Singapura 17.25
_____
Wanita berusia 25 tahun itu menghela nafas berat, matanya menyapu kasar seluruh pemandangan yang ada di depannya. Seolah-olah ia ingin membungkus habis pemandangan indah taman Merlion Park (Mermaid and Lion) di senja hari.
langit berwarna jingga bak buah persik yang semakin matang. Menikmati waktu dengan diri sendiri seperti ini bagi Leona sangatlah langka. Seluruh harinya dari senin hingga minggu habis di isi dengan pekerjaan. Jika minggu seharusnya berlibur, ia justru berkutat dengan file pekerjaan. Mengapa? hanya sebuah kebiasaan kecil seperti mengerjakan PR sekolah lebih awal. Intinya tidak ada beban untuk malam ketika ia mengistirahatkan tubuhnya dalam dunia mimpi.
Leona Marcelo namanya, orang-orang dikantor memanggilnya Ona, semua tau nama belakangnya ialah Marcello, tapi tidak jika ia dirumah. Ibunya dengan terang-terangan membenci nama belakangnya. Nama yang di iringi dari nama ayahnya.
Kejadian ironis yang pernah Leona alami ketika usianya masih 17 tahun, hari dimana seharusnya seorang gadis menikmati "Sweet Seventeen" justru berubah menjadi kelabu tak bertuan bagi leona. Ayahnya meninggal begitu saja, mengapa? itu semua terjadi karena pertengakaran hebat antara ayahnya dan ibunya.
Alhasil ayahnya terkena serangan jantung dan meninggal ditempat. Bencikah Leona pada ibunya? katakan saja pada awalnya iya. Namun belakangan dia mengetahui kebenaran yang juga menyayat hatinya. Ayahnya sudah berselingkuh dan tidur dengan gadis berusia 21 tahun. Mahasiswa magang tempat ayahnya bekerja.
Ibunya mengetahui kebeneran itu, ia bahkan mencoba menyelamatkan kehidupan rumah tangganya, mengingat anak-anaknya yang sudah mulai remaja. Namun sayang, Batin seorang wanita pada akhirnya hancur setelah sering kali menahan kikisan ombak. Pertengkaran itu terjadi dan sang ayah menutup mata untuk selamanya tanpa disengaja.
Memilih melupakan segala kejadian buruk di kota Bandung, Dengan tabungan yang cukup dan tunjangan gaji suaminya, ibu leona memboyong keluarganya untuk pindah ke singapura. Leona, adik laki-laki kembar nya Roki dan Riko, beserta ibu dari ayahnya(nenek dari orang tua laki-laki), dan ibunya kini tinggal di salah satu perumahan di singapur. Ibunya membuka toko roti sesuai keahliannya, Roki dan Riko masih sekolah SMA, Sementara dirinya bekerja sebagai sekretaris di perusahaan 'Hangkook Grup'.
Kenyataan menyadarkan Leona, kalau hidup itu tidak semanis gula aren. Membuatnya bekerja dengan keras. Salahkah ia memiliki impian?, leona berniat ingin memiliki butik sendiri. Membuat desain pakaian yang dikenal banyak orang, ia masih membantu ibunya untuk menyekolahkan adiknya dan ia sangat ingin membelikan rumah mewah untuk keluarganya. Sederhana bukan?.
Dringgggg....Dringggg
Dering ponselnya menyadarkan leona dari lamunan masa lalu, lamunan ketika ia menginjakkan kakinya di Singapura, bergegas ia merogoh ponsel dari dalam tasnya, Nama Jesika tertulis dilayar telfonnya. Jesika salah satu karyawan ibunya ditoko roti, sekaligus menjadi sahabatnya sekarang. wanita dari indonesia yang merantau ke Singapura.
"Hallo?" jawab Leona
"Ona? kamu dimana? kamu udah pulang kerja?" balas Jesika bertanya
"Udah, aku lagi ditaman. Ada apa?"
"Okay, jangan pulang dulu. Temani aku hari ini ke cafe Lubis"
"Jesikaaaaaa" keluh Leona malas. Dugaannya tidak akan salah. Setiap kali Jesika memintanya untuk menemani ke cafe lubis, sudah pasti Jesika menyiapkan kencan buta untuknya. Paksaan halus yang bahkan sudah berulang kali dilakukan jesika, tetap saja Leona tidak bisa menolak untuk datang.
"Hey, ayolah. Aku juga ingin bersenang-senang. Hari ini pelanggan sangat banyak, aku kelelahan."
"Kalau begitu istirahat. Jangan malah memintaku untuk melakukan kencan buta lagi."
"Kamu tau? kok bisa? kamu udah belajar jadi cenayang sekarang?"
"Enggak, pasti bakalan gini juga kan"
"Aku tunggu disana aja pokoknya, bye kesayangan mmuachh" ucap Jesika cepat dan memutuskan panggilan begitu saja, tidak memberi ruang bagi Leona untuk memprotesnya.
"Ya ampunn, masih ada yah makhluk kayak gini. mau ku kandangin aja rasanya, untung sayang." protes Leona. Kembali ia menghela nafas berat, sepoaian angin membuat rambutnya tersapu indah. Siapapun yang berada didekatnya pasti bisa merasakan aroma Strawbery dari shampoo yang ia pakai.
Mata leona tiba-tiba terkunci untuk melihat seseorang dari kejauhan, lebih tepatnya pasangan yang sedang bertengkar hebat. Pria dan wanita itu bergantian saling meneriakki satu sama lain. Terlihat si pria mengepal tinjunya, mungkin dia sudah frustasi menahan emosi, apalagi yang dihadapinya seorang wanita.
"Hmmm, itulah mengapa aku tidak ingin punya pasangan, merepotkan" ucap Leona. Ia bangkit dari duduknya, memasang kembali jaket mantelnya, memperbaiki letak sepatu hak tingginya dan berlalu meninggalkan segalanya. Menganggap apa yang baru ia lihat hanyalah masa bodo.
*********
Cahaya berkilauan dari lampu tumbler menghiasi cafe Lubis, pemain band sudah beraksi dengan panggungnya. Leona memutari setiap sudut, mencari seseorang yang membuatnya kesal setengah mati. Tepat di tengah-tengah cafe, Jesika melambaikan tangannya. Memberi tanda kepada leona untuk menghampiri mejanya.Sekilas garis senyuman tipis terukir diwajah leona, bagaimanpun ia tidak ingin bersikap tidak sopan.
"Duduklah" ucap jesika tersenyumn manis, menggeser kursi sedikit kebelakang agar Leona bisa duduk dengan nyaman.
"Ona, ini Martin dan ini Robert. mereka bekerja sama membangun sebuah usaha, dan kalian guys, ini Leona temanku yang aku ceritakan" Jesika menjelaskan.
"Hai, senang bertemu dengan kalian" ucap Leona tersenyum hangat sembari menjabat tangan kedua pria itu. Jabatan tangannyapun dibalas dengan ramah oleh kedua pria itu.
"Kalau begitu, kita pesan makanan sekarang?" tanya Martin.
"Yah tentu" jawab Jesika ramah. Martin mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan. Mereka memesan makanan sesuai selera mereka masing-masing.
"Dan tolong bawakan wine termahal disini" sahut Robert menutup pesanan. Pelayan itu mengangguk dan berlalu pergi.
"Ohhh, MAHAL yaa?" ucap Leona sungkan. Dalam fikirannya saat ini terlihat robet seperti memamerkan sesuatu.
"Yah, lidahku agak tidak terbiasa dengan wine yang berlevel sedikit rendahan"
"Ha?hahaha yah masing-masing orang punya seleranya" sahut Jesika mencoba mencairkan suasana.
"Okay, jadi usaha apa yang kalian lakukan?" lanjut Leona bertanya.
"Kita, kita punya restorant" jawab Martin.
"Ohya? lalu mengapa kita harus ke cafe ini? mengapa tidak di restorantmu saja?" ucap leona telak. Ia merasakan perih dipinggangnya ketika Jesika mencubitnya.
"Hahaha, Leona memang suka bercanda" ucap Jesika lagi.
"Hahah yah, kau punya selera humor yang tinggi" sahut Martin. Selang beberapa menit pesanan yang mereka pesan datang. Oborlan selanjutnya mengalir begitu saja. Seputar saling memperkenalkan diri masing-masing.
"Kamu udah banyak minum dari tadi" tegur Leona, memperingatkan Robert sudah terlihat sedikit mabuk.
"Oh yaa?" balas Robert.
"Kalau mau mabuk-mabuk kenapa nggak di club aja?" sindir Leona.
"Ahhh kamu jangan bersikap munafik, kamu juga menikmati wine mahal ini kan, minumlah selagi ini gratis" sahut robert dengan omongannya yang tidak jelas.
"Ah hahahaha, bagaimana kalau kita pulang. Aku sudah kenyang" sahut Martin. Jesikapun mendukung ucapan martin. Martin meninggalkan uang diatas meja sesuai dengan struknnya. Ia mencoba membopong tubuh Robert berjalan keluar dari cafe.
"Memalukan" ucap leona ketika melihat Robert yang sudah sempoyongan diluar cafe. Robert menatap mata leona lekat, ia tersenyum penuh arti, entah itu senyuman licik atau jijik.
"Wanita munafik" teriak robert.Tiba-tiba ia memeluk dengan kasar tubuh Leona, melecehkan leona tidak karuan. Seperti pria bernafsu dan menghirup aroma tubuh Leona sangat dalam. Leona meronta, berusaha melepaskan dirinya dari robert. "Bangsat" pekik Leona geram.
Robert semakin kasar memaksa untuk mencium Leona, tenaga prianya membuat Leona kwalahan, Robet menjulurkan lidahnya yang menjijikkan seolah-olah Leona akan luluh dan membalas gerakan yang meresahkan itu, tentu tidak. Mata leona sudah mencari-cari keberadaan Martin dan Jesika yang katanya menjemput mobil di basment parkiran.
"Arghhh" pekik leona ketika kali ini robert meremas lengan Leona cukup keras.Robert sungguh berniat untuk melecehkan Leona, belum lagi aroma alkohol yang tercium dari tubuh robert hampir saja membuat Leona muntah karena pengap.
"Heyyy" teriak Jesika, ia bergegas turun dari mobil dan memukul kasar kepala Robert dengan tasnya. Membuat robert meringis memegangi kepalanya.
"Roberttttttt" bentak Martin.
"Maafkan aku, maafkan aku" ucap Jesika mendekati Leona. Ia terdiam mematung, baju dan rambut Leona sudah berantakan, Leona berjalan menghampiri robet, menampar pria itu dengan dua tamparan kasar, dan menendang kemaluan pria itu. Tidak mempedulikan sorotan mata yang melihatnya, Leona berlalu pergi meninggalkan mereka.
"Leona? tunggu aku. Maaaff" teriak jesika.
Laki-laki semuanya sama saja, bathin leona dalam hati. Benarkah semua lelaki itu sama?
Nggak semua laki-laki itu sama kan yah?
Leona POVRumah Leona dipagi yang luar biasa_______________Ketika beberapa orang terbangun dari tidurnya dengan bunyi Alrm, atau dibangunkan oleh orang lain, tidak denganku. Aku tersadar dari mimpi yang bahkan terkadang buruk dengan kebiasaan setiap pagi dari nenekku. Kebiasaan bahwa nenek menyalakan Tv, mencari saluran berita dan membuat volume Tv menyala cukup keras. Sanggup membuatku terbangun yang memiliki kamar dilantai dua rumahku.Sudah menjadi rutinitasku bangun sepagi ini, Ya memang inilah periuk nasiku. Bangun lebih awal agar aku bisa berdandan layaknya seorang sekretaris sebelum berangkat bekerja. Aku lebih nyaman memakai blouse klasik sebagai atasan, dan rok span pensil sepanjang lutut sebagai bawahan. Jelas blus aku masukkan kedalam rok, dan memberi ikat pinggang dengan ukuran talinya tidak terlalu besar.Riasan diwajahku hanya berupa cushion biasa, sedikit mascara pelentik bulu mata
Leona POVBurung saja kadang punya sayap yang patah__________Bagiku segala permintaan bossku itu sebuah perintah. Aku mengenakkan gaun putih polos, dengan bagian pundakku yang terbuka. Aku tidak membiarkan leherku kosong, tentu kalung mutiara aku jadikan sebagai aksesoris. Sementara Rambutku, aku biarkan tergerai setelah aku style spiral."Aku pergi" ucapku kepada orang rumah, sekedar memberitahu kalau supir pak Ling sudah datang menjemputku. Mereka selalu memuji dandananku, aku rasa tidak ada hal yang spesial dariku. Sepanjang perjalanan aku bercerita beberapa hal dengan supir pribadi pak Ling, kami sudah cukup dekat untuk sekedar berbagi kisah. Namanya pak Ed, dia berusia 38 th. Namun masih belum menikah karena beliau belum menemukan orang yang cocok. Ya memang terkadang jodoh datang tidak mengenal usia."Terimakasih pak Ed" ucapku turun dari mobil. Aku menarik nafas dalam, rasanya sudah tidak terhitung berapa kali aku
~Kamar 22.50Aku menghempaskan tubuhku kasar keatas kasurku, bahkan aku langsung mengunci pintu kamarku agar tidak ada yang mengangguku. Entah itu nenek atau sikembar akan selalu memintaku menceritakan bagaimana suasa pesta setiap kali aku pulang dari pesta. Tapi kali ini mood ku benar-benar hancur, dan aku tidak ingin diusik. Keadaan dan duniaku berubah 180 derjat. Seperti kayang dan jungkir balik terjadi dalam satu waktu di hidupku. Aku menghembuskan nafas kesal ketika fikiranku kembali membayangkan kabar yang dikatakan pak Ling tadi di lokasi pesta.
Kantor Hangkook________Seperti biasa, aku berangkat ke kantor dan masih bertemu dengan pak Ling. Ada beberap berkas yang memang harus aku selesaikan, dan lima diantaranya sudah selesai aku kerjakan. Aku memijit pelipis mataku, kepalaku terasa sakit. Semalam aku hampir tidak bisa tidur, belum lagi pagi ini nenek terang-terangan menyindirku, ucapan konyol dari nenek yang masih terngiang-ngiang dibenakku “Kapan kamu nikah?.Mau jadi perawan tua? kalau kamu semakin tua baru menikah, suamimu nanti pasti membuangmu, karna kamu sudah tidak muda lagi. Dirumah ini anak perempuan sama saja, tidak bisa mengerti menjaga perasaan pria” sindir nenekku.S
Aku dan Kebiasaanku________Seperti biasa aku melewati pagi dengan aktivitas yang selalu sama. Mungkin sudah jadi kebiasaan untuk nenek mengomel sesuka hatinya. Ada saja hal yang nenek bahas dan justru jadi bahan pertengkaran. Aku yang sudah terbiasa dengan keluargaku seperti ini saja masih berusaha sabar untuk mendengarkan ocehan nenek. Entah bagaimana jika ada orang luar yang berniat tinggal atau masuk kedalam keluargaku. Bahkan disela-sela makan pagi saja yang terdengar hanya ocehan nenek.Ocehan yang selalu sama, apalagi kalau bukan soal masakan mama. Mataku beralih menatap sikembar. Adikku tumbuh dalam lingkaran keluargaku yang seperti ini. Raut wajah mereka datar dan sama sekali tidak bergairah setiap pagi. Aku tau ini berat untuk mereka. Tapi untunglah mereka berdua terlahir sebagai seorang pria. Setidaknya mereka pria memang harus bertanggung jawab menghadapi dunia y
-----Makan SiangAku sudah berusaha mengelak agar tidak makan siang bersama Noah. perintah memang berkuasa didalam hidupku. Alhasil beberapa karyawan melihatku sedang makan berdua bersama Noah dikantin. Aku memohon pada kirana untuk menemaniku, sialnya Noah melarang karena kirana sudah selesai makan siang. Pasti mereka sudah membicarakan yang tidak-tidak tentangku sekarang. seluruhh pegawai dikantor ini terkenal biang dalam menyebar gossip,
Perdebatan tak adil__________Aku menghempaskan tubuhku ke atas kasur setelah mandi. Berdebat dengan Nenek tidak akan ada habisnya. Itulah sebabnya aku memilih untuk diam dan beranjak ke kamarku. Meskipun aku sudah keramas tetap saja kepalaku masih belum terasa segar. Aku menoleh dan langsung melihat tumpukkan map pekerjaanku, Noah si celengan gurita itu memang tidak punya hati.Aku mengggelinjang kesal sampai mendengar nenek berbicara diluar kamarku “Sampai kapan dia bakalan seperti itu terus. Dia merasa sangat cantik apa sampai harus menunda menikah” ucap nenek.Aku menutup telingaku dengan bantal, setiap hari apa yang diperdebatkan selalu saja sama. Kalau bukan karena dia nenekku, aku sudah menendangnya keluar dari rumah ini. “Ona? Ini aku Jesika. Boleh masuk nggak?” tanya Jesika. Aku menghela nafas panjang untuk
Singapura 13.20_______Mataku hanya melihat pemandangan di luar jendela mobil. Aku kehabisan kata-kata untuk sekedar berbicara dengan Noah. Sebelumnya aku tidak pernah mengalami hal seperti ini. Usai aku mengenakkan baju di ruang ganti baju, Noah sudah masuk ke dalam mobil. Saat aku hendak membayar baju itu, kasir memberitahuku kalau Noah sudah membayar bajuku.Hatiku berdesir, seperti ini hal baru yang aku alami. Ibaratkan aku baru tau kalau rasanya api itu panas. Aku khawatir ada dampak dari ini. Selagi tidak ada yang memberitahu soal ini di kantor, mungkin hidupku akan aman-aman saja “Setelah ini jalannya kemana ona?” tanya Noah tiba-tiba membuyarkan lamunanku “Kesana pak” ucapku langsung menunjukkan belokan.“Aku fikir kamu akan pakai celana yang lebih panjang, ternyata hot pants.
Rose sedang memulihkan diri di rumah karena patah tulang ringan. Itu hanya seminggu setelah masa-masa indah, karena Sean terstimulasi oleh hasil akhir ujian tengah semesternya dan mengantarnya ke sekolah. Satu-satunya keuntungan adalah dia memiliki sopir untuk menjemput dan mengantarnya selama cedera. Rose belum beradaptasi dengan kehidupan awal. Dia tidur grogi untuk dua kelas. Dalam keadaan linglung, dia samar-samar merasakan seseorang di depan matanya. Ketika dia membuka matanya, ruang kelas kosong. Hanya Matthew dari Kelas 5 yang berdiri di depannya dan menatapnya dengan cemberut. Rose ingat bahwa Matthew dan Andrew menekannya seperti bukit hari itu, hampir sekarat, dan merasakan lengannya sakit lagi. Dia mendongak dan saling menatap miring. "Mengapa kamu di sini?" Matthew memandang rendah Rose, yang cuek dan frustrasi. Senang melihatnya tanpa jalan memutar, tetapi tidak mungkin. Siapa yang membiarkan dirinya memuk
Andri memaksa untuk mengantarkanku menuju Café yang diminta Rosy. Aku sudah menolak karena segan, tapi Andri tetap memaksa. Kebetulan saat itu aku tidak membawa motor, karena Andri yang menjemputku ke rumah dengan mobilnya “Duh, maaf ya An. Nggak biasanya istri atasan aku ngajak ketemuan kayak gini” ucapku.“Iya, udah kamu nggak usah nggak enakkan gitu. Aku juga kadang suka dapat panggilan mendadak dari atasan. Nanti kamu pulang aku jemput yah?” tawar Andri. Aku menggelengkan kepalaku tegas “Nggak usah, aku bisa sendiri kok. Tenang aja!” ucapku. Lagi-lagi terjadi perdebatan kecil, tapi kali ini aku bisa meyakinkan Andri dan dia pun mengalah padaku.Aku melangkah masuk ke dalam café, mataku menyapu setiap sudut café. Aku mendapati Rosy ada di meja tengah, dan ia tengah sibuk melihat ponselnya. “Maaf
Senam itu menyesakkan, tapi sekarang jantungku malah senam sendiri. Di ruang tamu, dengan langit-langit loteng berhiaskan lampu Kristal. Jendela kaca yang lebar memperlihatkan pemandangan kota malam diluar sana, kini aku duduk di depan Noah. Pria menyebalkan itu tengah serius membaca beberapa file. “Ada yang bisa saya bantu lagi pak? Yang ini sudah selesai!” ucapku. Noah melihat hasil kerja yang aku letakkan di sampingnya “Good, Kau boleh tidur sekarang! Ini sudah larut, aku akan selesaikan yang terakhir ini,”ucap Noah. “Bapak yakin tidak mau saya bantu? Biar lebih cepat pak” ucapku. Noah mengangkat wajahnya, lihatlah raut wajah dengan mata yang menatapku kesal itu kembali terbentuk. Seperti Noah yang biasanya “Saya kadang ragu kalau kamu punya telinga Ona, atau telinga kamu itu palsu ya? Terbuat dari plastiK atau semacamnya mungkin?” sindir Noah padaku
Belajar dari kesalahan, aku menitipkan pesan pada Karin untuk memberitahu Noah kalau buk Elisa ingin ngobrol denganku. Aku duduk di depan buk Elisa dengan canggung, kebetulan saat itu pengunjung kantin tidak terlalu banyak. Biasanya mendekati sore memang banyak para karyawan yang hanya sekedar duduk untuk menikmati minuman mereka. Kantin ini hampir seperti café di dalam kantor kurasa. “Hmm, apa yang kamu dengar tadi. Tolong simpan dengan baik, ayah saya sudah mempekerjakan kamu cukup lama, jadi saya bisa mempercayai kamu kan?” tanya buk Elisa padaku. Aku menganggukkan kepalaku mantap “Iya buk, saya mengerti” ucapku. “Saya nggak habis fikir, udah kehabisan akal saya buat bujuk Noah. Hmm apa saya bisa minta bantuan kamu untuk membujuk Noah?” buk Elisa menatapku dengan lekat, aku sampai terperangah dibuatnya “Ha? ma..maaf buk. Saya tidak yakin” jawabku. Sudah kuduga aku akan terjebak situasi yang seperti ini. “Melihat Noah yang memberanikan diri memanggil kamu, meskipun
Aku membenamkan wajahku di bantal, meskipun pagi sudah datang aku tidak sanggup untuk pergi ke kantor. Dengar, Noah memelukku malam itu. Ia hanya berniat untuk menenangkanku. Aku yang mendadak sadar saat itu tiba-tiba mendorong tubuh Noah ‘Bapak mau niat ganjen ya, jangan manfaatin kesempatan dalam kesempitan dong pak’ ucapku dan berlalu pergi begitu saja. Aku menyesali itu sekarang, dan hari ini aku tidak punya wajah untuk datang ke kantor. “Ona?. Nak? Kamu kok belum ke kantor?. Kamu sakit?” tanya mama masuk ke dalam kamarku. Aku bergumam karena wajahku masih terbenam di bantal. “Kamu ngomong apa nak?. Mamam nggak denger jelas” ucap mamaku menarik bantal. Aku sempat menahan bantal itu, tapi mama dengan sekuat tenaga menarik bantal itu “Ona?, kamu demam ya?” tanya mama. Saat itu mataku memang agak sembab, aku menangis semalaman. Aku menggelengkan kepalaku “Enggak ma, Ona baik-baik aja” ucapku. Mama memeriksa suhu tubuhku, memang aku tidak demam. Ia duduk dis
Aku antusias sekali ketika Andri dengan senang hati menerima tawaranku untuk bertemu di café, belum lagi hariku cukup indah karena tidak ada pekerjaan yang harus aku selesaikan di hari libur dan anehnya Noah tidak mengganggu ku seperti biasa. “Jadi, katanya mau ada hal penting yang mau kamu omongin. Aku jadi penasaran?” ucap Andri memulai percakapan ketika pelayan café sudah meletakkan pesanan kami.“Hmm sebenarnya malu mau ngomong sih, tapi aku mau nanya serius” ucapku agak ragu. Andri menyipitkan matanya “Wah, aku sampai berdebar. Kamu mau nyatain cinta ya?” Andri menggodaku. Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat “Bukan, bukan gitu. Andri kamu mah…” aku mengeluh. Sudah menjadi kebiasaan untuk Andri disaat gemas malah mengusap pucuk kepalaku “Ya terus mau ngomong apa?. Bilang aja aku dengerin kok” Andri meyakinkanku.
Aku selalu mengulangi sampai dua kali, untuk memeriksa isi tasku sebelum aku pulang dari kantor. Itu karena aku sering kelupaan dan terkadang sesuatu yang penting malah tertinggal. “Leona?” sapa Noah padaku. Aku memutar badanku melihat Noah. Kantor sudah sepi, sepertinya hanya aku dan Noah yang masih tertinggal “Iya Pak?” jawabku.“Kamu mau makan malam dimana?” tanya Noah, sejenak aku melihat jam di tanganku, sudah cukup sore “Dirumah pak, seperti biasa. Saya pikir bapak sudah pulang” ucapku. Aku merasa agak berbeda, raut wajah Noah tidak seperti biasanya. Ia tersenyum tipis dan membuatku semakin yakin kalau hari itu Noah memang berbeda “Kamu ada acara ?” tanya nya lagi.Aku melengkungkan alisku “Tidak pak, saya langsung pulang” ucapku. Ingin rasanya aku bertanya pada Noah, apa dia dalam ma
Tidak ada waktu untuk istirahat, aku kembali ke rutinitas kantor yang melelahkan. Andaikan saja aku diberi waktu istirahat setelah pulang dari Korea, tapi dengan tegas aku mendapatkan pesan dari Noah ‘Ona, kamu tidak punya alasan untuk bermalas-malasan yah, datang tepat waktu ke kantor’ isi pesan itu. “Arghhh aku ingin memiliki satu hari yang akan ku habiskan dengan tidur panjang” keluhku menyandarkan kepalaku ke kursi. Karin yang sedang memperbaiki lipstiknya disampingku berdehem “Emang kamu udah siap mati?. Pengen banget tidur panjang” ucapnya. Aku membelalakkan mataku sambil memukul pundak Karin pelan “Hus, ngomongnya kok gitu sih” ucapku kesal. “Awww, kok nyalahin aku. Kan kamu yang bilang mau tidur panjang, kalau nggak koma ya mati dong” ucap Karin membela diri. Aku me
Aroma wangi, seperti bunga. Aku sering sekali rasanya mencium aroma seperti ini, perlahan aku membuka mataku, aku menguap sambil merenggangkan tubuhku. Tidurku nyenyak sekali, rasa kantuk ku terbayar lunas. “Kok aku kenal aroma ini ya?, kayak aroma Noah deh” gumamku. Aku masih setengah sadar dan menikmati renggangan tubuhku. Sampai mendadak Noah keluar dari arah kamar mandi dan seperti yang waktu itu kulihat, ia hanya mengenakan handuk, “Arghhh Bapak?” teriakku kaget langsung mengganti posisiku duduk.Noah mendadak berhenti dengan pose ia sedang menyisir rambutnya yang basah dengan jemari tangannya, mata kami saling beradu tatap untuk sesaat “Apa?” tanya Noah padaku. Aku melengkungkan alisku “Bapak ngapain dikamar saya?. Bapak mandi di kamar saya?, memangnya air dikamar mandi bapak nggak ada?” tanyaku.“Loh?