Petugas polisi awalnya mengira dia akan mengeluarkan sesuatu, tetapi ternyata mengeluarkan sebuah akta nikah setelah membongkar isi tasnya untuk waktu yang lama. Ini benar-benar konyol, apakah otak wanita ini bermasalah? Kiranya dia bisa menyelesaikan masalah ini hanya dengan sebuah surat nikah?“Aku telah menangani berbagai kasus selama bertahun-tahun, tetapi ini pertama kalinya aku melihat seseorang menggunakan akta nikah untuk menyerukan keadilan.” Polisi itu mencibir dengan tidak setuju.Alicia juga mencibir dan berkata dengan sarkas, "Kenapa? Mengeluarkan surat nikah untuk memberitahu kami seberapa kuat suamimu? kamu bahkan seorang wanita yang sudah menikah, tetapi masih beraninya menggoda pria lain? Aku benar-benar sudah meremehkanmu, kamu bukanlah seorang pelacur biasa!” teriaknya.Raut wajah Elijah memerah dan memutih. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, berusaha menekan amarahnya."Nona Braun, mari kita lihat siapakah suamiku terlebih dahulu sebelum kamu berbicara." Ejekny
Elijah menghela nafas dan mencengkeram tangannya, lalu memijat dahinya. Akta nikahnya telah diambil oleh Alicia, dia juga tidak tahu apa yang akan terjadi. Jika Dareen mengetahuinya, dia tentu tidak akan membiarkannya pergi dengan begitu mudah.Ibu angkatnya menatap Elijah dengan ekspresi cemas dan bertanya, "Apa yang sebenarnya terjadi?"Elijah tersadar. Dia tentu tahu apa yang dimaksudkan ibunya. Dia tidak bisa mengatasi kecemasannya untuk sementara waktu, dan sekarang dia hanya bisa berbohong tentang akta nikah tersebut."Bu, akta nikah itu palsu. Itu adalah akta palsu. Aku meminta seseorang untuk membuatnya dengan harga yang cukup mahal."Ibu angkatnya tidak percaya sepenuhnya, dia terus bertanya, "Lantas, mengapa polisi bersikap seperti itu?"Elijah tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya, dia hanya berkata dengan santai, "Aku juga tidak tahu, mungkin saja polisi itu masih memiliki hati Nurani. Melihat kita seperti ini, dia pun tidak lagi mempermasalahkannya."Ibu angkatnya mena
Dareen hanya menatapnya dengan dingin, dengan tatapan mata yang acuh tak acuh, seperti lubang hitam yang dalam, yang ingin menelannya. Alicia merasakan kemarahan di sekujur tubuhnya menjadi sedikit beku oleh udara dingin yang dipancarkan oleh DAreen, menekannya sampai tak bisa berkutik."Terserah. Namun, aku ingin memberitahumu bahwa bahkan jika kamu melakukan ini, kamu juga tidak dapat mengubah suatu apa pun, itu hanya akan membuatku lebih membencimu!" Dareen menekankan bahwa apa pun yang dikatakan Alicia hanya membuatnya semakin yakin untuk melepasnya.Ketika Alicia mendengarnya, kedua kakinya melemas dan dia terhuyung hampir jatuh, sampai disaat dia bersandar di meja. Kedua tangannya berusaha menopang tubuhnya, mencoba untuk kembali berdiri.Di dalam kantor sangat sunyi, Dareen tidak berbicara. Alicia berusaha menekan semua amarah di dalam dirinya. Hatinya dipenuhi dengan keluhan-keluhan yang seolah-olah membuatnya kewalahan. Untuk pertama kalinya, dia begitu menyukai seorang pria.
Dareen dalam dilema, jika kedua orang tua itu terus bernostalgia bersama, itu akan membuatnya lebih tertekan daripada berurusan dengan hal-hal rumit di perusahaan.Ketika Dareen merasakan sakit kepala, matanya berbalik dan dia melihat Elijah yang berdiri di samping. Lalu, secercah cahaya melintas di matanya, ada harapan yang tidak bisa dijelaskan olehnya. Dareen tersenyum penuh kemenangan."Baiklah, jangan khawatir. Aku akan menemani kalian kali ini." Sambungan telepon pun akhirnya berakhir, Dareen menatap lekat-lekat ke arah Elijah dengan mata yang menyala seperti seekor serigala.Elijah merasa takut saat matanya menangkap sorot mata Dareen yang misterius. Kedua kakinya melemas dan dia terus melangkah mundur, mencoba menghindarinya.Dareen melangkah maju selangkah demi selangkah. Ketika Elijah mundur ke sofa dan seluruh dirinya akan jatuh ke dalamnya, pria itu meletakkan tangannya di depannya, memicingkan matanya ke arah Elijah.“Ada apa? bicarakanlah baik-baik.” Suaranya terkesan ta
Dareen telah membuat rencana. Pertama-tama, mereka akan pergi ke daerah wisata pemandangan taman yang lebih terkenal di pinggiran kota A di mana bisa terlihat gunung-gunung dan sungai-sungai yang indah dan sangat menarik di sana.Namun, Elijah belum pernah pergi ke sana. Nenek Lee kadang-kadang berbicara dengannya, dan dia juga terbata-bata, dia merasa tidak bisa mengimbangi pembicaraannya.Untungnya, Dareen selalu membantunya ketika dia sedang berada dalam suasana yang canggung. Dareen berusaha keras untuk membuat nenek Lee sangat bahagia agar dia tidak punya waktu untuk perhitungan terhadap masalah Elijah."Kamu tidak perlu terlalu gugup atau terlalu dibatasi. Katakan saja apa yang kamu pikirkan." Dareen mengambil kesempatan ketika kedua orang tua itu berjalan di depan dan mengambil tangan Elijah untuk menghiburnya.Telapak tangan Elijah telah banyak berkeringat, ini membuat sudut mulut Dareen memunculkan senyuman yang tidak bisa dijelaskan.Di perhentian kedua, mereka pergi ke Pant
Setelah makan malam, mereka tiba di homestay. Karena mereka melakukan perjalanan sendiri, mereka pun tidak memesan kamar terlebih dahulu. Tetapi, sekarang adalah musim puncak liburan sehingga banyak homestay yang penuh dan tidak ada kamar yang tersisa. Mereka telah mengunjungi beberapa homestay sebelum akhirnya menemukan sebuah homestay dengan kamar kosong, tetapi hanya ada dua kamar yang tersisa.Tidak ada keraguan bahwa nenek Lee dan kakek Lee akan tinggal sekamar, sedangkan pasangan suami-istri secara perjanjian itu juga secara alami akan tinggal sekamar.“Anggap saja kalian sedang berbulan madu,” Nenek Lee tersenyum dan menepuk pundak Dareen. “Aku juga sudah terlalu tua. Kamu harus menambah lebih banyak usaha, aku masih menunggu cicitku."Setelah nenek Lee selesai berbicara, dia menatap perut Elijah dengan penuh harap seolah-olah dia telah melihat cicit masa depannya.Wajah Elijah memerah dan dia tidak berani menatap langsung ke arah nenek Lee.“Kalian istirahatlah lebih awal.” Ka
Di tengah rintihan Elijah, dia mendengarnya begitu pilu, terdapat banyak luka di setiap rintihan kecilnya, selagi Elijah sibuk menenangkan dirinya. Dareen mendekat, dia segera memeluk Elijah dan mencoba membuatnya untuk tenang.Telapak tangannya yang yang besar mengusap lembut puncak kepala Elijah, suhu tubuhnya yang hangat sedikit memberikan kenyamanan bagi Elijah. perlahan dia mulai merasa tenang.“Ada apa? Kenapa ketakutan seperti ini? ceritakan padaku apa yang membuatmu takut.” Dareen bertanya secara perlahan, dia tidak ingin membuat Elijah tidak nyaman saat dirinya bertanya.Mendengar hal itu, seketika air matanya luruh, rasanya dia ingin membagi beban yang selalu menghantui dirinya. Elijah terisak di dalam dekapan Dareen. Dia sudah tidak memikirkan siapa Dareen dan apa hubungan keduanya.“Aku hanya terkejut, dan itu membuatku takut. Sangat takut hingga menghantuiku sampai saat ini. kejadian di masa lalu itu membuatku sangat takut. rasanya setiap ada pria yang menyentuhku rasanya
“Elijah, pejamkan mata, jangan takut.”Emilio melepas gengaman tangannya pada Ellijah, perlahan menatap langit merah yang sekan penuh dengan darah, dia menjatuhkan tubuhnya dari puncak gedung pencakar langit, sebuah kilatan cahaya melesat, kemudian terdengar jerit ketakutan Elijah, detik berikutnya, sebuah tubuh luruh bersamaan dengan darah yang merembes keluar memenuhi tubuhnya.Emilio bangun dari ranjang, wajahnya pucat, nafasnya berat dan cepat, kepalanya seperti meledak kesakitan. Satu tangannya mencengkeram kepalanya yang terasa sakit.Mimpi buruk yang sama, dia sudah mengalaminya selama enam tahun berturut-turut, lagi dan lagi, mimpi buruk yang berkepanjangan. Emilio memejamkan mata, saat membukanya lagi, mata yang gelap itu kembali menjadi jelas.Dia mengambil ponsel di samping ranjang, melihat jam, kemudian, mengangkat selimut dari tubuhnya dan bangun dari tempat tidur.Dia menuruni tangga, di ruang tamu di lantai satu, Jesslyn duduk di sofa kayu solid putih sambil menonton T