Kota way masih porak poranda akibat kerusuhan Kemarin.
Salah seorang Jendral Bintang 3 mendatangi Kota tersebut untuk mencari informasi tentang kerusuhan di kota tersebut.
Ia turun di dari kuda yang ia tunggangi "Apa yang sebenarnya terjadi dan dimana Kapten dari Prajurit Nusantara yang bertugas di kota ini?" Tanya Jendral itu kepada beberapa prajurit.
Salah seorang prajurit lalu maju menghadap Jendral "Saya Komandan!" Kata Prajurit tersebut dengan posisi tegak sempurna.
"Baiklah ikut denganku menuju bekas panggung eksekusi kemarin aku ingin mengetahui detail kejadian disini." Jendral tersebut lalu pergi ke arah panggung eksekusi.
Jendrala tersebut bernama Brawijaya atau si Tangan Sakti Brawijaya. Julukan itu bukan tanpa sebab melainkan menurut informasi yang beredar kekuatan tangannya setara dengan 100 orang biasa terlebih ia menguasai betul Ilmu yang berhubungan dengan kekuatan Pukulan.
Brawijaya berjalan kearah panggung tersebut "Baiklah ceritakan padaku." ia kemudian duduk di atas bekas panggung yang rusak itu.
"Baiklah komandan. Aku akan menceritakannya," Ucap Prajurit yang kemudian juga duduk dihadapan Jendral "Aku tidak pernah menyangka bahwa kota sekecil ini datang seorang dengan harga tinggi." Kata Prajurit itu dengan tatapan kosong.
Brawijaya penasaran akan apa yang prajurit tersebut katakan "Siapa yang kau maksud nak?" Tanya Brawijaya.
"Indra A." Jawab Kapten itu.
"Apa?" Brawijaya sedikit mengeluarkan ekspresi terkejut ketika ia mendengar jawaban dari Kapten, Begitupun dengan Pengawal Brawijaya yang berdiri di belakang Brawijaya.
"Bagaimana mungkin orang seperti itu datang ke ujung sumatera tanpa alasan yang jelas." (Ucap Brawijaya di dalam hati).
"Bos, apa perlu kita melakukan pelacakan?" Tanya Pengawalnya.
Brawijaya lalu berdiri dan berjalan ke arah ia datang tadi "Itu terlalu bisa ditebak biarkan kau dan aku yang pergi mencarinya." Kata Brawijaya kepada pengawalnya.
"Baiklah Bos" Jawab Pengawalnya.
Mereka bertigapun pergi ke arah tempat tadi.
Malam Hari
Brawijaya mengajak Pengawalnya pergi dari Kota Way, sedangkan para prajurit yang ikut bersama diberi tugas untuk bersiaga di kota tersebut ketika ia pergi.
Dalam perjalanan.
"Hendak pergi kemana kita?" Tanya Pengawal kepada Brawijaya.
"Kesebuah tempat dibukit itu," Kata Brawijaya sambil menunjuk sebuah bukit dengan jari kanannya "Disana terdapat sebuah bangunan kosong ku yakin orang yang kita cari ada disana." Kata Brawijaya sambil terus berjalan kaki.
"Mengapa kau begitu yakin bos?" Tanya Prajurit itu.
"Karena aku yakin itu saja." Jawab Brawijaya yang kemudian tertawa.
Sesampainya dibangunan kosong tadi yang berjarak sekitar 2 kilometer ke arah barat.
Sinar Bulan nampak begitu bersinar ketika mereka berdua sampai di depan bangunan tersebut, mereka di sambut oleh sebuah lemparan pisau yang mengarah ke mereka berdua.
"Bos Awas!" Kata Pengawal sambil menangkis lemparan pisau dengan pedang yang ia bawa.
Brawijaya masih santai saja meskipun hampir terkena pisau "Waspada disini ada musuhnya," Kata Brawijaya sambil berjalan terus dan kemudian menatap ke arah atas pohon di depannya "Lihatlah keatas." Kata Brawijaya.
Pengawal tersebut nampak terkejut ketika melihat seorang pria sedang berdiri diatas dahan pohon di depannya "Bukankah ia Brada tabib yang cukup sakti di Nusantara?" Tanya Pengawal pada Brawijaya.
"Ya benar dan jika ada dia disini maka ada Indra di sekitar tempat ini." Jawab Brawijaya.
"Brada dimana Ketua Kelompokmu?" Tanya Brawijaya pada Brada, Brada lalu melompat ke depan 2 orang tersebut "Itu disana." Jawab Brada Sambil menunjuk kearah Bangunan hancur.
Ketika Brawijaya dan mengawalnya berjalan ke arah bangunan tersebut Brada tinggal diam ia langsung mencegat Pengawal Brawijaya "Kau sebaiknya diam disini nak." Kata Brada dengan posisi tangan mengalahi Pengawal Brawijaya.
Akhirnya Brawijaya sampai di bangunan itu lalu memasuki bangunan itu, Bangunan tersebut hanya tersisa bagian lantai dan beberapa tembok yang berdiri sedangkan atapnya sudah tidak tersisa. Nampak di ujung bangunan berdiri seorang pria menghadap barat.
"Ayah apa kau ingat tempat ini?" Tanya Pria itu.
"Mengapa kau kembali ke kota ini Indra?" Jawab Brawijaya.
Pria tersebut lalu berbalik dan berjalan ke arah Brawijaya, ketika sampai di hadapannya ia menjawab "Apa kau tahu ayah, Anakku sekarang sudah dewasa." Bisik Indra pada telinga sebelah kiri Brawijaya.
Brawijaya lalu mendorong Indra setelah mendengar jawaban itu ia marah besar pada Indra "Bodoh!!!" Jawab Brawijaya dengan nada tegas.
"Kauuuu!!!!" Kata Brawijaya sambil mengarahkan pukulan kepada Indra.
Alih-Alih menghindari pukulan itu Indra malah membalasnya dengan cara mengarahkan pukulan kearah tangan yang sama.
Terjadi efek kejut yang membuat beberapa pohon bergerak layaknya terkena angin dan tabib serta pengawal pergi menuju bangunan
Kota way masih porak poranda akibat kerusuhan Kemarin.
Salah seorang Jendral Bintang 3 mendatangi Kota tersebut untuk mencari informasi tentang kerusuhan di kota tersebut.
Ia turun di dari kuda yang ia tunggangi "Apa yang sebenarnya terjadi dan dimana Kapten dari Prajurit Nusantara yang bertugas di kota ini?" Tanya Jendral itu kepada beberapa prajurit.
Salah seorang prajurit lalu maju menghadap Jendral "Saya Komandan!" Kata Prajurit tersebut dengan posisi tegak sempurna.
"Baiklah ikut denganku menuju bekas panggung eksekusi kemarin aku ingin mengetahui detail kejadian disini." Jendral tersebut lalu pergi ke arah panggung eksekusi.
Jendrala tersebut bernama Brawijaya atau si Tangan Sakti Brawijaya. Julukan itu bukan tanpa sebab melainkan menurut informasi yang beredar kekuatan tangannya setara dengan 100 orang biasa terlebih ia menguasai betul Ilmu yang berhubungan dengan kekuatan Pukulan.
Brawijaya berjalan kearah panggung tersebut "Baiklah ceritakan padaku." ia kemudian duduk di atas bekas panggung yang rusak itu.
"Baiklah komandan. Aku akan menceritakannya," Ucap Prajurit yang kemudian juga duduk dihadapan Jendral "Aku tidak pernah menyangka bahwa kota sekecil ini datang seorang dengan harga tinggi." Kata Prajurit itu dengan tatapan kosong.
Brawijaya penasaran akan apa yang prajurit tersebut katakan "Siapa yang kau maksud nak?" Tanya Brawijaya.
"Indra A." Jawab Kapten itu.
"Apa?" Brawijaya sedikit mengeluarkan ekspresi terkejut ketika ia mendengar jawaban dari Kapten, Begitupun dengan Pengawal Brawijaya yang berdiri di belakang Brawijaya.
"Bagaimana mungkin orang seperti itu datang ke ujung sumatera tanpa alasan yang jelas." (Ucap Brawijaya di dalam hati).
"Bos, apa perlu kita melakukan pelacakan?" Tanya Pengawalnya.
Brawijaya lalu berdiri dan berjalan ke arah ia datang tadi "Itu terlalu bisa ditebak biarkan kau dan aku yang pergi mencarinya." Kata Brawijaya kepada pengawalnya.
"Baiklah Bos" Jawab Pengawalnya.
Mereka bertigapun pergi ke arah tempat tadi.
Malam Hari
Brawijaya mengajak Pengawalnya pergi dari Kota Way, sedangkan para prajurit yang ikut bersama diberi tugas untuk bersiaga di kota tersebut ketika ia pergi.
Dalam perjalanan.
"Hendak pergi kemana kita?" Tanya Pengawal kepada Brawijaya.
"Kesebuah tempat dibukit itu," Kata Brawijaya sambil menunjuk sebuah bukit dengan jari kanannya "Disana terdapat sebuah bangunan kosong ku yakin orang yang kita cari ada disana." Kata Brawijaya sambil terus berjalan kaki.
"Mengapa kau begitu yakin bos?" Tanya Prajurit itu.
"Karena aku yakin itu saja." Jawab Brawijaya yang kemudian tertawa.
Sesampainya dibangunan kosong tadi yang berjarak sekitar 2 kilometer ke arah barat.
Sinar Bulan nampak begitu bersinar ketika mereka berdua sampai di depan bangunan tersebut, mereka di sambut oleh sebuah lemparan pisau yang mengarah ke mereka berdua.
"Bos Awas!" Kata Pengawal sambil menangkis lemparan pisau dengan pedang yang ia bawa.
Brawijaya masih santai saja meskipun hampir terkena pisau "Waspada disini ada musuhnya," Kata Brawijaya sambil berjalan terus dan kemudian menatap ke arah atas pohon di depannya "Lihatlah keatas." Kata Brawijaya.
Pengawal tersebut nampak terkejut ketika melihat seorang pria sedang berdiri diatas dahan pohon di depannya "Bukankah ia Brada tabib yang cukup sakti di Nusantara?" Tanya Pengawal pada Brawijaya.
"Ya benar dan jika ada dia disini maka ada Indra di sekitar tempat ini." Jawab Brawijaya.
"Brada dimana Ketua Kelompokmu?" Tanya Brawijaya pada Brada, Brada lalu melompat ke depan 2 orang tersebut "Itu disana." Jawab Brada Sambil menunjuk kearah Bangunan hancur.
Ketika Brawijaya dan mengawalnya berjalan ke arah bangunan tersebut Brada tinggal diam ia langsung mencegat Pengawal Brawijaya "Kau sebaiknya diam disini nak." Kata Brada dengan posisi tangan mengalahi Pengawal Brawijaya.
Akhirnya Brawijaya sampai di bangunan itu lalu memasuki bangunan itu, Bangunan tersebut hanya tersisa bagian lantai dan beberapa tembok yang berdiri sedangkan atapnya sudah tidak tersisa. Nampak di ujung bangunan berdiri seorang pria menghadap barat.
"Ayah apa kau ingat tempat ini?" Tanya Pria itu.
"Mengapa kau kembali ke kota ini Indra?" Jawab Brawijaya.
Pria tersebut lalu berbalik dan berjalan ke arah Brawijaya, ketika sampai di hadapannya ia menjawab "Apa kau tahu ayah, Anakku sekarang sudah dewasa." Bisik Indra pada telinga sebelah kiri Brawijaya.
Brawijaya lalu mendorong Indra setelah mendengar jawaban itu ia marah besar pada Indra "Bodoh!!!" Jawab Brawijaya dengan nada tegas.
"Kauuuu!!!!" Kata Brawijaya sambil mengarahkan pukulan kepada Indra.
Alih-Alih menghindari pukulan itu Indra malah membalasnya dengan cara mengarahkan pukulan kearah tangan yang sama.
Terjadi efek kejut yang membuat beberapa pohon bergerak layaknya terkena angin dan tabib serta pengawal pergi menuju bangunan tersebut untuk melihat apa yang terjadi.
tersebut untuk melihat apa yang terjadi.
Ketika sampai didepan Bangunan tersebut nampak Brawijaya sudah berjalan hendak pergi dari bangunan itu "Ayo Pengawal," Kata Brawijaya mengajak pengawalnya "Urusan kita sudah selesai." Lanjut Brawijaya sambil terus berjalan menjauh dari bangunan itu.
"Tapi...Tapi bos..." Jawab pengawalan dengan terbata-bata. "Sudah kau tidak usah banyak protes semua urusan sudah beres disini." Jawab Brawijaya menghentikan Jawaban Pengawalnya.
Mereka pergi dari bukit tersebut dan esok harinya pasukan yang di pimpin Brawijaya pergi dari Kota Way.
Setelah perginya AZ & ZA, tanpa lama Tara, Danan dan Astra pun pergi dari tempat itu menuju markas Kelompok Aswa.Setibanya di markas itu, markas itu berupa kantor kepala desa dengan halaman yang cukup luas, dahulu sebelum penjajahan oleh kelompok Aswa kantor ini sering digunakan untuk menggelar acara masyarakat."Ini adalah markas mereka," Ucap Astra sambil membuka gerbang, "Dahulu kantor ini digunakan warga untuk melakukan berbagai macam aktivitas." Lanjutnya sambil menyuruh Danan dan Tara masuk.Merekapun disambut oleh banyak pasukan Aswa yang sudah siap untuk menyerangnya.Dengan tatapan tajam Danan terfokus kepada seorang wanita yang berada di tengah ZA & AZ."Bukankah itu Citra yang dulu pernah satu perguruan denganku, mengapa ia berada di kelompok itu?" Ucap Danan dalam hatinya."Hey Danan mengapa kau terdiam apakah kau takut?" Tanya Astra dengan nada mengejek."Apa kau
Keadaan didalam sangat berbanding terbalik dengan keadaan diluar. Jika diluar bisa diselesaikan dengan perundingan maka di dalam orang-orang sedang bertarung.Saat itu Aswa hanya duduk sambil melihat ZA & AZ bertarung melawan Tara & Astra."Hei Citra mengapa kau membelot?" Ucap Aswa disinggasana nya."Tuan, aku sudah menemukan jalanku!" Jawab Citra dengan penuh semangat.Astra tiba-tiba melompat mundur kearah Danan lalu bertanya padanya "bagaimana mungkin kau bisa berdamai dengan kelompok ini?" Tanya Astra.Si kembar nampak kewalahan melawan Tara & Astra, merekapun melihat mundur selain itu Aswa juga memerintahkannya untuk berhenti bertarung."Hentikan pertarungan ini." Ucap Aswa."Baiklah Tuan." Jawab ZA yang kemudian mundur kearah Aswa.Aswa lalu berdiri dari singgasananya dan berdiri lalu memerintahkan "Bawakan aku Kakek Tua itu." Perintah Aswa kepada AZ & ZA. ZA lantas pergi ke sebuah ruangan selang beberapa saat ia kembali dengan seor
Darah Murni terbagi menjadi 3 tingkat, antara lain; Tingkat pertama Dimana ia sama sekali tidak bisa mengontrol kekuatannya. Tingkat kedua ia bisa mengontrol tapi masih kalah dengan kekuatannya. Tingkat ketiga ia bisa sepenuhnya mengontrol kekuatan yang terpendam pada dirinya.Astra saat ini berada di tingkat pertama, ia tidak bisa mengontrol kekuatan Harimau hasilnya ia dikendali oleh kemarahan, kebencian yang terpendam pada dirinya.--Tara, Danan mendengarkan teriakan Citra, Kemudian mereka berdua pun melompat agar tidak menghalangi jalan Astra."Hahahaha…Cindaku aku tak mengira bocah seperti kau bisa memiliki kekuatan ini" Ucap Aswa, "Kalian sebaiknya cukup melihat pertarunganku." Lanjut menyuruh ZA & AZ menjauh darinya.5 orang yang berada disana hanya melihat pertarungan Astra, ZA & AZ tidak menyerang Tara, Danan dan Citra."Tara, Danan sebaiknya kalian bawa jasad Kakek Astra serta Amankan Pusaka Trisula itu." Perintah Citr
Ia berlari kearah Tara dengan posisi membuka tangannya agar ketika sampai di depan Tara ia bisa langsung menyerangnya."Sialan ia lumayan cepat juga," Ucap Tara dalam hatinya ketika melihat Aswa berlari kearahnya, "Aku pasti bisa mengalahkannya." Ia melanjutkan perkataan didalam hatinya setelah melompat menghindari serangan dari Aswa.Tara terus melompat ke belakang sebari menghindari serangan Aswa yang menggunakan cakar ditangannya, hingga akhirnya Tara melompat sedikit jauh untuk membuat posisi menyerang.Aswa pun menghentikan serangan membabi buta tersebut ketika Tara melompat sedikit jauh darinya "Apa itu saja kemampuanmu, terus menghindar?" Aswa menghina Tara. "Baiklah ini giliranku." Jawab Tara sambil mengeluarkan pedangnya kembali dan membuat gerakan dengan pedangnya."Angin Puyuh!" Teriak Tara yang kemudian mengarahkan pedang itu kearah Aswa lalu memutarkannya, dan keluarlah sebuah pusaran angin yang dari Pedang yang ia pegang itu. An
Hari sudah gelap ketika mereka mulai memasuki hutan larangan tersebut, sebenarnya memasuki hutan larangan pada malam hari itu sangatlah dilarang karena resikonya bisa berakibat fatal.Banyak makhluk buas serta tak kasat mata yang sangat berbahaya di dalam hutan larangan. Semakin dalam mereka memasuki hutan itu semakin mencekam pula keadaannya, mereka tidak boleh menyalakan penerangan sedikitpun karena itu bisa mengundang makhluk tak kasat mata. Hanya rembulanlah yang menyinari jalan mereka dan hati merekalah yang menunjukkan kemana mereka melangkah."Hey tara apa kau sadar kita sedang diawasi?" Tanya Danan kepada Tara yang berada di depannya."Iya Danan aku tahu itu, kita ini sedang diawasi nampaknya banyak mata mengarah kepada kita." Jawab Tara."Apakah boleh aku yang berada di tengah?" Kata Astra dengan penuh ketakutan, Astra berjalan dibelakang Danan."Ya…ya…ya silahkan biarkan aku menggantikanmu." Jawab Danan dengan nada sedikit kesal."Hey memangnya ada ap
25 Tahun laluPantai sebuah pulau nampak karam sebuah pinisi, orang-orang mengepung pinisi tersebut karena takut isinya penjahat."Hei kau orang yang berada diatas menyerahlah atau kami akan membunuhmu!" Teriak salah seorang pria yang mengepung kapal pinisi itu. Seseorang lantas keluar dari kapal tersebut dan mengacung sebuah pistol terlebih dahulu kearah atas "Maafkan kami tuan, kami hanya pedagang yang terdampar. Ucap suara orang yang memegang pistol.Orang-orang yang mengepung pinisi itu perlahan-lahan menjauh karena mereka tahu orang yang berada di dalam pinisi itu adalah perampok.Si pemegang pistol lalu kemudian berdiri diatas pinisi tersebut "Hey apa kalian tahu seseorang yang bernama Darma?" Tanya orang itu sambil menaruh kembali pistolnya ke ikat pinggangnya.Para pengepung pinisi lalu mengacungkan kembali senjata mereka setelah mendengar perkataan beliau "Hendak apa kau mencari dia, Apa kau hendak membunuhnya
Di malam yang sama di sebuah jembatan yang memisahkan dua negeri.Berjalan seorang pria dari arah Negri Way, sedangkan diarah Negri Kelok sudah berdiri dua orang yang hendak menghadangnya.Orang yang berjalan kemudian berhenti karena melihat dua orang tersebut"Raka si Kemamang, akhirnya kami menemukanmu." Kata salah satu orang dari dua orang itu. "Baiklah siapa yang akan menangkapnya aku apa kau?" Tanya orang disebelahnya.Mereka adalah Jayasura dan Ki Dirna, dua anggota kelompok Cakra.Jayasura berpakaian serba hitam dengan membawa sebuah sabit besar yang ia pegang dengan tangan kanannya, serta memakai sepatu hitam seperti prajurit Nusantara, rambutnya berwarna putih, dan memakai sebuah anting yang ia klaim sebagai simbol kekuatannya.Ki Dirna berpakaian hitam tetapi ia tidak membawa senjata apapun, hanya ada sebuah boneka di pinggangnya. Ki Dirna adalah salah satu dukun santet terkejam di Nusantara, Boneka yang ia bawa adalah senjata untuk melawan musuhnya, ia memakai sandal, memak
Pagi itu sang surya terbit kembali, burung-burung berkicauan menghiasi Hutan Larangan tersebut.Danan adalah orang pertama yang terbangun, sedangkan teman-temannya masih tertidur pulas.Ia melihat Ki Darma sudah tidak ada di dalam gubuk tersebut, ia lantas pergi keluar dan Ki Darma sedang bertapa diatas sebuah batu besar di dekat gubuk itu."Nampaknya kau adalah yang pertama terbangun." Kata Ki Darma dengan posisi yang sama yaitu bertapa di atas batu itu."Aku terbiasa bangun pagi hari ki." Jawab Danan."Apa tujuanmu mengikuti Biantara?" Tanya Ki Darma."Aku ingin menemukan senjata terhebat milik Arjuna." Jawab Danan dengan nada penuh percaya diri."Pasopati maksudmu?" Tanya Ki Darma."Ya mungkin saja." Jawab Danan ragu sambil menggaruk-garuk rambutnya."Seorang ksatria sejati tidaklah boleh memiliki keraguan didalam dirinya, karena itu bisa membebani hidupnya. Hilangkanlah rasa ragu itu dan yakini bahwa kau bisa menemukan apa yang kau inginkan," Jawab Ki Darma yang kemudian berdiri da