"Perkenalkan, ini adalah Jaka, ia yang bisa mengantar kalian ke Swarnadwipa." Jaya berhasil membawa mereka semua ke rumah Jaka yang berada di dekat dermaga kecil di ujung barat Sundakalpa. Jaka mempersilahkan mereka semua untuk masuk ke pondok kayu miliknya. Ki Semar Ismaya memberi alasan kenapa mereka harus ke Swarnadwipa. Keduanya saling berembuk masalah harga yang cocok untuk mengantar mereka ke pulau seberang."Aku akan mengantarkan kalian dengan bayaran sepuluh koin emas, bagaimana?" Jaka memberi harganya."Tunggu dahulu, sepuluh koin emas untuk kita semua?" Arya Dewantara bertanya balik. "Benar sekali. Harga itu sudah berada di setengah harga normal. Namun bila kalian tidak mau, silahkan kunjungi pemilik kapal lainnya," ucap Jaka. "Apa sudah termasuk upeti saat kita Tina ke Swarnadwipa?" Tanya Dewi Kinanti."Tidak. Kau harus membayar sendiri untuk upetinya. Aku tidak akan berlabuh di dermaga Swarnadwipa. Aku akan menurunkan kalian di dekat pantai. Dari situ, kalian bisa mengg
"Guru, apa kau mengajari Arya Dewantara ilmu kanuragan untuk berpindah tempat? Aku terkejut ketika ia bisa membunuh komplotan Joko Ireng di desa nelayan." Aji Saka merasa penasaran."Ia belajar sendiri. Aku hanya memberikan sedikit motivasi dengan mengajarkannya satu ilmu segel kanuragan. Selebihnya, anak itu yang mengubahnya menjadi ajian atau teknik yang ia gunakan," jelas Ki Semar Ismaya."Saat pertama kali mempelajari teknik pisau energi, Arya Dewantara mampu menggabungkannya dengan ajian tapak dewa milik kakeknya. Lalu sekarang ia bisa mengubah dan memanipulasi segel kanuragan darimu. Itu menakjubkan!" Dewi Kinanti merasa takjub.Ki Semar Ismaya tahu bila di dalam diri Arya Dewantara mengalir kekuatan yang begitu deras. Energi itu masih tertidur dan segera ingin dibangkitkan. Ada alasan kenapa ia bisa mempelajari teknik pisau energi dari selembaran kitab Dhanwantari yang begitu sulit bagi pendekar biasa."Keturunan dari pewaris kitab Dhanwantari memang luar biasa. Apa lagi yang b
HAHAHAHA!!!"Tidak sopan menanyakan itu kepada kakek tua. Lebih baik cepat kuasai ilmu kanuragannya dahulu!" Tawa keras Ki Semar Ismaya perlahan berubah membentak dan terlihat serius. "Cih, dasar kakek jompo!" Ucap Arya Dewantara dalam hatinya. Selagi mereka berdua berlatih, di dalam kamar, Dewi Kinanti juga sedang mencoba menggunakan salah satu ilmu kanuragan yang ia dapatkan dari seorang nenek penjual tanaman obat saat di pelabuhan tadi. Nenek itu begitu misterius. Ia hanya memiliki toko kecil di ujung gang dan untuk masuk ke dalamnya butuh kerja keras yang ekstra. Dewi Kinanti mendapatkan ilmu tersebut dengan menukarkan resep racikan obat rahasia milik ibu Arya Dewantara. "Semoga ilmu ini berhasil," ucapnya. Ia menggunakan ilmu kanuragan khusus untuk menarik energi alam ke dalam tubuhnya, lalu mengikat energi tersebut ke satu titik yang ia gunakan sebagai penampung dari energi besar tersebut. Dalam hal ini, Dewi Kinanti menggunakan dahinya untuk menampung energi besar itu. S
Setelah berlayar selama semalaman akhirnya mereka bisa melihat darat Swarnadwipa bagian selatan. Ki Semar Ismaya berada di dek depan kapal. Ia berdiri sambil menatap daratan luas itu. "Akhirnya kita sampai di Swarnadwipa," ucap Arya Dewantara. Ini baru pertama kalinya bagi Arya Dewantara mengunjungi daratan lain selain Yawadwipa. Ia terpaku melihat keindahan bentangan alam dari Swarnadwipa yang hijau dan memiliki lautan biru nan bersih."Apa kita langsung mencari pusaka kitab Dhanwantari?" Arya Dewantara menoleh ke gurunya."Tentu saja tidak. Kita harus menemui temanku dahulu. Pencarian pusaka Dhanwantari seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Tanpa adanya petunjuk, ini akan menjadi perjalanan tanpa ujung." Ki Semar Ismaya merasa khawatir, ia takut bila perjalanan tersebut malah akan menjadi musibah. Kapal mulai menyandar ke area laut yang lebih dangkal. Jaka mengatur agar kapal tidak memasuki wilayah air yang lebih dangkal lagi. "Semuanya, kita sudah sampai di Swarnadwipa," uc
"Luar biasa, bagaimana bisa?" Aji Saka merasa tidak percaya. "Mereka menggunakan tipu muslihat ini untuk menjauhkan orang-orang yang berasal dari kerajaan. Kampung ini dikenal tersembunyi sejak seratus tahun yang lalu. Kau akan terkejut bila tahu siapa kepala desanya," jelas Ki Semar Ismaya."Memangnya siapa?" Aji Saka merasa penasaran.Mereka bertiga memutuskan untuk memasuki kawasan perkampungan tersembunyi. Arya Dewantara merasa bila seluruh mata yang menatap mereka seakan ingin melahap habis tubuhnya. Mereka seperti orang miskin yang masuk ke istana para bangsawan, begitu banyak ucapan yang terlontar di belakang mereka. "Siapakah kalian ini?" Salah seorang menyambut mereka. Namun nada bicaranya begitu menekan. Banyak prajurit mengenakan tombak telah bersiaga di belakang orang itu. "Kami adalah tamu dari sang kepala desa. Tolong bilang kepadanya bahwa temannya, Ki Semar Ismaya, telah datang." Ki Semar Ismaya tersenyum ke orang aneh yang mencegah jalan mereka. "Kau kenal denga
Di padang rumput nan luas, tepat di belakang desa Tenumbang, Arya Dewantara bersama dengan Ki Lumia Ralang berhadapan satu sama lain. Keduanya dibatasi dengan jarak kira-kira dua puluh meter jauhnya. Ki Semar Ismaya, Dewi Kinanti dan Aji Saka memilih untuk berteduh menunggu keduanya menyelesaikan urusan mereka. Ketiganya berteduh di bawah pohon mangga. "Kau yakin Arya bisa melawan kakek itu?" Tanya Aji Saka. "Entahlah, Ki Lumia Ralang dikenal begitu sakti. Apa lagi ajian dan ilmu kanuragan yang ia miliki setingkat dengan pendekar kelas atas," ungkap Ki Semar Ismaya."Kuharap Arya berhasil melakukannya. Kita sangat membutuhkan lembaran kitab itu." Dewi Kinanti merasa risau. Arya Dewantara menarik napas panjang dan membuangnya. Kedua matanya menatap tajam memandangi Ki Lumia Ralang dengan begitu waspada. Ia mempersiapkan teknik pisau energi miliknya."Kau terlihat bersungguh-sungguh. Tapi itu saja belum cukup!""Majulah!" Ucap Ki Lumia Ralang.Arya Dewantara menggunakan ilmu berpind
AAAARRRHHH!!!Teriakan orang-orang yang kabur dari kejaran sekelompok pria bertopeng berbentuk barong membuat seluruh desa berada di situasi mencekam. Mereka semua dibunuh secara brutal tanpa ampun bahkan anak-anak dan wanita menjadi korban dari kebengisan para kelompok bertopeng ini. "Apa kau tahu di mana kitab Dhanwantari berada?" Teriak salah satu bandit bertopeng menarik rambut seorang wanita dan berteriak kepadanya.Wanita itu terus saja menangis dan hanya menggelengkan kepalanya. Akhirnya golok tajam menyayat lehernya hingga putus. Desa Cikulon yang berada diujung barat dari wilayah Yawadwipa diduga sebagai tempat seseorang menyembunyikan kitab sakti Dhanwantari yang merupakan pusaka langsung dari Dewa Dhanwantari. Para kelompok bertopeng ini mengejar kitab tersebut untuk mendapatkan keabadian. "Apa maksudmu? Kami tidak memiliki kitab itu!" Teriak salah satu wanita bersikeras melindungi anaknya yang masih berumur dua puluh tahun. Ia berdiri di paling depan dan memasang dada u
"De–Dewi Kinanti…?" Ucap Arya Dewantara yang tampak terkejut. "Kau sudah sadar sepenuhnya?" Tanya Dewi Kinanti mengusap air matanya."Aku sudah sadar sepenuhnya. Aku hanya merasa sempoyongan setelah berlarian dari desa ke hutan ini," jawab Arya Dewantara mengusap bekas luka di dadanya. Dewi Kinanti merasa cemas akan keadaan teman semasa kecilnya di desa Cikulon. Ia berhasil melarikan diri dari pembantaian di desanya karena sedang berada diluar desa untuk mencari tanaman obat. Saat ia kembali dan menemukan banyak warga desa yang dibunuh, Dewi Kinanti langsung berbalik arah menuju ke hutan selatan. Ia tidak menyangka bila bisa bertemu dengan Arya Dewantara yang juga berhasil selamat. Ia masih memikirkan nasib ibunya dan para warga desa lainnya yang dibantai oleh kelompok bertopeng."Kau berhasil melarikan diri dari pembantaian di desa. Untunglah…," ucap Arya Dewantara merasa lega."Aku beruntung karena tadi sedang mencari tanaman obat. Aku sangat terkejut saat melihat banyak sekali o