Golok hitam milik pria bertopeng hampir saja mengenai tubuh dari Arya Dewantara. Namun untungnya Arya bisa menghindar dan mundur ke belakang. Namun ia segera melancarkan serangan lagi dengan mengandalkan teknik bela diri dari perguruan Cikulon. Meski masih belum terlalu luwes, Arya Dewantara berhasil mencegah pria bertopeng bergerak semaunya.
"Dasar pemula! Kau pikir bisa melawanku hanya dengan jurus rendahan seperti itu?!" Ungkap pria bertopeng menggunakan ilmu Kanuragan miliknya.Ia menggunakan ilmu macan kumbang untuk menangkis serangan dari Arya Dewantara.SHAT!!!Tebasan golok hitam mengenai bagian lengan kanan Arya. Ia masih kurang pengalaman untuk melawan pria itu."Sial!"Arya Dewantara kehilangan konsentrasinya. Pisau energi miliknya perlahan menghilang dari kedua tangannya."Gawat, Arya belum cukup pengalaman untuk bertarung melawan pria itu!" Pikir Dewi Kinanti. Ia merasa khawatir."Bagaimana rasanya golok hitamku? Bukan hanya sakit, tapi golok ini juga dikenal karena memiliki racun yang mematikan. Bila bilah golok ini bercampur dengan darahmu, maka racun yang ada di bilah golok akan langsung menyerap ke dalam tubuh dan mengalir ke seluruh pembuluh darah." Ungkap pria bertopeng itu yang diawali dengan tawa yang keras.Mendengar hal itu, Arya Dewantara langsung memegangi lukanya. Ia mulai merasakan tubuhnya terasa lumpuh."Tanda pertama adalah tubuhmu terasa lumpuh, mata mulai kabur, telinga berdengung dan napas terasa sesak. Lalu secara perlahan kulitmu berubah menjadi biru tua. Ada lebam dan bercak-bercak merah tua. Dan setelah itu, kau akan mati!" Jelas pria itu. "Sial! Aku harus segera mengalahkannya!" Ucap Arya Dewantara. Ia menjadi terlalu panik untuk mengumpulkan energinya kembali. Sayangnya, Arya Dewantara tidak mempelajari ilmu kanuragan apa pun dari gurunya.Namun…Ia masih ingat tentang satu ilmu kanuragan yang diajarkan oleh kakeknya yang telah tiada. Sayangnya ilmu tersebut masihlah mentah. Tapi dengan teknik pisau energi, ia mungkin bisa menyempurnakan ilmu tersebut."Aku harus mencoba ilmu milik kakek! Ada Dewi Kinanti yang harus aku lindungi!" Teriak pemuda itu.Arya Dewantara membiarkan lukanya terbuka dan darah mengalir ke lengan tangannya. Ia mengumpulkan energi tenaga dalam miliknya. Teknik pernapasan yang digabung dengan energi miliknya membentuk sebuah ilmu kanuragan yang dinamakan ilmu tapak dewa.Teknik ini masih mentah dan belum sempurna. Tapi dengan teknik pisau energi yang mampu memusatkan energi ke kedua telapak tangan, Arya Dewantara mampu melapisi tangan kanannya dengan energi berwarna hijau dan terus berpendar."Apa itu?" Tanya Dewi Kinanti yang merasa terkejut."Ilmu tapak dewa. Ini adalah ilmu yang masih mentah dan terlalu riskan untuk menggunakannya, namun aku tidak akan kalah dari pria bertopeng itu!" Arya Dewantara mendorong telapak tangannya ke depan."Jangan sombong dulu!" Teriak pria bertopeng itu sambil maju untuk menyerang.Dengan cepat tapak dewa milik Arya Dewantara melemparkan energi besar yang terkumpul di telapak tangan ke arah pria bertopeng. Energi yang terlempar langsung menghantam tubuh pria bertopeng hingga ia terlempar jauh ke belakang.BUAK!!!"Ku–kurang ajar!"Pria bertopeng itu memuntahkan darah dari mulutnya. Ia membuka pakaian di dadanya, sebuah tapak tangan berwarna merah kehitaman membekas di dada pria itu. Dan hebatnya, pembuluh darah milik pria itu mulai pecah satu per satu.Ilmu tapak dewa milik Arya Dewantara ternyata telah berevolusi karena bergabung dengan teknik pisau energi. Ia tidak hanya menyerang fisik saja, tapi juga menyerang organ dan jaringan di dalam tubuh."Lu–luar biasa. Ilmu tapak dewa milikku bisa melakukan hal itu," ucap Arya Dewantara. Ia sangat terkejut.Seketika pria bertopeng itu langsung tewas karena seluruh pembuluh darah di bagian dadanya pecah.AAAARGH!!!Efek dari racun golok hitam milik pria bertopeng mulai dirasakan oleh Arya Dewantara. Ia mulai kehilangan keseimbangan dan berakhir jatuh terduduk."Arya!" Teriak Dewi Kinanti yang langsung menghampirinya."Ini gawat, racunnya sudah mulai menyebar. Sepertinya aku akan mati di sini," ungkap Arya Dewantara sambil tersenyum. Ia tidak menyangka akan tetap mati setelah berhasil meloloskan diri dari pembantaian itu."Jangan bodoh! Aku adalah murid dari ibumu. Aku pasti akan mengobatimu!" Ujar Dewi Kinanti segera yang segera membuka perlengkapan pisau bedahnya.Ia juga mengambil beberapa tanaman obat yang berada di tas selempang miliknya."Kau selalu membawa pisau-pisau itu?" Tanya Arya Dewantara. Pemuda itu merasa takut dengan banyaknya penampakan pisau yang dimiliki oleh Dewi Kinanti."Semua ini adalah pemberian ibumu. Mungkin ia tahu bila nanti anaknya yang bodoh akan membahayakan dirinya seperti ini. Makanya ia menyuruhku untuk mempelajari teknik pengobatan dan bedah." Dewi Kinanti mencuci pisau-pisau itu dengan sebuah arak murni yang mengandung alkohol fermentasi.Ia segera memanaskannya sebentar ke api untuk menetralisir kuman. Setelah itu, Dewi Kinanti langsung membedah luka dari Arya Dewantara. Ia mencoba mengeluarkan serbuk hitam dari golok pria bertopeng agar tidak meresap masuk ke dalam aliran darah."Aw! Sakit!"Arya Dewantara menahan rasa nyilu saat kulitnya disayat."Tahan! Kita harus mengeluarkan darahnya!" Dewi Kinanti segera menghisap darah dari luka Arya Dewantara dan membuangnya. Ia terus menyedotnya secara terus-menerus. Terlihat wajah Arya begitu malu dan tidak mampu melihat aksi yang dilakukan oleh temannya itu."Aku akan merebus dan meracik tanaman obat yang berguna sebagai penawar racunnya. Sementara kunyah ini untuk menghentikan racun semakin menyebar." Dewi Kinanti langsung menyuapkan sebuah daun ke mulut Arya."Hah?!""Eh…?"Tu–tunggu!"UOOK!!!"Jangan dibuang!" Teriak Dewi Kinanti. Ia segera merebus dan meracik obatnya.Arya Dewantara merasakan rasa pahit yang teramat parah dari daun yang diberikan oleh Dewi Kinanti. Ia hampir memuntahkan daun itu.Setelah beberapa lama Dewi Kinanti meracik obatnya, ia langsung menempelkan tumbukan daun obat yang ia racik ke luka milik Arya Dewantara.AARGH!!!Obat tersebut sangat perih. Bahkan Arya Dewantara sampai menggigit pakaiannya untuk menahan perihnya."Tahan! Atau kau lebih memilih untuk mati?" Ucap Dewi Kinanti. Ia langsung menyayat pakaiannya untuk membungkus obatnya itu. Ia segera mengikat kain itu ke lengan Arya."Apa ini akan lama?" Arya bertanya."Butuh waktu seharian hingga obatnya mengering. Untuk sementara waktu istirahat dahulu dan jangan banyak bergerak, mengerti?" Dewi Kinanti selesai dengan pengobatannya."Bukankah lebih cepat bila aku langsung menutup lukanya?" Tanya Arya Dewantara sambil menatap temannya."Kau benar. Namun bila luka itu ditutup dengan pisau energi milikmu, maka racun akan tetap di dalam darahmu dan tetap saja akan membuatmu mati," jelas Dewi Kinanti yang segera membersihkan dirinya."Kita harus segera pergi dari gua ini. Aku takut penjahat bertopeng lainnya akan mengikuti kita. Dewi, bantu aku berdiri. Kita sebaiknya melanjutkan perjalanan ke arah selatan," ungkap Arya Dewantara.Dewi Kinanti tidak memahami maksud dari Arya Dewantara. Baru saja ia selesai mengobati pemuda itu. "Apa maksudmu? Ke arah selatan? Untuk apa?" Tanya Dewi Kinanti."Untuk bertemu dengan pemuda yang ibuku bilang pernah bertemu dengan Ki Semar Ismaya," jawab Arya Dewantara.Mendengar hal itu, Dewi Kinanti baru sadar akan perkataan dari temannya. Namun untuk melanjutkan perjalanan setelah hujan reda sangatlah berbahaya. Apa lagi keadaan Arya Dewantara masih begitu riskan. Fisiknya kemungkinan tidak akan kuat menopang tubuhnya yang masih dipenuhi oleh racun. "Kau yakin ingin melanjutkan perjalanan dengan keadaan seperti itu?" Tanya Dewi Kinanti. Ia menatap ke arah temannya."Aku yakin. Apa lagi ada kau yang mendampingiku. Lagi pula, bila kita terus berada di sini, maka para penjahat itu pasti akan menemukan kita dan mayat dari orang itu," ujar Arya Dewantara yang menunjuk ke arah mayat dari kelompok bertopeng itu. Di lain tempat, seorang pria yang menunggangi kuda dan mengenakan topeng barong sedang memerintahkan kepada beberapa anak buahnya untuk segera menyebar menyusuri hutan selatan. "Aku tahu kau pergi ke mana, dasar bocah biadab!" Pria bertopeng barong tersebut segera memacu kudanya ke arah pedalaman hutan selatan."Sungguh melelahkan. Berapa lama lagi kita harus berjalan?" Tanya Arya Dewantara."Sampai kita bisa menemukan laut. Jujur saja, aku sendiri tidak tahu letak lokasi perkampungannya." Dewi Kinanti duduk dibawah pohon untuk beristirahat. "Aku lapar…." Arya Dewantara terus memegangi perutnya. Pengobatan dari Dewi Sari Kencana telah membuahkan hasil yang sangat bagus. Arya Dewantara perlahan telah pulih dan bahkan bisa berjalan dari gua Rawitan ke wilayah selatan selama kurang lebih lima jam. Namun pemuda itu masih terlihat sempoyongan karena akhirnya ia telah sampai pada batasnya."Aku akan mencari beberapa buah. Tunggu di sini," ucap Dewi Kinanti. Ia segera bangkit dan berdiri. "Tunggu! Apa kau tidak dengar sesuatu?" Arya Dewantara menghentikan langkah temannya. "Dengar apa?" Tanya Dewi Kinanti."Ada yang menangis, tapi suaranya lirih. Sepertinya asal suara itu tidak jauh dari sini." Arya Dewantara memfokuskan pendengarannya.Dewi Kinanti mencoba untuk diam dan memperhatikan suara yan
"Arya, kau tidak apa-apa?!" Ketika Dewi Kinanti tiba, ada banyak orang mengenakan topeng Barong yang mengerubungi temannya."Oh, jadi ini yang kau maksud dengan temanmu?" Joko Ireng, pemimpin komplotan itu segera mengkonfirmasi ke Arya Dewantara. Joko Ireng adalah salah satu anggota dari 13 Pendekar Topeng Barong yang mengincar kitab Dhanwantari milik Arya Dewantara. Ia memimpin ekspedisi pencarian kitab Dhanwantari dan ia juga yang memerintahkan anak buahnya untuk membantai seluruh warga desa Cikulon. "Hei, jangan bergerak. Kita jelas kalah jumlah, lebih baik mundur." Orang asing itu membidik kepala Joko Ireng dengan busurnya. Ia meminta kepada Dewi Kinanti untuk tidak bertindak gegabah. "Apa maumu!" Tanya Dewi Kinanti."Sederhana dan sangat mudah. Kitab Dhanwantari, itu saja," jawab Joko Ireng."Sudah kubilang, kau tidak akan menemukan kitab itu padaku!" Arya Dewantara merasa gusar. Kedua tangannya diikat.Jaka yang sedang sakit pun juga ikut diikat. Namun untungnya, Cakra berhasi
"Kita harus melakukannya dengan cepat, sebentar lagi hujan akan turun," ucap Arya Dewantara. Ia bersama para pria di perkampungan nelayan sedang memindahkan para warga yang mengalami sakit ke dalam pondok-pondok kayu. Awan hitam kian menyebar dan menghantarkan kilat yang begitu keras terdengar. Tiupan angin dari arah laut beserta gelombang air laut pun kian kencang dan tinggi. Beberapa kapal warga nelayan pun terlihat terombang-ambing dan hampir terlepas dari ikatan tali ke dermaga kecil. "Apa sudah semuanya?" Tanya Aji Saka."Sudah tidak ada lagi. Sekarang kita harus jemput Dewi Kinanti." Arya Dewantara segera bergegas menuju ke tempat temannya. Aji Saka mengikuti pemuda itu dari belakang. Ada rasa bersalah karena menilai Arya Dewantara sebagai orang asing yang akan membawa masalah di desanya. Namun setelah mengetahui bs Arya Dewantara adalah putra dari seorang kenalannya yang merupakan ahli dalam pengobatan, ia mulai melunak dan mempercayainya. "Terima kasih sudah membantu kami
"Apa kita akan menepi di pantai ini? Tanya Arya Dewantara."Dari sini bukit Kulon lebih dekat untuk dicapai. Kita butuh berjalan lagi untuk menuju ke sana," ucap Aji Saka. Ia menurunkan jangkar kapal layarnya. "Aku merasa hutan itu sangat berbeda dari hutan kebanyakannya. Entahlah, aku merasa ada yang aneh di dalam hutan itu," pikir Dewi Kinanti sambil menunjuk ke arah hutan lebat.Aji Saja menurunkan satu perahu kayu kecil untuk menyeberangi laut menuju pantai. Karena tidak adanya dermaga, jadi kapal layar tersebut harus berlabuh di tengah laut. "Tenanglah Dewi Kinanti. Itu hanya hutan purba yang konon ada siluman, Buto dan beberapa manusia liar pemakan manusia." Aji Saka mencoba menakuti wanita itu. Arya Dewantara dan Aji Saka mendayung perahu tersebut hingga akhirnya bisa menepi di tepi pantai. Dewi Kinanti merasa ada yang tidak beres dengan hutan di depan dirinya. "Kita butuh semalaman untuk berlayar sampai ke sini, bukankah lebih baik untuk mengisi perut dulu sebelum menyusur
"Sial!" Arya Dewantara langsung mencabut pedang dari sarungnya. Ia mendapatkan pedang itu dari pemberian salah satu warga desa yang bekerja sebagai penempa senjata. Meski begitu, Arya Dewantara tidak tahu apakah ia bisa membunuh para siluman itu atau tidak."Dewi Kinanti, sembunyilah di belakang kami!" Ucap Aji Saka.Ketika para siluman itu ingin menyerang, sosok tudung putih yang berada di mimpi Arya Dewantara sebelumnya muncul entah dari mana. Ia lompat ke hadapan para siluman tersebut dan menghentakkan tongkat. DUUUM!!!Seketika semua siluman tersebut berusaha menghindar dan berangsur menghilang karena pancaran dari cahaya putih terang yang berpendar. Arya Dewantara, Dewi Kinanti dan Aji Saka merasa terkejut dan sekaligus bingung. Mereka merasa penasaran dengan sosok bertudung putih yang tidak mau menunjukkan jati dirinya itu. "Tu–tunggu dulu! Kenapa kau ada di sini? Kenapa kau m
Tujuh hari berlalu setelah Arya Dewantara baru pertama kali datang ke bukit Kulon. Begitu banyak pelajaran yang telah diberikan oleh Ki Semar Ismaya ke dirinya dan dua orang temannya. Arya Dewantara memilih untuk fokus mengembangkan ilmu pengobatan melalui energi. Ia juga belajar cara membedah beberapa binatang untuk mengasah dirinya. "Aku sudah membedah lebih dari dua puluh katak! Apa tidak ada hewan lain yang bisa aku bedah lagi?!" Arya Dewantara merasa bosan harus terus-menerus membedah binatang berisik seperti katak."Jangan mengeluh! Lakukan saja! Bila kau sudah handal dan mengingat beberapa titik vital dan tata letak organ dalam serta pembuluh darahnya, maka aku akan menghentikan latihanmu," teriak Ki Semar Ismaya yang sangat kesal dengan keluhan Arya Dewantara.Ki Semar Ismaya sedang berada di tempat Dewi Kinanti. Ia mengajarkan teknik meracik obat dan bahan-bahan dari alam. Dewi Kinanti belajar dengan giat cara membuat penawar racun
"Cepat kita tolong mereka!" Dewi Kinanti langsung bergegas menghampiri para warga desa.Aji Saka pun ikut di belakangnya. Namun Arya Dewantara merasa sedikit malas untuk melakukannya. Maklum saja, begitu cepat ia berpindah tempat dan terasa membosankan mengurus orang yang sakit lagi setelah ia berkutat dengan penyakit aneh di desa selatan. "Apa yang terjadi di sini? Kami adalah utusan Ki Semar Ismaya," tanya Dewi Kinanti."Mereka baru saja memakan makanan yang diberikan oleh seorang pengelana. Namun beberapa saat setelah pengelana asing itu pergi, beberapa warga yang memakan kue basah malah mengalami kram, pusing, mual dan tiba-tiba jatuh ke tanah," ungkap kepala desa.Dewi Kinanti segera memeriksa salah satu warga yang tergeletak di tanah. Warga tersebut dekat dengan ketiga pemuda itu. Dewi Kinanti langsung memeriksa bagian pupil mata, denyut nadi dan bagian rongga mulutnya. "Racunnya sepertinya berbeda dengan orang yang kita temukan di hutan," ucap Dewi Kinanti."Benar sekali. Rac
"Kurang ajar! Ternyata ini semua ulah kalian?!" Kepala desa membentak para bandit bertopeng barong. Ia tidak merasa takut sama sekali saat menunjuk wajah Joko Ireng dengan telunjuk kanannya. Sayangnya, hal itu tidak berlangsung lama. Saat Joko Ireng memberi tanda kepada salah satu anak buahnya, satu anak panah melesak dan menusuk dahi kepala desa.JLEB!!!AAAARGH!!!Para warga yang lain berteriak saat tubuh kepala desa jatuh ke tanah. Arya Dewantara langsung menggapai tubuh pria tua itu dengan tatapan kesal. "Apa yang kalian mau!" Dewi Kinanti berdiri melindungi para warga lainnya. "Beberapa hari berlalu, sekarang kau jadi berani sekali. Apa kau punya ilmu kebal atau sejenisnya?" Joko Ireng menyindir."Mungkin saja. Kau mau mencobanya?" Dewi Kinanti malah menyulut reaksi si pemimpin bandit. "Menarik sekali! Bunuh wanita itu," ucap Joko Ireng. Salah satu