Leona POV
Burung saja kadang punya sayap yang patah
__________
Bagiku segala permintaan bossku itu sebuah perintah. Aku mengenakkan gaun putih polos, dengan bagian pundakku yang terbuka. Aku tidak membiarkan leherku kosong, tentu kalung mutiara aku jadikan sebagai aksesoris. Sementara Rambutku, aku biarkan tergerai setelah aku style spiral.
"Aku pergi" ucapku kepada orang rumah, sekedar memberitahu kalau supir pak Ling sudah datang menjemputku. Mereka selalu memuji dandananku, aku rasa tidak ada hal yang spesial dariku. Sepanjang perjalanan aku bercerita beberapa hal dengan supir pribadi pak Ling, kami sudah cukup dekat untuk sekedar berbagi kisah. Namanya pak Ed, dia berusia 38 th. Namun masih belum menikah karena beliau belum menemukan orang yang cocok. Ya memang terkadang jodoh datang tidak mengenal usia.
"Terimakasih pak Ed" ucapku turun dari mobil. Aku menarik nafas dalam, rasanya sudah tidak terhitung berapa kali aku hadir dalam acara pesta, tapi tetap saja aku masih merasakan grogi tidak jelas. Bagi pak Ling pesta seperti ini adalah kesempatan, ketika semua koleganya dan rekan-rekannya berkumpul, mengobrol soal bisnis menjadi lebih menyenangkan baginya.
Aku masuk kerumah pak Ling, sepertinya lokasi pesta diadakan di halaman belakang. Kakiku melangkah dengan percaya diri, ini hanya karena aku ingin menjaga nama baik pak Ling. Tidak lucu jika ada yang bilang sekretaris pak Ling itu wanita yang norak, "Leona?" sapa pak Ling dari kejauhan menyambutku. Aku menundukkan kepalaku sembari tersenyum menghormati pak Ling sebagai bossku.
"Aku menunggu kedatanganmu sedari tadi, kau lihat kumpulan pria yang ada disana?" ucap pak Ling. Aku langsung menoleh ke arah yang ditunjukkan pak Ling, disana ada sekumpulan pria dengan jas pesta mereka, yang bagiku terlihat memuakkan dan terlalu membosankan. Pria dalam balutan jas hah. Mereka sedang bercengkrama sembari memegang segelas wine ditangan mereka "Ya pak, saya melihat mereka" jawabku kembali mengalihkan pandanganku kepada pak Ling.
"Ingat wajah mereka masing-masing, itu rekan baru yang akan berurusan denganmu nanti" pak Ling tersenyum. Aku mengernyitkan keningku, mengapa aku tidak tau ada kolega baru dilingkungan pak Ling. Padahal selama ini pak Ling selalu memberitahuku. Aku membuang fikiranku dan mengangguk saja menyetujUi pak Ling "Tetaplah berada dibelakangku, pahami bagaimana sikap mereka" perintah pak Ling berjalan menghampiri sekumpulan pria itu.
Aku berdiri dengan anggun dibelakang pak Ling, memasang insting sekretarisku dengan baik. Aku menilai satu persatu pria itu, diantara kelima pria itu ada salah satu pria yang sedari tadi membuatku risih. Tatapannya padaku seolah-olah ingin memakanku, melahapku dengan habis?kalian mengerti maksudku? yah dia memang ingin melahapku habis diatas ranjang.
"Ona, acara tiup lilinku akan dimulai. Ini konyol, aku sudah tua untuk ini" ucap pak Ling, ia berjalan kini menghampiri keluarganya, sementara aku tetap mengikuti pak Ling dari belakang.Aku menyapu keadaan sekitar dengan mataku, pesta megah seperti pada umumnya. Keaadaan yang sudah lumrah untukku, meskipun banyak pria tapi tidak ada yang mampu menarik perhatianku. Bukan, aku bukannya wanita yang pemilih. Hanya saja diriku seperti mati rasa.
"Mari kita mulai acara yang terpenting ini" ucap MC acara. Pak Ling sudah dikelilingi oleh keluarganya, disamping pak Ling ada istri tercintanya, yang biasa aku panggil dengan ibuk Anna, kemudian anak tunggal pak Ling, pria mapan yang bernama pak Chen dan juga memiliki istri yang cantik yang bernama nyonya Elisa. Betapa sempurnanya keluarga mereka, tidak sebanding denganku yang bahkan aku sendiri ragu apa aku bisa memiliki keluarga selengkap ini.?
"Tunggu dulu, Dimana Noah?" tanya pak Ling, aku tertegun. Seingatku Noah adalah nama cucu laki-laki dari pak Ling. Putra satu-satunya dari pak Chen dan nyonya Elisa. Aku pernah mendengar cerita dari pak Ling kalau cucu laki-lakinya ini memang disengaja di didik untuk tinggal di luar negri, dan terakhir kabar yang cukup membuat heboh seisi kantor untuk bergosip ketika cucu pak Ling yang bernama Noah ini menikah. Padahal kalau tidak salah usianya sudah hampir 30 tahun, kami berfikir ia tidak pernah memiliki hubungan yang serius dengan wanita.
"Papa,sepertinya dia masih mengurus sesuatu dirumahnya, kan dia baru sampai singapur kemaren" jawab nyonya Elisa menenangkan pak Ling. Aku menghela nafas panjang, mengapa? karena aku sangat mengerti pak Ling. Ia tidak akan merasa tenang jika sesuatu yang ia lakukan dirasa belum sempurna. "Kita tunggu Noah terlebih dulu" ucap pak Ling tegas. Sudah kuduga jawaban ini yang akan keluar dari mulut pak Ling.
Tentu saja tidak ada yang bisa membantah keputusan pak Ling, bukan karena mereka takut melainkan segan. Omongan Pak Ling adalah sebuah ketetapan yang penuh dengan aturan bagi keluarganya. Selang beberapa menit seorang pria mengenakkan jas abu-abu agak silver datang dengan menggandeng wanita yang mengenakkan gaun berwarna merah darah. Bagiku gaun itu cukup mencolok, mungkin tergantung selera setiap wanita.
"Sayang, kamu akhirnya datang juga" ucap nyonya Elisa menghampiri putranya itu dan memeluknya hangat. Dalam hati aku tersenyum sinis, oh ternyata begini wajah dari cucu pak Ling. Mengapa para wanita dikantor ramai membicarakan ia memiliki wajah yang tampan bak artis Holywood, padahal bagiku wajahnya biasa saja. Janggut tipis di dagunya menjijikan bagiku.
"Maafin kita ya ma, tadi aku kebingungan nyari gaun yang cocok" ucap istrinya ikut memeluk nyonya Elisa. Merekapun menghampiri pak Ling dan berdiri disamping pak Ling. Keluarga ini sudah lengkap sekarang, sesuai dengan acara, pak Ling pun mengikuti arahan MC untuk meniup lilin dan menyuapi orang-orang tersayangnnya dengan kue. Apa yanga aku lakukan?. Tentu saja diam seperti patung dibelakang sembari memperhatikan karakter masing-masing dari rekan dan kolega baru pak Ling.
Acara inti sudah berlalu, aku duduk disalah satu meja sembari menikmati minuman jusku, ada beberapa makanan manis yang tadinya ku ambil dari meja. Pak Ling terlihat santai mengobrol bersama keluarga besarnya. Salah satu pria yang membuatku risih tadi, memberanikan diri untuk mendekatiku. Aku tetap duduk dengan elegannya dimejaku tanpa menghindari pria konyol ini "Malam, saya boleh duduk disini?" tanya pria itu. Aku mengaggukan kepalaku cuek.
"Kamu sekretaris pak Ling ya?" tanya pria itu. Aku mengambil salah satu kue dengan tanganku, dan mengigit sedikit ujung kue itu "Bagaimana kalau aku katakan, aku ini simpanan pak Ling?" jawabku menatap pria itu tajam. Sontak pria itu tertawa mengejekku "Hahaha tidak mungkin, saya sangat tau kalau kamu itu sekretaris pak Ling" jawab pria itu. Aku langsung menaikkan satu alisku "Kalau sudah tau!!,mengapa bertanya? apa tidak ada pertanyaan lain hanya untuk sekedar berbasa-basi?" Tanyaku.
Pria itu langsung terdiam, ia tidak tertawa lagi justru tersenyum tipis menatapku "Menarik" ucap pria itu dengan tatapan menggoda. Aku tetap tenang dan dengan anggunnya memakan kueku "Menarik apanya?" ucapku balik bertanya. Pria itu menyodorkan tangannya padaku "Saya Juan, bisakah kita berteman?" ucapnya blak-blakkan. Sekali lagi demi menjaga nama pak Ling dengan berat hati aku membalas jabatan tangan Juan "Leona" aku menyebutkan namaku.
"Itulah sebabnya kukatakan menarik" ucap Juan sekali lagi. Ah aku mulai mengerti arah pembicaraaan ini, sepertinya Juan ingin menggodaku, aku tidak membalas ucapan Juan lagi, "Hmmm dia beruntung, karena nanti kau akan jadi sekretarisnya" ucap Juan menunjuk kearah cucu pak Ling. Aku mengernyitkan keningku bingung "Kau menunjuk pak Noah, atau pak Ling?" tanyaku ragu.
Juan kembali tertawa "Apa kau tidak tau? hahaha aku dan yang lainnya itu kolega baru dari Noah. Pak Ling sudah memutuskan untuk memberikan tempat duduknya kepada Noah" jawab Juan. Aku langsung berhenti mengunyah, tidak percaya untuk kabar yang kudengar ini. Bertepatan dengan itu pak Ling melambaikan tangannya memanggilku untuk menghampirinya. Mengapa aku baru tau kabar ini?
~Kamar 22.50Aku menghempaskan tubuhku kasar keatas kasurku, bahkan aku langsung mengunci pintu kamarku agar tidak ada yang mengangguku. Entah itu nenek atau sikembar akan selalu memintaku menceritakan bagaimana suasa pesta setiap kali aku pulang dari pesta. Tapi kali ini mood ku benar-benar hancur, dan aku tidak ingin diusik. Keadaan dan duniaku berubah 180 derjat. Seperti kayang dan jungkir balik terjadi dalam satu waktu di hidupku. Aku menghembuskan nafas kesal ketika fikiranku kembali membayangkan kabar yang dikatakan pak Ling tadi di lokasi pesta.
Kantor Hangkook________Seperti biasa, aku berangkat ke kantor dan masih bertemu dengan pak Ling. Ada beberap berkas yang memang harus aku selesaikan, dan lima diantaranya sudah selesai aku kerjakan. Aku memijit pelipis mataku, kepalaku terasa sakit. Semalam aku hampir tidak bisa tidur, belum lagi pagi ini nenek terang-terangan menyindirku, ucapan konyol dari nenek yang masih terngiang-ngiang dibenakku “Kapan kamu nikah?.Mau jadi perawan tua? kalau kamu semakin tua baru menikah, suamimu nanti pasti membuangmu, karna kamu sudah tidak muda lagi. Dirumah ini anak perempuan sama saja, tidak bisa mengerti menjaga perasaan pria” sindir nenekku.S
Aku dan Kebiasaanku________Seperti biasa aku melewati pagi dengan aktivitas yang selalu sama. Mungkin sudah jadi kebiasaan untuk nenek mengomel sesuka hatinya. Ada saja hal yang nenek bahas dan justru jadi bahan pertengkaran. Aku yang sudah terbiasa dengan keluargaku seperti ini saja masih berusaha sabar untuk mendengarkan ocehan nenek. Entah bagaimana jika ada orang luar yang berniat tinggal atau masuk kedalam keluargaku. Bahkan disela-sela makan pagi saja yang terdengar hanya ocehan nenek.Ocehan yang selalu sama, apalagi kalau bukan soal masakan mama. Mataku beralih menatap sikembar. Adikku tumbuh dalam lingkaran keluargaku yang seperti ini. Raut wajah mereka datar dan sama sekali tidak bergairah setiap pagi. Aku tau ini berat untuk mereka. Tapi untunglah mereka berdua terlahir sebagai seorang pria. Setidaknya mereka pria memang harus bertanggung jawab menghadapi dunia y
-----Makan SiangAku sudah berusaha mengelak agar tidak makan siang bersama Noah. perintah memang berkuasa didalam hidupku. Alhasil beberapa karyawan melihatku sedang makan berdua bersama Noah dikantin. Aku memohon pada kirana untuk menemaniku, sialnya Noah melarang karena kirana sudah selesai makan siang. Pasti mereka sudah membicarakan yang tidak-tidak tentangku sekarang. seluruhh pegawai dikantor ini terkenal biang dalam menyebar gossip,
Perdebatan tak adil__________Aku menghempaskan tubuhku ke atas kasur setelah mandi. Berdebat dengan Nenek tidak akan ada habisnya. Itulah sebabnya aku memilih untuk diam dan beranjak ke kamarku. Meskipun aku sudah keramas tetap saja kepalaku masih belum terasa segar. Aku menoleh dan langsung melihat tumpukkan map pekerjaanku, Noah si celengan gurita itu memang tidak punya hati.Aku mengggelinjang kesal sampai mendengar nenek berbicara diluar kamarku “Sampai kapan dia bakalan seperti itu terus. Dia merasa sangat cantik apa sampai harus menunda menikah” ucap nenek.Aku menutup telingaku dengan bantal, setiap hari apa yang diperdebatkan selalu saja sama. Kalau bukan karena dia nenekku, aku sudah menendangnya keluar dari rumah ini. “Ona? Ini aku Jesika. Boleh masuk nggak?” tanya Jesika. Aku menghela nafas panjang untuk
Singapura 13.20_______Mataku hanya melihat pemandangan di luar jendela mobil. Aku kehabisan kata-kata untuk sekedar berbicara dengan Noah. Sebelumnya aku tidak pernah mengalami hal seperti ini. Usai aku mengenakkan baju di ruang ganti baju, Noah sudah masuk ke dalam mobil. Saat aku hendak membayar baju itu, kasir memberitahuku kalau Noah sudah membayar bajuku.Hatiku berdesir, seperti ini hal baru yang aku alami. Ibaratkan aku baru tau kalau rasanya api itu panas. Aku khawatir ada dampak dari ini. Selagi tidak ada yang memberitahu soal ini di kantor, mungkin hidupku akan aman-aman saja “Setelah ini jalannya kemana ona?” tanya Noah tiba-tiba membuyarkan lamunanku “Kesana pak” ucapku langsung menunjukkan belokan.“Aku fikir kamu akan pakai celana yang lebih panjang, ternyata hot pants.
Aku pernah bahagia______Senja sudah merubah langit menjadi warna jingga, matahari sudah setengah terbenam seperti ragu-ragu ditelan oleh bumi. Sementara aku baru pulang dan langsung menuju kamar mandiku. Dibawah guyuran shower dengan air hangat fikiranku membandingkan dua sisi. Ketika aku menemani Noah dengan urusannya, aku hanya merasakan sesak di dadaku dan perasaanku tidak tenang. Sementara ketika aku menemani Andri aku justru banyak tertawa. Bahkan ketika Andri menceritakan hal menyenangkan yang pernah kulakukan dimasa dulu dengannya “Ternyata aku sebahagia itu dulu” ucapkuUsai memanjakan diri dengan air hangat, aku berbaring sejenak meregangkan tubuhku. Lelah tidak bisa kuelakkan, memang inilah yang biasa aku jalani. Aku mengambil ponsel dari bawah bantalku, masalah bajuku ya
Kantor, Aktivitas biasa_______“Apa? tapi kan ruangan itu udah lama jadi gudang, kenapa pak Noah bongkar gudang itu?” ucapku tidak habis fikir dengan fikiran Noah. Baru saja sampai dikantor Karin sudah menghadangku dengan kabar itu “Aku nggak tau kenapa Ona. Tadi pak Noah cuman nyuruh panggil OB, terus mereka bongkar. Sekarang kayaknya masih disana deh” jawab Karin. Aku menarik nafas dalam dan bergegas menghampiri Noah.Ruangan itu terletak dibelakang ruangan Noah, ada lorong pendek menuju kesana. Saat aku melewati lorong itu debu sudah menyeruak memberikan aroma sesak. Aku menghampiri Noah sembari mengipas-ngipas tanganku agar debu tidak terlalu banyak masuk ke rongga hidungku “Pak? kenapa dibongkar ya?” tanyakuNoah memutar tubuhnya menghadapku “Dibongkar? Kenapa ngomongnya gitu?” jawab Noah balik bertanya. Aku menyatukan alisku bingung “Ruangan in
Rose sedang memulihkan diri di rumah karena patah tulang ringan. Itu hanya seminggu setelah masa-masa indah, karena Sean terstimulasi oleh hasil akhir ujian tengah semesternya dan mengantarnya ke sekolah. Satu-satunya keuntungan adalah dia memiliki sopir untuk menjemput dan mengantarnya selama cedera. Rose belum beradaptasi dengan kehidupan awal. Dia tidur grogi untuk dua kelas. Dalam keadaan linglung, dia samar-samar merasakan seseorang di depan matanya. Ketika dia membuka matanya, ruang kelas kosong. Hanya Matthew dari Kelas 5 yang berdiri di depannya dan menatapnya dengan cemberut. Rose ingat bahwa Matthew dan Andrew menekannya seperti bukit hari itu, hampir sekarat, dan merasakan lengannya sakit lagi. Dia mendongak dan saling menatap miring. "Mengapa kamu di sini?" Matthew memandang rendah Rose, yang cuek dan frustrasi. Senang melihatnya tanpa jalan memutar, tetapi tidak mungkin. Siapa yang membiarkan dirinya memuk
Andri memaksa untuk mengantarkanku menuju Café yang diminta Rosy. Aku sudah menolak karena segan, tapi Andri tetap memaksa. Kebetulan saat itu aku tidak membawa motor, karena Andri yang menjemputku ke rumah dengan mobilnya “Duh, maaf ya An. Nggak biasanya istri atasan aku ngajak ketemuan kayak gini” ucapku.“Iya, udah kamu nggak usah nggak enakkan gitu. Aku juga kadang suka dapat panggilan mendadak dari atasan. Nanti kamu pulang aku jemput yah?” tawar Andri. Aku menggelengkan kepalaku tegas “Nggak usah, aku bisa sendiri kok. Tenang aja!” ucapku. Lagi-lagi terjadi perdebatan kecil, tapi kali ini aku bisa meyakinkan Andri dan dia pun mengalah padaku.Aku melangkah masuk ke dalam café, mataku menyapu setiap sudut café. Aku mendapati Rosy ada di meja tengah, dan ia tengah sibuk melihat ponselnya. “Maaf
Senam itu menyesakkan, tapi sekarang jantungku malah senam sendiri. Di ruang tamu, dengan langit-langit loteng berhiaskan lampu Kristal. Jendela kaca yang lebar memperlihatkan pemandangan kota malam diluar sana, kini aku duduk di depan Noah. Pria menyebalkan itu tengah serius membaca beberapa file. “Ada yang bisa saya bantu lagi pak? Yang ini sudah selesai!” ucapku. Noah melihat hasil kerja yang aku letakkan di sampingnya “Good, Kau boleh tidur sekarang! Ini sudah larut, aku akan selesaikan yang terakhir ini,”ucap Noah. “Bapak yakin tidak mau saya bantu? Biar lebih cepat pak” ucapku. Noah mengangkat wajahnya, lihatlah raut wajah dengan mata yang menatapku kesal itu kembali terbentuk. Seperti Noah yang biasanya “Saya kadang ragu kalau kamu punya telinga Ona, atau telinga kamu itu palsu ya? Terbuat dari plastiK atau semacamnya mungkin?” sindir Noah padaku
Belajar dari kesalahan, aku menitipkan pesan pada Karin untuk memberitahu Noah kalau buk Elisa ingin ngobrol denganku. Aku duduk di depan buk Elisa dengan canggung, kebetulan saat itu pengunjung kantin tidak terlalu banyak. Biasanya mendekati sore memang banyak para karyawan yang hanya sekedar duduk untuk menikmati minuman mereka. Kantin ini hampir seperti café di dalam kantor kurasa. “Hmm, apa yang kamu dengar tadi. Tolong simpan dengan baik, ayah saya sudah mempekerjakan kamu cukup lama, jadi saya bisa mempercayai kamu kan?” tanya buk Elisa padaku. Aku menganggukkan kepalaku mantap “Iya buk, saya mengerti” ucapku. “Saya nggak habis fikir, udah kehabisan akal saya buat bujuk Noah. Hmm apa saya bisa minta bantuan kamu untuk membujuk Noah?” buk Elisa menatapku dengan lekat, aku sampai terperangah dibuatnya “Ha? ma..maaf buk. Saya tidak yakin” jawabku. Sudah kuduga aku akan terjebak situasi yang seperti ini. “Melihat Noah yang memberanikan diri memanggil kamu, meskipun
Aku membenamkan wajahku di bantal, meskipun pagi sudah datang aku tidak sanggup untuk pergi ke kantor. Dengar, Noah memelukku malam itu. Ia hanya berniat untuk menenangkanku. Aku yang mendadak sadar saat itu tiba-tiba mendorong tubuh Noah ‘Bapak mau niat ganjen ya, jangan manfaatin kesempatan dalam kesempitan dong pak’ ucapku dan berlalu pergi begitu saja. Aku menyesali itu sekarang, dan hari ini aku tidak punya wajah untuk datang ke kantor. “Ona?. Nak? Kamu kok belum ke kantor?. Kamu sakit?” tanya mama masuk ke dalam kamarku. Aku bergumam karena wajahku masih terbenam di bantal. “Kamu ngomong apa nak?. Mamam nggak denger jelas” ucap mamaku menarik bantal. Aku sempat menahan bantal itu, tapi mama dengan sekuat tenaga menarik bantal itu “Ona?, kamu demam ya?” tanya mama. Saat itu mataku memang agak sembab, aku menangis semalaman. Aku menggelengkan kepalaku “Enggak ma, Ona baik-baik aja” ucapku. Mama memeriksa suhu tubuhku, memang aku tidak demam. Ia duduk dis
Aku antusias sekali ketika Andri dengan senang hati menerima tawaranku untuk bertemu di café, belum lagi hariku cukup indah karena tidak ada pekerjaan yang harus aku selesaikan di hari libur dan anehnya Noah tidak mengganggu ku seperti biasa. “Jadi, katanya mau ada hal penting yang mau kamu omongin. Aku jadi penasaran?” ucap Andri memulai percakapan ketika pelayan café sudah meletakkan pesanan kami.“Hmm sebenarnya malu mau ngomong sih, tapi aku mau nanya serius” ucapku agak ragu. Andri menyipitkan matanya “Wah, aku sampai berdebar. Kamu mau nyatain cinta ya?” Andri menggodaku. Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat “Bukan, bukan gitu. Andri kamu mah…” aku mengeluh. Sudah menjadi kebiasaan untuk Andri disaat gemas malah mengusap pucuk kepalaku “Ya terus mau ngomong apa?. Bilang aja aku dengerin kok” Andri meyakinkanku.
Aku selalu mengulangi sampai dua kali, untuk memeriksa isi tasku sebelum aku pulang dari kantor. Itu karena aku sering kelupaan dan terkadang sesuatu yang penting malah tertinggal. “Leona?” sapa Noah padaku. Aku memutar badanku melihat Noah. Kantor sudah sepi, sepertinya hanya aku dan Noah yang masih tertinggal “Iya Pak?” jawabku.“Kamu mau makan malam dimana?” tanya Noah, sejenak aku melihat jam di tanganku, sudah cukup sore “Dirumah pak, seperti biasa. Saya pikir bapak sudah pulang” ucapku. Aku merasa agak berbeda, raut wajah Noah tidak seperti biasanya. Ia tersenyum tipis dan membuatku semakin yakin kalau hari itu Noah memang berbeda “Kamu ada acara ?” tanya nya lagi.Aku melengkungkan alisku “Tidak pak, saya langsung pulang” ucapku. Ingin rasanya aku bertanya pada Noah, apa dia dalam ma
Tidak ada waktu untuk istirahat, aku kembali ke rutinitas kantor yang melelahkan. Andaikan saja aku diberi waktu istirahat setelah pulang dari Korea, tapi dengan tegas aku mendapatkan pesan dari Noah ‘Ona, kamu tidak punya alasan untuk bermalas-malasan yah, datang tepat waktu ke kantor’ isi pesan itu. “Arghhh aku ingin memiliki satu hari yang akan ku habiskan dengan tidur panjang” keluhku menyandarkan kepalaku ke kursi. Karin yang sedang memperbaiki lipstiknya disampingku berdehem “Emang kamu udah siap mati?. Pengen banget tidur panjang” ucapnya. Aku membelalakkan mataku sambil memukul pundak Karin pelan “Hus, ngomongnya kok gitu sih” ucapku kesal. “Awww, kok nyalahin aku. Kan kamu yang bilang mau tidur panjang, kalau nggak koma ya mati dong” ucap Karin membela diri. Aku me
Aroma wangi, seperti bunga. Aku sering sekali rasanya mencium aroma seperti ini, perlahan aku membuka mataku, aku menguap sambil merenggangkan tubuhku. Tidurku nyenyak sekali, rasa kantuk ku terbayar lunas. “Kok aku kenal aroma ini ya?, kayak aroma Noah deh” gumamku. Aku masih setengah sadar dan menikmati renggangan tubuhku. Sampai mendadak Noah keluar dari arah kamar mandi dan seperti yang waktu itu kulihat, ia hanya mengenakan handuk, “Arghhh Bapak?” teriakku kaget langsung mengganti posisiku duduk.Noah mendadak berhenti dengan pose ia sedang menyisir rambutnya yang basah dengan jemari tangannya, mata kami saling beradu tatap untuk sesaat “Apa?” tanya Noah padaku. Aku melengkungkan alisku “Bapak ngapain dikamar saya?. Bapak mandi di kamar saya?, memangnya air dikamar mandi bapak nggak ada?” tanyaku.“Loh?