Di tengah Elijah memandang indahnya langit. Bening tak berawan. Pikirannya sedikit melayang. Di dalam kepalanya memikirkan ini dan itu, satu tangannya mengelus perutnya yang membuncit, sedangkan tangan yang satunya lagi menopang dagu dan bersandar pada jendela kaca mobil. Tiba-tiba Elijah mengubah arah tujuannya pada Jose. Ada keraguaan antara mengikuti kemauan nyonya atau mengikuti perintah dari tuan muda. Setelah sedikit bergelut dengan logikanya Jose pun memutar mobilnya ke arah pantai. Setibanya di area pantai. Pemandangannya sungguh memanjakan mata. Hamparan air yang biru terpapar sinar matahari tampan sangat berkilau dan cantik. Bau laut tercium kuat, ombak bergemuruh menabrak dinding pembatas jalan. Elijah dapat merasakan ada kegundahan dari ombak yang bergemuruh. Elijah turun dari mobil, berjalan menyusuri area pantai. Sedangkan Jose menunggunya di samping mobil. Elijah menyandar di pagar tepi laut sambil mengunggah sebuah foto di sosial medianya. Fotonya adalah sebuah ham
Jesslyn menata makanan dengan mahir di piring sambil berkata dengan menghela ringan. “Di rumah hanya ada sus Maria yang mengurus Stela, hidup kalian ini seperti ini sejak dulu. Meskipun di rumah ada pelayan dan pekerjaan rumah tidak perlu ia kerjakan, namun paling tidak dia harus memperhatikan kebutuhanmu dan Stela yang paling dasar.Aku malah melihat dia yang butuh kamu urus sekarang. Aku yang melihat saja rasanya capek.”“Ibu!” Emilio menghentikan ucapannya sambil tersenyum.Jesslyn hanya menghela sambil menatapnya, lalu bertanya lagi. “Masalah Eito, dia tidak ribut denganmu?”“Tidak.” Emilio berkata.“Masalah Elijah yang menikah denganmu saja sudah cukup membuat imagemu buruk. Kalau kali ini sampai muncul masalah lagi, masa depanmu akan menjadi taruhannya. Emilio, kamu punya rencana apa? Ayahmu menyuruhku mengingatkanmu, jangan sampai menyelesaikan ini dengan kekerasan.”Emilio membawa sup dengan hati-hati, alisnya yang tajam sedikit mengkerut. “Kita lihat saja nanti. Jika dia berb
“Sama seperti biasanya. Kamu selalu membuatku takjub. Tindakan kecil ini selalu saja membuatku nyaman.” Elijah mengulas senyum lembut.“Itulah sebabnya aku menjadi seorang pria yang pengertian untukmu.” Emilio tersenyum dan menggores ujung hidung Elijah dengan lembut.Elijah melingkari lehernya, lalu berkata, “Suami siapa dulu?”Emilio tersenyum dengan tidak berdaya, lengannya yang kuat memeluk pinggang Elijah, lalu ia menundukkan kepalanya dan mencium bibir Elijah yang terus berbicara.ciumannya sangat lembut, sedikit demi sedikit, dan semakin dalam. Kedua mata Elijah yang jernih terbuka, tatapannya tertegun.Bulu matanya yang panjang dan lentik mengerjap dan menyapu kulit pipinya, terasa sangat geli, seperti ada tangan yang tidak terlihat sedang menggelitik hatinya.Nafas Elijah tidak beraturan, pipinya memerah, dan kesadarannya mulai hilang. Pada saat itu, pintu kantor diketuk, dan kemudian terbuka.Earnest berjalan masuk dengan memegang sebuah dokumen di tangannya, dan ketika ia m
“Rayn, kalau kamu bersikeras ingin membahas topik ini, maka tidak ada yang bisa kita bicarakan lagi.Sebagai seorang ibu, aku tidak akan membuang anakku, mereka adalah dua nyawa yang hidup.” Tangan Areum memegang bagian perutnya, penuh kasih sayang dan hati-hati.Pada saat ini, tidak ada apa pun yang lebih penting dari anak-anak dalam perutnya. Keluarga nenek Areum selalu memiliki keturunan melahirkan anak kembar. Neneknya melahirkan lima anak, dua pasang di antaranya adalah kembar.Bibinya melahirkan sepasang anak perempuan, dan ibunya juga melahirkan dia dan Aaron.Areum sangat senang ketika tahu ada dua bocah kecil di dalam perutnya, tapi ayah mereka selalu berpikir ingin membuang mereka. Mungkin karena emosinya tidak stabil, wajah Areum menjadi pucat, wajahnya terlihat sangat buruk.Rayn menjadi panik, dan memeluknya berkata, “Baiklah, kamu tidak ingin mendengar, aku tidak akan mengatakannya lagi.Areum, aku hanya khawatir padamu.”Areum diam-diam bersandar dalam pelukannya, wajah
Langit tampak mendung seakan hujan akan turun membasahi bumi. Setelah Elijah berkendara dengan suasana hati yang berantakan akhirnya dia sampai di mansion. Wajahnya begitu muram sorot matanya pun tersirat dengan jelas kekecewaan dan amarah yang kian meledak.Elijah turun dari mobil, matanya sembab karena terus menangis. Dia berjalan dengan cepat tanpa menyapa Joseph yang sedari tadi berdiri menunggunya. Langkah kakinya yang cepat mengantarkannya tiba ke kamar dengan sekejap mata. Joseph merasa ada yang aneh saat melihat Elijah.Joseph mendekati pintu kamar utama, terdengar barang-barang jatuh yang memekakan telinga, samar-samar dia mendengar suara menangis. Raungan itu terdengar sangat pilu. Membuat hati siapa ikut hancur kala mendengarnya. Joseph ingin mencari tahu keadaan Elijah tapi dia tidak bisa masuk sembarangan ke dalam.Dia hanya bisa diam-diam turun ke lantai bawah. Perasaannya begitu tidak tenang dia juga sangat khawatir pada Elijah dan juga anak yang sedang dikandung oleh E
“Kenapa? Kenapa kau melakukan ini padaku?” Elijah berteriak histeris, dia bahkan melempar vas bunga ke arah Emilio. Pecahan kacanya mengenai wajah Emilio dan mengeluarkan darah segar.Di luar pintu Joseph dan para pelayan menunggu di luar sontak kaget mendengar suara barang jatuh serta kaca pecah. Beberapa dari pelayan menutupi telinga mereka dan sedikit meringkuk. Baru kali ini mereka mendengar suara seperti itu.Pertengkaran seperti yang ada pada rumah lain. Mereka saling menatap seakan ingin bicara tapi jelasnya mereka tak bisa berkata-kata karena Joseph menentang hal itu, lagi pula dalam kontrak sudah tertera semua yang bekerja di dalam mansion harus diam tak menyebarkan rumor ke luar mansion.Joseph berdiri dengan tenang menunggu sang majikan keluar bersama dengan pelayan untuk membereskan kekacauan di dalam kamar.“Elijah,” Emilio mencoba menepuk pundak Elijah. tapi, tangannya malah menggantung di udara. Rasanya begitu menyakitkan kala melihat wanitanya menangis dengan begitu ke
Setelah selesai mengobati Elijah. Rayn pun keluar kamar, di sudut ruangan Emilio menunggu dengan wajah tanpa ekspresi. Rasanya dirinya ingin memakan seseorang. Emilio setelah memastikan Elijah telah tertidur lelap.Emilio berdiri, terselip sebatang rokok di sela jarinya. Asap tipis mengepul lalu menghilang di udara. Dia sama sekali tidak memikirkan kakinya yang terluka dan berlumur darah.“Kemarilah, aku akan mengobatimu.” Rayn berniat mendekati Emilio tapi Emilio langsung menghentikannya.“Kita ke ruang kerja ku,” Emilio berjalan dengan menyeret kakinya. Darah terus menetes hingga ke pintu ruang kerjanya.Emilio duduk di sofa, ia setengah memejamkan matanya. Raut wajahnya begitu berantakan. Rayn baru pertama kali melihat kondisi Emilio yang seperti ini.“Apa yang telah terjadi?” sembari bicara Rayn memegang kaki Emilio, separuh celananya sudah basah oleh darah.Tangan Rayn dengan cekatan memotong celana Emilio, saat celana diturunkan tampak lah pecahan kaca yang menancap di lututnya.
Hingga larut malam, Emilio hanya terdiam di luar balkon kamar. Menatap ke atas di mana langit diselimuti oleh pekatnya malam. Menatap jauh, dengan segala pemikiran tentang kemungkinan Elijah akan meninggalkannya membuatnya sesak. “Walau aku sudah menduganya, tapi tetap saja aku tidak bisa menerimanya.” Setelah berjam-jam mengamati langit yang tetap kelam, Emilio beranjak pergi dari balkon menuju ke luar kamar. Menuruni anak-anak tangga menunju lantai bawah. Berjalan terus keluar mansion dan berhenti tepat di depan paviliun yang ditempati oleh Stela. Sejenak ia hanya berdiri termangu, setelah mengetuk pintu yang berwarna coklat gelap itu. Pintu pun terbuka. Sus Maria menatapnya sekilas lalu mempersilakannya masuk. “Apa Stela sudah tidur?” Emilio berbicara. “Sudah Tuan, ada di kamarnya.” Jawab sus Maria. “Silakan,” sus Maria mengisyaratkan agar Emilio mampir dan melihatnya sendiri. Emilio mengayunkan langkah kakinya menuju kamar Stela. Ia berdiri tepat di samping tempat tidurnya. S