"Pokoknya saya tidak mau tahu, minggu depan pertunangan Alpan dengan Ramona harus dilaksanakan ! Kalau tidak..., Kamu harus mengembalikan semua dana yang telah aku pinjamkan untuk menyelamatkan perusahaanmu !" Satya memberi ultimatum kepada Danar yang nampak tertunduk ketakutan."Iya Tuan Satya. Saya akan pastikan bahwa minggu depan pertunangan Alpan dengan Ramona kita laksanakan. Tuan Satya jangan khawatir." Sahut Danar membujuk Satya yang sudah naik pitam."Masih untung dia hanya meminta si Ramona. Huuh.. ambil saja anak itu, aku tidak peduli..!! Yang terpenting Khalista anakku selamat dari si Alpan bajingan itu." Danar bergumam dan mengutuk didalam hati.Memang kelakuan Alpan tidak mendapat simpati dari siapapun yang mengenalnya. Dia terkenal sombong dan pemabuk. Beberapa kali dirinya juga tersangkut kasus narkoba. Walaupun katanya dirinya adalah nota bene menduduki kasta dan derajat teratas di negeri ini, tetap saja tidak ada orang tua yang sudi anakn
"Hati-hati Nak..!! Tanganmu belum sembuh." Naira dan Satya memapah Alpan memasuki kediaman mereka. Dibelakang mereka Astuti mengikuti dengan wajah cemas. Ia sangat mengkhawatirkan cucu kesayangannya itu.Diruang makan Sudarta dan Junara baru saja selesai makan malam. Mereka nampak berbincang seputaran bisnis properti dan televisi.Kedatangan Alpan beserta Naira, Satya dan Astuti menghentikan obrolan mereka."Alpan, kamu sudah boleh pulang..?" Junara bertanya pada keponakannya yang nampak sedang dipapah oleh Naira dan Satya menuju ke kamarnya.Alpan tidak menjawab pertanyaan Junara pamannya itu. Naira dan Astuti juga melengos kesal. Mereka bertiga mengantarkan Alpan sampai kedalam kamar.Setelah mengantarkan putranya ke dalam kamar, Satya mendatangi Junara dan Sudarta yang nampak melanjutkan perbincangan mereka."Kalian masih berbincang dengan santai sementara anakku sedang mengalami musibah !" Tiba-tiba Satya data
"Baik Khalista, hari ini pelajaran sudah cukup. Semoga apa yang telah kamu pelajari bisa selalu diingat sampai ke sekolah." Ucap Mohzan sambil tersenyum menutup proses belajar mengajar ditempat les miliknya. Hari ini Khalista datang seorang diri tanpa Ramona. Menurut Khalista, Ramona tidak ingin melanjutkan sekolah karena sebentar lagi akan menjadi istri Alpan pewaris tunggal keluarga Sudarta yang kaya raya. Sebenarnya Mohzan meragukan semua yang dikatakan Khalista. Tapi ia merasa tidak punya hak untuk ikut campur urusan keluarga orang lain. Mohzan hanya membathin dalam hati. Ada sesuatu yang hilang yang ia rasakan dihatinya. Apakah itu ? Mohzan sendiri belum bisa menterjemahkan perasaannya itu. Karena hal itu baru pertama kali ia rasakan seumur hidupnya. "Setelah ini Bang Mohzan mau kemana..?" Khalista merasa waktu bersama Mohzan terlalu singkat. Ia ingin lebih lama lagi bersama dengan lelaki yang telah merebut hatinya itu. Tapi Mohzan tetaplah Mohzan. Pemuda yang s
Ayo mulai berdoa..! Rangga coba kamu yang memimpin doa !" Perintah Arya kepada Rangga dan anak-anak lain yang bersiap untuk menyantap paket makanan dari Khalista. Seperti biasanya sebelum makan mereka memang diwajibkan berdoa terlebih dahulu.Rangga segera membaca doa dan yang lain mengikutinya. Setelah selesai berdoa mereka menyantap makanan dengan lahap."Terima kasih Khalista, kamu sudah mau berbagi dengan kami disini." Kata Mohzan mulai membuka paket makanan yang diberikan Khalista. Sebenarnya hatinya tidak nyaman menerima pemberian Khalista, tapi ia tidak enak untuk menolaknya.Sebelum sempat menyentuh makanan itu telepon genggam Mohzan berdering. Foto Soraya muncul dilayar HP nya menandakan bahwa Soraya yang sedang melakukan panggilan telepon. "Halo Assalamualaikum Raya..!" Mohzan menjawab voice call Soraya."Uuuh, perempuan itu ternyata sering menelpon Bang Mohzan. Kurang ajar... Atau.... apakah mereka berdua sudah b
Malam semakin larut. Desma semakin dilanda keresahan. Keakraban Mohzan dengan Junara akhir-akhir ini membuat Desma dilanda kebingungan.“Desma, akhir-akhir ini Ibu lihat kamu sering melamun dan kebingungan. Bahkan malam sudah selarut ini kamu belum juga tidur. Ceritakan kepada Ibu apa yang membuatmu jadi resah seperti ini ?” Bu Aisyah bertanya lembut kepada Desma yang nampak melamun dan memandang kesuatu arah. Angannya seperti tidak dibadan. Sekali-kali Desma nampak menghela nafas panjang dan dalam.“Bu, Desma harus bagaimana Bu..? Desma benar-benar bingung.” Ucap Desma sambil menatap mata Ibu Aisyah yang sudah ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri.Ibu Aisyah semakin bingung mendengar keluhan Desma. Ia mendekati Desma lalu membimbing tangan wanita itu dan membawa duduk diatas sofa.“Sini..!! Ayo ceritakan kepada Ibu. Jangan kamu simpan sendiri kegundahan hatimu. Mana tahuan Ibu bisa membantu masalahmu.” Ucap Ibu Aisyah seperti membujuk anak kecil yang sed
Tiga hari lagi adalah hari yang ditentukan sebagai hari pertunangan Ramona dengan Alpan. Walaupun akan disandingkan dengan laki-laki pewaris harta kekayaan yang melimpah yang tidak akan habis dimakan tujuh keturunan, namun hal itu tidak membuat Ramona berbahagia.Hampir semua orang tahu bagaimana keburukan sifat dan tabiat Alpan. Dirinya jauh dari laki-laki yang pantas dijadikan imam. Selain suka mempermainkan perempuan, ia juga sering terlibat kasus kriminal lainnya seperti menganiaya orang dan juga pecandu narkoba.Ramona merasa masa depannya sudah tidak bisa diharapkan lagi. Untuk melarikan diri dari nasib buruk ini juga tidak sanggup ia lakukan. Dirinya kini sudah dikurung bagaikan seekor ayam yang menunggu hari penyembelihan.Mengingat nasibnya yang malang, Ramona hanya bisa menangis. Sekali-kali ia membuka layar ponselnya dan menonton video-video Mohzan yang sudah banyak berseliweran di media sosial. Sekali lagi gadis itu hanya bisa menghela nafas panjang. Peras
Hari ini adalah hari yang dinantikan Alpan. Walaupun kesehatannya belum pulih namun ia sangat senang karena sebentar lagi ia akan bertunangan dengan Ramona gadis yang telah membuatnya dendam.Beribu rencana telah disiapkan Alpan setelah nanti Ramona menjadi tunangannya. Ia ingin menyiksa gadis itu dengan caranya sendiri.“Awas kamu Ramona, kamu pikir kamu sedang berurusan dengan siapa ? Hahhaa... Kamu lihat saja nanti setelah kamu menjadi tunanganku. Aku akan merusakmu dan mempermalukan kamu!” Alpan menghadap kaca besar nampak tertawa penuh dengan dendam kesumat.“Kamu lihat tanganku ini hah... Patah.. itu semua karena ulahmu.. hahhaa.. tapi tidak mengapa. Toh sebentar lagi tanganku akan pulih kembali. Tapi kamu... kamu akan membayar lunas semua ini Ramonaaa...! Hmm...yaa...kamu akan membayarnya semua.. hahhaa.. Setelah aku puas menyakitimu, aku akan meninggalkanmu.. perempuan bangsat..!” Rahang Alpan menggelembung dan giginya rapat
Alpan begitu senang melangkah dengan gagah menuju mobil mewah yang akan mengantarkannya ke gedung tempat acara pertunangannya dengan Ramona.Senyumnya mengambang sumringah. Ia menjawab dengan ramah semua pertanyaan wartawan yang mewawancarainya. Sebagai keluarga pemilik stasiun televisi, tentu semua momen dalam keluarga mereka akan diliput oleh media.“Hari ini adalah hari kebahagiaan kami, kami dengan senang hati membagi momen bahagia ini dengan kalian semua !” Ujar Alpan sambil melambaikan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya masih digantung dengan kain kasa yang menyerupai gendongan didepan dadanya.Kerlap-kerlip lampu kamera membanjiri wajah Alpan. Rombongan mereka segera meninggalkan wartawan yang berkumpul sambil melambaikan tangan.Santi dan Ramona menahan nafas sambil menatap ponsel mereka masing-masing. Disana mereka memantau setiap berita tentang acara pertunangan Alpan dengan Ramona. Ia tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi di
Ucapan Alpan diatas ring membuat semua keluarga besar dan orang-orang dekat Mohzan terkejut beberapa saat lalu tersenyum simpul juga beberapa detik kemudian. Tepuk tangan meriah dari semua hadirin membuat wajah Mohzan sedikit merona merah.Sementara itu Ramona terlihat gelisah. Beberapa kali gadis itu memperbaiki syal yang melilit dilehernya. Keringat dingin tiba-tiba saja membanjiri kening gadis itu. Ia sulit menggambarkan perasaannya saat ini.Dalam hati Ramona yakin kalau Mohzan akan memilih Khalista. Khalista sudah menjadi gadis yang baik dan terlihat akrab dengan Mohzan dan keluarganya.Walaupun Ramona telah mempersiapkan mentalnya sejak lama, tapi untuk melihat langsung Mohzan melamar Khalista ia merasa belum sanggup.Sementara itu Alpan dan Mohzan sudah turun dari ring. Kedua pemuda gagah itu berjalan beriringan menuju suatu titik dimana seluruh keluarga mereka duduk berderet disana.Pertama kali Mohzan menemui Desma. Ia menyalami wanita yang telah me
Mohzan, Tuan Junara dan Tuan Satya serta Tuan Besar Sudarta yang sudah berdiri berjejeran diatas ring, kini terlihat saling berpandangan. Mereka bingung harus berbuat apa, sedangkan Mr. Vincent terus saja meratap menyebut asma Allah dengan air mata berlinangan.Mohzan akhirnya mendekati Mr. Vincent dan berjongkok disisinya serta memegang lembut bahu pria bule itu.“What I can do for you.?” Tanya Mohzan lirih setengah berbisik ditelinga Mr. Vincent. Mr. Vincent menoleh ke arah Mohzan yang menatap lembut kepadanya.Dengan bibir bergetar Mr. Vincent menyahut “Help me and teach me to be a moslem.”“Are you sure..?” Mohzan kembali bertanya untuk memastikan keinginan Mr. Vincent untuk menjadi seorang muslim.“Yes.. very sure..!” Sambut Mr. Vincent tegas dan mantap.Tangan Mr. Vincent menggapai bahu Mohzan dan Mohzan mengerti kalau Mr. Vincent ingin berdiri. Mohzan membantunya lalu Tuan Satya dan Tuan Junara tanpa dikomando ikut serta pula menuntun Mr. Vincent
Bunyi lonceng dipukul satu kali menandakan ronde kedua segera akan dimulai.Mr. Vincent sudah sepenuhnya mampu menguasai dirinya. Sebagai seorang olah ragawan yang penuh pengalaman tentu stamina tubuhnya sudah terlatih dengan berbagai insiden dalam pertandingan. Namun untuk kali ini ia sudah tidak mau lagi meremehkan lawan. Hatinya sedikit mulai berangsur percaya dengan yang namanya keajaiban Tuhan. Tapi ia ingin mengujinya lebih jauh lagi. Secuil keyakinannya masih diselimuti segudang rasa tidak percaya. Prosentasenya masih sangat kecil.Mr. Vincent sudah berdiri dan Mohzan pun mengikutinya. Mereka kini tegak berhadapan. Si wasit plontos mulai memberi aba-aba. Kepalanya yang botak licin kadang memantulkan cahaya lampu yang jatuh kekepalanya sedikit membuat silau mata penonton. 😂Pada ronde kedua ini Mr. Vincent mengganti jurusnya. Ia berdiri tegak lurus dengan satu kaki diangkat dan paha datar sampai kelutut. Satu tangannya juga diangkat dan telapak tangannya
Tepuk tangan sudah mereda. Suasana semakin mencekam begitu wasit mempertemukan Mohzan dengan Mr. Vincent secara berhadap-hadapan.Lelaki berjas hitam bersiap dan kini mulai membacakan aturan main pertarungan itu dalam bahasa Inggris. Kedua petarung menganggukkan kepalanya tanda mengerti.Setelah pria berstelan hitam selesai membacakan aturan main dalam bahasa Inggris, kemudian giliran lelaki berjas putih yang akan menterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.“Aturan pertandingan ini adalah :1. Pertandingan akan dilaksanakan selama 12 ronde dan durasi setiap ronde adalah 3 menit, kecuali salah satu petarung menyatakan menyerah dengan mengangkat tangannya atau kode lain jika keadaan tidak berdaya.2. Waktu istirahat 1 menit.3. Pertandingan dianggap selesai jika salah satu petarung terluka parah dan dinyatakan tidak layak lagi mengikuti pertandingan.4. Petarung diperbolehkan menggunakan jurus apapun yang dikuasainya tanpa harus mengikuti jenis be
Bab 111. Duel 2.(Ramona sudah berada disini..!) Itulah pesan singkat yang dikirimkan oleh Khalista. Alpan memutar kepalanya menoleh kearah deretan penonton dibelakang juri. Disana ia melihat Ramona duduk bersebelahan dengan Khalista. Alpan berfikir sejenak lalu bergegas meninggalkan tempat ia berdiri saat itu. Ia terlihat menemui beberapa orang dibelakang ring. Mereka berbincang beberapa saat dan nampak beberapa orang yang ditemui Alpan mengangguk-anggukkan kepalanya.Sementara itu waktu pertarungan tinggal sepuluh menit lagi. Mr. Vincent terus saja berkeliling ring memamerkan gerakan-gerakan karate yang tujuannya tak lain adalah untuk menjatuhkan mental lawan.Sedangkan Mohzan memilih tetap duduk disebuah bangku disudut ring. Ditangan kanannya ia memegang sebuah botol air mineral.Sikap Mohzan yang tak bergeming menciptakan berbagai pendapat orang-orang yang menonton duel itu. Baik yang berada langsung di gedung olah raga itu maupun yang sedang menonton dilayar
Gedung olah raga dipusat kota Jakarta semakin ramai dikunjungi para calon penonton yang ingin menyaksikan langsung pertandingan duel antara Mohzan dengan Mr. Vincent. Kepada setiap calon penonton dijual satu lembar tiket yang harganya tidak terlalu mahal. Hasil penjualan tiket itu sudah disepakati akan diberikan kepada masyarakat yang berekonomi lemah dan akan disalurkan melalui dinas sosial. Hal itu menjadi persyaratan mutlak dari Mohzan sebelum menyetujui pemungutan biaya dari pertunjukkan itu.Karena besarnya gedung tidak mencukupi untuk menampung semua penonton yang hadir, maka diluar gedung disediakan layar yang sangat besar agar penonton yang tidak berhasil mendapatkan tiket tetap bisa menyaksikan jalannya pertandingan.Satu persatu tamu kehormatan memasuki gedung itu. Mereka datang dari berbagai negara guna untuk menyaksikan langsung pertandingan yang sungguh tidak biasa ini. Mereka mempunyai tugas dari negara mereka masing-masing untuk memberikan keterangan resmi s
Sabtu pagi dikediaman Tuan Besar Sudarta.Kesibukan terlihat diruang makan pagi itu. Seluruh keluarga Tuan Besar Sudarta berkumpul mengelilingi meja makan. Ratmi terlihat sibuk melayani dengan menata hidangan diatas meka dibantu oleh Desma dan ibu Aisyah.Sebuah televisi dengan layar lebar puluhan inci tergantung didinding menayangkan berita pagi.Mohzan duduk berdampingan dengan Alpan dan Tuan Satya berdekatan dengan Tuan Junara. Disamping Tuan Junara ada Desma lalu ibu Aisyah. Sedangkan Tuan Besar Sudarta berdampingan dengan Astuti istrinya yang kini tengah malayaninya dengan mengoleskan slai mangga kepotongan roti yang merupakan kesukaan Tuan Besar Sudarta.“Bagaimana Mohzan..? Mohzan sudah siap menghadapi Mr. Vincent malam ini.?” Tanya Tuan Junara kepada Mohzan yang sibuk memotong roti dengan pisau kecil diatas piring datar.“Insya Allah Pa !” Jawab Mohzan tenang setenang ia mengunyah makanan dimulutnya.“Pemirsa.. hari
“Ya sudah kalau begitu Bu Anggi. Tidak apa-apa kalau Khalista main disini dulu. Asal Bu Anggi tidak direpotkan.” Sahut Danar sangat sopan.“Wuuuiiih... Inikah yang disebut dengan tobat..? Bertanyalah Anggita kepada dirinya sendiri. Ia menyoroti punggung lelaki yang baru saja berbalik badan menuju pintu pagar rumahnya lalu menghilang.Anggita memutuskan untuk kembali keruang tamu rumahnya. Ia belum puas untuk mengintrogasi anak orang. (Hmm.. kepo juga nih si Ibu..😀😀😀)“Tadi Papamu menanyakan kamu Lista..!” Ujar Anggita memberi tahu Khalista. Namun sepertinya gadis itu tiada bergeming. Ia malah menatap sebuah foto berbingkai indah yang terpajang didinding ruang tamu Anggita.“Berliana... Seandainya kamu masih ada, aku pasti bisa curhat kepadamu. Semakin besar ternyata beban hidup bukan semakin ringan Liana.” Ratap Khalista kepada foto Berliana yang merupakan teman bermain kecilnya.Anggita jadi sedih mendengar ratap
“Alhamdulillah, kita sudah bisa kembali kerumah kita Lista.” Ujar Danar setelah selesai beres-beres rumah. Khalista baru saja pulang dari sekolah.“Iya Pa, syukurlah Tuan Satya kini sudah berubah baik. Kalau tidak entah apa nasib kita selanjutnya.” Jawab Khalista yang ikut merapikan beberapa barang diruang tamu.Sepertinya rumah itu dibiarkan kosong begitu saja, buktinya tidak ada barang yang berpindah tempat. Hanya debu tebal menutupi dimana-dimana.“Pa, Lista rindu sama Mama Santi dan Ramona. Kalau mereka ada disini tentu akan lebih ramai dan menyenangkan.” Kata Lista menghentikan pekerjaannya. Ia duduk bermenung diatas sofa.“Hmmm...!!” Danar menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya ia juga sangat merindukan istri dan anak tirinya itu. Tapi ia tidak tahu dimana mereka berada.Danar berjalan lalu duduk disamping Khalista. Pikirannya juga ikut menerawang kemasa-masa dimana mereka masih tinggal bersama