Leona POV
Rumah Leona dipagi yang luar biasa
_______________
Ketika beberapa orang terbangun dari tidurnya dengan bunyi Alrm, atau dibangunkan oleh orang lain, tidak denganku. Aku tersadar dari mimpi yang bahkan terkadang buruk dengan kebiasaan setiap pagi dari nenekku. Kebiasaan bahwa nenek menyalakan Tv, mencari saluran berita dan membuat volume Tv menyala cukup keras. Sanggup membuatku terbangun yang memiliki kamar dilantai dua rumahku.
Sudah menjadi rutinitasku bangun sepagi ini, Ya memang inilah periuk nasiku. Bangun lebih awal agar aku bisa berdandan layaknya seorang sekretaris sebelum berangkat bekerja. Aku lebih nyaman memakai blouse klasik sebagai atasan, dan rok span pensil sepanjang lutut sebagai bawahan. Jelas blus aku masukkan kedalam rok, dan memberi ikat pinggang dengan ukuran talinya tidak terlalu besar.
Riasan diwajahku hanya berupa cushion biasa, sedikit mascara pelentik bulu mata. Aku membuat alisku senatural mungkin dan mengucir rambut hitam lurusku yang panjangnya ditengah-tengah pinggangku. Lip kesukaanku warna peach carol yang sampai saat ini masih menjadi warna andalan. Membuat wajahku yang berkulit kuning langsat ini lebih fresh. Bisa kukatakan kulitku tidak putih, namun juga tidak hitam. Netral kurasa.
Banyak pria yang memujiku karena bagian diwajahku terlihat memabukkan, yah mereka sering mengatakan bibirku seperti Angelina Jollie dan lesung pipiku seperti Shin Min Ah. Meskipun begitu bagiku itu hanyalah penilaian para lelaki yang memandangku karena nafsu akan fisikku. Jadi tidak ada yang terlalu istimewa.
"Aku tidak betah lagi dengan makanan ini" teriak nenekku yang sudah menyapa pendengaranku ketika aku turun dari tangga, berniat menghampiri meja makan. Kudapati Riko dan Roki sudah terlebih dulu memakan sarapan mereka, sementara ibuku masih membuatkan sarapan bagianku.
"Pagi semuanya" sapaku, meskipun aku sudah melihat wajah masam dari nenekku. Sikembar hanya tersenyum sembari tetap melanjutkan sarapan mereka.
"Ada apa kali ini?" ucapku melirik nenekku.
"Nenek tidak suka makanan ini lagi. Nenek rindu makanan Indonesia" protes nenekku. Bertahun-tahun hidup di negri orang tidak cukup membuat nenekku terbiasa.
"Makan saja, yang penting ibu kenyang" ucap ibuku meletakkan sepiring sarapanku. Telur dadar yang dihancurkan, dua buah roti panggang dan salad. Sedikit saus disudut piring.
"Menantu macam apa kamu? Mama ingin makan KUPAT TAHU GEMPOL" teriak nenekku protes.
"Kami berangkat" sahut sikembar, memenuhi mulut mereka dengan sarapan terakhir, meneguk kasar segelas susu, dan berlalu pergi. Terlihat jelas mereka sudah lebih dulu menghindar. Mengapa? Karena sebentar lagi akan ada perang dunia antah barantah.
"Ma? Nggak mudah cari bahan itu disini, semuanya mahal. Mama makan saja apa yang ada, jangan kayak anak kecil" protes ibuku.
"Kamu dari dulu memang seperti ini, tidak pernah menurut maunya mama."
"Aku udah coba yang terbaik buat selera mama, setiap pagi selalu ini yang diperdebatkan."
"Pantas saja Marcel selingkuh dengan wanita lain."
"Iya ma iya, dia mencari yang lebih baik dari saya, kenapa mama nggak ikut wanita itu saja ma." bentak ibuku lebih kesal.
Jangan tanyakan apa yang aku lakukan? apalagi kalau tidak menyumbat telingaku dengan earphone, mendengarkan lagu klasik andalanku dan menikmati sarapanku. Bukan aku tidak peduli, tapi jika sudah dihadapkan pada permasalahan yang selalu sama, perdebatan yang selalu sama, aku sudah sampai di titik LELAH dan MUAK untuk mendengarkan.
"Aku berangkat" ucapku usai menghabiskan sarapanku, mencium kening ibuku dan nenekku bergantian lalu berlari keluar rumah. Terlepas dari pintu rumah aku menghirup udara kasar, seakan-akan aku terlepas dari penjara berhantu. Motor meticku sudah menantiku, bersiap mengantarkan tubuhku menuju kantor.
********
"Pagi, heyyy pagi, yuupp morning Grisella" sapaku menyapa setiap karyawan yang berpapasan denganku. Terkadang aku menyapa mereka dengan bahasa Indonesia jika itu orang Indonesia, dan terkadang dengan bahasa Singapur.
"Pak Ling sudah datang?" tanyaku kepada Karin ketika sampai diruanganku. Karin merupakan staff dibagianku. Masih ada beberapa anggota lagi selain dia. Sementara pak Ling yang kumaksud adalah bosku. Lebih tepatnya CEO perusahaanku.
"Sudah buk, ada didalam" jawab Karin. Aku melirik kearah ruangan yang ada didepan ruanganku.
"Bawakan bunga yang kusuruh beli kemaren" ucapku. Karin mengangguk dan mengambil sebuket bunga dan memberikannya padaku. Sepatu hak tinggiku menciptakan irama dilantai kantorku ketika aku berjalan menuju ruangan bos ku.
"Selamat ulang tahun pak, semoga harimu menyenangkan" sapaku dan meletakkan bunga diatas mejanya. Pria berumur 57 tahun itu tersenyum hangat menyambutku.
"Kau selalu sempurna untuk setiap hal, aku bahkan sudah melupakan ulang tahunku Ona" jawab pak ling dengan nada suara kebapak annya. Benar, dia terkenal ramah. Tapi tidak jika kecewa. Itulah mengapa aku menuntut diriku sendiri untuk perfect dalam melakukan pekerjaan.
Pernah aku membuatnya kecewa, itu ketika tahun pertama aku bekerja, alhasil gajiku dipotong cukup besar dan aku disuruh belajar banyak hal. Meskipun pada akhirnya aku tau itu untuk kebaikanku.
"Bapak sudah sarapan?" tanyaku seperti biasa.
"Sudah, bagaimana dengan berkas yang kemaren? Sudah kau perbaiki?"
"Sudah pak, apa perlu saya ambilkan?."
"Tidak usah, aku percaya padamu. Ona kau sudah cukup lama bekerja denganku, kepintaranmu yang membuatku tertarik. Tidak bisa kupungkiri perusahan realestat ku ini berjalan baik dari seorang pak tua ini juga karena bantuanmu"
"Ah tidak juga pak, saya yang belajar banyak hal dari bapak"
"Hahahah kau terlalu pandai berbicara. Aku ingin kau merubah dekorasi ruanganku, ganti semua warna lebih soft, yang cocok dengan anak muda."
"Bapak bosan dengan dekorasi ini?"
"Iya, lakukan saja."
"Baik pak." ucapku tersenyum manis dan keluar dari ruanganya.
"Karin ikut aku membeli beberapa hal yang kurang" ucapku membawa karin, dengan skill dan modal feeling aku melakukan pekerjaanku.
Cukup lama aku mondar-mandir mencari barang yang menurutku pantas untuk dijadikan dekorasi. Mall terbesar di singapur sudah terlalu sering aku jajaki. Bukan karena keperluanku, melainkan keperluan bosku. Entah mengapa seleraku selalu cocok dengan selera pak Ling.
"Ona, aku dengar Pak Ling akan digantikan ya?" tanya Karin di sela-sela kami mencari barang.
"Hah? Siapa yang bilang? Aku nggak dapat kabar tuh" jawabku, beginilah aku dengan dia jika diluar kantor. Berbicara layaknya teman. Lain halnya dengan didalam kantor.
"Kamu sekretarisnya aja kok nggak tau? udah banyak staff sama kepala bagian lain ngomong loh. Pak Ling katanya mau digantikan cucunya memimpin perusahaan" cerita Karin antusias.
"Nggak mungkin, kalau ada hal sepenting itu biasanya juga pak Ling kasih tau aku kok. Kamu lupa berapa banyak RUMOR yang udah beredar dikantor sebelumnya?" jawabku.
"Eh iya, terlebih soal Pak Ling mau menikah dengan staff keuangan ya?" jawab Karin cengengasan.
"Nah iya, ternyata gimana? Rumor itu malah dibuat saingan perusahaan kita biar nama Pak Ling jelek, untung aja beliau tangkap menyelesaikan masalah. Udah nggak usah di dengerin rumor kayak gitu."
"Heheheh iya deh, habis ini kemana?. Sempet makan nggak yah?. Aku lapar nih"
"Iya nanti kita makan dulu" sahutku tersenyum. Aku menghela nafas lega dan kembali mencari barang-barang dalam catatanku.
Dunia perkantoran itu tidak semulus yang aku bayangkan diawal. Dulu ketika melihat wanita memakai pakaian formal kantor, aku merasa mereka keren, bagaikan anak kecil yang melihat pangeran tampan ketika berkhayal menjadi seorang putri raja.
Kesini setelah aku masuk kedalamnya, hahahahah.....
Aku hanya bisa tertawa dengan diriku sendiri. Akan banyak orang yang mendekati kamu semakin tinggi jabatanmu, namun mereka tak lebih dari manusia bermuka tembok. Akan banyak orang yang menjelekkan kamu, padahal didepanmu mereka bersikap sangat ramah. Butuh waktu dan perasaan yang tepat untuk menilai siapa yang pantas kamu percayai.
Grtttt.....ggrttttt
Aku mengambil ponselku yang bergetar, sebuah pesan masuk dari pak ling. Bergegas aku membacanya 'Ona, setelah kau menyelesaikan dekorasi, bisakah kau datang kepestaku malam ini? mereka tiba-tiba saja ingin merayakan pesta ulang tahun pak tua ini, kau akan kusuruh dijemput supir. Kau harus datang,Banyak kolega bapak nanti yang datang. Bapak sudah pulang lebih awal'
Hmmmmm aku hanya tersenyum hambar.....
Leona POVBurung saja kadang punya sayap yang patah__________Bagiku segala permintaan bossku itu sebuah perintah. Aku mengenakkan gaun putih polos, dengan bagian pundakku yang terbuka. Aku tidak membiarkan leherku kosong, tentu kalung mutiara aku jadikan sebagai aksesoris. Sementara Rambutku, aku biarkan tergerai setelah aku style spiral."Aku pergi" ucapku kepada orang rumah, sekedar memberitahu kalau supir pak Ling sudah datang menjemputku. Mereka selalu memuji dandananku, aku rasa tidak ada hal yang spesial dariku. Sepanjang perjalanan aku bercerita beberapa hal dengan supir pribadi pak Ling, kami sudah cukup dekat untuk sekedar berbagi kisah. Namanya pak Ed, dia berusia 38 th. Namun masih belum menikah karena beliau belum menemukan orang yang cocok. Ya memang terkadang jodoh datang tidak mengenal usia."Terimakasih pak Ed" ucapku turun dari mobil. Aku menarik nafas dalam, rasanya sudah tidak terhitung berapa kali aku
~Kamar 22.50Aku menghempaskan tubuhku kasar keatas kasurku, bahkan aku langsung mengunci pintu kamarku agar tidak ada yang mengangguku. Entah itu nenek atau sikembar akan selalu memintaku menceritakan bagaimana suasa pesta setiap kali aku pulang dari pesta. Tapi kali ini mood ku benar-benar hancur, dan aku tidak ingin diusik. Keadaan dan duniaku berubah 180 derjat. Seperti kayang dan jungkir balik terjadi dalam satu waktu di hidupku. Aku menghembuskan nafas kesal ketika fikiranku kembali membayangkan kabar yang dikatakan pak Ling tadi di lokasi pesta.
Kantor Hangkook________Seperti biasa, aku berangkat ke kantor dan masih bertemu dengan pak Ling. Ada beberap berkas yang memang harus aku selesaikan, dan lima diantaranya sudah selesai aku kerjakan. Aku memijit pelipis mataku, kepalaku terasa sakit. Semalam aku hampir tidak bisa tidur, belum lagi pagi ini nenek terang-terangan menyindirku, ucapan konyol dari nenek yang masih terngiang-ngiang dibenakku “Kapan kamu nikah?.Mau jadi perawan tua? kalau kamu semakin tua baru menikah, suamimu nanti pasti membuangmu, karna kamu sudah tidak muda lagi. Dirumah ini anak perempuan sama saja, tidak bisa mengerti menjaga perasaan pria” sindir nenekku.S
Aku dan Kebiasaanku________Seperti biasa aku melewati pagi dengan aktivitas yang selalu sama. Mungkin sudah jadi kebiasaan untuk nenek mengomel sesuka hatinya. Ada saja hal yang nenek bahas dan justru jadi bahan pertengkaran. Aku yang sudah terbiasa dengan keluargaku seperti ini saja masih berusaha sabar untuk mendengarkan ocehan nenek. Entah bagaimana jika ada orang luar yang berniat tinggal atau masuk kedalam keluargaku. Bahkan disela-sela makan pagi saja yang terdengar hanya ocehan nenek.Ocehan yang selalu sama, apalagi kalau bukan soal masakan mama. Mataku beralih menatap sikembar. Adikku tumbuh dalam lingkaran keluargaku yang seperti ini. Raut wajah mereka datar dan sama sekali tidak bergairah setiap pagi. Aku tau ini berat untuk mereka. Tapi untunglah mereka berdua terlahir sebagai seorang pria. Setidaknya mereka pria memang harus bertanggung jawab menghadapi dunia y
-----Makan SiangAku sudah berusaha mengelak agar tidak makan siang bersama Noah. perintah memang berkuasa didalam hidupku. Alhasil beberapa karyawan melihatku sedang makan berdua bersama Noah dikantin. Aku memohon pada kirana untuk menemaniku, sialnya Noah melarang karena kirana sudah selesai makan siang. Pasti mereka sudah membicarakan yang tidak-tidak tentangku sekarang. seluruhh pegawai dikantor ini terkenal biang dalam menyebar gossip,
Perdebatan tak adil__________Aku menghempaskan tubuhku ke atas kasur setelah mandi. Berdebat dengan Nenek tidak akan ada habisnya. Itulah sebabnya aku memilih untuk diam dan beranjak ke kamarku. Meskipun aku sudah keramas tetap saja kepalaku masih belum terasa segar. Aku menoleh dan langsung melihat tumpukkan map pekerjaanku, Noah si celengan gurita itu memang tidak punya hati.Aku mengggelinjang kesal sampai mendengar nenek berbicara diluar kamarku “Sampai kapan dia bakalan seperti itu terus. Dia merasa sangat cantik apa sampai harus menunda menikah” ucap nenek.Aku menutup telingaku dengan bantal, setiap hari apa yang diperdebatkan selalu saja sama. Kalau bukan karena dia nenekku, aku sudah menendangnya keluar dari rumah ini. “Ona? Ini aku Jesika. Boleh masuk nggak?” tanya Jesika. Aku menghela nafas panjang untuk
Singapura 13.20_______Mataku hanya melihat pemandangan di luar jendela mobil. Aku kehabisan kata-kata untuk sekedar berbicara dengan Noah. Sebelumnya aku tidak pernah mengalami hal seperti ini. Usai aku mengenakkan baju di ruang ganti baju, Noah sudah masuk ke dalam mobil. Saat aku hendak membayar baju itu, kasir memberitahuku kalau Noah sudah membayar bajuku.Hatiku berdesir, seperti ini hal baru yang aku alami. Ibaratkan aku baru tau kalau rasanya api itu panas. Aku khawatir ada dampak dari ini. Selagi tidak ada yang memberitahu soal ini di kantor, mungkin hidupku akan aman-aman saja “Setelah ini jalannya kemana ona?” tanya Noah tiba-tiba membuyarkan lamunanku “Kesana pak” ucapku langsung menunjukkan belokan.“Aku fikir kamu akan pakai celana yang lebih panjang, ternyata hot pants.
Aku pernah bahagia______Senja sudah merubah langit menjadi warna jingga, matahari sudah setengah terbenam seperti ragu-ragu ditelan oleh bumi. Sementara aku baru pulang dan langsung menuju kamar mandiku. Dibawah guyuran shower dengan air hangat fikiranku membandingkan dua sisi. Ketika aku menemani Noah dengan urusannya, aku hanya merasakan sesak di dadaku dan perasaanku tidak tenang. Sementara ketika aku menemani Andri aku justru banyak tertawa. Bahkan ketika Andri menceritakan hal menyenangkan yang pernah kulakukan dimasa dulu dengannya “Ternyata aku sebahagia itu dulu” ucapkuUsai memanjakan diri dengan air hangat, aku berbaring sejenak meregangkan tubuhku. Lelah tidak bisa kuelakkan, memang inilah yang biasa aku jalani. Aku mengambil ponsel dari bawah bantalku, masalah bajuku ya
Rose sedang memulihkan diri di rumah karena patah tulang ringan. Itu hanya seminggu setelah masa-masa indah, karena Sean terstimulasi oleh hasil akhir ujian tengah semesternya dan mengantarnya ke sekolah. Satu-satunya keuntungan adalah dia memiliki sopir untuk menjemput dan mengantarnya selama cedera. Rose belum beradaptasi dengan kehidupan awal. Dia tidur grogi untuk dua kelas. Dalam keadaan linglung, dia samar-samar merasakan seseorang di depan matanya. Ketika dia membuka matanya, ruang kelas kosong. Hanya Matthew dari Kelas 5 yang berdiri di depannya dan menatapnya dengan cemberut. Rose ingat bahwa Matthew dan Andrew menekannya seperti bukit hari itu, hampir sekarat, dan merasakan lengannya sakit lagi. Dia mendongak dan saling menatap miring. "Mengapa kamu di sini?" Matthew memandang rendah Rose, yang cuek dan frustrasi. Senang melihatnya tanpa jalan memutar, tetapi tidak mungkin. Siapa yang membiarkan dirinya memuk
Andri memaksa untuk mengantarkanku menuju Café yang diminta Rosy. Aku sudah menolak karena segan, tapi Andri tetap memaksa. Kebetulan saat itu aku tidak membawa motor, karena Andri yang menjemputku ke rumah dengan mobilnya “Duh, maaf ya An. Nggak biasanya istri atasan aku ngajak ketemuan kayak gini” ucapku.“Iya, udah kamu nggak usah nggak enakkan gitu. Aku juga kadang suka dapat panggilan mendadak dari atasan. Nanti kamu pulang aku jemput yah?” tawar Andri. Aku menggelengkan kepalaku tegas “Nggak usah, aku bisa sendiri kok. Tenang aja!” ucapku. Lagi-lagi terjadi perdebatan kecil, tapi kali ini aku bisa meyakinkan Andri dan dia pun mengalah padaku.Aku melangkah masuk ke dalam café, mataku menyapu setiap sudut café. Aku mendapati Rosy ada di meja tengah, dan ia tengah sibuk melihat ponselnya. “Maaf
Senam itu menyesakkan, tapi sekarang jantungku malah senam sendiri. Di ruang tamu, dengan langit-langit loteng berhiaskan lampu Kristal. Jendela kaca yang lebar memperlihatkan pemandangan kota malam diluar sana, kini aku duduk di depan Noah. Pria menyebalkan itu tengah serius membaca beberapa file. “Ada yang bisa saya bantu lagi pak? Yang ini sudah selesai!” ucapku. Noah melihat hasil kerja yang aku letakkan di sampingnya “Good, Kau boleh tidur sekarang! Ini sudah larut, aku akan selesaikan yang terakhir ini,”ucap Noah. “Bapak yakin tidak mau saya bantu? Biar lebih cepat pak” ucapku. Noah mengangkat wajahnya, lihatlah raut wajah dengan mata yang menatapku kesal itu kembali terbentuk. Seperti Noah yang biasanya “Saya kadang ragu kalau kamu punya telinga Ona, atau telinga kamu itu palsu ya? Terbuat dari plastiK atau semacamnya mungkin?” sindir Noah padaku
Belajar dari kesalahan, aku menitipkan pesan pada Karin untuk memberitahu Noah kalau buk Elisa ingin ngobrol denganku. Aku duduk di depan buk Elisa dengan canggung, kebetulan saat itu pengunjung kantin tidak terlalu banyak. Biasanya mendekati sore memang banyak para karyawan yang hanya sekedar duduk untuk menikmati minuman mereka. Kantin ini hampir seperti café di dalam kantor kurasa. “Hmm, apa yang kamu dengar tadi. Tolong simpan dengan baik, ayah saya sudah mempekerjakan kamu cukup lama, jadi saya bisa mempercayai kamu kan?” tanya buk Elisa padaku. Aku menganggukkan kepalaku mantap “Iya buk, saya mengerti” ucapku. “Saya nggak habis fikir, udah kehabisan akal saya buat bujuk Noah. Hmm apa saya bisa minta bantuan kamu untuk membujuk Noah?” buk Elisa menatapku dengan lekat, aku sampai terperangah dibuatnya “Ha? ma..maaf buk. Saya tidak yakin” jawabku. Sudah kuduga aku akan terjebak situasi yang seperti ini. “Melihat Noah yang memberanikan diri memanggil kamu, meskipun
Aku membenamkan wajahku di bantal, meskipun pagi sudah datang aku tidak sanggup untuk pergi ke kantor. Dengar, Noah memelukku malam itu. Ia hanya berniat untuk menenangkanku. Aku yang mendadak sadar saat itu tiba-tiba mendorong tubuh Noah ‘Bapak mau niat ganjen ya, jangan manfaatin kesempatan dalam kesempitan dong pak’ ucapku dan berlalu pergi begitu saja. Aku menyesali itu sekarang, dan hari ini aku tidak punya wajah untuk datang ke kantor. “Ona?. Nak? Kamu kok belum ke kantor?. Kamu sakit?” tanya mama masuk ke dalam kamarku. Aku bergumam karena wajahku masih terbenam di bantal. “Kamu ngomong apa nak?. Mamam nggak denger jelas” ucap mamaku menarik bantal. Aku sempat menahan bantal itu, tapi mama dengan sekuat tenaga menarik bantal itu “Ona?, kamu demam ya?” tanya mama. Saat itu mataku memang agak sembab, aku menangis semalaman. Aku menggelengkan kepalaku “Enggak ma, Ona baik-baik aja” ucapku. Mama memeriksa suhu tubuhku, memang aku tidak demam. Ia duduk dis
Aku antusias sekali ketika Andri dengan senang hati menerima tawaranku untuk bertemu di café, belum lagi hariku cukup indah karena tidak ada pekerjaan yang harus aku selesaikan di hari libur dan anehnya Noah tidak mengganggu ku seperti biasa. “Jadi, katanya mau ada hal penting yang mau kamu omongin. Aku jadi penasaran?” ucap Andri memulai percakapan ketika pelayan café sudah meletakkan pesanan kami.“Hmm sebenarnya malu mau ngomong sih, tapi aku mau nanya serius” ucapku agak ragu. Andri menyipitkan matanya “Wah, aku sampai berdebar. Kamu mau nyatain cinta ya?” Andri menggodaku. Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat “Bukan, bukan gitu. Andri kamu mah…” aku mengeluh. Sudah menjadi kebiasaan untuk Andri disaat gemas malah mengusap pucuk kepalaku “Ya terus mau ngomong apa?. Bilang aja aku dengerin kok” Andri meyakinkanku.
Aku selalu mengulangi sampai dua kali, untuk memeriksa isi tasku sebelum aku pulang dari kantor. Itu karena aku sering kelupaan dan terkadang sesuatu yang penting malah tertinggal. “Leona?” sapa Noah padaku. Aku memutar badanku melihat Noah. Kantor sudah sepi, sepertinya hanya aku dan Noah yang masih tertinggal “Iya Pak?” jawabku.“Kamu mau makan malam dimana?” tanya Noah, sejenak aku melihat jam di tanganku, sudah cukup sore “Dirumah pak, seperti biasa. Saya pikir bapak sudah pulang” ucapku. Aku merasa agak berbeda, raut wajah Noah tidak seperti biasanya. Ia tersenyum tipis dan membuatku semakin yakin kalau hari itu Noah memang berbeda “Kamu ada acara ?” tanya nya lagi.Aku melengkungkan alisku “Tidak pak, saya langsung pulang” ucapku. Ingin rasanya aku bertanya pada Noah, apa dia dalam ma
Tidak ada waktu untuk istirahat, aku kembali ke rutinitas kantor yang melelahkan. Andaikan saja aku diberi waktu istirahat setelah pulang dari Korea, tapi dengan tegas aku mendapatkan pesan dari Noah ‘Ona, kamu tidak punya alasan untuk bermalas-malasan yah, datang tepat waktu ke kantor’ isi pesan itu. “Arghhh aku ingin memiliki satu hari yang akan ku habiskan dengan tidur panjang” keluhku menyandarkan kepalaku ke kursi. Karin yang sedang memperbaiki lipstiknya disampingku berdehem “Emang kamu udah siap mati?. Pengen banget tidur panjang” ucapnya. Aku membelalakkan mataku sambil memukul pundak Karin pelan “Hus, ngomongnya kok gitu sih” ucapku kesal. “Awww, kok nyalahin aku. Kan kamu yang bilang mau tidur panjang, kalau nggak koma ya mati dong” ucap Karin membela diri. Aku me
Aroma wangi, seperti bunga. Aku sering sekali rasanya mencium aroma seperti ini, perlahan aku membuka mataku, aku menguap sambil merenggangkan tubuhku. Tidurku nyenyak sekali, rasa kantuk ku terbayar lunas. “Kok aku kenal aroma ini ya?, kayak aroma Noah deh” gumamku. Aku masih setengah sadar dan menikmati renggangan tubuhku. Sampai mendadak Noah keluar dari arah kamar mandi dan seperti yang waktu itu kulihat, ia hanya mengenakan handuk, “Arghhh Bapak?” teriakku kaget langsung mengganti posisiku duduk.Noah mendadak berhenti dengan pose ia sedang menyisir rambutnya yang basah dengan jemari tangannya, mata kami saling beradu tatap untuk sesaat “Apa?” tanya Noah padaku. Aku melengkungkan alisku “Bapak ngapain dikamar saya?. Bapak mandi di kamar saya?, memangnya air dikamar mandi bapak nggak ada?” tanyaku.“Loh?