Aku dan Kebiasaanku
________
Seperti biasa aku melewati pagi dengan aktivitas yang selalu sama. Mungkin sudah jadi kebiasaan untuk nenek mengomel sesuka hatinya. Ada saja hal yang nenek bahas dan justru jadi bahan pertengkaran. Aku yang sudah terbiasa dengan keluargaku seperti ini saja masih berusaha sabar untuk mendengarkan ocehan nenek. Entah bagaimana jika ada orang luar yang berniat tinggal atau masuk kedalam keluargaku. Bahkan disela-sela makan pagi saja yang terdengar hanya ocehan nenek.
Ocehan yang selalu sama, apalagi kalau bukan soal masakan mama. Mataku beralih menatap sikembar. Adikku tumbuh dalam lingkaran keluargaku yang seperti ini. Raut wajah mereka datar dan sama sekali tidak bergairah setiap pagi. Aku tau ini berat untuk mereka. Tapi untunglah mereka berdua terlahir sebagai seorang pria. Setidaknya mereka pria memang harus bertanggung jawab menghadapi dunia y
-----Makan SiangAku sudah berusaha mengelak agar tidak makan siang bersama Noah. perintah memang berkuasa didalam hidupku. Alhasil beberapa karyawan melihatku sedang makan berdua bersama Noah dikantin. Aku memohon pada kirana untuk menemaniku, sialnya Noah melarang karena kirana sudah selesai makan siang. Pasti mereka sudah membicarakan yang tidak-tidak tentangku sekarang. seluruhh pegawai dikantor ini terkenal biang dalam menyebar gossip,
Perdebatan tak adil__________Aku menghempaskan tubuhku ke atas kasur setelah mandi. Berdebat dengan Nenek tidak akan ada habisnya. Itulah sebabnya aku memilih untuk diam dan beranjak ke kamarku. Meskipun aku sudah keramas tetap saja kepalaku masih belum terasa segar. Aku menoleh dan langsung melihat tumpukkan map pekerjaanku, Noah si celengan gurita itu memang tidak punya hati.Aku mengggelinjang kesal sampai mendengar nenek berbicara diluar kamarku “Sampai kapan dia bakalan seperti itu terus. Dia merasa sangat cantik apa sampai harus menunda menikah” ucap nenek.Aku menutup telingaku dengan bantal, setiap hari apa yang diperdebatkan selalu saja sama. Kalau bukan karena dia nenekku, aku sudah menendangnya keluar dari rumah ini. “Ona? Ini aku Jesika. Boleh masuk nggak?” tanya Jesika. Aku menghela nafas panjang untuk
Singapura 13.20_______Mataku hanya melihat pemandangan di luar jendela mobil. Aku kehabisan kata-kata untuk sekedar berbicara dengan Noah. Sebelumnya aku tidak pernah mengalami hal seperti ini. Usai aku mengenakkan baju di ruang ganti baju, Noah sudah masuk ke dalam mobil. Saat aku hendak membayar baju itu, kasir memberitahuku kalau Noah sudah membayar bajuku.Hatiku berdesir, seperti ini hal baru yang aku alami. Ibaratkan aku baru tau kalau rasanya api itu panas. Aku khawatir ada dampak dari ini. Selagi tidak ada yang memberitahu soal ini di kantor, mungkin hidupku akan aman-aman saja “Setelah ini jalannya kemana ona?” tanya Noah tiba-tiba membuyarkan lamunanku “Kesana pak” ucapku langsung menunjukkan belokan.“Aku fikir kamu akan pakai celana yang lebih panjang, ternyata hot pants.
Aku pernah bahagia______Senja sudah merubah langit menjadi warna jingga, matahari sudah setengah terbenam seperti ragu-ragu ditelan oleh bumi. Sementara aku baru pulang dan langsung menuju kamar mandiku. Dibawah guyuran shower dengan air hangat fikiranku membandingkan dua sisi. Ketika aku menemani Noah dengan urusannya, aku hanya merasakan sesak di dadaku dan perasaanku tidak tenang. Sementara ketika aku menemani Andri aku justru banyak tertawa. Bahkan ketika Andri menceritakan hal menyenangkan yang pernah kulakukan dimasa dulu dengannya “Ternyata aku sebahagia itu dulu” ucapkuUsai memanjakan diri dengan air hangat, aku berbaring sejenak meregangkan tubuhku. Lelah tidak bisa kuelakkan, memang inilah yang biasa aku jalani. Aku mengambil ponsel dari bawah bantalku, masalah bajuku ya
Kantor, Aktivitas biasa_______“Apa? tapi kan ruangan itu udah lama jadi gudang, kenapa pak Noah bongkar gudang itu?” ucapku tidak habis fikir dengan fikiran Noah. Baru saja sampai dikantor Karin sudah menghadangku dengan kabar itu “Aku nggak tau kenapa Ona. Tadi pak Noah cuman nyuruh panggil OB, terus mereka bongkar. Sekarang kayaknya masih disana deh” jawab Karin. Aku menarik nafas dalam dan bergegas menghampiri Noah.Ruangan itu terletak dibelakang ruangan Noah, ada lorong pendek menuju kesana. Saat aku melewati lorong itu debu sudah menyeruak memberikan aroma sesak. Aku menghampiri Noah sembari mengipas-ngipas tanganku agar debu tidak terlalu banyak masuk ke rongga hidungku “Pak? kenapa dibongkar ya?” tanyakuNoah memutar tubuhnya menghadapku “Dibongkar? Kenapa ngomongnya gitu?” jawab Noah balik bertanya. Aku menyatukan alisku bingung “Ruangan in
Teruntuk Kakak yang selalu setia dan nagih update :)__________Lega rasanya semua pekerjaanku selesai. Terkadang sekalipun aku terbiasa berkutat dengan pekerjaan, aku juga memiliki batas lelah, menjadi wanita manidiri itu memang tidak mudah. “Waktunya pulang dan istirahat, ah aku harus mampir dulu ke minimarket, pewangi mulut sasaran ku hari ini” aku membereskan semua barang-barangku. Baru saja kakiku hendak melangkah pergi dari kantor Noah menghampiriku “Ona? Kamu masih dikantor?” tanya Noah tiba-tiba. Aku mengeluh sesaat, tapi dengan cepat aku mengatur raut wajahku dan memutar badanku menghadap Noah, memakai topeng manis ala Ona. “Eeh iya pak, soalnya ada beberapa data yang belum saya pahami. Saya kira bapak sudah pulang loh” ucapku sok akrab.Noah melihat jam ditangannya “Sudah pukul delapan malam. Kamu sudah makan malam?” tanya Noah. Aku langsung menjawab pertanyaan Noah begitu saja t
Aku berdebar tidak menentu, udara sejuk seperti enggan untuk berkeliaran di sekitarku “Ini nggak manusiawi. Kalau mereka berdua sudah sama-sama nggak tahan nih, pulang dulu kek. Atau ke hotel kek, kenapa mesti mencemari mataku di kantor sih. Ini aku kok aku jadi bayangin yang enggak-enggak. Otak tolonglah, keseringan nonton yang enggak-enggak nih, bangsat emang” protesku tidak bisa konsentrasi. Aku larut dalam gejolak ku sendiri, liar sekali pikiranku. Dari tadi bayangan bagaimana wajah Rosie yang mendesah menikmati sentuhan Noah sudah berlalu lalang di pikiranku, maksudku apa senikmat itu yang diberikan oleh Noah sampai Rosie menggelinjang seperti itu. Matanya terpejam dan Ia menggigit bibir bawahnya, pasti Rosie tidak tahan menerima rangsangan yang Noah berikan. Aku saja sampai sekarang bertindak jauh hanya sebatas ciuman, meskipun sesekali gairahku meledak
Entah sejak kapan waktu berlalu sangat cepat. Tak terhitung jari rasanya berapa kali Noah mengingatkanku tentang perjalanan menuju Korea. Hingga sore ini Noah masih saja cerewet mengenai hal itu “Ona saya tidak mau kamu terlambat yah besok. Bawa baju lebih untuk jaga-jaga, saya jemput saja kamu kerumah dengan supir saya nanti” ucap Noah. Pundakku sudah terasa berat menerima beban kata-kata seperti itu setiap hari.“Iya pak, saya sudah menyiapkan keperluan saya. Bapak tidak perlu khawatir” ucapku. Noah berdecak angkuh “Saya tidak khawatir sama kamu. Tapi sama diri saya sendiri. Saya nggak mau ngurusin urusan kamu kayak waktu itu, pas kamu pakai celana pendek ke tempat pak Liam. Denger, yang utama itu jangan ngerepotin saya” Noah memberi tekanan pada setiap ucapannya.“Iya pak. Saya pulang dulu” langkahku gontai men
Rose sedang memulihkan diri di rumah karena patah tulang ringan. Itu hanya seminggu setelah masa-masa indah, karena Sean terstimulasi oleh hasil akhir ujian tengah semesternya dan mengantarnya ke sekolah. Satu-satunya keuntungan adalah dia memiliki sopir untuk menjemput dan mengantarnya selama cedera. Rose belum beradaptasi dengan kehidupan awal. Dia tidur grogi untuk dua kelas. Dalam keadaan linglung, dia samar-samar merasakan seseorang di depan matanya. Ketika dia membuka matanya, ruang kelas kosong. Hanya Matthew dari Kelas 5 yang berdiri di depannya dan menatapnya dengan cemberut. Rose ingat bahwa Matthew dan Andrew menekannya seperti bukit hari itu, hampir sekarat, dan merasakan lengannya sakit lagi. Dia mendongak dan saling menatap miring. "Mengapa kamu di sini?" Matthew memandang rendah Rose, yang cuek dan frustrasi. Senang melihatnya tanpa jalan memutar, tetapi tidak mungkin. Siapa yang membiarkan dirinya memuk
Andri memaksa untuk mengantarkanku menuju Café yang diminta Rosy. Aku sudah menolak karena segan, tapi Andri tetap memaksa. Kebetulan saat itu aku tidak membawa motor, karena Andri yang menjemputku ke rumah dengan mobilnya “Duh, maaf ya An. Nggak biasanya istri atasan aku ngajak ketemuan kayak gini” ucapku.“Iya, udah kamu nggak usah nggak enakkan gitu. Aku juga kadang suka dapat panggilan mendadak dari atasan. Nanti kamu pulang aku jemput yah?” tawar Andri. Aku menggelengkan kepalaku tegas “Nggak usah, aku bisa sendiri kok. Tenang aja!” ucapku. Lagi-lagi terjadi perdebatan kecil, tapi kali ini aku bisa meyakinkan Andri dan dia pun mengalah padaku.Aku melangkah masuk ke dalam café, mataku menyapu setiap sudut café. Aku mendapati Rosy ada di meja tengah, dan ia tengah sibuk melihat ponselnya. “Maaf
Senam itu menyesakkan, tapi sekarang jantungku malah senam sendiri. Di ruang tamu, dengan langit-langit loteng berhiaskan lampu Kristal. Jendela kaca yang lebar memperlihatkan pemandangan kota malam diluar sana, kini aku duduk di depan Noah. Pria menyebalkan itu tengah serius membaca beberapa file. “Ada yang bisa saya bantu lagi pak? Yang ini sudah selesai!” ucapku. Noah melihat hasil kerja yang aku letakkan di sampingnya “Good, Kau boleh tidur sekarang! Ini sudah larut, aku akan selesaikan yang terakhir ini,”ucap Noah. “Bapak yakin tidak mau saya bantu? Biar lebih cepat pak” ucapku. Noah mengangkat wajahnya, lihatlah raut wajah dengan mata yang menatapku kesal itu kembali terbentuk. Seperti Noah yang biasanya “Saya kadang ragu kalau kamu punya telinga Ona, atau telinga kamu itu palsu ya? Terbuat dari plastiK atau semacamnya mungkin?” sindir Noah padaku
Belajar dari kesalahan, aku menitipkan pesan pada Karin untuk memberitahu Noah kalau buk Elisa ingin ngobrol denganku. Aku duduk di depan buk Elisa dengan canggung, kebetulan saat itu pengunjung kantin tidak terlalu banyak. Biasanya mendekati sore memang banyak para karyawan yang hanya sekedar duduk untuk menikmati minuman mereka. Kantin ini hampir seperti café di dalam kantor kurasa. “Hmm, apa yang kamu dengar tadi. Tolong simpan dengan baik, ayah saya sudah mempekerjakan kamu cukup lama, jadi saya bisa mempercayai kamu kan?” tanya buk Elisa padaku. Aku menganggukkan kepalaku mantap “Iya buk, saya mengerti” ucapku. “Saya nggak habis fikir, udah kehabisan akal saya buat bujuk Noah. Hmm apa saya bisa minta bantuan kamu untuk membujuk Noah?” buk Elisa menatapku dengan lekat, aku sampai terperangah dibuatnya “Ha? ma..maaf buk. Saya tidak yakin” jawabku. Sudah kuduga aku akan terjebak situasi yang seperti ini. “Melihat Noah yang memberanikan diri memanggil kamu, meskipun
Aku membenamkan wajahku di bantal, meskipun pagi sudah datang aku tidak sanggup untuk pergi ke kantor. Dengar, Noah memelukku malam itu. Ia hanya berniat untuk menenangkanku. Aku yang mendadak sadar saat itu tiba-tiba mendorong tubuh Noah ‘Bapak mau niat ganjen ya, jangan manfaatin kesempatan dalam kesempitan dong pak’ ucapku dan berlalu pergi begitu saja. Aku menyesali itu sekarang, dan hari ini aku tidak punya wajah untuk datang ke kantor. “Ona?. Nak? Kamu kok belum ke kantor?. Kamu sakit?” tanya mama masuk ke dalam kamarku. Aku bergumam karena wajahku masih terbenam di bantal. “Kamu ngomong apa nak?. Mamam nggak denger jelas” ucap mamaku menarik bantal. Aku sempat menahan bantal itu, tapi mama dengan sekuat tenaga menarik bantal itu “Ona?, kamu demam ya?” tanya mama. Saat itu mataku memang agak sembab, aku menangis semalaman. Aku menggelengkan kepalaku “Enggak ma, Ona baik-baik aja” ucapku. Mama memeriksa suhu tubuhku, memang aku tidak demam. Ia duduk dis
Aku antusias sekali ketika Andri dengan senang hati menerima tawaranku untuk bertemu di café, belum lagi hariku cukup indah karena tidak ada pekerjaan yang harus aku selesaikan di hari libur dan anehnya Noah tidak mengganggu ku seperti biasa. “Jadi, katanya mau ada hal penting yang mau kamu omongin. Aku jadi penasaran?” ucap Andri memulai percakapan ketika pelayan café sudah meletakkan pesanan kami.“Hmm sebenarnya malu mau ngomong sih, tapi aku mau nanya serius” ucapku agak ragu. Andri menyipitkan matanya “Wah, aku sampai berdebar. Kamu mau nyatain cinta ya?” Andri menggodaku. Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat “Bukan, bukan gitu. Andri kamu mah…” aku mengeluh. Sudah menjadi kebiasaan untuk Andri disaat gemas malah mengusap pucuk kepalaku “Ya terus mau ngomong apa?. Bilang aja aku dengerin kok” Andri meyakinkanku.
Aku selalu mengulangi sampai dua kali, untuk memeriksa isi tasku sebelum aku pulang dari kantor. Itu karena aku sering kelupaan dan terkadang sesuatu yang penting malah tertinggal. “Leona?” sapa Noah padaku. Aku memutar badanku melihat Noah. Kantor sudah sepi, sepertinya hanya aku dan Noah yang masih tertinggal “Iya Pak?” jawabku.“Kamu mau makan malam dimana?” tanya Noah, sejenak aku melihat jam di tanganku, sudah cukup sore “Dirumah pak, seperti biasa. Saya pikir bapak sudah pulang” ucapku. Aku merasa agak berbeda, raut wajah Noah tidak seperti biasanya. Ia tersenyum tipis dan membuatku semakin yakin kalau hari itu Noah memang berbeda “Kamu ada acara ?” tanya nya lagi.Aku melengkungkan alisku “Tidak pak, saya langsung pulang” ucapku. Ingin rasanya aku bertanya pada Noah, apa dia dalam ma
Tidak ada waktu untuk istirahat, aku kembali ke rutinitas kantor yang melelahkan. Andaikan saja aku diberi waktu istirahat setelah pulang dari Korea, tapi dengan tegas aku mendapatkan pesan dari Noah ‘Ona, kamu tidak punya alasan untuk bermalas-malasan yah, datang tepat waktu ke kantor’ isi pesan itu. “Arghhh aku ingin memiliki satu hari yang akan ku habiskan dengan tidur panjang” keluhku menyandarkan kepalaku ke kursi. Karin yang sedang memperbaiki lipstiknya disampingku berdehem “Emang kamu udah siap mati?. Pengen banget tidur panjang” ucapnya. Aku membelalakkan mataku sambil memukul pundak Karin pelan “Hus, ngomongnya kok gitu sih” ucapku kesal. “Awww, kok nyalahin aku. Kan kamu yang bilang mau tidur panjang, kalau nggak koma ya mati dong” ucap Karin membela diri. Aku me
Aroma wangi, seperti bunga. Aku sering sekali rasanya mencium aroma seperti ini, perlahan aku membuka mataku, aku menguap sambil merenggangkan tubuhku. Tidurku nyenyak sekali, rasa kantuk ku terbayar lunas. “Kok aku kenal aroma ini ya?, kayak aroma Noah deh” gumamku. Aku masih setengah sadar dan menikmati renggangan tubuhku. Sampai mendadak Noah keluar dari arah kamar mandi dan seperti yang waktu itu kulihat, ia hanya mengenakan handuk, “Arghhh Bapak?” teriakku kaget langsung mengganti posisiku duduk.Noah mendadak berhenti dengan pose ia sedang menyisir rambutnya yang basah dengan jemari tangannya, mata kami saling beradu tatap untuk sesaat “Apa?” tanya Noah padaku. Aku melengkungkan alisku “Bapak ngapain dikamar saya?. Bapak mandi di kamar saya?, memangnya air dikamar mandi bapak nggak ada?” tanyaku.“Loh?