Gina buru-buru berjalan mengikuti mis Vion. Mereka melewati kerumunan orang yang sedang berjingkrak-jingkrak menggoyangkan badannya dengan sangat panas diiringi musik DJ yang mengalun memekikkan telinga.Sedari tadi Gina berjalan sambil menutupi dadanya yang sedikit terekspos.Tiba di sebuah pintu berwarna coklat, mis Vion membukanya, menoleh pada Gina. "Ayo Masuk! Kamu melayani di ruangan ini mulai sekarang!"Mengangguk, Gina masuk ke dalam ruangan. Ruangan baru itu dan ruangan yang baru saja Gina lewati tidak jauh berbeda, banyak pria-pria berjas beserta wanita penghibur di diamnya. Bedanya adalah jumlah orang di ruangan itu tidak sebanyak yang sebelumnya, lagi DJ juga mengalun lembut di ruangan itu.Mis Vion meninggalkan Gina di sana. Wanita itu berdiri kaku di ambang pintu, tidak tahu harus melakukan apa. Melihat adegan-adegan vulgar di sana membuat Gina ingin pergi dari tempat itu. Dia agak sedikit menyesal sekarang."Hei! Sini." Seo
Gemetar, rasa takut membuat kepala wanita itu semakin pusing. Tubuhnya tiba-tiba terasa sangat panas, bagian bawahnya entah mengapa terasa gatal dan basah. Gina duduk gelisah di tempatnya, ingin cepat pulang dan menyelesaikan birahi yang tiba-tiba saja datang. Gina tidak mengerti bagaimana bisa di situasi seperti itu dia bisa terangsang. Apakah ada yang salah dengan minuman yang dia minum? Gina tidak tahu.Di sisi lain, Bagas dan rekan-rekan menangkap orang-orang yang terlibat dalam transaksi narkoba yang mereka lakukan. Untuk memastikan bahwa tidak ada yang lolos, mereka juga mengamankan para pelanggan yang datang serta pegawai.Tatapan Bagas mengedar sambil mendengar laporan dari bawahannya. Tatapannya tiba-tiba jatuh pada seorang wanita yang terus menunduk dengan rambut tergerai yang menutupi wajahnya. Kening Bagas berkerut, merasa bahwa wanita itu tidak asing. Kakinya melangkah mendekat dengan langkah lebar.Gina yang mendengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya semakin menciut
"Panas..." Gina bergumam dengan suara pelan, suara Bagas hampir hanya terdengar seperti dengungan di telinganya. Dadanya yang setengah terbuka naik turun dengan tempo cepat, Gina mencondongkan tubuhnya berusaha mencium Bagas.Bagas tentu saja menghindar, dia merasa ada gang aneh dengan tubuh Gina. Apa yang wanita itu makan hingga bisa menjadi seperti itu. "Ayo kita ke rumah sakit!" ajak Bagas.Gina menggeleng, merasa malu jika dokter melihatnya terangsang begini. "Panas, Mas. Gatel," rengek Gina pada Bagas."Apanya yang gatel? Biar aku bantu garuk," ucap Bagas dengan tidak berdaya. Dia mengira rasa gatal yang Gina sebutkan padanya adalah di bagian kulit punggung atau tangan, tapi siapa tahu Gina akan membimbing tangannya ke arah itu.Lagi dan lagi Bagas di buat tercengang oleh apa yang Gina lakukan. Kepalanya berdenyut perih, bahkan kepala bawah miliknya juga ikut berdenyut sejak Gina menyentuhnya di balik celana tadi."Mas, tolong aku!" Gina terus merengek, memohon pada Bagas.Wanita
Suara ayam berkokok begitu keras hingga membuat seorang wanita di atas tempat tidur terbangun. Wanita itu mengerejapkan matanya, menggeliat ketika merasakan sakit di seluruh tubuh."Shh," desis Gina, tubuhnya terasa remuk seperti sehabis di lindas truk. Dia duduk di tempat tidur, agak kaget ketika menyadari bahwa tubuh ya bugil di balik selimut. Seketika Gina mengingat apa yang semalam dia dan Bagas lakukan."Kamu udah bangun?" Suara Bagas tiba-tiba terdengar, pria itu masuk ke dalam kamar.Gina buru-buru mengeratkan selimut di tubuhnya yang penuh dengan bercak merah-keunguan. "Keluar!" usir Gina.Sudut bibir Bagas naik melihat wanita yang berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut itu, dia lalu berkata, "Aku udah buat sarapan, anak-anak juga udah berangkat sekolah.""Jam berapa ini?" tanya Gina."Jam sepuluh," jawab bagas begitu santai.Gina kaget, tidka menyangka dia akan bangun setelat itu. Gina turun dari tempat tidur dengan selimut yang masih melilit tubuhnya. Dia mendesis lagi sa
Untuk beberapa detik, Serly merasa jantungnya berhenti berdetak ketika melihat siapa yang ada di dalam kamar. Bagas! Bagas dan wanita itu, Gina! Keduanya tengah bergulat dengan panas di atas tempat tidur. Pupil mata Serly membulat sempurna, kebencian di hatinya membuncah.Kenapa?Kenapa?!Kenapa!Kenapa Bagas tega melakukan ini padanya? jelas-jelas dia yang sudah lama mendambakan Bagas dan Bagas juga tahu itu. Apa kurangnya? Dia cantik, berbakat dan seorang anak dari petinggi di militer, bukankan dia dan Bagas angat sempurna jika bersama?! Serly terengah-engah, menjauh dari sana.Suara desahan Gina dan erangan Bagas terus bergema di telinganya. Kebencian di hati Serly pada Gina bertumbuh lagi, dia sangat marah hingga tidak bisa tidur dari semalam."Dasar jalang! Pelacur! Akh! Sial! Sial! Sial!" Sudah Serly duga sebelumnya, wanita itu pasti yang menggoda Bagas lagi! Pria seperti Bagas pasti tidak akan tergoda jika Gina tidak bersikap gatal seperti pelacur murahan.Serly terengah-engah,
"Mbak gina enggak tau, bahkan kalau pun Mbak Gina tahu, Mbak enggak akan bisa membantu apa pun. Beda sama saya, saya dokter, saya bisa membantu mas Bagas kapan pun dia terluka." Serly menarik sudut bibirnya, akhirnya dia kembali mendapatkan kepercayaan dirinya.Hati Gina tidak nyaman ketika lagi dan lagi Serly membahas hal seperti itu, yang membuatnya benar-benar terlihat tidak mengenal Bagas. Serly tiba-tiba mengulurkan tangan, menjejalkan dengan paksa cek itu ke tangan Gina."Jangan dulu nolak, Mbak. Kalau Mbak Gina berubah pikiran, Mbak bisa langsung isi nominalnya dan kasih ke aku." Setelah mengatakan itu Serly berbalik pergi meninggalkan rumah kontrakan.Gina menatap punggung sang dokter lalu beralih pada cek di tangannya. Gina menghirup nafas panjang, menutup pintu rumah dan meletakkan cek itu di meja dapur.***"Mamah! Kita pulang!" Seruan dari Binar terdengar pada saat Gina sedang melipat pakaian di ruang tengah. Melihat satu-persatu anak-anaknya masuk, Gina tersenyum pada me
"Harusnya enggak usah di iming-imingi kaya gitu, nanti kebiasaan," ujar Gina pada Bagas."Enggak pa-pa, itung-itung buat semangatin mereka belajar."Giba mendelik, pria itu sama sekali tidak mau mendengarkannya. "Terus kenapa ngomong sama Binar kalau mau ajak dia jalan hari minggu?""Emangnya kenapa? Aku pengen ajak kalian jalan, kamu enggak mau?" tanya Bagas sambil mengerucutkan bibir.Pria yang memiliki badan besar itu mencoba membuat raut wajah imut membuat bulu kuduk Gina merinding. Apalagi wajah garang Bagas yang membuatnya terlihat semakin tidak cocok.Karena hari sudah mulai gelap, Bagas keluar dari rumah kontrakan yang Gina tempati. Di depan rumah, Bagas tidak sengaja berpapasan dengan seorang pria yang tidak lain adalah suami dari Sari. Ke dua pria itu saling menatap, lalu mengangguk secara bersamaan sebelum akhirnya kembali melanjutkan aktivitas mereka masing-masing.***Hari minggu pun tiba. Hari yang sangat di tunggu oleh anak-anak Gina dan Bagas. Pagi-pagi sekali, Binar d
Masuk ke dalam restoran, mereka di bawa berjalan melewati berbagai meja pelanggan di lantai bawah. Melewati tangga, berjalan menuju lorong yang di penuhi berbagai lukisan antik, Jes berhenti di sebuah pintu dan membukanya."Silahkan, masuk!" pinta Jes, lalu tatapannya jatuh pada tiga anak yang sedari tadi mengekori ayah mereka. "Ayo amsuk bocah-bocah kecil."Ghazi dan Binar langsung berlari masuk, sedangkan Gavin cemberut karena di samakan dengan adik-adiknya. Dia sudah remaja, enggan di panggil dengan panggilan 'bocah'.Bagas tersenyum melihat kebahagiaan anak-anaknya. Bagas membawa mereka duduk di kursi masing-masing. Gina melihat ke sekeliling, ruang vip itu terlihat sangat mewah sekaligus antik dengan bahan utama bangunan yang terbuat kayu jati. Berbagai lukisan juga di gantung pada dinding yang berwarna coklat. Tatapan Gina lalu jatuh pada Bagas yang tampak sedang berbincang dengan pria bernama Jes itu."Binar, Ghazi, jangan berisik!" peringat Gina mereka.Setelah Bagas berbincan