"Cuih, tidak tahu terima kasih ... " Dwi Pangga yang mendengar jawaban dan pernyataan dari Komandan Jong, tentu membuat dia geram.
"Kau sudah memilih jalan yang salah, maka terimalah kematianmu!!!"
Dwi Pangga langsung bergerak cepat maju dan menerjang Komandan Jong. Komandan Jong yang sudah menduga hal itu sejak awal, tentu langsung dengan segera menyilang tangannya berusaha menahan tendangan dari Dwi Pangga.
Bersamaan dengan itu pula, Komandan Jong berusaha menyerang balik dengan mengayunkan pedangnya berusaha untuk memotong kaki dari Dwi Pangga.
Dwi Pangga yang menyadari niat dari lawannya itu, tentu dengan cepat menarik kakinya dan melakukan gerakan menyamping. Selanjutnya sebuah pukulan keras di lepaskan oleh Dwi Pangga yang tepat menghantam bagian dada dari Komandan Jong.
"Akhhh ... " Komandan Jong terpundur beberapa langkah dan merasakan bagian dadanya sedikit sesak.
Dwi Pangga tersenyum puas, dia yakin satu pukulan itu sudah membuat mental lawannya terganggu.
"Ternyata pendekar Elang Hitam benar-benar memiliki kemampuan tinggi ... Ini buruk." Gumam Komandan Jong. Dalam beberapa kali pertukaran jurus saja, dia sudah dapat menebak sedang berhadapan dengan siapa, ya tidak salah Dwi Pangga pendekar muda yang memiliki kemampuan di atas rata-rata anak seusianya.
"Kau terlalu lemah, aku bahkan belum menggunakan pedang kesayanganku ini dan kau sudah terluka dalam ... " Dwi Pangga tersenyum puas, seraya mengejek Komandan Jong.
Komandan Jong hanya diam, dia sadar kemampuannya jauh berada di bawah Dwi Pangga. Bahkan untuk sekedar menyelamatkan diri saja, itu sesuatu yang mustahil untuk dia lakukan.
Merasa tidak memilih pilihan lain, Komandan Jong kembali bergerak maju dan membuat serangan dengan bilah pedangnya, berharap dapat memberikan luka serius pada Dwi Pangga agar memberikan kesempatan pada Wali Kota beserta keluarga menyelamatkan diri.
Dwi Pangga mendengus pelan, sebelum bergerak menyambut serangan dari lawannya. Bahkan dalam waktu singkat saja, Dwi Pangga berhasil memberikan dua pukulan telak dan satu tendangan keras yang membuat Komandan Jong kembali terlempar jauh ke belakang dan memuntahkan darah segar.
"Kemampuanmu sangat buruk, tidak pantas rasanya kau di sebut seorang Komandan ... " Dwi Pangga tertawa miris.
Komandan Jong tidak menanggapi ataupun menjawab perkataan dari Dwi Pangga, karena dia sadar apa yang di katakan oleh Dwi Pangga adalah fakta yang sebenarnya. Komandan Jong mungkin dapat berbangga hati dan menjadikan dirinya sebagai yang terkuat yang ada di kota Bawana, akan tetapi di dalam dunia persilatan kemampuannya tidak ada apa-apanya. Bahkan bisa di katakan sangat buruk di rentan usianya saat ini yang sudah menginjak kepala empat.
"Tidak usah banyak bicara, seburuk apapun kemampuanku, aku akan tetap mampu untuk membunuhmu."
Komandan Jong yang sudah emosi, tanpa berpikir panjang lagi langsung melesat cepat ke arah Dwi Pangga.
"Lemah ... " Dwi Pangga langsung menarik pedangnya dan detik kemudian pedang itu sudah berlumuran darah.
Bersamaan dengan itu pula, Komandan Jong tumbang dengan bagian kepala yang terpisah dari tubuhnya dan matanya yang melotot seakan tidak percaya dapat dengan mudahnya tumbang di tangan Dwi Pangga.
"Ini terlalu mudah ... "
Dwi Pangga segera masuk ke dalam kediaman Wali Kota dan mencari letak keberadaan dari Larasati. Tidak perlu waktu lama, dia sudah menemukan sosok yang di carinya itu sedang duduk lesu dengan wajah pucat di pojok ruangan.
"Di sana kau rupanya ... Kau sangat cantik, tidak heran tuan Loka menginginkan dirimu hidup-hidup."
***
Abinawa langsung keluar dari kamarnya dan tidak lupa pula dia menyambar sebilah pedang sebagai senjatanya. Walaupun dia menyadari dengan betul, jika dirinya tidak memiliki keahlian dalam berpedang sedikitpun.
Suasana dan keadaan Kota Bawana benar-benar sangat kacau. Hampir di setiap penjuru matanya menemukan warga yang tewas dengan mengenaskan.
Langkah Abinawa terhenti saat dia di hadapkan dengan orang-orang bertopeng yang di yakini oleh dirinya sebagai biang keladi dari semua kekacauan ini. Namun, ada satu hal yang membuat dirinya lebih terkejut, yaitu sosok wanita yang di ringkus di belakang itu, serta anak-anak yang berada di dalam kereta tahanan.
"Lepaskan mereka semua ... " Abinawa berkata dengan keras, sembari menghunuskan pedangnya ke arah para pria bertopeng itu.
Dwi Pangga yang merupakan pemimpin dari kelompok itu, tentu tertawa dengan keras. Dia tidak menduga anak muda di hadapannya memiliki keberanian mengancam dirinya, apalagi saat dia menggunakan topeng darah yang menjadi ciri tertentu dari kelompok Elang Hitam.
"Nyalimu cukup besar anak muda, kau membuatku kagum ... "
"Tangkap dan bawa dia ke markas, dia akan menjadi budak yang memiliki harga yang mahal."
Dwi Pangga langsung memberikan perintah kepada pasukannya untuk segera menangkap Abinawa dan membawanya hidup-hidup ke markas Elang Hitam untuk di jual di kemudian hari sebagai seorang budak.
Abinawa yang mendengar hal itu, tentu langsung bersiaga dan terus menghunuskan pedangnya berusaha menebar ancaman terhadap lawan-lawannya.
"Maju kalian satu jengkal, maka aku akan pastikan kalian semua akan mati."
Lawan-lawannya yang melihat tindakan dari Abinawa hanya tertawa kecil. Mereka menyadari jika Abinawa tidak memiliki kemampuan untuk sekedar melindungi diri, hal itu terlihat dari cara Satria memegang gagang pedangnya dan tangannya yang gemetar.
Benar saja, tidak membutuhkan waktu yang lama, mereka dapat dengan mudahnya melumpuhkan sosok Abinawa yang tidak memiliki kemampuan bela diri dan olah kanuragan itu.
"Kau beruntung Komandan Dwi Pangga meminta kami membiarkan kau untuk hidup, jika tidak jangan harap kau bisa melihat matahari esok pagi kembali."
Abinawa hanya tersenyum getir, matanya menatap sosok Larasati yang tertunduk lesu dan matanya sembab yang menunjukkan jika dia baru saja menangis.
"Kau akan menjadi penjualan yang menarik, fisik yang kau miliki luar biasa untuk anak seusia denganmu." Dwi Pangga memuji bentuk fisik dari Abinawa yang berisi dan berotot.
Namun langkah kelompok Dwi Pangga terhenti saat sosok pria tua berambut putih melesat cepat ke arah mereka dan menghancurkan kerangkeng tahanan.
Serangan itu berlangsung cepat dan membuat beberapa anggota Elang Hitam tewas di tempat. Beberapa menit kemudian, sosok pria tua itu sudah menghilang.
"Sial, siapa pria tua itu, dia sangat kuat ... Aku harus cepat meratakan kota ini, sebelum dia kembali. ... "
Setelah meratakan semua penjuru Kota Bawana, Dwi Pangga segera memimpin pasukannya untuk segera meninggalkan kota itu, sebelum matahari terbit dan berita kehancuran Kota Bawana terdengar oleh Sekte Api dan Angin.
"Haha, aku sangat penasaran bagaimana ekspresi ketua Sekte Api dan Angin setelah mendengar Kota Bawana hancur dan rata, dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa ... " Dwi Pangga meninggalkan sebuah logo Elang Hitam di depan gerbang Kota Bawana sebagai pertanda jika kelompok mereka yang telah meratakan kota ini.
Kota Bawana yang sebelumnya sangat terkenal dengan keindahannya sebagai sebuah kota yang berkembang dan anggun, kini sudah menjadi reruntuhan dan keping bangunan tidak berguna.
Tidak ada yang akan mengenali kota ini, jika tidak tahu letak pasti kota ini. Mayat bergelimpangan di mana-mana. Bukan hanya manusia, bahkan hewan sekalipun tidak di biarkan untuk dapat mempertahankan nyawanya. Semua di babas habis, hingga tidak bersisa.
*Mohon maaf teman-teman, nama tokoh utamanya Lanting Damar di ganti menjadi Abinawa. *** Ketika pagi baru saja menyingsing, seluruh Sekte Api dan Angin berhasil di buat gempar oleh berita kehancuran Kota Bawana dalam satu malam. "Kau tidak bercanda dengan berita yang aku bawa ini Sudartawa?" Tanya Danu Baya. "Aku tidak berani ketua, Kota Bawana benar-benar sudah hancur dan tidak ada satu orang pun yang berhasil selamat." Sudartawa kembali memperjelas laporannya. Danu Baya memegang keningnya yang berkerut, dia benar-benar tidak menduga jika Kota Bawana benar-benar sudah hancur tidak bersisa. "Apakah kalian mengetahui siapa pelaku dari semua ini?" "Kelompok Elang Hitam, kami menemukan ciri khas dari kelompok ini setelah mereka berhasil mengerjakan misi." Sudartawa menjawab dengan cepat. "Elang Hitam, mereka benar-benar sudah sangat berani sekali... Melihat dari keyakinan mereka, sepertinya mereka sudah memperhitungkan semuanya dengan baik dan memiliki kekuatan yang tidak terlalu
Giri Fatih memilih untuk menjelaskan terlebih dahulu mengenai tingkatan kependekaran kepada Satria.Di dunia persilatan tingkatan terbagi menjadi beberapa tingkatan yang di tentukan oleh kemampuan dan tenaga dalam seorang pendekar.Pertama, yaitu tingkatan pendekar taruna. Seorang pendekar baru bisa di katakan pendekar taruna saat sudah mampu menyimpan tenaga dalam dan mengalahkan tiga orang dewasa dalam sebuah pertarungan.Kedua, tingkatan pendekar madya. Biasanya tingkatan ini seorang pendekar sudah mampu menyimpan tenaga dalam berjumlah cukup banyak (paling tidak 30 lingkaran) di dalam tubuhnya dan memahami teknik oleh pernafasan, serta menguasai paling tidak tiga jurus kelas bawah.Ketiga, pendekar ahli. Untuk mencapai tahap ini, seorang pendekar harus mampu menyimpan satu jule tenaga dalam (1=100 lingkaran tenaga dalam). Keempat, pendekar raja. Tingkatan ini menuntut seorang pendekar untuk memiliki dua jule tenaga dalam dan menguasai jurus-jurus tingkat tinggi, serta biasanya me
Matahari bersinar dengan terang, memberikan penerangan bagi seluruh dunia. Sejuknya angin pagi menambah kesan indahnya suasana pagi ini.Abinawa sudah sejak pagi berada di lapangan bersiap untuk berlatih. Girih Fatih yang melihat hal itu, tentu tersenyum riang."Ku lihat kau sangat bersemangat sekali Abinawa." Kata Abinawa."Tentu saja guru, aku sudah tidak sabar untuk dapat menyimpan tenaga dalam di tubuhku dan menjadi seorang pendekar." Abinawa menjawab dengan semangat.Girih Fatih yang mendengar hal itu hanya bisa tersenyum lembut. Dia lantas menjelaskan jika proses yang harus di lalui oleh Abinawa masih panjang."Kau harus menguasai dasar bela diri terlebih dahulu, baru setelah ini kita memulai tahap penyimpangan tenaga dalam." Pinta Abinawa.Abinawa yang mendengar hal itu, tentu membuat dia kecewa. Namun, hal itu tidak membuat dia mundur.
Satu purnama berlalu dengan cepat, dantian di dalam tubuh Abinawa sudah terbuka dengan sempurna. Bukan hanya dantian, tetapi beberapa Meridian kecil di dalam tubuhnya ikut terbuka. Satu hal yang paling mengejutkan, yaitu Abinawa langsung memiliki tenaga dalam berjumlah besar di dalam tubuhnya. Abinawa juga merasakan jika tubuhnya terasa begitu ringan dan bertenaga. Tidak lama setelah itu, sosok yang di tunggu Abinawa akhirnya tiba. Dia adalah Girih Fatih yang datang untuk menjemput dirinya. Namun sosok Girih Fatih langsung menghentikan langkah kakinya saat merasakan aura dan tenaga dalam milik Abinawa. "Mustahil, bagaimana mungkin kau sudah memiliki satu jule tenaga dalam." Girih Fatih langsung di buat terkejut dan berdecak kagum saat menyadari jika saat ini Abinawa sudah berada di tingkatan pendekar ahli dan tidak terlalu jauh dari pendekar raja. "Apakah ada yang salah denganku guru?" Tanya Abinawa saat melihat gurunya berdiri kaku. Girih Fatih segera menggelengkan kepalanya deng
Abinawa cukup terkejut saat menemukan beberapa arwah atau hantu berkeliaran di desa ini. Dia merasakan aura jahat yang kuat dari dalam tubuh para hantu itu."Jadi ini yang membuat banyak warga desa mengusir diriku." Abinawa saat ini berada di atas genteng dan di tengah gelapnya malam, sehingga kehadirannya tidak di ketahui oleh para hantu tersebut.Selain itu, Abinawa juga menekan hawa kehadirannya dengan tenaga dalam. Mata Lanting Damar terus berusaha mengamati dan mengukur batas kemampuan, serta kekuatan yang di miliki oleh para hantu itu. "Mereka bukan masalah, aku yakin mampu mengalahkan mereka semua, tapi aku tidak menemukan siapa pengendali dari para hantu ini." Kata Abinawa dengan pelan.Abinawa tentu tidak ingin gegabah, dia ingin mengamati situasi terlebih dahulu agar tidak masuk dalam permainan yang sedang di mainkan oleh musuh.Abinawa menemukan jika terdapat dua orang yang berada di atas pohon yang sedang mengendalikan para hantu yang berkeliaran di desa."Dua orang pende
Ketika pertama kali masuk ke dalam gua, Abinawa menemukan banyak tanaman merambat memenuhi dinding gua. Beberapa batu juga di sudah tertutup rapat dengan lumut.Kondisi gua sendiri sangat lembab, karena sinar matahari tidak masuk hingga ke dalam gua."Gua ini benar-benar tidak pernah di masuki dalam waktu yang sangat lama." Abinawa bergumam sambil terus melangkahkan kakinya memasuki gua semakin dalam.Tidak ada jebakan ataupun halangan yang menghambat langkah kakinya. Hal ini tentu membuat Abinawa merasa aneh, tidak mungkin rasanya tempat sebuah penyimpanan pusaka tidak ada jebakan ataupun pelindung tertentu yang menjadi rintangan untuk memiliki pusaka tersebut.Walaupun merasa aneh, akan tetapi Abinawa tidak menghentikan langkah kakinya. Dia tetap melanjutkan perjalannya. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, Abinawa menemukan sebuah sumur tua dan jalan yang buntu."Tidak ada jalan? Ini tidak mungkin, apa ini hanya pengecoh agar semua pendekar menganggap senjata pusaka itu s
Abinawa dengan cepat kembali melanjutkan perjalanan menyusuri jalan itu. Tidak ada halangan yang terlalu berat yang temukan oleh Abinawa, hanya beberapa jebakan kecil saja.Setelah menempuh perjalanan jauh di bawah tanah, Abinawa baru berhenti saat berada di dalam sebuah ruangan persegi empat. Tidak sama seperti sebelumnya, di dalam ruangan itu tidak ada patung batu, hanya sebuah ruangan persegi empat yang bersih dan di terangi oleh sebuah cahaya yang di hasilkan dari batu berlian."Ruangan ini sangat berbeda sekali dengan ruangan sebelumnya." Abinawa bergumam dengan pelan.Abinawa menemukan sebuah batu berbentuk pedang yang tertancap di batu besar yang berada di tengah ruangan persegi empat tersebut.Cukup lama Abinawa berpikir, sebelum menyentuh batu berbentuk pedang itu. Seketika saja tanah bergetar beberapa saat dan terjadi gempa bumi.Namun, hal itu tidak membuat Abinawa melepaskan genggamannya pada batu berbentuk pedang itu. Dia berusaha menarik paksa batu itu, karena hatinya y
Abinawa bergerak dengan cepat, melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Dia melesat menuju markas sementara bagi kelompok Elang Hitam yang sedang melaksanakan misi.Jarak antara desa dan markas tidak cukup jauh untuk ukuran seorang pendekar. Keadaan markas masih sama seperti pertama kali Abinawa pantau, sepertinya kematian dari dua orang anggota mereka tidak mereka ketahui, artinya tidak ada ilmu yang mengikat mereka sehingga kematian mereka akan segera di ketahui oleh komandan.Ilmu pengikat sukma sudah cukup terkenal di dunia persilatan, namun ilmu ini di katakan sudah punah ratusan tahun silam. Keistimewaan dari ilmu ini sendiri yaitu dapat mengikat sukma seseorang untuk setia kepada pemilik ilmu tersebut, selain itu ilmu ini juga dapat mengetahui seseorang sudah mati atau masih hidup."Aku akan memulai dari yang lemah, hingga komandan pasukan ini." Abinawa kembali menarik pedang di punggungnya, dia melesat dengan cepat ke arah dua orang yang sedang berjaga. Hanya dalam beberapa
Di saat Abinawa di sibukkan dengan melatih Maung Cana setiap harinya agar menjadi salah satu pendekar nomor satu di daratan dunia persilatan, dan akan menjadi sosok yang akan sangat di andalkan ketika perang pesar antar ras manusia dengan ras siluman nantinya.Sementara Sumbayu terlihat berkutat dengan Bebe lembar lontar di tangannya yang sudah di pembibitan oleh goresan coretan tinta. Sumbayu memang lebih banyak menghabiskan waktunya di meja kamarnya, dari pada berkutat dengan pengembangan kemampuan kanuragan dan silatnya. Hal ini tentunya, karena Sumbayu tahu betul jika kemampuan utamanya bukan pada olah kanuragan, akan tetapi di bidang konseptor/bermain di balik layar dengan strategi dan taktiknya.Seperti saat ini, Sumbayu bukan berantai, akan tetapi dia sedang menyusun beberapa bagan sekte yang harus di bangun dan juga terus di kembangkan, selain kemampuan silat dan kanuragan para murid. Hal ini tentu untuk mempersiapkan sekte ini menjadi kekuatan baru dunia persilatan di masa de
Pasca Liwandara yang mengalami kritis dan berada d kondisi hidup dan mati, Awundara langsung memberikan perintah kepada setiap anggota Sayap Emas untuk kembali berlatih dan meningkatkan kemampuan mereka.Liwandara yang sudah di kenal sangat kuat dan perkasa saja masih mampu di libas oleh dunia persilatan, apalagi mereka yang jauh lebih lemah dan malas untuk berlatih guna meningkatkan kemampuan dan kekuatan."Kalian bebas menggunakan setiap sumber daya yang kita miliki, akan tetapi jangan berlebihan dan tidak menimbulkan dampak pada perkembangan kemampuan kanuragan kalian," tutur Awundara.Awundara kali ini turun langsung memberikan perintah kepada setiap anggota, tentu hal ini membuat banyak persepsi di antara anggota mereka, apalagi berita tentang Liwandara kritis sudah menyebar dan hampir di keju oleh seluruh anggota Sayap Emas."Kemampuan kelompok kita hari ini masih belum cukup untuk membuat kelompok kita menguasai dunia persilatan, maka dari itu aku persilahkan kalian menggunakan
Awundara benar-benar murka, dia sangat sulit percaya jika sosok kepercayaannya itu menderita luka dalam yang sangat serius. Bahkan untuk menyelamatkan nyawanya, Awundara harus merelakan begitu banyak sumber daya berharganya.Misi yang sebelumnya di anggap mudah, kini malah memakan korban yang tidak sedikit bagi Sayap Emas. Padahal sebelumnya, Awundara sudah memberi perintah untuk mereka segera berkemas dan pindah ke Pulau Es Utara, karena dia meyakini jika Liwandara tidak akan mengalami kegagalannya."Kau harus selamat, Liwan. Kita masih memiliki misi besar untuk menjadi penguasa dunia persilatan bersama... Kau tidak boleh mati," ucap Awundara.Awundara dan Liwandara sudah bersama sejak puluhan tahun terakhir, di mulai dari hanya seorang pendekar perampok, kini menjelma menjadi salah satu kekuatan dunia persilatan. Awundara ingat betul, jika dalam sebuah aksi, mereka di pertemukan dengan sosok misterius yang memberikan kitab silat tingkat tinggi dan sumber daya berharga, yang pada akh
Detik berganti menit, dan menit berganti pula menjadi jam. Tidak terasa satu hari telah berlalu. Abinawa dan dua rekan seperjalanannya bergegas menuju wilayah bagian selatan yang akan di jadikan lokasi berdirinya sekte mereka.Hutan luas menyambut mereka, pepohonan menjulang tinggi, tidak jauh dari lokasi mereka berdiri terdapat air terjun yang akan menjadi sumber penghidupan sekte ini nantinya. "Di sinilah kita akan mendirikan Sekte, Sekte Naga Langit. Jadi sekarang waktunya untuk bekerja... " Seru Abinawa dengan semangat.Abinawa dengan pedang pusakanya mampu memotong pohon-pohon tinggi itu dengan mudahnya, dia bahkan tidak mengalami kesulitan memindahkan dan membelahnya. Pekerjaan yang harus memakan waktu lama, mampu di selesaikan oleh mereka hanya dalam waktu kurang dari satu hari.Sebuah komplek bangunan sudah berdiri dengan kokohnya. Terdapat tiga bangunan utama yang di fungsikan sebagai tempat latihan dan pembelajaran jurus-jurus. Sementara dua ruangan lainnya di fungsikan seb
Ini harusnya Bab 230. "Siapa dirimu sebenarnya anak muda!!! Aku tidak pernah memiliki urusan denganmu, aku mohon ampunilah aku, aku akan menjadi orang baik dan akan hidup dengan bertanam dan berkebun, aku berjanji," Sorkan memohon ampunan dari pemuda yang berdiri dengan pedang di genggaman tangan kanannya itu. "Mengampuni orang seperti dirimu hanya akan membuat masalah di masa depan, bisa jadi kau akan mencari cara untuk menjadi lebih kuat, setelah itu kau akan menciptakan banyak kekacauan yang akan membuat umat manusia menjadi sengsara, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi... Jadi sebaiknya orang-orang seperti dirimu ada baiknya di lenyapkan saja, " ucap pemuda itu dengan sorot mata yang tajam. Sorkan hanya bisa meneguk selivanya, semua bulu yang ada di tubuhnya berdiri dengan serempak. Pemuda di hadapannya seolah-olah menjelma menjadi iblis haus darah yang akan mencabut nyawanya sebentar lagi. Sorkan menggenggam erat pedangnya, dia tentu tidak ingin mati tanpa memberikan p
Setelah semua masalah yang mendera Kota Tanjung Hitam selesai dan kota itu kembali seperti sediakala, barulah Abinawa melanjutkan perjalanan menuju salah satu desa yang berada di ujung barat yang akan di jadikan berdirinya sekte yang akan mereka dirikan.Tujuan mereka kembali melanjutkan perjalanan memang untuk menuju ujung barat tepat hampir di bawah sinar matahari terbenam. Abinawa akan mendirikan sebuah sekte di sana dan di kemudian hari akan menjadi salah satu kekuatan utama dunia persilatan.Selain itu, Abinawa memiliki tujuan lain, yaitu pusaka legendaris milik salah satu pendekar kera bijaksana, yaitu tongkat Mahadewa. Konon kekuatan pusaka ini hampir sama kuatnya dengan kemampuan pedang naga langit milik Abinawa saat ini.Berita tentang pusaka tongkat Mahadewa tidak banyak di ketahui oleh para pendekar dunia persilatan, karena 100 tahun yang lalu sudah di lakukan pencarian akan tetapi tidak di temukan sehingga di anggap hanya mitos belaka.Namun, Banyu Aji yang memiliki banyak
Nafas Sorkan mulai memburu dan ngos-ngosan. Dia sudah sejak awal terus menyerang pemuda itu, akhirnya memilih bergerak mundur untuk mengatur ulang nafas dan tenaga dalamnya yang mulai terkuras."Siapa sebenarnya dirimu!!! Seingatku kita tidak pernah memilih masalah, aku bahkan tidak mengenalmu," ucap Sorkan.Sorkan yang cukup pintar, tentu memahami dengan betul jika pemuda itu belum menggunakan kemampuannya. Jika pemuda itu mulai serius, nyawanya akan sulit untuk di pertahankan."Siapa diriku itu tidak penting, dan kita memang tidak memiliki masalah, akan tetapi dengan kau mengusik kediama tuan Dasan, maka sama halnya kau sedang mencari masalah denganku... " Tukas pemuda itu, "Aku sudah memberimu pilihan di awal, akan tetapi kau lebih menyukai cara kekerasan, jadi aku tidak akan menahan diri lagi,"Sorkan mengumpat keras, dia tentu tidak bisa meninggalkan kediaman Dasan, tanpa membawa anaknya, Maung Cana bersama dengannya."Berapa yang telah di bayarkan oleh tua Bangka itu kepadamu? K
Sorkan tidak ingin berjudi dengan nasib dan mengambil resiko penyerangan ini gagal, sehingga dia sendiri yang akan turun langsung guna memastikan semuanya berjalan sesuai dengan rencana.Sorkan dan anggotanya menggunakan jubah berwarna hitam, sehingga mereka seolah menyatu dengan alam. Sangat sulit melihat Persero mereka di tengah gelapnya malam. Apalagi bulan dan bintang tidak tampak, seolah mereka tidak ingin melihat pertumpahan darah kembali terjadi di atas muka bumi.Sorkan dan anggotanya mulai masuk ke dalam kediaman walikota itu dengan senyap. Kedatangan mereka tentu tidak disadari oleh para prajurit yang berjaga, karena merekalah menyusup dengan menggunakan ilmu meringan tubuh yang tinggi. Alhasil pergerakan mereka tidak terendus.SRET!!! SRET!!! SRET!!!Tiga sabetan pedang berhasil membuat tiga prajurit kehilangan nyawa hanya dalam beberapa tarikan nafas saja. Gerakan mereka yang dinamis belum terbaca dan belum disadari, sekalipun tiga prajurit sudah kehilangan nyawanya.SRET!
"Jika benar cerita yang tuan sampaikan, apakah tuan tidak curiga jika pemilik kedai minuman itu terlibat dalam masalah yaitu melanda kota ini, di tambah lagi mereka sampai hari ini masih tetap beroperasi," ucap Sumbayu.Dasan yang mendengarnya seolah tersadarkan dari kebodohannya selama ini yang tidak menyadari hal itu. Harusnya sejak awal dia sadar jika pemilik kedai minuman terlibat dalam masalah yang melanda Kota Tanjung Hitam ini."Aku rasa dirimu sudah menyadarinya bukan, tuan. Sebab itulah kami datang kemari untuk membantu kalian, dirimu dan prajurit yang tuan miliki mungkinkah mampu mengalahkan penjaga yang di miliki kedai minuman itu, akan tetapi tidak dengan para pendekar yang berada di belakang kedai minuman itu," jelas Sumbayu.Dasan yang mendengar penjelasan dari Sumbayu merasa pundaknya seperti memikul batu yang berat di punggungnya."Anda tinggal perlu khawatir, Tuan. Seperti yang di katakan oleh rekanku tadi, kedatangan kami kemari untuk membantu kalian agar keluar dari