Astra mengajak Tara serta Danan untuk mengunjungi Desa tempatnya tinggal bersama Kakeknya.
"Kalian berdua sebagai permintaan maaf atas kesombonganku, aku ingin mengajak kalian mengunjungi Desaku yaitu Desa Tri." Kata Astra.
"Baiklah aku terima lagi pula perutku sudah lapar." Jawab Tara dengan senyum kecil.
Mereka bertiga akhirnya berjalan ke arah Desa Tri dan ketika sampai di gerbang Desa Tri, Mereka di suguhi oleh kejadian yang terduga yaitu seorang kakek yang tidak berdaya terlempar dari dalam toko kearah jalanan.
Tara serta Danan yang melihat kejadian itu langsung marah, namun Astra menghalaunya "Jangan pernah ikut campur." Ucap Astra sambil memegang Pergelangan tangan Tara, Danan
Orang-orang disana hanya melihat tanpa ada berani yang membantu kakek tersebut, Kakek itu lalu merangkak ke arah Toko sambil terus berbicara "Beri aku waktu" yang terus di ucapkan berulang-ulang.
Kemudian keluarlah dari toko tersebut dua orang pria serta seorang wanita, Kakek tersebut lalu Merangkul Kaki salah seorang Pria yang kemudian di tendang oleh pria tersebut."Waktu? Kau sudah menunggak pajak selama 1 bulan, Hari ini adalah hari terakhirmu." Ucap Pria itu sambil mengeluarkan pistol dan mengarahkannya ke kakek tersebut, Sebelum ia menekan pelatuk pistol tiba-tiba tangannya terputus.
"Ahhhh Tanganku!!!!" Teriak pria itu dengan penuh kesakitan dibarengi dengan tangan satunya yang terus memegang sisa tangannya, tak cukup disitu sebuah panah tiba-tiba menancap di kepalanya yang membuat orang itu jatuh seketika.
Para warga yang melihat kejadian itu langsung melihat ke arah datangnya panah tersebut dan semua mata tertuju pada Tara, Danan, dan Astra.
Astra sontak kaget melihat kelakuan teman-temannya ia kemudian "Apa kalian bodoh?, Itu sama saja memancing Aswa untuk membakar desa ini!!" Ucap Astra dengan nada kesal.
Alih-alih untuk balas menyerang serangan tersebut teman si pria malah pergi dari tempat itu namun sebelum pergi ia sempat menatap ke arah mereka bertiga.
Tara hanya tersenyum mendengar perkataan Astra tadi, kemudian para Warga yang berada di sekitar sana mendekati mereka bertiga untuk mengucapkan terima kasih.
Sementara itu 2 orang tadi pergi menuju markasnya yaitu kantor desa.
Kantor Desa
Nampak di ujung Aula Desa ada seseorang yang sedang duduk di Kursi.
Kedua orang itu berlari ke arah orang yang duduk itu, lalu memberi hormat kepada orang itu.
"Nampaknya kalian kelelahan apa yang terjadi diluar sana?" Tanya orang yang duduk sambil menaruh Gelas Tuak yang ia pegang.
"Tuanku Aswa, aku hendak menyampaikan berita bahwa Astra telah kembali dan ia membawa orang luar." Jawab salah seorang dari dua orang tersebut.
Mendengar hal tersebut lantas membuat orang itu marah "Apa yang kau katakan!" Kata dia yang kemudian mengambil gelas tuak tadi lalu melemparkannya.
"Tenang Tuan, Aku akan mengirimkan si Kembar." Kata seorang wanita yang duduk di sisi lain ruangan tersebut.
"Baiklah aku mempercayaimu Lara." Kata Aswa dengan nada sedikit tenang.
"Baiklah kalian berdua panggil si kembar kemari." Ucap Lara menyuruh kedua orang tersebut.
Sedangkan di sisi yang lain Tara, Danan, dan juga Astra pergi menuju rumah kepala desa.
Sesampainya di rumah kepala desa Astra mencoba mengetuk pintu rumah kepala desa "Pak...Pak," Kata Astra yang terus mengetuk pintu "Ini Astra." Ia terus mengetuk hingga kepala desa akhirnya membuka pintu.
"Mengapa kau lama sekali?," Kepala desa sambil memegang pintu dan membukanya sedikit "Masuklah sebelum ada kelompok Aswa." Ia menyuruh Astra masuk.
Kepala desa menceritakan kejadian-kejadian yang terjadi ketika Astra pergi dari Desa Tri, dimulai dari penculikan seorang warga setiap minggu hingga yang terakhir adalah penculikan Kakek Astra sendiri.
Mendengar hal itu Astra sangatlah marah terhadap kelompok Aswa dan ia berjanji akan membebaskan kakeknya serta mengusir Aswa dari Desa Tri.
"Pa Kades...Pa Kades-" Terdengar Orang diluar mengetuk pintu dengan Keras "Buka pa, Desa di bakar oleh kelompok Aswa." Orang diluar kembali melanjutkan omongannya.
Kades terkejut mendengar hal itu, ia pun lantas berjalan ke arah pintu diikuti oleh kelompok Astra.
Pak kades membuka pintu sepenuhnya "Apa?" Kata Kades dengan nada terkejut.
"Ia pak desa di bakar oleh AZ dan ZA." kata orang itu.
Astra lalu memegang pundak kanan Pa Kades "Tenang biarkan kami mengusir Aswa." Kata Astra kepada Kades.
Sontak Pa Kades terkejut mendengar perkataan yang keluar dari mulut Astra, "Apa Kau Gila!!" Bentak Pa Kades dengan Nada Marah.
"Aku sudah siap Pak. di sampingku sudah berdiri dua orang hebat yang bisa membantuku." Jawab Astra dengan penuh kepercayaan diri.
"Baiklah jika itu mau kalian aku tidak menghalanginya karena itu adalah Takdir yang kalian pilih." Jawab Pak Kades dengan nada penuh Pasrah.
Mereka bertiga akhirnya pergi menuju alun-alun desa yang sudah luluh lantak oleh AZ & ZA, banyak bangunan sudah dibakar salam waktu singkat hal itu membuat mereka bertiga semakin marah terhadap tindakan Aswa.
"Si sialan itu harus menanggung akibatnya." Tegas Astra dengan penuh kemarahan.
Tak jauh dari hadapan mereka bertiga nampak 2 orang sedang berdiri dengan memakai baju putih dan hitam.
"AZ adalah orang yang berdiri disebelah kiri, ZA adalah orang yang berdiri disebelah kanan." Terang Astra pada Tara serta Danan yang berdiri disampingnya.
"Aku tidak akan melawanmu disini, jika kau berani maka temuilah kami di kantor markas kami." Ucap AZ yang kemudia melompat pergi untuk mundur ke markasnya.
Kota way masih porak poranda akibat kerusuhan Kemarin. Salah seorang Jendral Bintang 3 mendatangi Kota tersebut untuk mencari informasi tentang kerusuhan di kota tersebut. Ia turun di dari kuda yang ia tunggangi "Apa yang sebenarnya terjadi dan dimana Kapten dari Prajurit Nusantara yang bertugas di kota ini?" Tanya Jendral itu kepada beberapa prajurit. Salah seorang prajurit lalu maju menghadap Jendral "Saya Komandan!" Kata Prajurit tersebut dengan posisi tegak sempurna. "Baiklah ikut denganku menuju bekas panggung eksekusi kemarin aku ingin mengetahui detail kejadian disini." Jendral tersebut lalu pergi ke arah panggung eksekusi. Jendrala tersebut bernama Brawijaya atau si Tangan Sa
Setelah perginya AZ & ZA, tanpa lama Tara, Danan dan Astra pun pergi dari tempat itu menuju markas Kelompok Aswa.Setibanya di markas itu, markas itu berupa kantor kepala desa dengan halaman yang cukup luas, dahulu sebelum penjajahan oleh kelompok Aswa kantor ini sering digunakan untuk menggelar acara masyarakat."Ini adalah markas mereka," Ucap Astra sambil membuka gerbang, "Dahulu kantor ini digunakan warga untuk melakukan berbagai macam aktivitas." Lanjutnya sambil menyuruh Danan dan Tara masuk.Merekapun disambut oleh banyak pasukan Aswa yang sudah siap untuk menyerangnya.Dengan tatapan tajam Danan terfokus kepada seorang wanita yang berada di tengah ZA & AZ."Bukankah itu Citra yang dulu pernah satu perguruan denganku, mengapa ia berada di kelompok itu?" Ucap Danan dalam hatinya."Hey Danan mengapa kau terdiam apakah kau takut?" Tanya Astra dengan nada mengejek."Apa kau
Keadaan didalam sangat berbanding terbalik dengan keadaan diluar. Jika diluar bisa diselesaikan dengan perundingan maka di dalam orang-orang sedang bertarung.Saat itu Aswa hanya duduk sambil melihat ZA & AZ bertarung melawan Tara & Astra."Hei Citra mengapa kau membelot?" Ucap Aswa disinggasana nya."Tuan, aku sudah menemukan jalanku!" Jawab Citra dengan penuh semangat.Astra tiba-tiba melompat mundur kearah Danan lalu bertanya padanya "bagaimana mungkin kau bisa berdamai dengan kelompok ini?" Tanya Astra.Si kembar nampak kewalahan melawan Tara & Astra, merekapun melihat mundur selain itu Aswa juga memerintahkannya untuk berhenti bertarung."Hentikan pertarungan ini." Ucap Aswa."Baiklah Tuan." Jawab ZA yang kemudian mundur kearah Aswa.Aswa lalu berdiri dari singgasananya dan berdiri lalu memerintahkan "Bawakan aku Kakek Tua itu." Perintah Aswa kepada AZ & ZA. ZA lantas pergi ke sebuah ruangan selang beberapa saat ia kembali dengan seor
Darah Murni terbagi menjadi 3 tingkat, antara lain; Tingkat pertama Dimana ia sama sekali tidak bisa mengontrol kekuatannya. Tingkat kedua ia bisa mengontrol tapi masih kalah dengan kekuatannya. Tingkat ketiga ia bisa sepenuhnya mengontrol kekuatan yang terpendam pada dirinya.Astra saat ini berada di tingkat pertama, ia tidak bisa mengontrol kekuatan Harimau hasilnya ia dikendali oleh kemarahan, kebencian yang terpendam pada dirinya.--Tara, Danan mendengarkan teriakan Citra, Kemudian mereka berdua pun melompat agar tidak menghalangi jalan Astra."Hahahaha…Cindaku aku tak mengira bocah seperti kau bisa memiliki kekuatan ini" Ucap Aswa, "Kalian sebaiknya cukup melihat pertarunganku." Lanjut menyuruh ZA & AZ menjauh darinya.5 orang yang berada disana hanya melihat pertarungan Astra, ZA & AZ tidak menyerang Tara, Danan dan Citra."Tara, Danan sebaiknya kalian bawa jasad Kakek Astra serta Amankan Pusaka Trisula itu." Perintah Citr
Ia berlari kearah Tara dengan posisi membuka tangannya agar ketika sampai di depan Tara ia bisa langsung menyerangnya."Sialan ia lumayan cepat juga," Ucap Tara dalam hatinya ketika melihat Aswa berlari kearahnya, "Aku pasti bisa mengalahkannya." Ia melanjutkan perkataan didalam hatinya setelah melompat menghindari serangan dari Aswa.Tara terus melompat ke belakang sebari menghindari serangan Aswa yang menggunakan cakar ditangannya, hingga akhirnya Tara melompat sedikit jauh untuk membuat posisi menyerang.Aswa pun menghentikan serangan membabi buta tersebut ketika Tara melompat sedikit jauh darinya "Apa itu saja kemampuanmu, terus menghindar?" Aswa menghina Tara. "Baiklah ini giliranku." Jawab Tara sambil mengeluarkan pedangnya kembali dan membuat gerakan dengan pedangnya."Angin Puyuh!" Teriak Tara yang kemudian mengarahkan pedang itu kearah Aswa lalu memutarkannya, dan keluarlah sebuah pusaran angin yang dari Pedang yang ia pegang itu. An
Hari sudah gelap ketika mereka mulai memasuki hutan larangan tersebut, sebenarnya memasuki hutan larangan pada malam hari itu sangatlah dilarang karena resikonya bisa berakibat fatal.Banyak makhluk buas serta tak kasat mata yang sangat berbahaya di dalam hutan larangan. Semakin dalam mereka memasuki hutan itu semakin mencekam pula keadaannya, mereka tidak boleh menyalakan penerangan sedikitpun karena itu bisa mengundang makhluk tak kasat mata. Hanya rembulanlah yang menyinari jalan mereka dan hati merekalah yang menunjukkan kemana mereka melangkah."Hey tara apa kau sadar kita sedang diawasi?" Tanya Danan kepada Tara yang berada di depannya."Iya Danan aku tahu itu, kita ini sedang diawasi nampaknya banyak mata mengarah kepada kita." Jawab Tara."Apakah boleh aku yang berada di tengah?" Kata Astra dengan penuh ketakutan, Astra berjalan dibelakang Danan."Ya…ya…ya silahkan biarkan aku menggantikanmu." Jawab Danan dengan nada sedikit kesal."Hey memangnya ada ap
25 Tahun laluPantai sebuah pulau nampak karam sebuah pinisi, orang-orang mengepung pinisi tersebut karena takut isinya penjahat."Hei kau orang yang berada diatas menyerahlah atau kami akan membunuhmu!" Teriak salah seorang pria yang mengepung kapal pinisi itu. Seseorang lantas keluar dari kapal tersebut dan mengacung sebuah pistol terlebih dahulu kearah atas "Maafkan kami tuan, kami hanya pedagang yang terdampar. Ucap suara orang yang memegang pistol.Orang-orang yang mengepung pinisi itu perlahan-lahan menjauh karena mereka tahu orang yang berada di dalam pinisi itu adalah perampok.Si pemegang pistol lalu kemudian berdiri diatas pinisi tersebut "Hey apa kalian tahu seseorang yang bernama Darma?" Tanya orang itu sambil menaruh kembali pistolnya ke ikat pinggangnya.Para pengepung pinisi lalu mengacungkan kembali senjata mereka setelah mendengar perkataan beliau "Hendak apa kau mencari dia, Apa kau hendak membunuhnya
Di malam yang sama di sebuah jembatan yang memisahkan dua negeri.Berjalan seorang pria dari arah Negri Way, sedangkan diarah Negri Kelok sudah berdiri dua orang yang hendak menghadangnya.Orang yang berjalan kemudian berhenti karena melihat dua orang tersebut"Raka si Kemamang, akhirnya kami menemukanmu." Kata salah satu orang dari dua orang itu. "Baiklah siapa yang akan menangkapnya aku apa kau?" Tanya orang disebelahnya.Mereka adalah Jayasura dan Ki Dirna, dua anggota kelompok Cakra.Jayasura berpakaian serba hitam dengan membawa sebuah sabit besar yang ia pegang dengan tangan kanannya, serta memakai sepatu hitam seperti prajurit Nusantara, rambutnya berwarna putih, dan memakai sebuah anting yang ia klaim sebagai simbol kekuatannya.Ki Dirna berpakaian hitam tetapi ia tidak membawa senjata apapun, hanya ada sebuah boneka di pinggangnya. Ki Dirna adalah salah satu dukun santet terkejam di Nusantara, Boneka yang ia bawa adalah senjata untuk melawan musuhnya, ia memakai sandal, memak