Share

BAB 4 - Tanaman Obat

Hari itu adalah hari keluarga bagi kediaman Duke. Duchess sengaja meminta butler untuk mengosongkan jadwal Duke, sore hari ini. Ia ingin membawa anggota keluarganya pergi minum teh bersama di taman. Seakan dirinya tahu, tak akan ada lagi hari keluarga untuk mereka.

Namun harapan Duchess gagal begitu saja, ketika Emperor tiba-tiba memanggil Duke untuk segera ke Istana.

"Kenapa Yang Mulia tiba-tiba memanggilmu. Apa yang sebenarnya ingin ia bicarakan."

Lilyana menghentikan suaminya, tepat sebelum Duke memasuki ruang kerja.

"Tenanglah, sayang. Mungkin Yang Mulia hanya ingin menyapaku, setelah sekian lama aku tidak kembali ke kota."

"Ia yang mengirimmu ke perbatasan dan sekarang ia berpura-pura ingin menyapamu. Apa itu masuk akal."

Jika Count Kris adalah kapten dari ksatria tim A, maka Duke Hans adalah kapten dari ksatria tim B. Para ksatria yang ditugaskan untuk menjaga wilayah gerbang perbatasan Murloc dari para monster.

"Ayah akan pergi?" tanya Arez saat melihat kedua orang tuanya tengah berbicara, berada di sebuah lorong dekat ruang kerja Duke.

"Emperor lagi-lagi memanggil ayahmu" kata Lilyana ketus.

"Ada urusan apa?"

"Itulah yang ibumu tanyakan. Bukankah kau juga berpikir hal yang sama, putraku?"

Duchess merasa kesal setiap kali suaminya dipanggil oleh Emperor Rashzan. Karena setiap Duke dipanggil ke istana, maka itu artinya ia harus kembali berpisah dengan suaminya. Emperor terus meminta Duke untuk pergi ke wilayah ujung dan melawan para monster di perbatasan Murloc, tanpa memikirkan solusinya. Sangat berbeda dengan mendiang raja sebelumnya dan para raja terdahulu. Mereka lebih memilih membuka gerbang Bumera, daripada harus membuat para ksatria kewalahan.

"Ibu penasaran, apa Yang Mulia Rashzan, akan terus membuat ayahmu bertemu dengan monster hingga akhir."

Lilyana terus melontarkan kalimat ketus dan sarkasnya, sementara Duke juga terus berusaha menenangkan istrinya.

"Sayang, bagaimana pun kita tinggal di Brigstone. Mengabdi kepada Yang Mulia adalah tugas kita, kaum bangsawan."

"..Kau selalu seperti itu. Setidaknya berikan kita satu hari saja untuk menikmati waktu keluarga" ucap Duchess dengan raut wajah sedihnya.

Duchess pun pergi meninggalkan Duke dan Arez di sana. Kekesalannya sudah tak sanggup lagi ia bendung. Lilyana memutuskan untuk kembali ke kamarnya,karena tak mungkin ia menunjukkan amarahnya di tempat terbuka. Ia kesal namun tidak dapat ia tunjukan di tempat umum.

Duke yang melihat istrinya semakin menjauh, ia lantas berkata "Ayah akan menyusul ibumu terlebih dulu. Kau ada urusan di tempat lain, bukan?"

"Iya ayah."

"Berhati-hatilah" ucap Duke sebelum menghilang dari hadapan Arez.

Duke hanya bisa menghela nafasnya kasar dan segera mengejar istrinya. Melihat ayah dan ibunya menghilang begitu saja, Arez kemudian turut bergegas menemui Leah untuk memenuhi janjinya.

Letak kediaman Count Kris dan Duke Hans tidaklah jauh. Hanya perlu waktu beberapa menit untuk sampai, jika Arez menunggangi kuda. Sementara jika ia berjalan kaki, membutuhkan kisaran 5 hingga 7 menit untuk tiba di sana.

"Bawa ini dan ikuti aku."

"Sebanyak ini untuk apa?"

"Sudah ikuti aku saja. "

"Kak, tunggu aku."

"Cepatlah!"

Setibanya Arez di sana, ia disuguhkan dengan pemandangan yang mengherankan. Seorang pria yang bahkan belum dewasa nampak tergopoh-gopoh mengejar Leah.

"Kakak tunggu, ini terlalu banyak."

Ia adalah Galen, adik bungsu Leah. Satu lagi sepupu Arez.

"Kau ini seorang pria, jangan lemah begitu!"

"Tapi ini terlalu banyak kakak. Aku bahkan tidak bisa melihat jalan di depan ku!"

Leah segera menoleh ketika mendengar adiknya mengomel, berniat ingin memarahi Galen karena membuatnya kesal. Tetapi saat melihat tumpukan karung di lengan Galen dan menutupi sebagaian wajahnya, saat itulah amarah Leah tergantikan dengan perasaan ingin tertawa. Namun tentusaja ia menahannya.

"..Ups, sorry. Sini aku bantu, hehe" ucap Leah seraya mengambil beberapa tumpukan karung dari lengan Galen.

Keduanya terlihat sangat sibuk. Saking sibuknya, mereka bahkan tidak sadar akan kehadiran Arez yang sejak awal terus mengamati keduanya dengan tatapan heran.

"Apa yang sedang kalian lakukan?" sapa Arez menginterupsi keduanya, membuat kakak beradik itu menoleh padanya.

"Arez! Akhirnya kau datang!" ucap Leah senang.

Ia segera berlari menghampiri Arez, menariknya agar lebih dekat dengan tumpukan karung bewarna cokelat yang sedaritadi tertutup oleh tubuh Galen. Saat Galen bergeser dari posisinya, saat itulah tatapan Arez berubah.

"Kak Arez selamatkan aku!" teriak Galen menyadari kehadiran Arez.

"Kali ini apa yang kau lakukan padanya, Leah."

"Bukan apa-apa. Aku hanya memintanya untuk membantu ku membawa seluruh karung ini" balas Leah sambil menujuk seluruh karung yang ada di sampingnya.

Arez mengikuti kemana arah tangan Leah tertuju. Tempat di mana tumpukan karung telah tersusun rapi, seperti telah disesuaikan oleh Leah.

"Semua itu, apa isinya?"

"Tanaman obat. Kemarin aku seharian mencarinya di bukit belakang. Ini semua lah hasilnya."

Sore itu ia menepati janjinya bertemu Dante dan berpetualang mencari semua tanaman obat ini di rumah penelitian.

"Lalu, mau kau apakan semua ini di sini."

"Tidak. Tidak di sini. Tapi di sana" ucapnya lalu menujuk ke arah selatan, tepat di mana sebuah bangunan tua berada di atas bukit, masih berdiri dengan kokohnya sendirian.

"Jadi ini tugasku yang kau maksud itu" tanya Arez yang disambut anggukan Leah.

"Cepat tunjukkan padaku mana yang harus ku bawa."

"Tentu! Ayo Galen, kita kerjakan sama-sama!" ajak Leah kepada adiknya.

"Kan sudah ada kak Arez, aku juga-"

"Sudah, bawa ini cepat!" perintah Leah yang disusul dengan memberikan 2 buah karung kepada adiknya.

"Jangan sampai jatuh ya! Ikuti aku~" sambungnya.

Meski menahan kesal, Galen mencoba menatap Arez meminta pertolongan. Tapi Arez hanya memejamkan matanya dan menggeleng pelan, tanda bagi Galen untuk menyerah dan mengikuti perintah Leah.

Mereka bertiga pun memulai aksi mengangkut karung dan memindahkannya ke tempat yang dimaksud Leah. Tak begitu jauh, tapi jalanan yang terjal membuat tak mudah untuk sampai ke sana.

-

(Leah Pov)

Beruntungnya aku hari ini. Coba saja kalau Arez waktu itu tidak meminta bantuan padaku, bisa jadi aku harus bolak-balik hanya untuk mengangkut karung bersama Galen.

Kekuatan Galen tak sebanding dengan Arez. Pantas saja ayah selalu memujinya di mana saja. Sepertinya aku harus sering memanfatkan kekuatannya itu.

"Taruh di sini saja," kata ku sembari meletakkan karung itu di rumah penelitian.

Disusul dengan karung-karung milik Arez dan Galen.

Bruk!

"Hah-hah-hah.. Akhirnya selesai!" teriak Jadda sembari menjatuhkan dirinya di sebuah sofa di rumah tersebut.

Lihatlah itu. Arez bahkan dengan santainya membawa semua karung itu tanpa terlihat lelah. Sementara Jadda yang hanya membawa 4 karung, wajah dan nafasnya sudah seperti kipas angin rusak.

"Sekarang apalagi?" tanya Arez.

"Tak ada, kalian sudah boleh pulang."

"Kau akan mengerjakan ini semua ini dengannya?" tanyanya sekali lagi.

"Yap! Hari ini akan menjadi hari panjang untuk kami."

Kami yang ku maksud adalah aku dan Dante. Kami sudah merencanakan untuk melakukan penelitian tanaman obat di sini, rumah penelitian kami.

"Baiklah, aku akan pergi kalau begitu." ujar Arez sembari terus menatap ke sekeliling.

Entahlah apa yang membuatnya terus menatap ke sekeliling. Padahal ini bukan pertama kalinya ia ke sini.

"Kau tidak istirahat sebentar?"

"Tak perlu."

"Baiklah, hati-hati di jalan. Terimakasih bantuanmu hari ini-"

Belum sempat ku menyelesaikan ucapanku, tiba-tiba Galen terperanjat dari tidurnya dan segera menyusul Arez.

"Kak Arez, aku ikut denganmu!" kata Galen lantang.

Ini adalah kesempatan emas untuknya kabur, aku tahu itu Galen.

"Terimakasih bantuannya untuk hari ini. Hati-hati di jalan ya!" teriakku mengiringi langkah keduanya yang mulai menghilang dari balik pintu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status