Pria tua itu tampak berapi-api dan marah ketika dirinya menghadapi Gina, tetapi ketika Bagas muncul keberaniannya menciut, dia menatap Bagas dengan tatapan gugup. Meski gugup, di bawah desakan istrinya Basri terus mengatakan hal yang ingin dia katakan.Mata Bagas menyipit ketika mendengar apa yang Basri katakan. Tatapannya begitu tajam hingga membuat Basri tanpa sadar gemetar dan takut. "Gina mungkin anak Bapak, tapi saya bukan. Saya enggak akan mencabut laporan saya ke polisi, kalau Pak Basri keberatan dan khawatir Wanda kesepian, saya bisa membuat Bapak masuk ke jeruji besi dan menemani anak kesayangan Bapak."Basri langsung ketakutan karena kata-kata Bagas. Dia menatap Gina yang berdiri diam di belakang pria itu seolah meminta bantuan."Gina, kamu tahu, kan, betapa baiknya adik kamu. Dia mau merawat Ayah yang sakit-sakitan ini, anggap saja ini sebagai balas budi kamu sama Wanda!""Wanda ngerawat Ayah?" tanya Gina dengan sarkas. Dia keluar dari belakang Bagas, menatap ayahnya dengan
Gina dan Bagas tanpa diduga berpapasan di jalan. Ketika Bagas melihar wanita itu berjalan kaki dengan wajah tertunduk, Bagas langsung memberhentikan mobilnya.''Na, kenapa kamu pulang lagi?'' tanya Bagas dengan heran karena dia tahu bahwa hari ini Gina sudah mulai bekerja. Wanita itu sendiri yang mengatakannya.Gina cukup terkejut mendengar suara Bagas, dia terlalu fokus melamun sambil berjalan hingga tidak menyadari bahwa sebuah mobil berhenti di dekatnya.''Ah, aku, aku cuma pengen pulang aja,'' jawab Gina dengan sedikit tergagap. Kening Bagas berkerut melihat mata merah Gina, wanita itu jelas-jelas menangis tapi dia masih berusaha untuk tersenyum di depannya. Hati Bagas berdenyut perih melihatnya.''Ayo masuk, biar kita sekalian bareng!'' ajal Bagas.Tatapan Gina beralih pada mobil di belakang Bagas, dia ragu apakah harus ikut atau tidak. Jika Gina masuk dan tetangganya melihat mereka berada di satu mobil yang sama 'lagi', gosip pasti akan kembali tersebar. Bukannya Gina tidak su
Gina langsung bersembunyi, berusaha untuk tidak terlihat oleh dokter Serly walaupun dia tidak tahu mengapa."Kamu kenapa?"Suara Bagas terdengar tiba-tiba, Gina langsung duduk secara normal, melihat pria itu yang sudah ada di hadapannya dengan segelas air es dan makanan ringan. Gina seketika menoleh pada dokter Sery dan benar saja, karena suara Bagas cukup nyaring, wanita itu akhirnya melihat mereka."Mas Bagas!" panggil dokter Serly ketika melihat Bagas.Bagas menoleh, mengerutkan kening melihat Serly yang datang menghampiri dia dan Gina. "Minum dulu!" titah Bagas sambil menyerahkan es teh di tangannya pada Gina."Makasih," ucap Gina.Keduanya mengabaikan Serly yang sekarang sudah berada di antara mereka."Kamu di sini juga, Mas?" tanya Serly Bagas.Yang di tanya menganggukkan kepalanya.Serly tersenyum, melirik singkat ke arah Gina, namun dia tidak mengatakan apa pun. Sebaliknya, Serly terus mengajak Bagas mengobrol, "Kalau gitu gimana kalau kita bareng? Soalnya aku juga baru datang
"Dokter bilang kanu kecapekan, kekurangan darah," ujar Feri lagi.Gina mengangguk, menghela nafas panjang. "Makasih, Mas, udH nolong aku," ucap Gina.Feri mengangguk. "Sama-sama. Ngomong-ngomong dokter bilang kamu udah boleh keluar dari rumah sakit, mau aku antar pulang?""Enggak usah, Mas. Nanti merepotkan." Gina menggelengkan kepalanya. Fia bangkit berdiri dari tempat tidur. Tubuhnya tidak lagi terasa lemas, pusing di kepalanya juga sudah mereda."Enggak merepotkan, kok, Gin. Ayo, aku antar kamu. Sekalian aku pengen ketemu sama anak-anak, udah lama banget, kan, aku enggak ketemu sama mereka."Gina akhirnya setuju untuk pulang diantar oleh Feri. Pria itu menggunakan sebuah motor, Gina duduk di belakangnya, lengannya memegang erat pakaian di pinggang Feri. Motor Feri melaju membelah jalan raya yang ramai akan pengendara. Beberapa menit kemudian, Feri memberhentikan motornya di depan rumah Gina."Makasih, ya, Mas," ucap Gina sambil turun dari motor. "Mau mampir? Katanya pengen ketemu a
Mengapa orang-orang di desa sangat bodoh? Bukankah tempo hari Bagas sudah mengatakan bahwa dokter Serly dan dirinya tidak memiliki hubungan apa pun? Akan tetapi beberapa hari kemudian mereka dengan cepat lupa dan ketika Serly curhat bahwa Bagas, sebagai calon suaminya, lebih perhatian pada Gina, mereka percaya."Bu dokter jangan diem aja, nanti keenakan si Gina di deketin terus sama pak Bagas, nanti dia ngiranya pak Bagas pengen balikan lagi."Gosip di desa berkembang dengan sangat cepat, ibu-ibu berbicara dari mulut ke mulut betapa menyedihkannya dokter Serly dan betapa kejam dan genitnya Gina karena menggoda mantan suaminya yang sudah memiliki istri.Keesokan harinya Gina pergi untuk membeli sayuran di tempat biasa. Di sana sudah banyak ibu-ibu berkumpul sambil memilah-milah sayuran."Pagi, Bu!" sapa Gina ketika tiba di sana.Wanita-wanita setengah baya itu tampak canggung karena kedatangan Gina. Mereka menatap Gina dengan serba salah dan membalas sapaannya, "Pagi, Bu Gina."Gina ter
Gina termenung, bingung apakah dia harus menerimanya atau tidak."Kalau kamu mau, aku bisa kabarin temenku biar kamu masuk ke sana. Gajinya lumayan, loh, Gin, kerjanya juga cuka nganter minuman doang." Sari terus membujuk Gina."Aku pikirin dulu, deh, Sar. Soalnya aku takut kalau kerja kaya gitu. Besok aku kasih tau, yah," ujar Gina sambil tersenyum."Oh, ya udah, deh. Tapi besok langsung jawab, yah, takutnya nanti keburu ada yang gantikan."Gina menganggukkan kepalanya pelan. Keduanya kembali mengobrol seputar hal-hal biasa. Ketika sore hari tiba, Sari pamit pulang karena dia belum membuat makanan untuk suaminya yang akan pulang dari pekerjaan.Gina juga masuk ke dalam rumah, anak-anaknya sedang bermain di luar, Gavin yang sudah melepaskan jahitan di kepalanya juga ikut bermain.***"Dua hari lagi kita akan melakukan penangkapan. Tempatnya sudah di konfirmasi, di sebuah club malam, hanya 2 kilometer dari kampung yang bapak tempati sekarang." Itu adalah suara seorang pria yang duduk di
''Aku enggak ngerti apa maksud kamu, Aku enggak pernah pergi-'' Tiba-tiba Bagas teringat bahwa tadi pagi dia pergi bersama Serly dan anak-anaknya mengatakan bahwa mereka melihat. Apa Gina juga melihatnya?''Lepasin!'' titah Gina dengan kesal.''Aku pergi sama dokter Serly karena ada urusan pekerjaan, bukan apa yang kamu pikirkan.'' Bagas menjelaskan.''Itu bukan urusan aku, kita bukan siapa-siapa,'' balas Gina.Bagas terdiam, seolah menyadari bahwa keduanya memang tidak memiliki hubungan apa pun. ''Kalau gitu kenapa kamu marah?'' tanya Bagas lagi.''Mas, bisa tolong lepas?'' kali ini Gina bertanya dengan suara dingin.Pengangan tangan Bagas seketika terlepas dari pintu Gina. Gina memalinhkan wajah, masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. Bagas menatap dengan hampa Gina yang menghilang di balik pintu tertutup, rasa sesak menyebar dengan cepat di hatinya mendengar nada dingin Gina saat bicara padanya.***Gina duduk di sudut tepi tepat tidur, memegang sebuah kartu ATM yang Bagas berikan
Gina tersenyum, menganguk dengan kaku. ''Terimakasih-pak?'' Gina tidak tahu harus menyebut pria kemayu di hadapannya dengan sebutan apa.''Panggil aja saya Mis Vion.'' pria itu meralat panggilan Gina untuknya.Pria yang ingin di panggil 'mis Vion' itu berjalan menuju sebuah meja dan duduk di atasnya.''Siapa nama kamu?'' tanya Mis Vion.''Nama saya Gina, Mis.'' Lidah Gina sedikit tidak nyaman karena menyebut seorang pria 'mis'. ''Apa ada persyaratan yang perlu saya penuhi?'' tanya Gina.Mis Vion menatap Gina dengan intens. Tatapannya tidak jauh beda dari satpam yang menatapnya tadi. Gina merasa canggung dan risi kala manik mata mis Vion berkeliaran di tubuhnya. Setelah itu mis Vion tiba-tiba menganggukkan kepalanya dan bergumam pelan, ''Lumayan juga.'' Pria kemayu itu puas dengan tubuh yang Gina miliki. Meskipun sedikit kurus, akan tetapi Gina memiliki dada dan bokong besar. Sangat cocok dengan kriteria pegawai di sini.Mis Vion membuka sebuah lemari, mengambil sesuatu di dalam sana