Malam gelap gulita, Hwang Mi Hee tidak peduli akan keselamatan diri, dia hanya menuruti langkah. Dia berlari sambil menangis. Berhenti bersandar di pohon, dia berlari lagi. Hatinya hancur, malu dan marah. Ia menyesal mengapa sampai terjerumus ajakan Mei Li Tsu. "Mayleen itu perempuan baik, dia tidak marah dan tidak menaruh dendam padaku. Yang marah, hanya ketua, itu pun Memang salahku sendiri. Mengapa aku begitu bodoh?"
Berlari dan berlari, ia sangat letih. Tubuh letih dan batin merana, Hwang Mi Hee jatuh di tengah hutan. Ia roboh, pingsan. Ia sadar ketika embun membasahi wajahnya, suara burung berkicau, ayam berkokok.
"Aku tertidur semalaman. Di mana aku sekarang?" Ia mencari jalan setapak, setelah menemukan jalan, ia kemudian menuju ke arah tenggara. Ia tahu arah tenggara adalah tujuan ke air terjun hutan dawuk. "Aku akan menetap di situ, di goa, berlatih sampai aku menguasai semua ilmu yang diajarkan ketua."
Setelah menetapkan keputusannya ia melanjutkan per
"Siapa bilang aku kasihan padamu." Berkata demikian Jiu Long memeluk erat Hwang Mi Hee, menjakak rambutnya, dan mencium bibirnya. Hwang Mi Hee berontak, tetapi makin lama makin lemah.Gadis itu bereaksi dengan bernafsu. Jiu Long memperlakukan Hwang Mi Hee dengan kasar dan penuh nafsu. Dua anak manusia itu tenggelam dalam nafsu birahi yang tak pernah kunjung padam.Tengah malam, saat bulan bersinar terang, cahayanya menerobos sela-sela dinding air terjun sedikit menerangi goa. Hwang Mi Hee terbaring lemas di sisi Jiu Long. Mendadak gadis itu berbalik dan menerkam Jiu Long, ia menampar pipi Jiu Long. Ia terkejut karena Jiu Long tidak menangkis. Ia mengelus pipi lelaki itu. "Kenapa kamu tidak menangkis?""Untuk perempuan yang kucintai, kalau hanya sekali tamparan, tidak berarti apa-apa.""Kamu bohong Jiu Long, kamu tidak mencintaiku, kamu hanya menganggap aku sebagai pelampiasan nafsumu saja.""Tidak Mi Hee, tidak benar itu. Aku mengejarmu karena ingi
"Aku akan berkata jujur, memang aku mencintai Gwangsin dan Mayleen. Dan di antara mereka berdua, aku merasa aku lebih mencintai Gwangsin.""Apa kelebihannya yang membuat kau begitu mencintai Gwangsin?"Tanpa sadar Jiu Long menjawab, "Gwangsin tidak pernah meminta, dia selalu memberi, dia memberi semangat, kenikmatan dan kebahagiaan. Dia mencintai aku, tetapi dia tidak cemburu, dia memberiku kebebasan.""Alasan itu bisa dimengerti, tetapi aku pikir pasti ada yang istimewa dalam diri Gwangsin, dia sangat cantik, aku belum pernah melihat perempuan secantik dia, apakah karena kecantikannya?"Jiu Long menjawab tanpa ragu, "Dia sangat cantik." Hwang Mi Hee melanjutkan, "Mayleen, bagaimana dengan Mayleen?""Mayleen cerdas," Jiu Long menceritakan bagaimana Mayleen menyelamatkan dia dari fitnah.Mendadak saja Hwang Mi Hee teringat sesuatu, dia melompat berdiri dan berkata dengan suara parau dan gugup. "Jiu Long, di mana Mayleen sekarang ini?"
Pagi hari itu ketika Jiu Long meninggalkan Partai Naga Emas mencari Hwang Mi Hee, sesaat kemudian Satrung keluar dari pintu gerbang. Ia menuju ke rumah penduduk menemui seorang lelaki muda. Tak lama berselang, lelaki itu menulis sesuatu di secarik kulit tipis, menggulungnya sampai kecil, mengikatkan di kaki burung elang. Burung itu terbang pergi Satrung kembali ke perguruan setelah sebelumnya mampir di sebuah warung.Burung elang itu meluncur turun dan hinggap di tangan seorang punggawa Dinasti Giok Barat. Dia, seorang lelaki tegap bertelanjang dada memperlihatkan tubuhnya yang bidang. Dia, punggawa Dinasti Giok Barat kesembilan, berjuluk Nawa si Tongkat, nama aslinya Marxiang. Ia berteriak ke dalam rumah. "Jeng, sudah ada berita!"Dari dalam rumah keluar Mei Li Tsu, tangannya memegang erat selembar kain yang hanya dililitkan di tubuh montoknya. Ia menempelkan tubuh ke punggung Nawa. "Coba bacakan!"Nawa mengambil sekerat daging, memberinya kepada si elang, meng
Saat Jiu Long dalam perjalanan bergegas menuju Partai Naga Emas, saat yang sama Gwangsin dan Mayleen sedang makan di dapur. Tidak seperti biasa, kali ini Lan Yan menemaninya. Tiga perempuan itu berbincang dengan akrab. Diam-diam Lan Yan mengagumi pengetahuan sastra Mayleen"Itu sebab aku mengerti bagaimana perasaan Hwang Mi Hee, ia sedih dan nelangsa tetapi moral gadis itu sangat baik sehingga ia tidak memusuhi aku dan Gwangsin atau membenci Jiu Long. Pertama jumpa dengannya aku sudah menyukainya, ia manis dan ramah. Aku setuju malah memaksa Jiu Long memaafkan dan mengajaknya pulang berkumpul dengan aku dan Gwangsin."Selesai makan ketiganya beranjak ke bilik masing-masing. Di tengah jalan mereka jumpa Satrung. Lelaki ini sengaja bersilang jalan dengan tiga wanita itu. "Kalau mau jalan-jalan melihat-lihat pemandangan, sebaiknya ke bukit, pemandangannya bagus," kata Satrung yang melangkah terus sambil mengharap umpannya mengena. Dan Memang usulan itu membangkitkan keing
Mendadak terdengar bentakan, "Ini dia perempuan pembunuh itu." Beberapa bayangan mengepung Mayleen dan Lan Yan."Siapa kalian?" kata Lan Yan. Saat berikutnya ia mengenali seorang di antaranya, "Mei Li Tsu, apa yang kamu lakukan di sini?""Kamu orang Partai Naga Emas, urusan ini tidak ada sangkutannya dengan Partai Naga Emas, kamu boleh minggir. Aku dan teman-teman hanya berurusan dengan perempuan asing ini, dia telah banyak membunuh pendekar Dataran Tengah, kini saatnya balas dendam.""Tidak bisa. Dia isteri ketua Partai Naga Emas, bagaimanapun juga aku tak akan membiarkan orang mengganggu dia."Mayleen berbisik pada rekannya, "Hati-hati mereka semua memiliki ilmu tinggi. Jumlahnya banyak, sepuluh orang." Ia menatap Mei Li Tsu, "Waktu itu kamu telah melukai aku, kini kamu datang bersama teman-temanmu, apa sebenarnya maumu?""Jangan banyak bacot, kamu telah membunuh saudaraku, sudah lama aku mencarimu, sekarang rasakan pedang ini." Pendekar
Sambil berkata, Mayleen mulai memainkan jurus handalan dari Himalaya Teri sanson Meiti Jevan Mein, Sirefteri Kusbu Hai (Dalam hidup dan nafasku hanya ada harum dirimu). Ia bergerak sangat cepat, gesit dan gemulai. Tangan Mayleen mengibas dan menampar. Ia bergerak bagai penari, kakinya bergerak lincah dan gesit, pukulannya yang berisi tenaga dalam mengancam setiap lawan. Seorang pengeroyok kena tendangan, tulang pahanya retak. Seorang lain kena kibasan tangan yang gemulai itu, pundaknya cedera.Mayleen bergerak kian kemari, mengelak dan menyerang. Para penyerang, bahkan Mei Li Tsu pun terkejut dengan sepak terjang Mayleen yang begitu jumawa. Pada saat kepungan agak kendur, ia mendorong Lan Yan. "Cepat lari, aku akan menyusul."Setelah menyaksikan ilmu Mayleen yang dalam beberapa jurus sudah mencederai dua penyerang, Lan Yan tak ragu lagi. Ia keluar dari kepungan dan lari menuju perguruannya yang tidak jauh. Tak lama kemudian ia sampai di pintu gerbang. Ia berteriak Mema
Mayleen gembira melihat hasilnya, ia Memang berniat adu jiwa sehingga tak lagi memikirkan pertahanan. Ia menyesal pukulannya ke kepala Mei Li Tsu luput dan hanya mendarat ke pundak si wanita Genit. Selang sesaat, ia melihat datangnya serangan Nawa, ujung tongkat mengarah dada, perut dan leher berbarengan datangnya serangan tongkat si nenek yang mengemplang kepala.Tidak tinggal diam dengan sisa tenaganya Mayleen memainkan jurus Yaadon Mein Tum Koye Rahoo Saare Jahan Kobhul Ke (Melamunlah dalam pelukan dan lupakan dunia ini). Ia menampar ujung tongkat sambil kakinya melepas tendangan. Nawa terpental, tulang pahanya patah. Mayleen Memang hebat, tetapi ia sudah sangat lelah. Tubuhnya limbung pada saat mana tongkat kepala ular si nenek mengancam akan menghancurkan kepalanya.Melihat isteri ketuanya terancam maut, Gan Nung yang sedang bertarung secepatnya meninggalkan lawannya dan melompat dengan seluruh tenaganya. Dia membentak dengan teriakan keras, "Mati kamu nenek cabul
Gwangsin melompat bangun. Ia lari keluar. Sampai di gerbang, ia ingat Mayleen dan Lan Yan pergi ke bukit.Firasatnya tajam ada yang bertarung di bukit itu. Ia lantas mengerahkan ringan tubuhnya yang paling handal Wimanasara. Dari kejauhan ia melihat Mayleen terancam jiwanya. Ia langsung masuk tarung.Belum sampai di dekat Mayleen, Gwangsin mendorong dengan dua jurus Sapwa Tanggwa (Sapu menyapu) yakni Mammyangken (Menyakiti hati) disusul Hatut (Sehidup semati). Serangan itu datang bergelombang dengan tenaga besar Segoro (Samudera).Hantaman Gwangsin memaksa nenek tua mengubah posisi kaki dan menarik pulang serangannya. Tanpa pikir lagi ia mengerahkan seluruh tenaga menahan hantaman Gwangsin. "Deeesss" dua tenaga berbenturan. Nenek itu terdorong mundur dua langkah. Ia memandang Gwangsin. Ia heran dan tak menyangka tenaga Gwangsin yang hanya seorang gadis muda, bisa sebesar serudukan gajah.Mayleen terbaring di tanah. Ia nyaris pingsan, tetapi langsung siuma