Kia akhirnya berhasil melewati pertemuan pertama dengan Zidan. Ia merasa sangat lega sekali saat bisa menghadapi pria yang menakutkan itu. Dalam hatinya, ia berharap bisa melewati hari-hari selanjutnya dengan lancar.
Kia berjalan menuju halaman kediaman mewah keluarga Mahendra. Di sana ternyata sudah ada Harry yang menunggunya. Sosok pria yang ia takuti itu malah ditugaskan oleh Tuan Seto untuk mengantar jemput saat ia menjalankan tugas.
Harry mengeryitkan dahinya saat melihat kedua sisi pipi Kia sudah dibalut dengan beberapa plester. Kira-kira ada sepuluh plester yang masing-masing ada lima di setiap sisi pipi gadis itu.
"Pasti pekerjaan Zidan," tebak Harry tepat sasaran.
Kia tidak menjawab. Ia hanya menganggukkan kepalanya.
"Kamu harus bersabar. Zidan sangat mencintai Shakira, tapi sebenarnya wanita itu tidak ada bagus-bagusnya sama sekali. Zidan saja yang bodoh," ujar Harry sambil berdecih.
Kia menatap Harry. Sepertinya gadis itu sedikit terusik dengan perkataan dari sahabat dekat Zidan. Ia menangkap sebuah sinyal kebencian dari Harry kepada sang tunangan asli tuan muda gila itu.
"Seharusnya Tuan tidak bicara begitu. Dia sudah meninggal, tidak baik dijelek-jelekkan seperti ini," tanggap Kia.
Harry terkekeh mendengar tanggapan Kia. Namun, ia merasa perkataan gadis itu ada benarnya juga. Untuk apa membicarakan orang yang sudah mati.
"Baiklah ... kamu akan ke rumah sakit, 'kan?" tanya Harry memastikan.
Kia hanya mengangguk.
"Masuklah! Besok jam satu siang, saya akan menjemputmu," perintah Harry sambil membuka pintu belakang mobil.
"Baik, Tuan ... terima kasih," sahut Kia. Ia melangkah masuk ke mobil.
"Jangan panggil saya Tuan, panggil saja Kakak atau Kak Harry," ucap Harry. Pria itu langsung menutup pintu mobil tanpa mendengar jawaban dari Kia terlebih dahulu.
Ternyata kebersamaan Kia dan Harry dilihat oleh Zidan dari dalam kamarnya yang berada di lantai dua. Wajahnya terlihat datar tanpa ada ekspresi apapun. Entah apa yang ia pikirkan saat melihat itu.
Bukan hanya Zidan, Bertha yang merupakan kepala pelayan kediaman keluarga Mahendra pun diam-diam memperhatikan Kia dan Harry dari jauh. Wanita paruh baya itu memasang tampang masam saat memandang Kia. Sepertinya, ia tidak menyukai kehadiran Kia.
***
Keesokan harinya...
Kia kembali menjalani tugasnya. Sebelum memasuki kamar Zidan, ia mencoba mengingat apa yang harus ia lakukan pertama kali ke Zidan. Semalam sebelum pulang, Tuan Seto memberikannya daftar hal yang harus ia lakukan kepada Zidan.
Kia bertekad, dalam waktu kurang dari dua bulan ia dapat menyembuhkan luka hati Zidan. Paling tidak memberikannya semangat hidup untuk pria itu.
Suasana kamar itu masih sama seperti kemarin, gelap. Kia berinisiatif untuk membuka semua korden jendela yang tertutup rapat. Gadis itu berlari kecil dan mulai membuka semuanya sehingga sekarang kamar itu terlihat terang benderang.
"Kamu seharusnya jangan sering di dalam gelap," ujar Kia sambil menatap Zidan yang sedang duduk di kursi kayu yang berada di kamar itu.
"Kenapa kamu baru datang sekarang? Kamu tidak tau kalau aku begitu merindukanmu," tanggap Zidan sambil beranjak dan berjalan mendekati Kia.
Melihat Zidan yang mulai mendekat, sontak tubuh Kia gemetar. Ia tidak dapat mengendalikan tubuhnya saat itu. Kia memang sangat takut saat Zidan berusaha untuk dekat dengannya.
Kia menarik napas dalam-dalam dan berusaha bersikap sewajarnya. Meskipun tubuhnya gemetar hebat.
Saat ini Zidan sudah berdiri tepat di hadapan Kia. Pria itu menatap wajah Kia yang tak berani menatap matanya. Ekspresi wajahnya terlihat datar dan dingin padahal ia baru saja mengatakan rindu kepada Kia.
Zidan makin mendekat, bahkan kini ia mendekatkan wajahnya ke wajah Kia. Embusan napas Zidan pun sampai terasa menyentuh kulit wajah Kia sehingga membuat gadis itu lagi-lagi membeku.
"Tahan sebentar ... ini pasti akan sakit," ucap Zidan sambil melepaskan plester dari wajah Kia. Sorot matanya terlihat sangat dingin dan menusuk.
Kia memejamkan matanya lekat. Selain menahan rasa sakit, ia juga menahan rasa takut. Ia adalah gadis naif yang selalu mencoba setiap hal walaupun mungkin ia tidak nyaman. Menerima tawaran Tuan Seto untuk merawat Zidan adalah salah satunya.
Plester-plester itu sudah terlepas semua dari wajah Kia. Lecet-lecet di wajah mulusnya akibat perlakuan dari Zidan kemarin masih membekas jelas.
"Wajahmu yang cantik terluka. Pasti hatimu terasa sangat sakit dari pada luka lecet ini," ujar Zidan sambil mengolesi wajah Kia dengan salep untuk luka.
"Ti-tidak masalah ... luka lecet ini juga sebentar lagi akan sembuh," sahut Kia gugup.
"Kenapa tidak kamu buka sendiri plester-plester ini di rumah? Kamu pasti malu karena sepanjang hari berpenampilan aneh. Kamu jadi sangat penurut sekarang." Zidan menatap kedua mata Kia lekat sehingga membuat gadis itu makin terlihat seperti patung.
"Warna iris matamu berbeda, cokelat tua. Padahal aku lebih suka warna iris matamu yang hitam," ungkap Zidan tiba-tiba.
Tanpa sadar Kia membelalakkan matanya. Ternyata Zidan begitu detail dalam mengenali calon istrinya padahal ia masih dalam keadaan depresi. Kia berpikir kalau ia dalam masalah besar.
"Kamu pasti melakukan operasi untuk mendapatkan warna itu," celetuk Zidan.
"A-aku—"
"Aku ingin duduk di taman belakang, bisa temani aku sekarang?" Zidan memotong ucapan Kia yang belum selesai.
Kia akhirnya bisa bernapas lega. Ia tidak harus memikirkan alasan untuk menanggapi pernyataan Zidan.
***
Kia berjalan mengekor di belakang Zidan. Ia sedikit ragu untuk menyamai langkahnya dengan pria depresi itu. Selain itu, ia juga tidak tahu di mana letak taman belakang. Ia berpikir kalau dengan mengikuti Zidan, semuanya akan berjalan lancar.
"Kamu berencana berapa lama untuk tetap di belakangku?" Zidan menghentikan langkahnya sejenak.
"Aku hanya ingin melihat punggungmu! Punggungmu sangat indah," jawab Kia asal. Ia bahkan mengigit bibir bawahnya karena merasa janggal dengan jawabannya sendiri.
Zidan menoleh dan tersenyum tipis. Ia berjalan mendekati Kia dan meraih jari jemari gadis itu untuk digenggam.
"Aku rasa dengan berjalan berdampingan akan lebih baik," ujar Zidan.
Deg!
Kia begitu terkejut, ia hanya bisa mengikuti kemauan Zidan.
***
Mereka akhirnya sampai di taman belakang, suasananya terlihat asri dan hijau. Ada pula sebuah kolam renang besar yang berada di sana. Sungguh pemandangan yang memanjakan mata. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Kia. Ia terlihat sangat ketakutan bahkan tubuhnya bergetar lebih hebat sekarang.
Zidan menyadari perubahan sikap Kia. Pria itu mengerutkan kening dan tiba-tiba senyum simpul tersemat di bibirnya.
"Kamu pasti rindu melakukan hal ini, 'kan?!" Zidan menarik Kia berlari bersamanya ke arah kolam renang.
Napas Kia kian berat, tetapi tubuhnya hanya mengikuti Zidan yang menyeretnya. Kini mereka makin dekat dengan kolam renang.
Byur!
Zidan mendorong Kia ke kolam renang tanpa rasa bersalah sedikit pun.
"Kamu pasti sangat merindukan salah satu hobimu, yaitu berenang," ucap Zidan.
Sementara itu, Kia sudah hampir kehabisan napas di dalam kolam renang. Sekadar mengucapkan kata tolong saja ia tidak mampu. Samar-samar ia melihat Zidan yang hanya berdiri dan tersenyum ke arahnya tanpa melakukan apa-apa.
Makin lama Kia makin tenggelam. Matanya hampir tidak sanggup terbuka lagi dan sekarang perlahan mulai menutup. Namun, ia masih bisa melihat seseorang sedang berenang ke arahnya.
'Tolong aku! Aku takut! Aku masih ingin hidup,' batin Kia.
Byur!Seseorang melompat ke dalam kolam renang dan dengan cepat segera menarik Kia naik ke tepian kolam. Ternyata sosok yang menolong gadis itu adalah Harry, sedangkan Zidan hanya terlihat menonton kejadian itu."Sadarlah!" teriak Harry khawatir sambil menepuk-nepuk perlahan pipi Kia.Kia tak sadarkan diri dan sepertinya kehabisan napas. Harry menekan bagian dada Kia untuk mengeluarkan air yang terperangkap dalam tubuh gadis malang itu."Apa yang kamu lakukan?! Kenapa diam saja? Dia dalam bahaya!" teriak Harry. Matanya melotot ke arah Zidan dan sekejap mata pandangannya beralih kepada Kia kembali.'Malang sekali gadis ini, seharusnya dia tidak usah menerima tawaran Tuan Seto jika harus tersiksa," batin Harry. Ia merasa kasihan dengan Kia.Tiba-tiba Zidan menepuk pundak Harry dan sedikit menariknya untuk menjauh dari Kia. "Minggir!" perintahnya.Dengan cepat Harry me
'Tolong jangan mendekat dan jangan sentuh aku!' ucap Kia dalam hati. Ia menunduk dan tak berani menatap wajah Zidan."Kenapa kamu takut sekali?" tanya Zidan. Pria itu kini sudah berdiri di hadapan Kia.Kia hanya diam, ia tak mau menjawab atau menatap Zidan.Zidan mengesah kasar melihat reaksi Kia, ia lalu mengatakan, "Bantu gosok punggungku. Mungkin di sana sudah banyak daki yang menempel."Mendengar ucapan Zidan, Kia langsung mengangkat kepalanya. Namun, matanya terfokus pada dada bidang dan perut sixpack milik Zidan.'Dia sedang depresi dan setahun belakangan ini mengurung diri di kamar. Apa dia sempat membentuk tubuhnya menjadi sebagus itu?' ba
Suasana haru masih tercipta di antara Kia dan Zidan. Entah mengapa, gadis itu merasa nyaman berada dalam pelukan pria yang disebut depresi itu. Rasanya ia tidak ingin melepaskannya, tetapi rasa yang mengganjal karena kebohongan, membuatnya perlahan mengendurkan tangannya."Kamu mandilah, nanti aku akan memotong rambutmu," ucap Kia. Ia sedikit melangkah mundur dari tubuh Zidan."Kamu tidak mau menemani aku mandi?" tanya Zidan yang sontak membuat Kia menjadi tersipu malu."Tentu tidak boleh! Aku akan keluar." Kia langsung berlari kecil menuju pintu keluar.Zidan tersenyum samar melihat punggung Kia yang mulai menghilang dari balik pintu."Kenapa kamu lebih m
Zidan tengah bersiap untuk dirapikan rambutnya oleh Kia. Pria itu sudah duduk mantap di depan sebuah cermin besar yang berada di kolam spa tersebut. Kali ini lampu penerangan dipasang, suasana mencekam karena temaramnya pencahayaan pun sudah tidak terasa. Ruangan tersebut terlihat terang benderang.Kia yang sudah siap memegang gunting dan sisir tampak menghela napasnya, ia bahkan beberapa kali mengedipkan kelopak matanya agar bisa menghilangkan rasa grogi.'Apakah aku bisa melakukan ini? Sehari-hari aku hanya tahu memangkas tanaman, baru kali ini aku akan memangkas rambut seseorang,' batin Kia resah."Apa lagi yang kamu tunggu?" tanya Zidan yang sontak membuat Kia terkejut."Baiklah! Aku akan coba sekarang,
Pikiran Zidan menerawang mengingat kejadian tadi siang. Ia duduk sendiri menatap langit malam dari balkon kamarnya sembari memikirkan banyak hal. Pria yang kini berusia dua puluh delapan tahun itu tampak resah. "Shakira banyak berubah semenjak menghilang. Sebenarnya apa yang dia lakukan selama satu tahun belakangan ini? Kenapa dia berbohong kepadaku?" gumam Zidan. Ingatan Zidan menerawang ke waktu yang lebih lampau, tepatnya satu tahun yang lalu. *** Berita kecelakaan pesawat yang membawa tunangannya terbang ke Turki membuatnya panik setengah mati. Shakira memang sudah pamit kepada Zidan untuk berlibur ke negara itu. Pada awalnya ia tidak menyetujui keputusan Shakira, t
Waktu menunjukkan tepat pukul sepuluh malam. Saat itu pula para pelayan di kediaman Mahendra bisa beristirahat. Seperti biasa, beberapa dari mereka berjalan beriringan menuju paviliun khusus para pelayan. Kebanyakan dari mereka adalah gadis-gadis muda yang suka bergosip. Tentu saja kehadiran Kia sangat pas menjadi buah bibir bagi mereka."Kalian tahu tidak, kalau bulu kudukku merinding saat melihat Nona Shakira kembali. Aku membayangkan dia yang bangkit dari kubur lalu datang kemari," ucap salah seorang pelayan."Tapi, dia tidak terlihat seperti zombie. Wajahnya saja segar bugar begitu dan dia makan nasi bukan darah," sahut pelayan yang lain.Sekumpulan pelayan muda tersebut tertawa kecil karena percakapan itu. Lorong gelap dan sepi memang pas untuk bergosip guna mengusir kes
Mereka berdua masih bergeming. Kia mencoba mencari jawaban, sementara Zidan menanti jawaban. Kedua orang yang terpaut usia delapan tahun itu masih fokus dengan pikirannya masing-masing. Tercipta suasana yang cukup canggung antara mereka berdua. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama."Aku memang sengaja mengganti parfumku dengan yang lebih ekonomis. Lagi pula sebagai manusia kita harus bisa berhemat," jawab Kia asal. Matanya tidak lepas dari memandang wajah Zidan untuk mengetahui reaksi pria tampan itu.Beberapa detik kemudian, Zidan tergelak. Jawaban yang sungguh lucu menurutnya. Namun, ia merasa kalau tunangannya sekarang lebih menggemaskan ketimbang dulu."Pakailah parfum lamamu. Jangan hanya karena ingin berhemat, kamu menurunkan standarmu terlalu jauh," tanggap Zidan
Hari ini ibunda Kia akan menjalani operasi yang sudah dijadwalkan. Ada rasa khawatir bercampur bahagia yang menyelimuti batin gadis bermata cokelat itu. Khawatir karena takut akan terjadi apa-apa dengan wanita yang paling berharga dalam hidupnya saat menjalani operasi. Bahagia karena jika operasi berhasil, ia bisa melihat ibunya sehat seperti sedia kala.Jenis operasi yang akan dilakukan adalah bedah minimal invasif. Bedah minimal invasif merupakan suatu tindakan bedah yang lebih meminimalkan luka sayatan dan rasa nyeri pada pasien. Bedah dengan teknik ini membuat risiko komplikasi yang lebih rendah dan masa pemulihan yang lebih singkat.Maka tak heran jika biayanya sangat mahal, karena menggunakan alat-alat bedah canggih yang berukuran kecil. Jika saja Kia tidak menerima penawaran Tuan Seto kala itu, mungkin saja operasi Ibu Tina tida
Pernikahan Zidan dan Kia sudah berumur satu bulan. Sejak menikah, Zidan tetap saja sibuk dengan pekerjaannya di kantor sehingga ia belum sempat mengajak sang istri berbulan madu.Namun, esok hari pria berparas tampan itu berniat mengajak sang istri untuk bulan madu. Zidan ingin berlibur ke tempat yang indah dan menikmati kebersamaan dengan Kia tanpa ada yang mengganggu."Tumben hari ini kamu pulang cepat. Apa pekerjaan di kantor sudah selesai?" tanya Kia sambil meraih tangan Zidan dan menciumnya.Zidan yang baru keluar dari dalam mobil terlihat cukup lelah. Namun, begitu melihat Kia, lelahnya langsung hilang seketika."Aku ingin istirahat sebentar sebelum kita pergi bulan madu," jawab Zidan
Part ini mengandung adegan dewasa, harap bijak bagi para pembaca meski nggak panas-panas amat adegannya, muehehe.***Di hari pernikahan Zidan dan Kia, Harry tidak hadir karena harus mengurus pertemuan bisnis dengan kolega yang berada di Singapura siang ini. Pria berperawakan tinggi itu hanya bisa mengucapkan selamat lewat panggilan video call.Pria yang bernama lengkap Harry Nugraha itu tersenyum tipis sambil menatap patung Merlion yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia turut bahagia karena akhirnya sang sahabat dan gadis yang sudah dianggapnya adik sudah menikah sekarang. Di dalam hatinya, Harry tulus mendoakan hubungan mereka.Rasa cintanya terhadap Kia sebenarnya belu
Dua bulan kemudian...Persiapan pernikahan Zidan dan Kia sudah hampir mencapai sempurna, pernikahan yang tinggal menunggu hitungan jam itu digelar di salah satu villa milik keluarga Mahendra. Konsep yang diusung adalah outdoor penuh bunga karena Zidan memang sangat ingin menyenangkan calon istrinya itu. Pernikahan mereka tidak terbuka untuk umum, mereka hanya mengundang sanak saudara dan beberapa kolega bisnis yang dianggap dekat.Jantung Kia berdegup dengan kencang karena sebentar lagi ia akan melepas masa lajangnya. Penampilan Kia sangat cantik dengan gaun brokat berwarna putih tulang rancangan desainer kepercayaan keluarga Mahendra. Wajahnya pun terlihat sangat ayu dengan sapuan make up dari MUA terkenal, siapa lagi kalau bukan Andres.
Satu bulan berlalu. Seperti yang dijanjikan kepada Zidan, Kia pun kembali ke kota tempat tinggalnya dulu. Empat bulan yang lalu ia meninggalkan kota ini karena ingin menghapus semua kenangan dan nasib buruk. Namun, kali ini ia kembali dengan harapan akan mendapatkan kebahagiaan.Kia datang bersama sang ibu. Meskipun Ibu Tina lebih menyukai tinggal di tempat mereka yang baru, kebersamaan dengan putrinya lebih penting. Diusianya yang sudah tidak muda lagi harapannya hanyalah kebahagiaan putrinya. Semenjak sang suami kabur, ia bahkan tidak berniat untuk menikah lagi. Luka cukup dalam membekas di hatinya setelah ditinggal tanpa pamit."Nak Zidan akan menjemput jam berapa? Mungkin dia sibuk, apa kita naik angkot saja?" saran Ibu Tina. Sudah hampir setengah jam mereka telah sampai di stasiun kereta. Namun, Zidan belum muncul jug
"Kalian berdua ke mana? Kenapa tidak bawa belanjaan?" tanya Ibu Tina sambil mengernyitkan dahi.Zidan dan Kia saling memandang satu sama lain. Mereka berdua bak anak kecil yang sedang dimarahi oleh ibunya karena berbuat kesalahan. Namun, pada akhirnya Ibu Tina menyadari jika jari jemari mereka saling bertaut, wanita paruh baya itu pun tersenyum."Bagus ... kalian harus terus akrab begitu, ya!"Ibu Tina kembali masuk ke rumah dengan hati yang gembira. Ia senang jika pada akhirnya putrinya mendapatkan kebahagiaan. Sementara Zidan dan Kia masih terlihat bingung karena mereka belum mengatakan apa-apa."Kira-kira apa ibumu adalah cenayang? Dia bisa tau kalau kita sudah berbaikan," seloroh Zidan.
Zidan mencuri pandang ke arah Kia saat sedang bersama gadis-gadis itu. Wajahnya terlihat semringah karena Kia tampak cemburu. Ternyata rencana Ibu Tina cukup efektif juga, tinggal ia yang menjalankan perannya dengan baik."Apa salah satu dari kalian ada yang mau jadi pacar Kakak?" gurau Zidan."Mau!!!" sahut ketiga gadis yang sedari tadi bersama Zidan.Zidan terkekeh karena mendapatkan reaksi sungguh di luar dugaan. Parasnya yang tampan seolah mampu menyihir para gadis. Namun, hal itu tidak begitu penting, yang paling penting adalah reaksi dari Kia.Benar saja, raut wajah gadis bermata cokelat itu terlihat sangat suram. Sudah jelas Kia memang tidak menyukai hal itu. Rasanya ia cemburu, tetap
Hujan semalam cukup berlangsung lama. Setelah selama tiga jam menunggu akhirnya pun reda. Keadaan Zidan pun sudah lebih baik dan demamnya pun sudah turun. Semalaman, Kia bahkan tidak bisa tidur karena merawat pria yang dicintainya itu.Waktu kini menunjukkan pukul lima pagi. Karena kondisinya sudah lebih fit, Zidan memutuskan untuk bangun. Namun, ia malah melihat Kia yang tertidur sambil duduk di samping ranjangnya. Gadis itu merebahkan kepalanya di ranjang dan terlihat sangat lelap."Kamu pasti lelah telah merawat aku semalaman," gumam Zidan. Ia perlahan mengangkat tubuh bagian atasnya dan berusaha duduk.Zidan menatap wajah Kia yang sedang tertidur sambil tersenyum. Tangannya tanpa sadar mengusap lembut pucuk kepala Kia hingga gadis itu terbangun.
Napas Kia seakan tercekat di tenggorokan saat melihat wajah Zidan yang begitu dekat. Namun, dengan tekad yang kuat, ia pun berhasil keluar dari dalam mobil.Zidan terlihat frustrasi dan akhirnya mengikuti Kia keluar. Ia sedikit berlari untuk mengejar Kia yang ingin sekali menghindarinya. Dengan cepat ia meraih pergelangan tangan gadis itu dan menariknya ke dalam dekapannya."Jangan seperti ini! Aku mohon!" pekik Zidan sambil memeluk Kia dengan erat.Kia yang masih dengan pendiriannya berusaha melepaskan diri dari pelukan Zidan. "Lepaskan aku! Kalau tidak, aku akan teriak!" ancamnya.Zidan hanya bisa pasrah dan melepaskan pelukannya. Seketika itu, Kia pun pergi meninggalkannya dan masuk ke ru
Kia memundurkan langkahnya karena masih merasa tidak percaya jika Zidan sedang berada di hadapannya. Namun, berulang kali ia mengerjapkan mata, tetap saja sosok Zidan masih berada tepat di depannya."Maaf! Saya adalah Vani." Kia yang tersadar mencoba mengelak dan menghindari Zidan. Seketika hatinya terasa nyeri karena melihat pria yang pernah mencampakkan dan berbuat kejam padanya tiga bulan silam."Iya ... kamu Vanilla Kiara, 'kan," ucap Zidan dengan suara yang begitu yakin. "Kamu bisa dipanggil Vani, Nilla, Kia atau Ara. Semuanya sama saja," imbuhnya kemudian.Kia tidak bisa menghindar lagi. Ia mencoba menenangkan rasa paniknya dan bersikap biasa saja.'Bagaimana bisa dia ada di sini?