Jen Ting berseru perlahan, "Itu syair Maut!" "Tiga kali syair dinyanyikan Berarti malam ini sebelum fajar menyingsing, ada tiga orang yang jiwanya bakal melayang di rumah ini. Sungguh temberang si syair Maut, tidak tahukah dia bahwa di rumah ini berkumpul banyak jago dari kalangan kelas atas?" Kata-kata Jen Ting itu semakin membuat Mei Hwa bingung.
Tetapi gadis Himalaya itu tak sempat bertanya lebih lanjut. Terdengar suara Dong Zhuo membelah kesunyian malam yang sudah mulai hangat suasananya. "Harap semua orang berkumpul di ruang tengah! Kita bentuk lingkaran dengan setiap orang menghadap keluar."
Ruangan itu memang besar dan luas. Semua orang sudah berkumpul di ruang tengah. Seluruhnya terhitung tigapuluh tujuh orang, termasuk tuan rumah dan keluarganya, Dong Zhuo mendudukkan cucunya di dekatnya. "Nona, kau tak boleh berpisah dengan kakek, biar sesaat pun! Ingat itu, Nona”
Dong Zhuo memandang semua orang. Di situ ada Yu Jin, Liu Xing, Liang Zhipu, Tian Sh
Tian Shan memandang Jiu Long yang kebetulan sedang menatapnya. Hampir tujuh purnama silam dia bertiga Yu Jin dan Jiu Long menghadapi situasi sama. Waktu itu si syair Maut berhasil memenuhi kebiasaannya, membunuh orang sesuai jumlah syair yang dia tembangkan. Apakah kali ini ia juga akan berhasil lagi membunuh orang sesuai keinginannya?Tian Shan berjalan hilir mudik, tampaknya ia sedang memikirkan sesuatu. Tiba-tiba ia bertanya kepada muridnya, "Ketika tadi bertempur dengan perempuan Himalaya itu, apakah kau temukan sesuatu yang aneh, Jiu Long?”"Tidak, tak ada yang aneh guru!" Mata Jiu Long melihat Gwangsin dan Jen Ting yang duduk jauh dari tempatnya. Ia menggapai dua gadis itu agar duduk di dekatnya. Dua perempuan itu beranjak mendekati tempat Jiu Long.Tian Shan melanjutkan pembahasannya, hanya berdua Jiu Long, tak ada orang yang mendengarnya karena pembicaraan dilakukan dengan ilmu pendam suara. "Maksudku begini, setahun lalu kita bertiga bersama Kak Y
Jiu Long berdiam, mencoba mengingat-ingat. Saat itu semua orang diam, masing-masing sibuk menata diri, mempersiapkan tenaga menghadapi serangan yang mendadak dari iblis pencabut nyawa itu. Jiu Long bertanya pada gurunya, "Guru, kenapa kau mencurigai perempuan dari negeri Himalaya itu?"Tetapi sebelum dia menjawab, dia terkejut dengan kehadiran Mei Hwa yang melangkah mendekatinya dan duduk di sampingnya. "Pendekar Tian Shan, siapa orang yang menyanyi tadi, mengapa semua orang panik dan bersiap-siap seperti mau bertarung?"Pendekar ini terkejut mendengar pertanyaan Mei Hwa, ia heran melihat sikap wanita himalaya ini yang memperlihatkan perhatian kepadanya. Ia menjawab dengan tersenyum "Penyanyi syair itu adalah pembunuh kejam, dia selalu membunuh dengan terlebih dahulu menyanyikan syair tersebut, tadi tiga kali dia mengulang syair itu artinya dia akan membunuh tiga orang di antara kita, dan itu akan dia lakukan sebelum fajar menyingsing."Tian Shan menoleh kepada
Mei Hwa masih mau bertanya, tetapi dicegah oleh Tian Shan. Karena saat itu dia melihat Jiu Long berjalan keluar menuju alam terbuka.Gerak gerik Jiu Long tidak luput dari pengamatan Jen Ting dan Gwangsin. Keduanya saling memberi isyarat, keduanya mengikuti Jiu Long melangkah keluar. Jen Ting bertanya. "Jiu Long, mau ke mana kau?" Ada rasa khawatir dalam getar suaranya.Jiu Long menoleh, dia menggapai dua kekasihnya itu. Ketiganya menjauh dari rumah besar. Dua perempuan itu terkejut ketika Jiu Long tertawa, menggunakan tenaga dalam. Tertawanya, khas tertawa Lembah Kera. Tawa itu berkumandang ke segala penjuru, panjang bergelombang, jernih dan lepas. Jiu Long sengaja menggunakan tenaga Angin Es dan Api sehingga siapa pun yang mendengar pasti akan meleletkan lidah kagum akan kekuatan tenaga dalam Jiu Long. Bahkan tokoh seperti Liang Zhipu, dan Dong Zhuo, sampai terpaku di tempatnya.Mendadak tertawa itu terhenti, saat berikutnya terdengar su
Malam sunyi sepi. Tak lama terdengar suara syair dinyanyikan orang. Makin lama suara syair makin menjauh sampai akhirnya lenyap ditelan kebisuan malamTian Shan tampak kesal. "Mereka sudah pergi!"Dong Zhuo dan Yu Jin hampir bersamaan menyahut, "Tak boleh percaya. Kita harus tetap waspada dan tetap berkumpul bersama-sama di ruangan ini."Mei Hwa menegur Tian Shan. "Kenapa kau kesal, Kakak. Dengan perginya iblis pembunuh kan kita tak perlu bertempur lagi."Tian Shan menatap wajah cantik di depannya. Ia tak bisa menyembunyikan perasaan tertariknya. Dua kali gadis itu memanggilnya Kakak. Agak gugup Tian Shan menjawab. "Benar katamu. Tapi aku khawatir keselamatan Jiu Long dalam pertarungannya dengan dua orang itu.""Kamu tak usah khawatir. Muridmu itu memiliki ilmu yang jarang bisa dicari bandingannya. Tenaga dalam seperti itu di negeriku mungkin hanya dimiliki oleh ketua Ladalinu saja. Tetapi Kak, jika muridmu sebegitu hebatnya tentu kamu sebagai guru
Tian Shan terkesiap. Ia bertanya-tanya, apakah gadis cantik ini menyatakan perasaan cinta kepadanya? Ia masih gugup ketika Mei Hwa menggenggam tangannya dan menarik menjauh dari orang-orang. "Kakak Tian Shan, ketika kamu menolong kami dari keroyokan penjahat, kamu sudah memeluk tubuhku. Terus terang selama ini, tubuhku belum pernah dipeluk seorang lelaki. Aku mau tanya, kamu harus jawab jujur, kamu bisa melakukan pertolongan itu tanpa harus memeluk aku, kenapa kamu memeluk aku?"Tian Shan tersenyum "Mei Hwa, aku tahu kamu punya ilmu yang mungkin tidak berada di bawah tingkatanku, mengapa kamu tidak menghajar penjahat itu, tetapi pura-pura lemah dan memberi kesempatan aku menolongmu, kamu juga tidak berontak malah membiarkan aku memelukmu?"Mei Hwa tersipu-sipu. Ia merunduk. "Aku yang bertanya dulu, kamu tak boleh balik bertanya, kamu harus menjawabnya dulu."Tian Shan menoleh sekeliling. Tak ada orang yang memerhatikan. Ia memegang tangan Mei Hwa, menciumi tanga
Hari ini adalah awal dari hari esok. Pertemuan adalah awal dari suatu perpisahan. Beberapa hari bersama-sama, ngobrol bercanda, makan minum dan tidur, tanpa terasa telah menumbuhkan rasa pertemanan yang akrab. Rombongan besar itu berpencar. Dong Zhuo bersama cucu dan anak buahnya pulang ke markas partainya. Sebelum pergi Dong Zhuo menjanjikan bantuan kepada Jiu Long, kapan saja diperlukan.Rombongan Liang Zhipu bersama Yuan Shu, Shu han, Im ji hye dan delapan pendekar Dinasti Giok Barat melanjutkan tujuan asalnya. Jiu Long yang dulunya tawar terhadap tiga pangeran ini, belakangan mulai hangat. Ia memberi hormat sambil mengucap salam perpisahan.Sekoyong-koyong Im ji hye yang berdiri di samping Yuan Shu memperingatkan Jiu Long."Kakak Jiu Long, kamu sekarang ketua Partai Naga Emas, kamu juga kakak perguruanku, tetapi kamu tetap masih hutang satu permintaan padaku. Jangan lupa, suatu waktu nanti aku akan menagih janji itu, awas kamu tak boleh ingkar."Jiu L
Dia seperti melihat wajah Mei Hwa di mana-mana. Hidungnya yang bangir mungil, matanya yang sipit indah gemerlap, rambutnya yang halus lurus, bibir yang mungil, semuanya seperti akrab dengannya. Perawakannya yang tinggi jangkung, tidak kurus dan tidak gemuk selalu jadi bahan lamunan.Tian Shan seorang lelaki berjiwa polos yang tak pernah menyembunyikan perasaannya. Ia terus memikirkan Mei Hwa. Sampai suatu saat ia dihadapkan pada pilihan sulit. Pergi jauh dari perempuan Himalaya itu, atau menghampiri perempuan itu dan mengatakan bahwa ia mencintainya.Tetapi ia bimbang. Ada rasa khawatir, cintanya akan ditolak. Ia merasa sudah tua, usia separuh abad, apakah Mei Hwa mau menerima cintanya? Ia makin kesal terhadap dirinya, mengapa menjadi begitu lemah, tak mampu mengambil keputusan tegas.Perpisahan selalu membawa kesedihan. Bagi Tian Shan, yang selalu berpindah tempat dan tak pernah diam lama di suatu tempat, perpisahan adalah kawannya yang paling akrab. Hari itu i
Entah mengapa Tian Shan justru menjawab yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan kemauannya. "Aku tidak bisa, aku masih punya urusan lain." Ia melihat wajah Mei Hwa yang kecewa, bahkan matanya merah basah. Ia menyesal, tetapi tak mampu meralat jawabannya tadi.Siang hari itu, di batas desa Gulian, dua rombongan itu sampai di persimpangan jalan. Ke kiri menuju Luoyang, markas Partai Naga Emas. Ke kanan menuju Pegunungan Salju Meili. Jari Tian Shan menunjuk lurus ke depan. "Kalau ke utara terus, kalian akan sampai di Pegunungan Salju Meili."Mata Mei Hwa berkaca-kaca. Ia dan keempat kawannya memberi hormat kepada semua orang. Matanya memandang Tian Shan penuh arti. Sepasang mata sipit itu, basah tapi masih bening dan berkilat. Tian Shan menyukai keindahan mata itu. Hatinya tergugah, tapi ia tak bisa mengambil keputusan. Dalam hatinya ia merasa malu, mencintai gadis usia duapuluhan, padahal dia sendiri sudah hampir setengah abad. Ia malu terhadap Jiu Long dan