Malam yang sama di tempat yang berbeda.
Sebuah Rumah kosong di atas bukit sekitaran Kota tersebut.
Rumah itu nampak sepi karena sudah lama ditinggalkan pemiliknya.
Indra A berdiri di sana menghadap bulan purnama di temani oleh pengawalnya yaitu Ki Barata.
"Sebaiknya kau datangi dia yang telah kubantu tadi siang, Aku ingin tahu apakah dia selamat atau tidak dan Bawalah bulu perindu ini aku mendapatkannya dari dia" Ucap Indra sambil memberikan sebuah bulu perindu kepada Ki Barata.
Bulu Perindu: Bulu Perindu adalah salah satu ajian paling mudah. Bulu ini berasal dari sehelai rambut pemiliknya yang mana bisa menunjukkan lokasi pemilik rambut ini, namun apabila si pemilik meninggal/mati maka bulu ini perlahan akan berubah menjadi putih lalu menghilang.
Beberapa saat setelah Ki Barata pergi dari tempat itu datanglah seorang Jendral Prajurit Nusantara yang menghampiri Indra lalu berdiri di sebelah kanannya. "Apa yang terjadi di kota way tadi siang?" Tanya pria itu.
Pria itu adalah Jayantaka seorang yang di hormati di Prajurit Nusantara karena ia adalah orang paling hebat pada masanya.
Indra lalu menjawab pertanyaan tersebut. "Nampaknya anakku sudah tidak berpihak kepadamu" Ucapnya sambil terus menatap langit.
Ki Jaya hanya tertawa mendengar hal itu, namun setelah tertawa ia hendak memukul wajah Indra, namun berhasil di hindari oleh Indra.
Terjadilah pertarungan kecil.
Berlanjut ke Tara dan Danan. Mereka sebenarnya tidak tertidur melainkan ada beberapa orang yang menembakkan jarum bius dan ketika mereka tak sadarkan diri orang-orang itu membawa mereka berdua ke sebuah perkemahan di tengah hutan itu.
Kelompok itu mengikat Tara serta Danan di sebuah Tiang yang berbeda di depan singgasana yang mana duduk seorang pria dengan badan besar. "Buka penutup wajah mereka berdua" Ucap pria menyuruh salah seorang anak buahnya.
Salah seorang anak buahnya langsng membuka kain yang menutupi wajah Tara dan Danan ketika kain itu di buka Danan langsung berteriak. "Sialan kalian!" Teriak Danan sambil meronta-ronta.
"Dananjaya tak kusangka apa yang diisukan itu benar kau memang tertangkap dan hampir saja terbunuh" Ucap Pria yang duduk di singgasana itu.
"Ijzen sialan ternyata kau masih hidup!" Jawab Danan dengan nada tinggi.
"Lepaskan dia, dia tidak mengetahui permasalahan ini!!" Lanjut Danan dengan nada yang sama.
Ijzen hanya tertawa mendengar hal itu kemudian ia berdiri dan mendekat ke mereka berdua. "Lihat apa yang kau bawa Danan seorang yang memiliki tanda kutukan" Ucap Ijzen sambil mengarahkan pedang ke tangan kiri Tara. Ijzen lalu berbalik dan berucap. "Apakah kau tahu simbol itu?" Tanya Ijzen kepada Danan.
"Apa yang sebenarnya terjadi, seseorang bisa ceritakan kepadaku?" Tanya Tara dengan penuh rasa penasaran.
"Panggilkan dukun itu" Ucap Ijzen kepada salah seorang anak buahnya.
"Baik pak" Jawab anak buahnya yang kemudian pergi.
Dukun itupun datang lalu memberi hormat kepada Ijzen. "Aku disini tuan" Ucap Dukun sambil memberi hormat.
Ijzen menunjuk Tara lalu berucap kepada dukun itu. "Ki anak itu memiliki tanda kutukan kita harus membuktikan apakah itu benar jika iya maka kita akan mendapatkan bayaran" Ucap Ijzen.
Tanda kutukan adalah sebuah tanda terlarang pemerintahan Nusantara akan membayar apabila ada orang yang menyerahkan orang bertanda kutukan ini. Karena konon katanya tanda ini apabila bersatu maka akan memunculkan kembali Raja Siluman.
Dukun sebenarnya sedikit ragu untuk melakukan hal itu karena ia tahu konsekuensinya. "Tapi tuan bukankah itu terlalu berbahaya?" Tanya sang Dukun dengan penuh keraguan.
Sang duku sebenarnya ragu akan hal itu namun disisi lain ia takut apabila menolak maka Ijzen sendirilah yang akan membunuhnya pada akhirnya dengan berat hati ia terpaksa duduk bersila di sebelah kiri Tara. "Tutupi wajahnya" Ucap sang Dukun.
Tara kemudian berteriak. "Apa yang hendak kau lakukan padaku" Teriaknya sambil meronta-ronta.
Setelah wajah Tara di tutup oleh kain hitam tadi akhirnya sang Dukun membacakan mantra
Wahai penguasa Cai, Seune, Angin, Taneuh, Beusi, Jeung Petir. Kadieu!!! Kadieu!!! Aing manggil maraneh kabehan!!!
Mantra tersebut memang berhasil ia gunakan namun bayarannya adalah dia tewas seketika.
Ketika sang Dukun tewas Tara lalu berdiri dan merobek penutup wajahnya.
Suara Tara saat itu berubah. "Aya naon sia manggil aing kadieu!!(Ada apa kalian memanggil saya kesini!!)" Ucap Tara dengan nada tinggi.
IIjzen lalu berdiri sambil berucap. "Prajurit serang dia!!" Teriak Ijzen.
Sedangkan Danan yang berada di sebelah Tara hanya berdiam saja melihat Tara, Tangan sebelah kiri tara berubah menjadi warna merah seperti api yang menyala dan di penuhi tato. "Sialan kenapa aku bertemu orang seperti ini" Ucap Danan dalam hatinya.
Tara lalu berdiri dan mencengkram tangan salah seorang anak buah Ijzen. "Tolong aku!!!" Ucap orang yang tangannya di cengkram Tara, seketika itu Tara langsung mematahkan tangan orang itu. "Ahhhhh Tanganku!!!" Teriak orang itu yang kemudian di lempar oleh Tara.
Tara kemudian berjalan kearah Ijzen seketika itu Tara langsung menebas kepala Ijzen.
Pertarungan di perkemahan tersebut di menangkan oleh Tara namun setelah Bertarung ia mendadak tak sadarkan diri hingga akhirnya Danan membawanya pergi dari perkemahan itu.
Mereka berdua akhirnya beristirahat di bawah sebuah pohon.
Ketika Danan melihat ke arah atas ia tidak sengaja melihat seseorang sedang berdiri di batang pohon namun ketika Danan berkedip orang itu sudah menghilang dari tempat itu.
Danan lalu berdiri dan bersiap untuk menggunakan panahnya. "Jika kau berniat jahat kemarilah aku siap melawanmu sekalipun aku mati" Ucap Danan sambil mengarahkan panahnya.
Tiba-Tiba orang yang tadi muncul dari semak belukar. "Tenanglah anak muda aku ini orang baik" Terang pria itu sambil mengangkat kedua tangannya dan berjalan ke arah mereka berdua.
Orang itu lalu duduk di depan Tara yang dalam keadaan pingsan, Ia kemudian melihat tangan kiri Tara. "Apa yang terjadi dengan temanmu nak?" Tanya orang tersebut kepada Danan. Ketika Danan hendak menjawab orang tersebut menghentikannya. "Sebaiknya kau angkat dia lalu ikut denganku." Ucapnya memberi perintah pada Danan. Danan pun lalu mengangkat Tara dan mengikuti kemana orang itu berjalan hingga sampailah mereka di depan sebuah Gua. "Masuklah kalian berdua ke dalam Gua ini aku akan membuat penahan ghaib agar makhluk halus tidak masuk ke dalam gua ini." Kata Ki Brada Menyuruh Danan yang saat itu sedang menggendong Tara. Danan lalu menyandarkan Tara di dinding gua tersebut sedangkan Orang itu berdiri dibibir gua menghadap keluar.
Tara terbangun dari tidurnya ketika sinar matahari masuk ke sela sela Gua.Ia lalu membangunkan Danan lalu bertanya "apa yang terjadi semalam?" Tanya Tara pada Danan.Danan menceritakan kejadian semalam, Lalu setelah bercerita ia mengajak Tara pergi untuk melanjutkan perjalanannya "Ayo Kita pergi Bos kita lanjutkan perjalanan kita" Ucap Danan yang berdiri mengajak Tara.Namun Tara masih tidak paham terhadap apa yang Danan Cerita ia tetap bertanya "Sebenarnya aa yang terjadi?" Tanya Tara.Danan menghela nafas lalu menjawab "Tanda milikmu bereaksi dan membuat dirimu pingsan lalu ada seseorang yang menolongmu" Jawab Danan sambil berjalan keluar Gua.
Astra mengajak Tara serta Danan untuk mengunjungi Desa tempatnya tinggal bersama Kakeknya."Kalian berdua sebagai permintaan maaf atas kesombonganku, aku ingin mengajak kalian mengunjungi Desaku yaitu Desa Tri." Kata Astra."Baiklah aku terima lagi pula perutku sudah lapar." Jawab Tara dengan senyum kecil.Mereka bertiga akhirnya berjalan ke arah Desa Tri dan ketika sampai di gerbang Desa Tri, Mereka di suguhi oleh kejadian yang terduga yaitu seorang kakek yang tidak berdaya terlempar dari dalam toko kearah jalanan.Tara serta Danan yang melihat kejadian itu langsung marah, namun Astra menghalaunya "Jangan pernah ikut campur." Ucap Astra sambil memegang Pergelangan tangan Tara,&n
Kota way masih porak poranda akibat kerusuhan Kemarin. Salah seorang Jendral Bintang 3 mendatangi Kota tersebut untuk mencari informasi tentang kerusuhan di kota tersebut. Ia turun di dari kuda yang ia tunggangi "Apa yang sebenarnya terjadi dan dimana Kapten dari Prajurit Nusantara yang bertugas di kota ini?" Tanya Jendral itu kepada beberapa prajurit. Salah seorang prajurit lalu maju menghadap Jendral "Saya Komandan!" Kata Prajurit tersebut dengan posisi tegak sempurna. "Baiklah ikut denganku menuju bekas panggung eksekusi kemarin aku ingin mengetahui detail kejadian disini." Jendral tersebut lalu pergi ke arah panggung eksekusi. Jendrala tersebut bernama Brawijaya atau si Tangan Sa
Setelah perginya AZ & ZA, tanpa lama Tara, Danan dan Astra pun pergi dari tempat itu menuju markas Kelompok Aswa.Setibanya di markas itu, markas itu berupa kantor kepala desa dengan halaman yang cukup luas, dahulu sebelum penjajahan oleh kelompok Aswa kantor ini sering digunakan untuk menggelar acara masyarakat."Ini adalah markas mereka," Ucap Astra sambil membuka gerbang, "Dahulu kantor ini digunakan warga untuk melakukan berbagai macam aktivitas." Lanjutnya sambil menyuruh Danan dan Tara masuk.Merekapun disambut oleh banyak pasukan Aswa yang sudah siap untuk menyerangnya.Dengan tatapan tajam Danan terfokus kepada seorang wanita yang berada di tengah ZA & AZ."Bukankah itu Citra yang dulu pernah satu perguruan denganku, mengapa ia berada di kelompok itu?" Ucap Danan dalam hatinya."Hey Danan mengapa kau terdiam apakah kau takut?" Tanya Astra dengan nada mengejek."Apa kau
Keadaan didalam sangat berbanding terbalik dengan keadaan diluar. Jika diluar bisa diselesaikan dengan perundingan maka di dalam orang-orang sedang bertarung.Saat itu Aswa hanya duduk sambil melihat ZA & AZ bertarung melawan Tara & Astra."Hei Citra mengapa kau membelot?" Ucap Aswa disinggasana nya."Tuan, aku sudah menemukan jalanku!" Jawab Citra dengan penuh semangat.Astra tiba-tiba melompat mundur kearah Danan lalu bertanya padanya "bagaimana mungkin kau bisa berdamai dengan kelompok ini?" Tanya Astra.Si kembar nampak kewalahan melawan Tara & Astra, merekapun melihat mundur selain itu Aswa juga memerintahkannya untuk berhenti bertarung."Hentikan pertarungan ini." Ucap Aswa."Baiklah Tuan." Jawab ZA yang kemudian mundur kearah Aswa.Aswa lalu berdiri dari singgasananya dan berdiri lalu memerintahkan "Bawakan aku Kakek Tua itu." Perintah Aswa kepada AZ & ZA. ZA lantas pergi ke sebuah ruangan selang beberapa saat ia kembali dengan seor
Darah Murni terbagi menjadi 3 tingkat, antara lain; Tingkat pertama Dimana ia sama sekali tidak bisa mengontrol kekuatannya. Tingkat kedua ia bisa mengontrol tapi masih kalah dengan kekuatannya. Tingkat ketiga ia bisa sepenuhnya mengontrol kekuatan yang terpendam pada dirinya.Astra saat ini berada di tingkat pertama, ia tidak bisa mengontrol kekuatan Harimau hasilnya ia dikendali oleh kemarahan, kebencian yang terpendam pada dirinya.--Tara, Danan mendengarkan teriakan Citra, Kemudian mereka berdua pun melompat agar tidak menghalangi jalan Astra."Hahahaha…Cindaku aku tak mengira bocah seperti kau bisa memiliki kekuatan ini" Ucap Aswa, "Kalian sebaiknya cukup melihat pertarunganku." Lanjut menyuruh ZA & AZ menjauh darinya.5 orang yang berada disana hanya melihat pertarungan Astra, ZA & AZ tidak menyerang Tara, Danan dan Citra."Tara, Danan sebaiknya kalian bawa jasad Kakek Astra serta Amankan Pusaka Trisula itu." Perintah Citr
Ia berlari kearah Tara dengan posisi membuka tangannya agar ketika sampai di depan Tara ia bisa langsung menyerangnya."Sialan ia lumayan cepat juga," Ucap Tara dalam hatinya ketika melihat Aswa berlari kearahnya, "Aku pasti bisa mengalahkannya." Ia melanjutkan perkataan didalam hatinya setelah melompat menghindari serangan dari Aswa.Tara terus melompat ke belakang sebari menghindari serangan Aswa yang menggunakan cakar ditangannya, hingga akhirnya Tara melompat sedikit jauh untuk membuat posisi menyerang.Aswa pun menghentikan serangan membabi buta tersebut ketika Tara melompat sedikit jauh darinya "Apa itu saja kemampuanmu, terus menghindar?" Aswa menghina Tara. "Baiklah ini giliranku." Jawab Tara sambil mengeluarkan pedangnya kembali dan membuat gerakan dengan pedangnya."Angin Puyuh!" Teriak Tara yang kemudian mengarahkan pedang itu kearah Aswa lalu memutarkannya, dan keluarlah sebuah pusaran angin yang dari Pedang yang ia pegang itu. An