malu mana seandainya aku tak membeli sendiri baju yang hampir sama persis kayak yang Santi pakai diacara

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   18.kebetulan

    Aku sama sekali tak menggubris ucapan Mas Danu, malah mengalihkan pandangan pada Arina. Tapi siapa sangka, sekumpulan orang-orang yang berada disitu menatap ku dengan wajah yang sangat amat sinis.Sama halnya dengan kedua orang tuaku, juga Bude Ayu yang menatap Mas Danu dengan wajah sinisnya.Apalagi Santi yang menatap ku seperti mangsanya. Aku jadi ingin tertawa sendiri melihat ekspresinya yang seolah-olah ingin memangsa ku. Bahkan aku melihat nya, dia sampai memanyunkan bibirnya Kadang aku heran, padahal dia sedang hamil besar, entah kenapa dia sangat membenciku. Padahal aku ini kakak iparnya, yang seharusnya dihormati. Tapi bagi dia, seakan-akan aku adalah musuhnya.Padahal aku sama sekali tak pernah menyenggolnya. Dari awal kenal dia saat masih berpacaran dengan Dani, aku juga tak pernah sewot ataupun judes padanya. Tapi kenapa sifat dia bisa seperti ini?Entahlah, percuma juga memikirkan manusia yang unfaedah untuk hidup ku sendiri. Acara sesi foto didepan gedung pun selesai. Ka

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   17. kejutan di resepsi Kaila

    Suara panggilan Bude Ayu, terpaksa membuatku menghentikan langkah kaki. Tapi, kulihat Ibu, Bapak dan Arina sudah mendekati sepeda motor mereka."Mau kemana, Nduk?" Suaranya terdengar sedikit ngos-ngosan karena berlari mendekati ku"Ada apa emangnya Bude?" Tanya ku balik"Kamu itu mau kemana? Ayo ikut poto sama Bude. Keterlaluan emang mereka ini. Sudah tau ada menantu satunya, malah gak dilirik sama sekali." Umpat Bude gemas."Sudahlah Bude, lagian aku juga gak minat poto sama pengantinya. Gak dianggap pun juga sudah biasa." Ucapku seraya mengulum senyum kecut."Kamu mau pulang?" Tanya Bude yang langsunh ku jawab dengan anggukan kepala."Yasudah, terserah kamu aja Nduk. Tapi besok kamu datang kan? Biar besok Bude jemput aja ya. Kita berangkat sama-sama." Terang Bude."Iya, acaranya kan juga jam tiga sore. Besok jam setengan dua siang, Bude jemput kesana. Karena kita harus sampai sana setengah jam sebelum acara dimulai." Timpal Bude lagi."Iya Bude, makasih banyak ya. Maaf jika ngerepot

DMCA.com Protection Status