Galuh Tapa sudah menyiapkan beberapa hal yang dibutuhkan untuk kembali lagi Bumi Besemah. Ratu Lindang Mayang telah meminta pelayan untuk menyiapkan satu kereta kuda perbekalan yang diperlukan.Tapi pada akhirnya, pemuda itu tidak berniat membawa apapun.''Perjalananmu sangat jauh nak, kenapa kau tidak ingin membawa bekal? ''Lindang Mayang terlihat heran dengan sikap Galuh Tapa.''Tidak ibu, itu akan sangat merepotkan.''Kali ini Galuh Tapa tidak berniat melakukan perjalanan melewati daratan, akan butuh waktu beberapa hari untuk tiba di dataran Pasmah. Dia memutuskan untuk terbang.Jadi dia sudah meminta beberapa pelayan untuk menyiapkan sebuah alat untuk mengangkut panglima kumbang, mungkin sebuah gerobak atau kotak besar.Ratu Lindang Mayang tidak berkata lebih lanjut, melainkan menyodorkan sebuah baju perang yang berwarna merah tua dengan ukiran kuning ke emasan di bagian lengannya.''Ini adalah pakaian dari leluhurmu, digunakan ketika negeri Benua Keling menghadapi peperangan pul
Kinanti sangat setuju, dia mungkin sudah banyak kehilangan energi, memulihkan tenaga yang telah banyak terkuras butuh waktu beberapa hari agar energi itu kembali stabil kembali. Tapi yang penting adalah memulihkan perutnya yang selalu meronta.''Ini adalah ayam bakar ukuran besar. ''Kinanti memainkan moncong panglima kumbang yang terlihat sangat kesal. ''Ini bagianku, kau ambil ayam bakar yang ini. ''Gadis itu menyodorkan satu ayam bakar yang ukurannya lebih kecil dari miliknya, nyaris paling kecil diantara ayam bakar yang lain.''Bubur Tiran. ''Galuh Tapa mengeluarkan semangkok besar bubur itu. ''Ini lebih nikmat dari pada ayam bakar milik kalian.''''Gheer'' Panglima Kumbang mengejek.''wele-wele, itu karena kau pilih-pilih kumbang. ''Galuh Tapa balas mengejek.''GHeer...''***Ketika malam hari, panglima kumbang sudah terlebih dahulu tidur dan mendengkur. Galuh Tapa merebahkan kepalanya pada perut macan hitam itu, kemudian diikuti Kinanti disisi berlawanan.Mereka memandangi langit
''Mari semuanya masuk kedalam!" Jaya Negara kembali mengajak sesepuh untuk melanjutkan diskusi mereka.Namun tidak ada kursi yang yang dapat diduduki Galuh Tapa didalam ruangan itu, semua kursi hanya cukup untuk para jumlah sesepuh dan petinggi kerajaan.''Galuh, silakan duduk di kursiku! ''Bagas Sanjaya meminta pemuda itu untuk duduk, tapi Galuh Tapa menolaknya. Dia hanya berdiri sementara semua pasang mata memandangi dirinya tanpa berkedip, seolah tidak percaya dengan keberhasilan pemuda itu.Kinanti tidak berniat memasuki ruangan itu, dia tidak suka berdebat dengan orang-orang yang keras kepala. Jadi gadis itu telah pergi lebih dahulu bersama panglima kumbang menuju tenda perguruan Teratai Putih."Aku akan membagi kelompok para pendekar beserta prajurit kerajaan." Jaya Negara mulai menandai dua lingkaran pada kertas lebar didepan meja bundarnya.''Sekitar ratusan pendekar harus mengawal perjalanan rakyat ke dataran Bumi Besemah, mencukupi dan melindungi hampir lima ribu rakyat kit
Namun kemudian ada beberapa orang lagi mendekati tenda itu.''Aku akan ikut bersamamu!'' Tiran Putih terkekeh kecil saat mengatakannya. ''Aku tidak ingin mati ditempat ini, lebih baik mati dalam medan petempuran.''Sehingga Galuh Tapa tersenyum kecil melihat keadaan pria itu, lalu dia menundukkan kepala untuk memberi penghormatan, tapi orang tua itu menepiskan tangannya. ''Kau adalah pemimpin kami saat ini, tidak perlu ada formalitas lagi''''Kanda Galuh, aku akan ikut pula besrsamamu.'' Kinanti membawa dua temannya yang lain, Cagar Alam dan Selasih. Tidak! Bukan dua tapi tiga, Panglima kumbang juga harus di perhitungkan.''Hanya sekitar ratusan lebih.'' Bagas Sanjaya tersenyum pahit, ketika dia mengetahui lebih banyak pengecut di Pasma Lebar.''Tidak masalah, lebih baik membawa seratus orang pemberani dari pada membawa seribu orang pengecut.''''Apa nama kelompok ini?'' Tanya Rangga Rajasa.''Apa?'' Sahut Bagas Sanjaya.''Kita harus punya nama yang bisa di ingat!'' Rangga Rajasa mel
"Kita akan mempelajari situasinya ketika berada di wilayah itu.'' Galuh Tapa tersenyum penuh arti. ''Tempat itu merupakan pemasok beras bagi desa-desa lain yang dikuasai pasukan Kelabang Iblis."Mengurangi jatah makan mereka, sama dengan mengurangi kekuatan musuh,'' Tiran Putih terkekeh kecil, satu-satunya orang yang mengerti maksud Galuh Tapa.Tentu saja hal yang dikatakan Tiran Putih adalah benar. Di dalam perang musuh yang tidak bermartabat akan mati tanpa makanan, tapi orang yang tidak bermartabat tidak akan mati di karenakan sudah biasa menghadapi situasi genteng seperti itu. Sementara kuda melaju dengan cepat menyelusuri jalan itu. Rumput-rumput yang tumbuh sepanjang badan jalan terpaksa harus layu setelah dua jam kaki kuda mematahkan mereka.Hingga sesekali Galuh Tapa melirik pasukan yang dia pimpin, menanyakan pada diri sendiri akankah yang dia lakukan benar.Namun kemudian kemantapan dalam jiwanya kembali bergelora, dan ketika saat ini mereka menemukan puluhan mayat yang mul
Sangat jelas, tembok itu di kelilingi dengan rumah-rumah yang nyaris hancur tanpa tersisa, kecuali rumah dalam tembok yang berukuran besar dan kecil."Matamu sangat tajam.'' Pria itu memuji Galuh Tapa. "Didalam anggotaku, hanya aku yang dapat melihat markas Kelabang Iblis itu dari bukit ini.''Tempat yang di katakan Galuh Tapa tersebut lumayan jauh jika di lihat dari bukit ini. Bagas Sanjaya sudah berusaha menajamkan pandangan matanya, menyipit dan melotot, tapi dia tidak bisa melihat satu bentuk bangunan yang mereka berdua katakan. hal itu membuat ia sangat kesal."Aku sudah pernah melihat langsung markas itu," Pria melanjutkan. ''Ada sekitar lima ratus prajurit yang berada didalam tembok. Mereka memperkerjakan wanita desa menanam padi dan ubi-ubian. Kemudian memaksa pria membangun bangunan tembok.''''Dalam radius empat hari perjalanan, markas itu paling penting di wilayah ini." Sunting Sirih memberanikan diri suara, ''karena mereka memiliki pusat makanan yang paling melimpah. Padi
Ketika malam hari, Galuh Tapa membawa pasukannya berjalan menuju desa kecil yang paling dekat dari tempat ini. Juga paling subur.Ini nampaknya awalan bagus untuk menaklukan musuh. Sekarang ada seratus kuda berjalan melewati medan terjal. Pemimpin jalan adalah Buja Surut.Setelah berhasil tiba dijalan yang sedikit landai, mereka sudah bisa melihat lampu-lampu obor bersinar terang hampir di setiap sisi desa itu.Namun ada banyak lampu obor berada yang mengelilingi bangunan yang sekarang dijaga dua puluh atau mungkin sekitar dua puluh lima prajurit.Sedikit ke sisi barat desa itu, tanaman padi sudah terlihat menguning hampir sedikit lagi panen, tidak! Tapi mulai sudah panen, terbukti ada beberapa tumpukan jerami setinggi rumah ditengah ladang uma itu."Aku ingin kalian semua membakar uma ini!'' Galuh Tapa memberi perintah pada beberapa orang prajurit."Apa yang kau lakukan?'' Buja Surut membantah, "Jika kita bisa menguasai perkebunan ini, semua rakyat akan makan nasi."Tiran putih terke
Cagar Alam mengeluarkan tendangannya, dengan dua kali tendangan akhirnya pintu terbuka. Tapi dia segera menutup kembali pintunya. ''Apa yang terjadi?'' Selasih mendekati kekasihnya itu."Aku akan menyerang di sisi lain, kau ajak para wanita untuk mengurus mereka, tiga detik setelah mengatakan hal itu, Cagar Alam bergerak lebih brutal dari biasanya.Entah kenapa pria itu bersikap begitu, tapi Selasih segera tahu alasannya ketika menemukan hampir dua puluh gadis belia diantara para wanita tanpa menggunakan sehelai pakaian.Didalam rumah itu, masih ada beberapa orang anggota Kelabang Iblis yang terlelap dengan cawan-cawan arak di tangan mereka. Hingga membuat meledak pula kemarahan Selasih, dia dengan kuat menyeret beberapa orang pria hidung belang keluar dari tempat itu."Kalian semua carikan pakaian untuk mereka!'' teriak selasih meminta semua pendekar wanita untuk bergerak cepat. "Para...ini tidak layak untuk diberi kehidupan, aku akan membuat mereka menderita sebelum ajal mereka men
"Aku tidak sempat menanyakan hal itu pada ayahku, kedatangan kita bersamaan dengan surat panggilan dari Negri Singunan untuk Ayahanda" ucap Ringgina."Surat dari Negri Singunan?" Galuh Tapa terlihat kecewa."Negri Singunan memberi informasimengenai Putra bungsu mereka. Pangeran Rengkeh dikabarkan belum kembali setelah melakukan Kunjungan ke Negri Bumi Besemah.""Rengkeh?" Galuh Tapa bergumam pelan."Apa kau mengetahui nama itu?" Ringgina bertanya."Ah, aku belum pernah mengenal namapangeran dari Negri Singunan." Galuh Tapa berbohong, tentu saja dia mengetahui Pangeran Rengkeh, karena dia sendirilah yang berhasil mengalahkan pemuda licik itu beserta senopati dan anak buahnya."Tapi jangan risau, Ayahku memang sedang kembali lagi ke Negri Singunan, disini ada tabib hebat yang bisa membuat penawar racun itu, dia adalah kepercayaan Ayahku.""Benarkah?""Ya, aku akan menemui tabib itu besokpagi" Ringgina tersenyum kecil, meski diatidak begitu yakin dapat meminta sangtabib untuk membua
Sehingga Angsa Putih mendesah pelan, lantas menepuk pundak temannya tiga kali. "Ki Santa tidak di undang dalam rapat itu, ketentuan nasip para tawanan tergantung Paduka Raja Jaya Negara beserta pejabat kerajaan. Kita hanya persatuan Hulubalang, bahkan Damar Tirta tidak di undang dalam rapat itu."Ki Jangga menatap mata Angsa putih dengan tajam, untuk beberapa saattidak berkedip sedikitpun. Lantasmengalihkan pandangan pada seributawanan dengan kebencian."Tenangkan perasaanmu kawan! Tidak ada gunanya kau menaruh dendam padatawanan yang tidak lagi berdaya." AngsaPutih menuangkan arak pada dua cawan,kemudian salah satunya disodorkan kepada Ki Jangga. "Akan ada waktunya kau bisa mengamuk sesuka hatimu, tentu saja bukan pada seribu orang di sana yang tidak memiliki kemampuan, atau pula pada tua bangka Ki Santa.Ki Jangga terdiam lagi, kali iniurat-urat di keningnya keluar bak cacingdibalik kulit, tampak sedang berpikirmungkin pula mencerna perkataansahabatnya."Perang belum berhe
"Tawanan?" Ki Jangga berkata geram.Wajah pak tua itu terlihat tergores tipisakibat panah yang melesat ke arahkepalanya. "Aku akan membunuh kaliansemuanya, semuanya!" Dia berteriak keras."Musuh sudah mengaku kalah, tidak adayang berhak untuk membunuh mereka." Ki Santa membantah keputusan Ki Jangga."Tua Bangka, kau bukan orang suci yangbisa menentukan siapa yang layak dan tak layak hidup di sini." Ki Jangga beteriak kesal, ya diantara Sesepuh tua hanya dia yang terluka, bagaimana wajah orang itu tidak merah karena marah atau pula karena malu?"Tidak ada yang boleh membunuh siapapun yang mengaku kalah, menyerah dan mengangkat bendera putih" Ki Santaberkata lagi, menegaskan bahwaucapannya tidak main-main.Orang tua itu melirik beberapa pendekarhebat yang berada di hadapannya satupersatu, bahkan Damar Tirta selaku ketua Persatuan Hulubalang. Terlihat tiada orang yang membantah keputusan orang tua itu, kecuali Ki Jangga."Meski kita dalam medan perang, tapitoleransi hidup haru
Baru saja berdiri, -menyeka darah yangmengalir dari luka di dada akibat tebasan Ki Santa, Angsa Putih segera mematukkepala mereka hingga mati.Hingga Ki Santa tersenyum kecil di kejauhan, dia memang sengaja tidak membunuh mereka berdua agar Angsa Putih tidak merasa kecil hati atau, tidak terlalu terhina. Sudah cukup perselisihan selama ini hanya karena beranggapan-siapa paling hebat dari siapa?Namun terlihat Angsa Putih meludah dua kali, orang tua itu lalu menyapukan pandangan di sekitarnya mencoba menemukan Ki Santa tapi tidak berhasil.Kemudian senyum kecil tersungging dibibirnya yang peot dan berkerut, lalusemenit kemudian terkekeh. "Sekarang aku mengakui, dia lebih hebat dariku. Tuabangka Ki Santa itu, sudah sepatutnyanamanya di kenal di seluruh dunia Persilatan di tanah Pasmah."Hingga kemudian Angsa Putih kembali memasuki kerumunan pertempuran. Dia bergerak cepat, melawan orang-orang yang terlihat cukup kuat. Orang tua itu juga membantu beberapa prajurityang sedang dalam
"Senjatamu besar sekali, tapi bergeraklambat." Kerangka Ireng berkata datar, lali melepaskan kembali dua serangan hingga dua larik cahaya keluar dari matatombaknya, melesat cepat.Damar Tirta harus rela merebahkantubuhnya, menopang dengan telapaktangan kanan. Dua larik cahaya tipis itulewat satu jengkal di atas wajah, terusnyasar dan mengenai lima tubuh di belakang Damar Tirta.Hingga lima detik setelah tubuh orang itu dilewati cahaya -meledak seperti terpanggang.Damar Tirta berdecak kesal, dia memutartubuhnya kemudian secara bersamaanmenjentikkan jari telunjuk. Pedang cahaya miliknya melesat ke arah Krangka Ireng, tapi pria itu memiliki tubuh yang licin, dengan mudah dia menghindari serangan Damar Tirta.Tidak menarik kembali pedangnya Damar Tirta terus melajukan pedang hingga menembus dua puluh orang bawahan Kerangka Ireng. empat kali lipat lebih banyak dibandingkan serangan Pria berzirah perang itu.Baru dalam beberapa menit saja, telahterjadi pertukaran ratusan serangan
Sehingga sontak saja semua prajurit yang mendengar perkataan pria itu berteriak penuh semangat, seolah tubuh mereka mendidih karena marah. Dada mereka berdetak lebih cepat dari sebelumnya, mata mereka nanar tajam menyambut derap penjajah."Teriakan keberanian" Pekik Candi Jaya. "Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup.""Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup."Sontak pula para prajurit Jalang Pasmahmengikuti teriakan yang bergema darimulut prajurit Bumi Besemah, hingga dalam hitungan detik saja seisi benteng pertahanan dipenuhi teriakan bergema.Ki Santa dan dua orang bersamanya tersenyum kecil di atas tiang menara tertinggi, sebuah kata bijak yang membangkitkan semangat juang, pikirnya.Lalu dua menit kemudian, terdengar suara terompet dari tanduk kerbau berbunyi di sisi paling selatan kemudian disusul suara terompet di sisi paling utara. Lalu setelah itu, genderang perang bertabuh-tabuh, tanda musuh sudah berada di depan mata.Bak semut hitam, musuh berbaris rapimele
Setelah kepergian Galuh Tapa. Bagas Sanjaya adalah orang yang bertanggung jawab penuh atas Markas Periangan. Dia mengatur segala hal sendirian, kecuali jika Tiran Putih sedang memiliki waktu luang untuk memberikan masukan untuknya.Galingga Tirta memang petarung hebat,tapi dia tidak memiliki otak. Kecualibertarung dan menggoda gadis-gadiscantik di tempat ini, tiada hal lain yangdilakukan pemuda itu.Tidak beberapa lama, derap langkah kakikuda tiba-tiba memasuki gerbang Markas Periangan. Ada sekitar dua puluh orang penunggang kuda, dan salah satu dari mereka jelas dikenali Bagas Sanjaya, Rangga rajasa."Patih Bagas Sanjaya" Rangga Rajasa memberi hormat. "Setelah mendengar kalian berhasil menaklukkan markas ini, aku segera menyusul bersama dengan beberapa orang yang lainnya. Jangan khawatir, markas kecil di seberang sungai sangat aman terkendali, sekarang Buja Surut beserta pendekar pemanah dan beberapa pendekar lain bertugas mengatur markas itu."Bagas Sanjaya menarik napas lega.
Hingga terang benderang pikiran Pendekar Janggala setelah tiga benda kegelapan itu hilang dari kepalanya. Sekarang pikirannya terasa lebih jernih, kepalanya terasa lebih ringan dari sebelumnya.Seperti yang di ketahui, susuk Magalahtidak akan bisa di cabut kecuali penggunanya akan mengalami kematian.Tapi Galuh Tapa bisa melakukan hal itu,mungkin saja karena energi alam yangbercampur dengan berkah batu mustika yang ada, atau pula karena nasib baik Pendekar Janggala untuk menebus dosa-dosannya.Lidah Pendekar Janggala terasa kelu untuk beberapa saat, dia hendak mengatakan rasa syukur dan terima kasih tapi suaranya terasa terhenti di kerongkongan. Hanya air mata yang menjawab perkataan Pemuda Pedang Pusaka Lintang Kuning."Terima kasih...terima kasih..." Merah Jambon Barat sujud tiga kali di telapak kaki Galuh Tapa, lalu buru mengangkat tubuh Janggala."Kau harus merawat gurumu dengan baik, lukanya perlu diobati!" ucap Galuh Tapa."Kami akan mengingat kebaikan ini, suatu saat nanti j
Belum sampai kuku tajamnya di wajahGaluh Tapa, tiba-tiba gerakannyaterhenti seketika. Wajah bangganya mulai menyurut.lima detik kemudian dia berteriak kesakitan, tubuhnya tersungkur di permukaan tanah, kedua tangannya mencengkram dada dengan kuat. Pak tua itu berguling tak karuan, darah segar keluar menodai pakaian.Ketika hal itu terjadi, Galuh Tapa tidakingin menunggu lama, segera dia melesat di udara. Dia melepaskan beberapa serpihan batu mustika sebagai senjata tepat mengenai kaki orang tua itu, hingga tubuhnya terpasak di tanah, lalu dua buah lagi senjata secara bersamaan mengenai bahu kiri dan kanan.Pendekar Janggala dalam kondisiterlentang, serpihan tertancap dalam dan terasa panas membara. Tangannya berusaha melepaskan dua pedang yang menancap di bahunya tapi tidak mampu.Nampak belum menyerah, kilatan ungumemancar sesaat lalu dua larik cahayamelesat menuju Galuh Tapa, tapi kali inipemuda itu dapat menangkisnya.Beberapa saat kemudian, suasana ditempat itu menjadi pa