Beberapa dari tempat tidur juga terbuat dari susunan tengkorak manusia dan binatang, dengan gumpalan rambut sebagai alas pembaringan. Baunya tentu saja cukup menyengat, bahkan panglima kumbang harus menjauh beberapa puluh meter dari tempat itu.Selang beberapa menit, dua siluman yang dihadapi Andaran terbunuh seketika mencoba melarikan diri dari serangan pria itu. Tubuh salah satu mahluk itu terpotong menjadi dua bagian, sementara yang satunya lagi terpenggal.Disisi lain, Kinanti telah menyelesaikan pertarungannya. Gadis itu menarik kembali semua cakra yang berterbangan, dan menyimpannya pada jepit rambut yang menghias indah di kepala.''Rupanya jepit itu adalah senjata. ''Galuh Tapa tidak percaya.Melihat rumah kebanggaannya roboh, tatapan bengis sang siluman tertuju kepada Galuh Tapa. Gigi Taringnya menyembul dari balik bibir, sedangkan bola matanya menyala merah darah seperti hendak mengoyak keberanian.''Kalian semua harus mati! ''ucap siluman kera.''Ya...aku setuju, tapi...''G
Sebenarnya tempat yang ditunjuk Galuh Tapa masih cukup jauh, Kinanti belum bisa melihat perkebunan itu, atau suara manusia yang bertukar cerita.''Aku akan mengendongmu jika kau tidak keberatan? ''Galuh Tapa membungkukkan badan, berniat menyabut tubuh Gadis itu.''Tidak perlu aku baik-baik saja. Aku tidak ingin menyusahkan dirimu. ''Kinanti menolak.''Gheer...''Panglima kumbang menggeram pelan.''Tidak, aku tidak akan mengendongmu! ''Galuh Tapa menepiskan tangannya. ''Tubuhmu lebih besar dariku.''Setelah hampir memakan waktu tiga jam lamanya, ketika senja mulai meninggalkan dunia berganti dengan gelap gulita malam, akhirnya mereka memijakkan kaki dipermukaan tanah yang datar.Benar, ini adalah perkebunan yang diucapkan Galuh Tapa dari atas bukit tinggi tadi. Aroma buah itu tercium khas sebab buah matang hampir memenuhi setiap tangkai tanaman tersebut.Ditengah kebun, mereka melihat pendar cahaya pelita yang keluar dari celah papan berlubang pada sebuah rumah panggung.''Permisi...ada
Setelah itu mereka lantas melanjutkan kembali perjalanan, meninggalkan rumah dan perkebunan yang berbuah lebat. Jalan setapak bebatuan dan menurun sekarang menyambut langkah kaki mereka bertiga.''Kanda, aku membuatkan ini untukmu. Mungkin tidak terlalu bagus tapi aku yakin pakaian ini cukup berguna untuk menghangatkan tubuhmu.''Kinanti menyerahkan jubah, yang dia buat selama beberapa hari terakhir di tempat pengungsian. pakaian itu berwarna hitam dengan motif merah sebagai perlambangan batu pusaka yang ada ditubuh Galuh Tapa, dengan bahan dari kulit domba.Ditengah dada ada sedikit lubang, bertujuan untuk mempermudah Galuh Tapa ketika mengeluarkan energi batu tersebut.Kekasihnya itu telah memikirkan hal ini beberapa kali dan menurutnya Galuh Tapa harus menggunakan pakaian yang di buatnya untuk menutupi tubuhnya dan agar tidak menarik perhatian bagi siapa yang melihat.Tentu saja, kulit ditubuh itu tidak mirip seperti kulit pada umumnya. Bahkan Jaka Payang beberapa kali kedapatan me
Setiap perbatasan yang mereka lalui, terlihat bendera besar berkibar, berwarna merah, lambang api yang membara ditengah bendera itu. Lambang kejayaan, kekuatan, keberanian dan keadilan bagi kerajaan Bumi Besemah.Sekilas segel itu hampir mirip dengan segel para alam lelembut. Bahkan jika mereka menyadarinya ukiran api yang mengeliling bendera mirip dengan tanda yang ada ditubuh Galuh Tapa.Namun rupanya, Galuh Tapa menyadari hal itu, entah apa gerangan? Tapi berada di tanah ini membuatnya tiba-tiba merindukan sesosok ibu, merindukan halaman kampung.''Apa yang terjadi denganku? ''pemuda itu bergumam sembari meraba dadanya yang sesak, aku seperti pernah memijakkan kaki ditempat ini.''Setelah berjalan seharian penuh, pemuda itu menghentikan laju kereta kuda di ujung desa. Tepat dipinggir sawah yang terhampar luas dengan padi menguning siap panen. Beberapa orang terlihat mengusir burung pipit yang pergi dan datang silih berganti.''Apakah kita akan istirahat disini? ''Kinanti keluar dar
Setelah berjalan cukup jauh, Galuh Tapa menghentikan laju kuda didepan rumah makan yang hampir semua warna ditempat itu berwarna kuning.''Kita akan bermalam ditempat ini. ''Galuh Tapa berkata, sembari menggiring kuda di samping kedai itu.''gheer...''Panglima kumbang menggeram pelan.''Kau harus tetap didalam gerobak, aku akan membawa makanan untukmu.''Hingga kemudian Galuh Tapa bersama Kinanti meniti tangga pendek, lalui menemui seorang pelayan yang sedang sibuk menghitung kepingan perak dan emas. Wajah pria itu, kecil tapi memiliki bola mata besar.''Kisanak kami membutuhkan makanan dan tempat duduk yang kosong. ''Kinanti menyodorkan satu keping emas.''Satu keping emas? ''pria itu mengangkat alis. ''Satu keping emas sama dengan seratus keping perak dan seratus keping perak hanya untuk makan satu orang saja. Beri aku dua keping emas untuk kalian berdua! ''Pria itu tersenyum kecil.Pedagang ulung, setelah melihat gerobak besar yang mereka bawa, pedagang itu bisa menaksir bahwa tamu
Namun pria itu tidak berhasil melanjutkan ucapannya, setelah satu kacang mendarat tepat di rahangnya yang keras, membuat dia terhempas di meja makan hingga berhamburan.Dia meringis kesakitan, menatap sosok wanita yang baru saja menyerangnya dengan biji kacang dan sekarang serangan kedua kembali menghantam bola matanya.Akkk...! Akkk...!Akkk...!Pria itu meringis kesakitan, sementara Kinanti tersenyum sinis memandangi dirinya.''Kurang ajar, rupanya kau hendak mencari kematian! ''Salah satu bandit yang lain menghunus golok besar.Bersamaan dengan itu, pemilik warung makan segera berlari menghampiri anak gadisnya kemudian memandangi Kinanti dengan rasa bersalah.''Maafkan aku tuan pendekar, karena mempermainkan harga kepada kalian berdua, tapi sekarang aku harap belas kasihan kalian untuk menolong kami. ''ucapnya.Kinanti menatap pemilik warung penuh makna. ''Tidak usah merengek seperti bayi kecil! Aku akan menghajar semua orang ini bukan karena dirimu tapi demi anak gadismu.''Hing
Setelah itu, dia keluar dari dalam kamarnya, berjalan mendekati gerobak dimana suara dengkuran panglima kumbang cukup memekakkan telinganya yang sensitif. Pemuda itu tidak berniat mengusik dia kemudian berjalan mendekati bibir pantai yang menderu.Malam ini bulan sabit bersinar terang seperti menggantung diatas permukaan laut, ditemani dengan bintang berkelip indah di langit tanpa awan. Sekarang mungkin pukul dua malam suasana tampak sepi, tidak terdengar lagi derap langkah kuda yang berlalu-lalang di jalanan.Hingga pemuda itu mencari sesuatu untuk diduduki, lalu menemukan sebongkah batu cukup besar yang sedikit menjorok ke pantai. Galuh Tapa pun duduk diatas batu itu, sembari bersila dan mulai memejamkan mata.Sesekali Galuh Tapa merasakan negeri ini tidak asing lagi bagi dirinya, seakan dia pernah memijakkan kaki ditempat ini, melakukan meditasi ditepi pantai.Namun perasaan itu segera ditepisnya, dia kembali memejamkan mata untuk merasakan aliran energi alam pada bentangan luas la
Mendengar perkataan pemuda itu, Sundan Alas hanya tersenyum kecil, dia tidak mempermasalahkan hal itu meski memang tempat duduknya terasa sempit harus berbagi dengan Galuh Tapa.''Paman? Jelaskan padaku, mengenai negeri ini?''Sundan Alas belum menjawab, dia menoleh kearah Galuh Tapa beberapa kali sebelum mengawali ceritanya.Bumi Besemah adalah kerajaan yang makmur dan sangat berkembang, mereka pandai berteman dengan kerajaan lain melalui kerjasama perdagangan maupun politik. Pengaruh kerajaan Bumi Besemah di negeri lain menjadikan negeri ini terkenal dan sangat dihormati.Ada banyak pedagang asing yang singgah ke Bumi Besemah umumnya membeli rempah-rempah seperti pala, itulah kenapa ada banyak petani pala yang ditemui Galuh Tapa di perjalanannya.Sejak moyang mandare, Bumi Besemah mulai berkembang pesat menjadi negeri ternama berkat ke maheran mereka dalam berbisnis. Semboyan Bumi Besemah, menaklukan wilayah tanpa ada pertumpahan darah.''Ketika sebuah negeri selalu bergantung kep
"Aku tidak sempat menanyakan hal itu pada ayahku, kedatangan kita bersamaan dengan surat panggilan dari Negri Singunan untuk Ayahanda" ucap Ringgina."Surat dari Negri Singunan?" Galuh Tapa terlihat kecewa."Negri Singunan memberi informasimengenai Putra bungsu mereka. Pangeran Rengkeh dikabarkan belum kembali setelah melakukan Kunjungan ke Negri Bumi Besemah.""Rengkeh?" Galuh Tapa bergumam pelan."Apa kau mengetahui nama itu?" Ringgina bertanya."Ah, aku belum pernah mengenal namapangeran dari Negri Singunan." Galuh Tapa berbohong, tentu saja dia mengetahui Pangeran Rengkeh, karena dia sendirilah yang berhasil mengalahkan pemuda licik itu beserta senopati dan anak buahnya."Tapi jangan risau, Ayahku memang sedang kembali lagi ke Negri Singunan, disini ada tabib hebat yang bisa membuat penawar racun itu, dia adalah kepercayaan Ayahku.""Benarkah?""Ya, aku akan menemui tabib itu besokpagi" Ringgina tersenyum kecil, meski diatidak begitu yakin dapat meminta sangtabib untuk membua
Sehingga Angsa Putih mendesah pelan, lantas menepuk pundak temannya tiga kali. "Ki Santa tidak di undang dalam rapat itu, ketentuan nasip para tawanan tergantung Paduka Raja Jaya Negara beserta pejabat kerajaan. Kita hanya persatuan Hulubalang, bahkan Damar Tirta tidak di undang dalam rapat itu."Ki Jangga menatap mata Angsa putih dengan tajam, untuk beberapa saattidak berkedip sedikitpun. Lantasmengalihkan pandangan pada seributawanan dengan kebencian."Tenangkan perasaanmu kawan! Tidak ada gunanya kau menaruh dendam padatawanan yang tidak lagi berdaya." AngsaPutih menuangkan arak pada dua cawan,kemudian salah satunya disodorkan kepada Ki Jangga. "Akan ada waktunya kau bisa mengamuk sesuka hatimu, tentu saja bukan pada seribu orang di sana yang tidak memiliki kemampuan, atau pula pada tua bangka Ki Santa.Ki Jangga terdiam lagi, kali iniurat-urat di keningnya keluar bak cacingdibalik kulit, tampak sedang berpikirmungkin pula mencerna perkataansahabatnya."Perang belum berhe
"Tawanan?" Ki Jangga berkata geram.Wajah pak tua itu terlihat tergores tipisakibat panah yang melesat ke arahkepalanya. "Aku akan membunuh kaliansemuanya, semuanya!" Dia berteriak keras."Musuh sudah mengaku kalah, tidak adayang berhak untuk membunuh mereka." Ki Santa membantah keputusan Ki Jangga."Tua Bangka, kau bukan orang suci yangbisa menentukan siapa yang layak dan tak layak hidup di sini." Ki Jangga beteriak kesal, ya diantara Sesepuh tua hanya dia yang terluka, bagaimana wajah orang itu tidak merah karena marah atau pula karena malu?"Tidak ada yang boleh membunuh siapapun yang mengaku kalah, menyerah dan mengangkat bendera putih" Ki Santaberkata lagi, menegaskan bahwaucapannya tidak main-main.Orang tua itu melirik beberapa pendekarhebat yang berada di hadapannya satupersatu, bahkan Damar Tirta selaku ketua Persatuan Hulubalang. Terlihat tiada orang yang membantah keputusan orang tua itu, kecuali Ki Jangga."Meski kita dalam medan perang, tapitoleransi hidup haru
Baru saja berdiri, -menyeka darah yangmengalir dari luka di dada akibat tebasan Ki Santa, Angsa Putih segera mematukkepala mereka hingga mati.Hingga Ki Santa tersenyum kecil di kejauhan, dia memang sengaja tidak membunuh mereka berdua agar Angsa Putih tidak merasa kecil hati atau, tidak terlalu terhina. Sudah cukup perselisihan selama ini hanya karena beranggapan-siapa paling hebat dari siapa?Namun terlihat Angsa Putih meludah dua kali, orang tua itu lalu menyapukan pandangan di sekitarnya mencoba menemukan Ki Santa tapi tidak berhasil.Kemudian senyum kecil tersungging dibibirnya yang peot dan berkerut, lalusemenit kemudian terkekeh. "Sekarang aku mengakui, dia lebih hebat dariku. Tuabangka Ki Santa itu, sudah sepatutnyanamanya di kenal di seluruh dunia Persilatan di tanah Pasmah."Hingga kemudian Angsa Putih kembali memasuki kerumunan pertempuran. Dia bergerak cepat, melawan orang-orang yang terlihat cukup kuat. Orang tua itu juga membantu beberapa prajurityang sedang dalam
"Senjatamu besar sekali, tapi bergeraklambat." Kerangka Ireng berkata datar, lali melepaskan kembali dua serangan hingga dua larik cahaya keluar dari matatombaknya, melesat cepat.Damar Tirta harus rela merebahkantubuhnya, menopang dengan telapaktangan kanan. Dua larik cahaya tipis itulewat satu jengkal di atas wajah, terusnyasar dan mengenai lima tubuh di belakang Damar Tirta.Hingga lima detik setelah tubuh orang itu dilewati cahaya -meledak seperti terpanggang.Damar Tirta berdecak kesal, dia memutartubuhnya kemudian secara bersamaanmenjentikkan jari telunjuk. Pedang cahaya miliknya melesat ke arah Krangka Ireng, tapi pria itu memiliki tubuh yang licin, dengan mudah dia menghindari serangan Damar Tirta.Tidak menarik kembali pedangnya Damar Tirta terus melajukan pedang hingga menembus dua puluh orang bawahan Kerangka Ireng. empat kali lipat lebih banyak dibandingkan serangan Pria berzirah perang itu.Baru dalam beberapa menit saja, telahterjadi pertukaran ratusan serangan
Sehingga sontak saja semua prajurit yang mendengar perkataan pria itu berteriak penuh semangat, seolah tubuh mereka mendidih karena marah. Dada mereka berdetak lebih cepat dari sebelumnya, mata mereka nanar tajam menyambut derap penjajah."Teriakan keberanian" Pekik Candi Jaya. "Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup.""Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup."Sontak pula para prajurit Jalang Pasmahmengikuti teriakan yang bergema darimulut prajurit Bumi Besemah, hingga dalam hitungan detik saja seisi benteng pertahanan dipenuhi teriakan bergema.Ki Santa dan dua orang bersamanya tersenyum kecil di atas tiang menara tertinggi, sebuah kata bijak yang membangkitkan semangat juang, pikirnya.Lalu dua menit kemudian, terdengar suara terompet dari tanduk kerbau berbunyi di sisi paling selatan kemudian disusul suara terompet di sisi paling utara. Lalu setelah itu, genderang perang bertabuh-tabuh, tanda musuh sudah berada di depan mata.Bak semut hitam, musuh berbaris rapimele
Setelah kepergian Galuh Tapa. Bagas Sanjaya adalah orang yang bertanggung jawab penuh atas Markas Periangan. Dia mengatur segala hal sendirian, kecuali jika Tiran Putih sedang memiliki waktu luang untuk memberikan masukan untuknya.Galingga Tirta memang petarung hebat,tapi dia tidak memiliki otak. Kecualibertarung dan menggoda gadis-gadiscantik di tempat ini, tiada hal lain yangdilakukan pemuda itu.Tidak beberapa lama, derap langkah kakikuda tiba-tiba memasuki gerbang Markas Periangan. Ada sekitar dua puluh orang penunggang kuda, dan salah satu dari mereka jelas dikenali Bagas Sanjaya, Rangga rajasa."Patih Bagas Sanjaya" Rangga Rajasa memberi hormat. "Setelah mendengar kalian berhasil menaklukkan markas ini, aku segera menyusul bersama dengan beberapa orang yang lainnya. Jangan khawatir, markas kecil di seberang sungai sangat aman terkendali, sekarang Buja Surut beserta pendekar pemanah dan beberapa pendekar lain bertugas mengatur markas itu."Bagas Sanjaya menarik napas lega.
Hingga terang benderang pikiran Pendekar Janggala setelah tiga benda kegelapan itu hilang dari kepalanya. Sekarang pikirannya terasa lebih jernih, kepalanya terasa lebih ringan dari sebelumnya.Seperti yang di ketahui, susuk Magalahtidak akan bisa di cabut kecuali penggunanya akan mengalami kematian.Tapi Galuh Tapa bisa melakukan hal itu,mungkin saja karena energi alam yangbercampur dengan berkah batu mustika yang ada, atau pula karena nasib baik Pendekar Janggala untuk menebus dosa-dosannya.Lidah Pendekar Janggala terasa kelu untuk beberapa saat, dia hendak mengatakan rasa syukur dan terima kasih tapi suaranya terasa terhenti di kerongkongan. Hanya air mata yang menjawab perkataan Pemuda Pedang Pusaka Lintang Kuning."Terima kasih...terima kasih..." Merah Jambon Barat sujud tiga kali di telapak kaki Galuh Tapa, lalu buru mengangkat tubuh Janggala."Kau harus merawat gurumu dengan baik, lukanya perlu diobati!" ucap Galuh Tapa."Kami akan mengingat kebaikan ini, suatu saat nanti j
Belum sampai kuku tajamnya di wajahGaluh Tapa, tiba-tiba gerakannyaterhenti seketika. Wajah bangganya mulai menyurut.lima detik kemudian dia berteriak kesakitan, tubuhnya tersungkur di permukaan tanah, kedua tangannya mencengkram dada dengan kuat. Pak tua itu berguling tak karuan, darah segar keluar menodai pakaian.Ketika hal itu terjadi, Galuh Tapa tidakingin menunggu lama, segera dia melesat di udara. Dia melepaskan beberapa serpihan batu mustika sebagai senjata tepat mengenai kaki orang tua itu, hingga tubuhnya terpasak di tanah, lalu dua buah lagi senjata secara bersamaan mengenai bahu kiri dan kanan.Pendekar Janggala dalam kondisiterlentang, serpihan tertancap dalam dan terasa panas membara. Tangannya berusaha melepaskan dua pedang yang menancap di bahunya tapi tidak mampu.Nampak belum menyerah, kilatan ungumemancar sesaat lalu dua larik cahayamelesat menuju Galuh Tapa, tapi kali inipemuda itu dapat menangkisnya.Beberapa saat kemudian, suasana ditempat itu menjadi pa