Di pagi hari di rumah keluarga Braun.Suasana di dalam rumah begitu kacau. Richard Braun sebagai kepala kaluarga sangat kelimpungan. Perusahaan yang telah berdiri puluhan tahun itu kini tengah di ujung tanduk.Semalam saham perusahaannya masih stabil dan tidak ada penurunan. Tapi pagi ini harga saham perusahaannya anjlok. Turun secara drastis. Mereka kebingungan, apa yang telah mereka perbuat hingga perusahaan yang telah berdiri lama itu bisa hancur dalam satu malam.Di lantai dua Alicia baru saja keluar dari kamarnya. Dia tidak mengetahui jika di ruang tamu tengah terjadi keributan. Dia turun ke lantai bawah dengan mata sembabnya. Melihat ayahnya yang kebingungan dia pun bertanya.“Ada apa ini, kenapa begitu ramai?” tanyanya.“Alicia, harga saham perusahaan anjlok, kita di ambang kebangkrutan!” Richard setengah berteriak pada Alicia.Alicia yang tengah memegang cangkir pun, terkejut dan melepaskan cangkirnya hingga jatuh menghantam lantai marmer. “Apa?” matanya membelalak tidak perca
Cuaca hari ini cukup cerah, langit tampak biru, bening tak berawan. Mobil Maybach hitam meluncur di jalanan yang cukup sepi pengendara. Dareen terbangun seraya berkata. “Pergi ke vila, aku harus menemui Ezy.”“Baik.” Mobil pun memutar arah menuju jalanan ke arah vila.Suara deru mesin mobil yang datang, lalu berhenti terdengar oleh Ezy, dia berlari dengan kaki pendeknya ke arah suara. Dareen keluar dari mobil dan masuk ke dalam vila. Saat pintu terbuka sesosok anak kecil langsung menabraknya.“Ayah, kamu datang.” suara Ezy terasa sangat berat akan rindu. Sorot matanya berbinar kala melihat sosok Dareen yang sangat dirindukannya.“Hey, bagaimana kabarmu?” Dareen bersikap hangat saat berbicara dengan Ezy. Raut wajah serius dan dingin itu berubah menjadi hangat hanya saat berada di hadapan anak kecil.Daniel tidak bicara, dia hanya tersenyum kala melihat interaksi Dareen dan Ezy. Tak lama tampak kursi roda berjalan menghampiri. Sosok tua itu adalah Celine ibu angkat Elijah.“Dareen, apa
Perusahaan Xavier Group.Dalam ruangan konferensi multimedia, tirai menghalangi cahaya, seluruh ruang konferensi sangat gelap, hanya ada cahaya dari layar proyeksi yang terus berkedip dan berubah.Sosok Emilio yang tinggi tersembunyi di kegelapan, sesekali cahaya menerpa pada wajahnya yang tampan, tenang dan dalam, sehingga sulit menebak emosinya. Sebatian senantiasa duduk di sampingnya, selalu menatapnya dengan penuh pikiran.Ikon dan angka di layar terus berubah, analis dari departemen pemasaran sedang melakukan analisis kelayakan rinci tentang kasus.Sebatian tidak konsen, dia bahkan tidak mendengar analis yang sedang menanyakan pendapat padanya. Setelah Emilio mengetuk meja di depannya, Sebatian baru kembali sadar.“Apa? Apa yang kamu katakan tadi?” Sebatian bertanya.Analis di depan langsung menjadi bingung, dia telah mengatakannya selama hampir satu jam dan tidak tahu kalimat mana yang ditanyakan manager pemasaran.Emilio mengerutkan kening, menatap Sebatian, kemudian berkata, “
Di mansion.Emilio berjalan masuk ke dalam mansion yang sudah sepi, hanya ada Joseph yang senantiasa menyambutnya dengan ramah dan senyuman hangat. Suasana mansion juga cukup sepi mengingat pukul berapa malam ini.“Tuan muda, selamat datang.” Joseph setengah membungkuk tanda hormatnya pada Emilio.“Ah, apa Stela sudah tidur?” Emilio bertanya seraya mengganti sepatunya menggunakan sandal rumah. Sejenak dia terdiam menatap sepasang sandal wanita yang tidak pernah berubah di tempatnya, masih sama seperti saat istri tercintanya pergi.“Nona muda, sudah tidur sejak tadi. Apa tuan muda sudah makan?” Joseph bertanya dengan penuh perhatian.“Uhm, aku sudah makan.” Emilio berjalan menaiki tangga lalu berbalik kembali. “Tolong buatkan aku teh, dan tolong bawa ke ruang kerjaku.” Pintanya dengan lembut.“Baik tuan,” Joseph pun berlalu ke dapur. Sementara Emilio terlihat masuk ke dalam kamarnya.Di dalam kamar ternyata ada sesosok anak perempuan, rambut coklatnya mencuat dari dalam selimut. Wajahn
Setelah semalaman bekerja, akhirnya Emilio kembali ke kamarnya tepat menjelang subuh. Emilio naik ke ranjangnya dan tidur di samping Stela yang tertidur. Sejenak dia terlelap, tidak berapa lama dia merasakan sesuatu yang aneh, ia merasakan panas di sekitarnya.Emilio membuka matanya, ia merasakan ada beban yang bertumpu pada dadanya, dan hawa panas yang membuatnya tidak nyaman. ia mendapati Stela memeluknya, wajahnya memerah, alis kecilnya sesekali mengerut, dia benar-benar tidak nyaman.Emilio bangkit, ia meletakkan punggung tangannya pada dahi Stela. Dan benar saja suhu tubuhnya benar-benar tinggi. Dengan sigap Emilio mencari termometer di kotak obat. Perlahan dia mengangkat Stela agar sedikit tersandar pada kepala ranjang. Selesai membersihkan termometer dia pun memasukkannya pada lubang telinga Stela dengan hati-hati dan penuh perhitungan.Setelah menunggu akhirnya termometer pun berbunyi menunjukkan angka di 39, 9 derajat. Bisa dipastikan jika Stela tengah demam tinggi. Emilio se
Di Negara A.Di dalam mobil maserati Marine tengah menelepon seseorang, dengan nada dingin bertanya, “Bagaimana hasilnya?”Orang yang di telepon menjawab, “Maaf, Nona, kami masih belum dapat informasi yang berarti.”Wajah Marine terlihat dingin, dengan nada berat berkata, “Bagaimana dengan putranya? Apakah bisa mendapat informasi kelahirannya? Siapa ayah kandungnya? Cari tahu dengan jelas!” Marine setengah berteriak pada orang yang berada di seberang telepon.“jika bisa menemukan ayah kandungnya, menghabiskan uang berapa pun aku tidak peduli, kau harus menemukan ayah kandungnya!” Marine kembali membentak karena tidak puas dengan jawaban orang itu.“Baik, kami akan berusaha semaksimal mungkin.” orang yang ada di telepon menjawab.Marine mematikan teleponnya, ia tersenyum dingin, berkata sendiri. “Hanya perlu menemukan ayah kandung Ezy, tidak peduli hubungan antara Dareen dan Ezy benar atau tidak, hubungan mereka pasti akan hancur!” Marine tersenyum ngeri.Dan sekarang, Alicia sudah di
Di dalam kamar apartemen seorang wanita tengah berdiri di depan jendela kaca besar yang menampilkan pemandangan seluruh kota. Dia berdiri bersandar pada dinding. Tatapannya kosong seakan hatinya tidak berada di sini. Wajah pucatnya sedikit bersinar terkena sinar matahari yang kian beranjak naik.Sementara Dareen baru saja naik lift menuju unit apartemennya seraya menenteng dua kotak kue kesukaan Elijah. saat sudah sampai di depan unit. Dareen segera menekan beberapa sandi unitnya, setelah terbuka dia masuk ke dalam. Suasananya begitu sepi, seakan tidak ada penghuninya sama sekali. Ia berjalan masuk dan mendapati perawat tengah duduk menunggu di luar kamar.“Tuan, Anda sudah pulang.” Sapa perawat.“Bagaimana keadaannya?” Dareen bertanya seraya meletakkan kotak kue di atas meja makan.“Keadaan nyonya cukup stabil tuan, hanya saja pagi ini hanya makan sedikit dan tidak bicara sama sekali.” Perawat itu sedikit menunduk.Dareen menghela napasnya, lalu berjalan mendekat ke kamar. Sejenak di
“Tenanglah,” Dareen menangkap tangan Elijah. Dia mengusap lembut bekas memar yang kian memudar itu. Ia menatapnya lekat dan dalam. “Semuanya akan baik-baik saja. Selagi kau tidak ada, aku akan merawatnya. Jadi jangan khawatir. Aku juga sudah mengirim seseorang untuk menjaga ibumu.” Dareen terus mengusap puncak kepala Elijah seperti anak kecil.Perkataan dan perlakuannya membuat Elijah takut. Takut semakin bergantung pada laki-laki yang baru dikenalnya ini. Semua tindakan Dareen membuat Elijah semakin nyaman. Jika saja hubungan ini bukan hanya sekedar pernikahan kontrak, alangkah bahagianya dia.Seorang pria yang begitu baik, bisa melindungi dan menjaganya. Rasanya dia mulai berharap lebih pada Dareen. Dia seakan menginginkan jika pernikahan ini seharusnya nyata tidak ada kebohongan.Elijah merasa semakin sering dia bersama Dareen, perasaannya kian berkembang. Dia mencoba mengabaikannya tapi lagi dan lagi persaan itu malah semakin kuat. Elijah menggelengkan kepalanya mencoba membuang s