Giri Fatih memilih untuk menjelaskan terlebih dahulu mengenai tingkatan kependekaran kepada Satria.
Di dunia persilatan tingkatan terbagi menjadi beberapa tingkatan yang di tentukan oleh kemampuan dan tenaga dalam seorang pendekar.
Pertama, yaitu tingkatan pendekar taruna. Seorang pendekar baru bisa di katakan pendekar taruna saat sudah mampu menyimpan tenaga dalam dan mengalahkan tiga orang dewasa dalam sebuah pertarungan.
Kedua, tingkatan pendekar madya. Biasanya tingkatan ini seorang pendekar sudah mampu menyimpan tenaga dalam berjumlah cukup banyak (paling tidak 30 lingkaran) di dalam tubuhnya dan memahami teknik oleh pernafasan, serta menguasai paling tidak tiga jurus kelas bawah.
Ketiga, pendekar ahli. Untuk mencapai tahap ini, seorang pendekar harus mampu menyimpan satu jule tenaga dalam (1=100 lingkaran tenaga dalam).
Keempat, pendekar raja. Tingkatan ini menuntut seorang pendekar untuk memiliki dua jule tenaga dalam dan menguasai jurus-jurus tingkat tinggi, serta biasanya mereka yang sudah berada di tingkatan ini memiliki gelar tersendiri di dunia persilatan.
Kelima, pendekar suci. Berbeda dari empat lainnya, tingkatan pendekar suci di bagi menjadi 9 gerbang. Syarat mutlak seseorang untuk dapat di sebut pendekar suci adalah memiliki paling sedikit 3 jule tenaga dalam.
"Apakah kau sudah memahami penjelasan tentang tingkatkan kependekaran?" Tanya Giri Fatih.
"Tentu guru, aku sudah memahami semuanya dengan baik." Abinawa menjawab dengan cepat.
Girih Fatih yang mendengar hal itu, hanya tersenyum tipis. Sosok Abinawa mengingatkan dirinya saat masih muda dan saat pertama kali mempelajari seni bela diri.
Girih Fatih langsung memulai dengan latihan fisik. Dia ingin menguji batas kemampuan fisik dari Abinawa.
"Berlari mengelilingi hutan ini? Aku rasa itu bukan sesuatu yang berat."
Abinawa dengan segera langsung berlari dengan kencang mengelilingi luasnya hutan. Dia terus berlari, tanpa henti dan tanpa merasa lelah. Semangat di dalam dirinya menjadi pelecut untuk dua terus berusaha keras.
Hari pertama Abinawa menghabiskan latihannya dengan terus berlari mengelilingi hutan. Latihan di hari kedua, tidak jauh berbeda dengan hari pertama. Abinawa kembali di perintahkan untuk berlari, akan tetapi sedikit berbeda dari hari pertama. Kali ini dia berlari dengan memikul dua ember air di punggungnya.
"Latihanmu akan berhasil, jika saat matahari terbenam, dua ember itu masih berisi air walaupun satu tetes." Kata Girih Fatih.
Abinawa menganggukkan kepalanya dengan cepat, pertanda dia mengerti dengan perintah dan menu latihan yang di berikan oleh Girih Fatih.
Dia langsung mengangkat dua ember itu dan berlari dengan cepat ke arah sungai. Dua ember yang sudah berisi air itu, langsung di bawah berlari mengelilingi hutan.
Ketika matahari terbenam, dua ember air itu masih terisi beberapa tetes air. Abinawa yang melihat hal itu, tentu tersenyum riang.
Namun, nyatanya bukan hanya sekali. Abinawa terus melakukan latihan tersebut selama hampir satu purnama, hingga membuat dirinya bosan.
"Guru, apakah tidak ada latihan lainnya? Sejak satu purnama yang lalu, aku hanya terus berlari membawa dua ember berisi air ini berkeliling hutan." Abinawa yang mulai bosan langsung bertanya, tanpa bisa di tahan lagi.
Girih Fatih yang mendengar pertanyaan dari Abinawa hanya tersenyum dan tidak menjawab. Dia hanya berkata, jika latihan ini adalah dasar dari seni bela diri dan Abinawa harus memulainya hingga benar-benar lulus dan sempurna.
Terdengar dengusan kekesalan dari mulut Abinawa, akan tetapi tidak ada penolakan.
"Semua ini untuk dirimu Nawa."
Selama lebih dari tiga purnama, Abinawa terus memikul dua ember air yang berisi penuh dan membawanya berkeliling hutan dengan syarat air di dalam ember itu tidak boleh habis.
"Damar, cukup. Kau tidak perlu lagi memikul dua ember air itu kembali." Girih Fatih mencegah langkah Abinawa yang hendak kembali memikul dua ember yang berisi air itu.
Abinawa yang mendengar hal itu, tentu tersenyum girang. Dia sudah sejak lama menantikan hari ini tiba.
"Fisik dan ketahanan tubuhmu sudah terbentuk. Aku sengaja memberikan latihan membosankan itu kepadamu, karena fisik dan wadah seorang pendekar selalu di pandang sebelah mata.
Padahal sebenarnya fisik dan dasar adalah fondasi utama dari ilmu bela diri dan kanuragan. Lewat latihan itu, kau sudah mampu menjaga keseimbangan dan juga membentuk otot punggung dan lengan, serta membentuk tulang yang kuat."
Girih Fatih memberikan penjelasan tentang manfaat latihan yang di lakukan oleh Abinawa selama ini. Abinawa yang mendengar hal itu, tentu langsung menganggukan kepalanya pertanda mengerti. Dia mulai menyadari jika semua latihan yang di berikan oleh Girih Fatih selama ini memiliki manfaat yang sangat besar.
"Maafkan aku guru, karena sudah meragukan dirimu." Abinawa bersujud memohon maaf kepada Girih Fatih karena sudah meragukan kualitas dirinya.
"Tidak usah kau pikirkan, aku pun dulu sempat berpikir sama seperti yang kau pikirkan ... Sekarang persiapkan dirimu untuk latihan selanjutnya."
"Latihan selanjutnya adalah pernafasan."
Girih Fatih memerintahkan Abinawa untuk membuka bajunya dan memerintahkan untuk lompat ke dalam lubuk (Sungai yang dalam).
"Meluncur sampai dasar dan tahan nafas selama yang kau bisa." Pinta Girih Fatih.
Abinawa tanpa banyak bertanya lagi, langsung melesat atau meluncur menuju dasar lubuk. Dia bertahan cukup lama, sebelum kembali ke daratan dengan nafas yang sesak.
"Kau baru boleh berhenti, jika sudah mencapai target yang aku tentukan." Kata Girih Fatih, sembari mengambil posisi duduk di bawah pohon rindang, lengkap dengan satu buah apel segar.
Abinawa yang mendengar hal itu, hanya bisa tersenyum tipis. Dia sadar jika latihan kali ini akan jauh lebih rumit dan menyiksa.
"Aku harus kuat, karena tidak ada pendekar hebat yang lahir oleh latihan sederhana." Abinawa bertekad.
Setelah nafasnya kembali normal, Abinawa kembali meluncur ke dalam lubuk dan menahan nafas selama yang dia bisa. Abinawa terus melakukan hal itu secara terus menerus, hingga hari berganti gelap.
Bahkan, tanpa terasa hari telah berganti dengan cepat dan Abinawa masih melakukan latihan yang sama secara berulang-ulang.
"Aku harus segera menyelesaikan latihan ini, agar bisa memulai menu latihan selanjutnya." Abinawa bertekad keras di dalam hatinya.
Abinawa dengan cepat kembali meluncur menuju dasar lubuk. Berbeda dari sebelumnya, kali ini dengan waktu yang lama.
"Akhhhh .... " Abinawa berteriak dengan keras.
Beberapa saat kemudian, sosok Abinawa sudah kembali ke daratan dengan nafas ngos-ngosan, sembari tangan kanannya memegang dadanya yang terasa sesak.
Girih Fatih yang melihat hal itu tersenyum puas, dia lantas berjalan pelan ke arah Abinawa.
"Kau sudah berhasil, istirahatlah karena besok kita akan memulai latihan bela diri yang sesungguhnya." Kata Girih Fatih.
Abinawa yang mendengar hal itu, tentu langsung bersorak dengan riang dan tanpa sadar melupakan rasa sesak dan nyeri di bagian dadanya.
Matahari bersinar dengan terang, memberikan penerangan bagi seluruh dunia. Sejuknya angin pagi menambah kesan indahnya suasana pagi ini.Abinawa sudah sejak pagi berada di lapangan bersiap untuk berlatih. Girih Fatih yang melihat hal itu, tentu tersenyum riang."Ku lihat kau sangat bersemangat sekali Abinawa." Kata Abinawa."Tentu saja guru, aku sudah tidak sabar untuk dapat menyimpan tenaga dalam di tubuhku dan menjadi seorang pendekar." Abinawa menjawab dengan semangat.Girih Fatih yang mendengar hal itu hanya bisa tersenyum lembut. Dia lantas menjelaskan jika proses yang harus di lalui oleh Abinawa masih panjang."Kau harus menguasai dasar bela diri terlebih dahulu, baru setelah ini kita memulai tahap penyimpangan tenaga dalam." Pinta Abinawa.Abinawa yang mendengar hal itu, tentu membuat dia kecewa. Namun, hal itu tidak membuat dia mundur.
Satu purnama berlalu dengan cepat, dantian di dalam tubuh Abinawa sudah terbuka dengan sempurna. Bukan hanya dantian, tetapi beberapa Meridian kecil di dalam tubuhnya ikut terbuka. Satu hal yang paling mengejutkan, yaitu Abinawa langsung memiliki tenaga dalam berjumlah besar di dalam tubuhnya. Abinawa juga merasakan jika tubuhnya terasa begitu ringan dan bertenaga. Tidak lama setelah itu, sosok yang di tunggu Abinawa akhirnya tiba. Dia adalah Girih Fatih yang datang untuk menjemput dirinya. Namun sosok Girih Fatih langsung menghentikan langkah kakinya saat merasakan aura dan tenaga dalam milik Abinawa. "Mustahil, bagaimana mungkin kau sudah memiliki satu jule tenaga dalam." Girih Fatih langsung di buat terkejut dan berdecak kagum saat menyadari jika saat ini Abinawa sudah berada di tingkatan pendekar ahli dan tidak terlalu jauh dari pendekar raja. "Apakah ada yang salah denganku guru?" Tanya Abinawa saat melihat gurunya berdiri kaku. Girih Fatih segera menggelengkan kepalanya deng
Abinawa cukup terkejut saat menemukan beberapa arwah atau hantu berkeliaran di desa ini. Dia merasakan aura jahat yang kuat dari dalam tubuh para hantu itu."Jadi ini yang membuat banyak warga desa mengusir diriku." Abinawa saat ini berada di atas genteng dan di tengah gelapnya malam, sehingga kehadirannya tidak di ketahui oleh para hantu tersebut.Selain itu, Abinawa juga menekan hawa kehadirannya dengan tenaga dalam. Mata Lanting Damar terus berusaha mengamati dan mengukur batas kemampuan, serta kekuatan yang di miliki oleh para hantu itu. "Mereka bukan masalah, aku yakin mampu mengalahkan mereka semua, tapi aku tidak menemukan siapa pengendali dari para hantu ini." Kata Abinawa dengan pelan.Abinawa tentu tidak ingin gegabah, dia ingin mengamati situasi terlebih dahulu agar tidak masuk dalam permainan yang sedang di mainkan oleh musuh.Abinawa menemukan jika terdapat dua orang yang berada di atas pohon yang sedang mengendalikan para hantu yang berkeliaran di desa."Dua orang pende
Ketika pertama kali masuk ke dalam gua, Abinawa menemukan banyak tanaman merambat memenuhi dinding gua. Beberapa batu juga di sudah tertutup rapat dengan lumut.Kondisi gua sendiri sangat lembab, karena sinar matahari tidak masuk hingga ke dalam gua."Gua ini benar-benar tidak pernah di masuki dalam waktu yang sangat lama." Abinawa bergumam sambil terus melangkahkan kakinya memasuki gua semakin dalam.Tidak ada jebakan ataupun halangan yang menghambat langkah kakinya. Hal ini tentu membuat Abinawa merasa aneh, tidak mungkin rasanya tempat sebuah penyimpanan pusaka tidak ada jebakan ataupun pelindung tertentu yang menjadi rintangan untuk memiliki pusaka tersebut.Walaupun merasa aneh, akan tetapi Abinawa tidak menghentikan langkah kakinya. Dia tetap melanjutkan perjalannya. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, Abinawa menemukan sebuah sumur tua dan jalan yang buntu."Tidak ada jalan? Ini tidak mungkin, apa ini hanya pengecoh agar semua pendekar menganggap senjata pusaka itu s
Abinawa dengan cepat kembali melanjutkan perjalanan menyusuri jalan itu. Tidak ada halangan yang terlalu berat yang temukan oleh Abinawa, hanya beberapa jebakan kecil saja.Setelah menempuh perjalanan jauh di bawah tanah, Abinawa baru berhenti saat berada di dalam sebuah ruangan persegi empat. Tidak sama seperti sebelumnya, di dalam ruangan itu tidak ada patung batu, hanya sebuah ruangan persegi empat yang bersih dan di terangi oleh sebuah cahaya yang di hasilkan dari batu berlian."Ruangan ini sangat berbeda sekali dengan ruangan sebelumnya." Abinawa bergumam dengan pelan.Abinawa menemukan sebuah batu berbentuk pedang yang tertancap di batu besar yang berada di tengah ruangan persegi empat tersebut.Cukup lama Abinawa berpikir, sebelum menyentuh batu berbentuk pedang itu. Seketika saja tanah bergetar beberapa saat dan terjadi gempa bumi.Namun, hal itu tidak membuat Abinawa melepaskan genggamannya pada batu berbentuk pedang itu. Dia berusaha menarik paksa batu itu, karena hatinya y
Abinawa bergerak dengan cepat, melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Dia melesat menuju markas sementara bagi kelompok Elang Hitam yang sedang melaksanakan misi.Jarak antara desa dan markas tidak cukup jauh untuk ukuran seorang pendekar. Keadaan markas masih sama seperti pertama kali Abinawa pantau, sepertinya kematian dari dua orang anggota mereka tidak mereka ketahui, artinya tidak ada ilmu yang mengikat mereka sehingga kematian mereka akan segera di ketahui oleh komandan.Ilmu pengikat sukma sudah cukup terkenal di dunia persilatan, namun ilmu ini di katakan sudah punah ratusan tahun silam. Keistimewaan dari ilmu ini sendiri yaitu dapat mengikat sukma seseorang untuk setia kepada pemilik ilmu tersebut, selain itu ilmu ini juga dapat mengetahui seseorang sudah mati atau masih hidup."Aku akan memulai dari yang lemah, hingga komandan pasukan ini." Abinawa kembali menarik pedang di punggungnya, dia melesat dengan cepat ke arah dua orang yang sedang berjaga. Hanya dalam beberapa
Markas sementara Elang Hitam benar-benar di buat porak-poranda oleh Abinawa. Beberapa anggota Elang Hitam sudah berjatuhan dan bersimbah darah.Ankara yang menjadi komandan pasukan ini hanya bisa tersenyum getir. Dia memutar otaknya berusaha mencari celah Abinawa untuk menyelamatkan diri."Ingin melarikan diri, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi." Tidak ada jawaban dari Ankara, dia mulai menyadari jika sosok Abinawa tidak sederhana, sosok yang haus darah. "Kita tidak pernah bertemu sebelumnya saudaraku, aku rasa kita juga tidak pernah terlibat masalah."Ankara berusaha mencari celah untuk berdamai dengan sosok Abinawa, karena dia menyadari jika dia tidak akan mungkin mampu menang jika pertarungan kembali di mulai."Haha, ingin berdamai setelah kau mengetahui batas kemampuan yang kau miliki? Apakah seperti ini mental anggota Elang Hitam, sungguh memalukan sekali."Ankara akhirnya memilih menggenggam erat pedangnya, dia sadar tidak ada tawar-menawar dari Lanting Damar. Oleh seba
Gerbang Kota Bandar Agung terlihat begitu ramai hari ini, antrian di depan gerbang terlihat sangat panjang. Terlihat berbagai kalangan berada di dalam antrian tersebut."Antrian yang sangat panjang." "Sebaiknya kita mencari tempat istirahat terlebih dahulu Lanting." Ajak Tuk Hawi.Abinawa memang memilih untuk terus bersama dengan Tuk Hawi, paling menimal sampai mereka berada di dalam Kota Bandar Agung. Hal itu tentu karena Lanting Damar sudah tidak memiliki identitas diri dan akan membuat dirinya sulit untuk masuk ke dalam kota."Terimakasih atas kebaikan Tuk Hawi, jika tidak bersama dengan Tuk Hawi mungkin saya akan kebingungan mencari jalan untuk masuk ke dalam Kota Bandar Agung ini." Sekali lagi Abinawa mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Tuk Hawi atas kebaikannya."Haha, tidak usah terlalu kau pikirkan, kau juga sudah menjaga keselamatan diriku dengan baik selama perjalanan tadi, sudah sepantasnya bukan aku juga membantumu sekali lagi." Balas Tuk Hawi.Abinawa yang mendengar