Elijah memandangi delapan kartu nama di tangannya dan dalam keadaan terpana sejenak. Banyak orang entah itu berkecimpung dalam dunia bisnis ataupun selebriti yang menghampirinya dan memberikannya kartu nama. Apakah tujuan Dareen untuk membuat dia berinteraksi dengan orang lain? Dia tidak ingin menjadi sosialita, dan terlihat mencolok, dia mengkritik di dalam hati, tetapi dia tidak bisa membiarkan Dareen memandang rendah dirinya.Baru saja memikirkannya, Elijah merasakan tatapan jahat yang melesat langsung ke arahnya melalui kerumunan yang ramai itu, tatapannya tajam seperti pisau yang menembus tulang.Pria itu tampaknya memperingatkannya atau memprovokasinya.Tampaknya hal-hal yang membuatnya malu yang dibuat oleh Ralline tadi, barangkali tidak ada hubungannya dengan nona muda ini. Bagaimanapun, dia sedikit kesulitan dalam berbaur dengan para tamu undangan, dan rasanya itu membuat kepalanya sangat sakit.Alicia selalu bersikap tidak baik padanya dan tentu saja tidak akan melepaskan pe
Johanes mengerutkan bibirnya dan tersenyum jahat, "Kami hanya ingin mengundang nona Diora untuk bersenang-senang, tolong kamu memberikanku muka di hadapan teman-temanku ini."“Sudah aku katakan, aku benar-benar tidak bisa, jika punya kesempatan baru bertemu lagi nanti.” Elijah mencoba untuk tetap tenang, dan sekarang orang-orang ini masih lembut dan tidak berbahaya, tetapi siapa yang tahu bagaimana rasanya memprovokasi mereka."Kami dengan baik hati mengundang kamu lagi dan lagi, tetapi kamu telah berulang kali menolaknya. Ini jelas tidak memberiku muka." Johanes jarang ditolak, dan sudah cukup dia ditolak sekali oleh Alicia, tapi wanita yang di depannya itu, hanya sedikit cantik.Elijah terus meremas gaunnya."Aku tidak bermaksud begitu, kelak kalau ada kesempatan..."Elijah belum menyelesaikan kata-katanya, sudah disela dengan dingin oleh pria lainnya, "Jangan bicara tentang lain hari, Kami mau hari ini, dan kamu jangan berbicara omong kosong, sebutkan harganya, berapa biayanya untu
Hening.Di tengah suasana malam yang sepi, hanya terdengar suara gemuruh mesin mobil yang menyala. Daniel duduk di belakang setir mobil, ia fokus mengemudi walau sempat teralihkan oleh suara Elijah yang menggema di seisi mobil.Dareen tertegun. Dia baru pertama kali melihat Elijah bersikap kasar padanya. Kini dia sadar dengan apa yang diperbuatnya telah membuat Elijah mengalami hal yang sangat mengerikan baginya. Terdapat banyak luka memar di tubuhnya, entah trauma seperti apa nantinya akibat kejadian nahas ini. ia menatap Elijah. tubuhnya masih gemetar, meringkuk di dalam mobil.Mobil telah memasuki area gedung apartemen mewah yang terletak di pusat kota. Mobil berhenti di area parkir dalam gedung. Dareen menghela napas beratnya, lalu perlahan memanggil Elijah. beberapa kali dia memanggilnya Elijah tetapp diam, dengan mata yang terpejam seakan tidak berniat untuk bangun.“Hei, ayo bangun. Kita sudah sampai,” Dareen coba mengguncang tubuh Elijah. lagi-lagi penolakan yang diberikan ole
Di pagi hari di rumah keluarga Braun.Suasana di dalam rumah begitu kacau. Richard Braun sebagai kepala kaluarga sangat kelimpungan. Perusahaan yang telah berdiri puluhan tahun itu kini tengah di ujung tanduk.Semalam saham perusahaannya masih stabil dan tidak ada penurunan. Tapi pagi ini harga saham perusahaannya anjlok. Turun secara drastis. Mereka kebingungan, apa yang telah mereka perbuat hingga perusahaan yang telah berdiri lama itu bisa hancur dalam satu malam.Di lantai dua Alicia baru saja keluar dari kamarnya. Dia tidak mengetahui jika di ruang tamu tengah terjadi keributan. Dia turun ke lantai bawah dengan mata sembabnya. Melihat ayahnya yang kebingungan dia pun bertanya.“Ada apa ini, kenapa begitu ramai?” tanyanya.“Alicia, harga saham perusahaan anjlok, kita di ambang kebangkrutan!” Richard setengah berteriak pada Alicia.Alicia yang tengah memegang cangkir pun, terkejut dan melepaskan cangkirnya hingga jatuh menghantam lantai marmer. “Apa?” matanya membelalak tidak perca
Cuaca hari ini cukup cerah, langit tampak biru, bening tak berawan. Mobil Maybach hitam meluncur di jalanan yang cukup sepi pengendara. Dareen terbangun seraya berkata. “Pergi ke vila, aku harus menemui Ezy.”“Baik.” Mobil pun memutar arah menuju jalanan ke arah vila.Suara deru mesin mobil yang datang, lalu berhenti terdengar oleh Ezy, dia berlari dengan kaki pendeknya ke arah suara. Dareen keluar dari mobil dan masuk ke dalam vila. Saat pintu terbuka sesosok anak kecil langsung menabraknya.“Ayah, kamu datang.” suara Ezy terasa sangat berat akan rindu. Sorot matanya berbinar kala melihat sosok Dareen yang sangat dirindukannya.“Hey, bagaimana kabarmu?” Dareen bersikap hangat saat berbicara dengan Ezy. Raut wajah serius dan dingin itu berubah menjadi hangat hanya saat berada di hadapan anak kecil.Daniel tidak bicara, dia hanya tersenyum kala melihat interaksi Dareen dan Ezy. Tak lama tampak kursi roda berjalan menghampiri. Sosok tua itu adalah Celine ibu angkat Elijah.“Dareen, apa
Perusahaan Xavier Group.Dalam ruangan konferensi multimedia, tirai menghalangi cahaya, seluruh ruang konferensi sangat gelap, hanya ada cahaya dari layar proyeksi yang terus berkedip dan berubah.Sosok Emilio yang tinggi tersembunyi di kegelapan, sesekali cahaya menerpa pada wajahnya yang tampan, tenang dan dalam, sehingga sulit menebak emosinya. Sebatian senantiasa duduk di sampingnya, selalu menatapnya dengan penuh pikiran.Ikon dan angka di layar terus berubah, analis dari departemen pemasaran sedang melakukan analisis kelayakan rinci tentang kasus.Sebatian tidak konsen, dia bahkan tidak mendengar analis yang sedang menanyakan pendapat padanya. Setelah Emilio mengetuk meja di depannya, Sebatian baru kembali sadar.“Apa? Apa yang kamu katakan tadi?” Sebatian bertanya.Analis di depan langsung menjadi bingung, dia telah mengatakannya selama hampir satu jam dan tidak tahu kalimat mana yang ditanyakan manager pemasaran.Emilio mengerutkan kening, menatap Sebatian, kemudian berkata, “
Di mansion.Emilio berjalan masuk ke dalam mansion yang sudah sepi, hanya ada Joseph yang senantiasa menyambutnya dengan ramah dan senyuman hangat. Suasana mansion juga cukup sepi mengingat pukul berapa malam ini.“Tuan muda, selamat datang.” Joseph setengah membungkuk tanda hormatnya pada Emilio.“Ah, apa Stela sudah tidur?” Emilio bertanya seraya mengganti sepatunya menggunakan sandal rumah. Sejenak dia terdiam menatap sepasang sandal wanita yang tidak pernah berubah di tempatnya, masih sama seperti saat istri tercintanya pergi.“Nona muda, sudah tidur sejak tadi. Apa tuan muda sudah makan?” Joseph bertanya dengan penuh perhatian.“Uhm, aku sudah makan.” Emilio berjalan menaiki tangga lalu berbalik kembali. “Tolong buatkan aku teh, dan tolong bawa ke ruang kerjaku.” Pintanya dengan lembut.“Baik tuan,” Joseph pun berlalu ke dapur. Sementara Emilio terlihat masuk ke dalam kamarnya.Di dalam kamar ternyata ada sesosok anak perempuan, rambut coklatnya mencuat dari dalam selimut. Wajahn
Setelah semalaman bekerja, akhirnya Emilio kembali ke kamarnya tepat menjelang subuh. Emilio naik ke ranjangnya dan tidur di samping Stela yang tertidur. Sejenak dia terlelap, tidak berapa lama dia merasakan sesuatu yang aneh, ia merasakan panas di sekitarnya.Emilio membuka matanya, ia merasakan ada beban yang bertumpu pada dadanya, dan hawa panas yang membuatnya tidak nyaman. ia mendapati Stela memeluknya, wajahnya memerah, alis kecilnya sesekali mengerut, dia benar-benar tidak nyaman.Emilio bangkit, ia meletakkan punggung tangannya pada dahi Stela. Dan benar saja suhu tubuhnya benar-benar tinggi. Dengan sigap Emilio mencari termometer di kotak obat. Perlahan dia mengangkat Stela agar sedikit tersandar pada kepala ranjang. Selesai membersihkan termometer dia pun memasukkannya pada lubang telinga Stela dengan hati-hati dan penuh perhitungan.Setelah menunggu akhirnya termometer pun berbunyi menunjukkan angka di 39, 9 derajat. Bisa dipastikan jika Stela tengah demam tinggi. Emilio se