Di sebuah toko buku terkenal Sebastian tengah memilih beberapa buku cerita dan bacaan. Hari ini ia hendak mengunjungi panti asuhan di mana dia dibesarkan berhubung dirinya sedang cuti karena Emilio pun cuti menikah. Sebastian membawa banyak makanan, buku, serta mainan untuk anak-anak panti. Suasana tenang dan ceria masih tergambar jelas di sana.
Saat memasuki area pekarangan dia telah disambut oleh banyak anak-anak panti. Semuanya berebut ingin dipeluk atau sekedar dipuji olehnya. Seorang suster datang menghampiri Sebastian.
“Natha,” panggil sang suster.
Sebastian berbalik, ia tersenyum saat melihat suster yang memanggilnya dengan nama depannya Natha. “Suster Alice,” Sebastian menyapanya.
“Apa kau sendirian?”
“Ayo masuk.” Emilio memegang tangan Elijah mencobanya untuk masuk ke dalam toko tetapi, Elijah teridam di tempatnya. Emilio berbalik menatapnya. “Ada apa?” “Sebaiknya kita tidak perlu masuk. Anak ini bahkan belum tumbuh besar.” Elijah mengulas senyum pada Emilio. “Aku ingin makan sesuatu apakah boleh?” “Tentu, kau ingin makan apa?” “Aku ingin makan hamburger juga es krim apa boleh?” “Tentu, apa pun yanh kau mau.” Emilio mengulas senyum pada Elijah sembari terus menggandeng lengannya. Sesampainya
Di sudut koridor Emilio terduduk tubuhnya masih gemetar karena cemas dengan keadaan Elijah. Emilio bagaikan anak anjing yang kehilangan induknya tatapannya kosong seakan jiwanya tak lagi berada di dalam raganya. Sebastian yang mendapat telepon dari Emilio segera menyusul ke klinik bersalin di mana Elijah dirawat. Sebastian tak kalah panik, ia mencari-cari Emilio dan saat itulah dia menemukannya tengah memeluk lututunya dengan tubuh yang gemetar. “Emilio, apa yang terjadi?” Sebastian menepuk bahunya. Emilio menoleh sorot matanya sudah menjelaskan bagaimana khawatirnya dia. “Semua akan baik-baik saja. Tenanglah.” Sebastian membantu Emilio bangkit. Emilio berpegang pada Sebastian tiba-tiba pendengarannya terganggu, suara-suara mengerikan itu terus terdengar di telinganya. Emilio terhuyung. &nbs
Ke esokan paginya Elijah terbangun sesaat ia menatap langit-langit ruangan serba berwarna putih, sementara tubuhnya tergeletak di atas ranjang. Detik kemudian logikanya berjalan. Ia ke samping dan di sana terlihat Emilio tengah tertidur di samping ranjang dengan tangan memegang tangannya. Elijah mencoba menggeser tangan Emilio detik kemudian Emilio yang merasakan pergerakan pun ikut terbangun. “Istriku kau sudah bangun?” Emilio sedikit mengucek matanya yang masih mengantuk. Elijah sedikit tercengang saat tahu jika di punggung tangan Emilio terdapat jarum infusan yang masih menempel dengan panik dia menarik tangan Emilio. “Ah,” Emilio sedikit menepis tangan Elijah. Elijah kembali terkejut ia lupa jika hal itu cukup sakit. “Ah, maafkan aku. Sung
Di ruang tamu Jhony wang menyandarkan tubuhnya di sofa kepalanya menengadah ke atas, mencoba mencari solusi untuk permasalahan keluarganya. Dia tahu betul jika Tuan muda Emilio sangatlah kejam, setelah membuat istri dan anaknya dalam bahaya dia tidak mungkin membiarkan masalah itu selesai dengan hanya memecat dirinya dari perusahaan tempatnya bekerja. Jhony Wang menatap Hana yang menunduk tubuhnya sedikit gemetar. “Hana, sebaiknya kau meninggalkan rumah.” Hana mendongak,ia tidak percaya jika ayahnya sendiri tega mengusirnya dari rumah. “Apa? Bagaimana bisa ayah mengusirku seperti ini?” Hana tidak terima. “Kau tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Tuan muda Emilio. walau kau hanya mendengar namanya tanpa tahu rupa nya seharusnya kau tahu bahw
Satu bulan kemudian. Hana Wang hidup dalam pelarian dia sangat ketakutan. Emilio bukannya tidak bisa menangkapnya tetapi ia sengaja mengulur waktu mencoba membalas perlakuannya lebih kejam dari apa yang dilakukannya pada istri dan anaknya. Emilio hanya menonton bagaimana hancurnya keluarga Wang dan hidup Hana yang dipenuhi dengan rasa cemas dan takut tertangkap oleh Emilio. setiap minggunya ia selalu berpindah tempat. Hana pergi kemana pun agar terhindah dari kejaran Emilio dan anak buahnya. Di dalam kamar yang berukuran 2x2 meter Hana tinggal. Tempat kumuh dan rawan itu berada pada area pembangunan ulang sehingga orang yang tinggal di sana sudah meninggalkan rumah mereka. Di dalam ketakutannya Hana selalu menyendiri tak ada teman yang mau membantunya karena mereka semua tahu bahwa Hana terlibat masalah dengan Tuan muda Emilio.  
Di kamar hotel ini, pencahayaannya redup dan temaram. Lampu tidur yang berwarna kuning menambah kesan hangat. Dua orang sedang bergumul di tempat tidur. Ezra tidak berhenti menciumi leher Sebastian, bahkan semakin berani menggerayangi tubuh Sebastian, dia mendorong tubuhnya ke kepala ranjang di belakangnya. Punggung Sebastian menabrak ranjang yang dingin, dia mengerutkan keningnya serta merasakan sakit di punggungnya. Sebastian mencoba bangun tapi malah didorong kembali oleh Ezra. “Diam di sana!” teriaknya. Ezra bergegas naik ke atas tubuh Sebastian, tangannya menarik sisa kain yang semula menutupi tubuhnya. Sebastian hanya ternganga tubuh indahnya diperlihatkan padanya. Sebastian yang tidak tahan lagi dengan godaan yang ada di depannya pun mulai menginginkan Ezra ia sudah tidak peduli lagi dengan apa pun
Di dalam kamar. Ketika bangun, Sebastian tengah duduk merokok di depan jendela, di dalam kamar dipenuhi oleh asap rokok. Ezra perlahan membuka matanya, dia memandangi langi-langit kamar, sangat terasa asing baginya hingga ia sadar bahwa ini bukanlah kamarnya. Ia berbalik menoleh ke arah Sebastian yang tengah duduk di sofa. “Aaaaa...” Ezra berteriak saat mendapati seorang pria tengah duduk satu kamar dengannya, teriakanya menggema di seisi ruangan. Ezra yang terperanjat kaget berusaha bangkit dari tempat tidur. “Ah,” Ezra ambruk. Kedua kakinya tidak mampu menopang beban tubuhnya saat ini. Sebastian yang melihat Ezra terduduk di lantai pun segera menghampirinya, dia menggendongnya kembali ke tempat tidur. Ezra mencoba mencerna situasinya, dia mengingat kembali kejadian semalam. Ezra menutup mulutnya
Di sebuah rumah megah, suasana ruangan selalu redu dan temaram, Ezra terbangun di sebuah kamar yang tak asing baginya, kepalanya sedikit pening ia mencoba bangkit. Dan benar saja dia sekarang berada di kamar yang membuat hatinya kembali dingin, ia menatap sekeliling adegan di mana mendiang suami selalu membangunkannya dengan lembut walau dirinya selalu bersikap kasar. Ezra terisak di tempat tidurnya, meratapi masa lalu yang membuatnya selalu menyesali hal itu. Di balik pintu ada seorang ayah yang ikut mendengar jarit pilu yang sudah lama tidak didengarnya karena selama ini Ezra selalu berpindah tempat untuk bertahan. Dua penjaga ditugaskan untuk menjaga kamar Ezra, mereka bergantian menjaga pintu kamarnya. Ezra Aksilia seorang wanita kaya yang menyimpan sejuta luka, penyesalan yang menghantuinya selama ini terus menggerogoti tubuh dan juga mentalnya. Ia menya