Share

BAB 7 - Galen dan Ingatannya

"Huwah! Terimakasih kak Arez telah menyelamatkan aku dari belenggu kakak!"

Sepanjang perjalanan pulang, Galen terus mengeluh menggunakan suara lantangnya. Pria itu terus mengeluhkan kakaknya yang selalu memberikan banyak perintah.

"Kak Leah itu sama seperti ibu. Tidak akan pernah berhenti memberi perintah dari A hingga A lagi. Rasanya aku bisa gila kalau terus menerus begini!" lanjutnya.

Arez yang sejak tadi hanya diam mendengarkan, ia sengaja mengacak-acak rambut Galen, bersamaan dengan tawa kecil yang masih melekat di wajahnya. Ia sangat hafal dengan sifat Leah, dan membuatnya paham dengan segala kekesalan Galen.

Setelah pergi dari rumah penelitian milik Leah, kedua orang itu terus berjalan menuju ke istana. Arez sengaja ingin ke istana karena tahu kalau ayahnya sedang berada di sana. Sedangkan Galen tak ada alasan khusus, karena ia hanya ingin mengikuti saudara laki-lakinya pergi.

"Ngomong-ngomong, apa yang akan kau lakukan di istana kak?" tanya Galen.

"Tidak ada. Aku hanya ingin menyapa emperor Rashzan dan para penghuni istana."

"Apakah raja Eiridis juga ada di sana?"

"Entahlah."

"Aku berharap raja Eiridis juga berada di istana."

"Memangnya kenapa?"

"Karena aku ingin melihat guardian miliknya, Trisha."

"Sebaiknya kau urungkan niatanmu itu. Karena saat ini tidak ada pertemuan apapun di istana."

Arez sangat yakin bahwa di istana sedang tidak ada bangsawan lain selain Duke Hans.

"Tak masalah, aku akan ikut denganmu. Siapa tau aku bisa melihat dan bertemu putri Anna. Aku penasaran, secantik apakah wajah putri sampai emperor harus menyembunyikan di istana~" ucap Galen dengan matanya yang berbinar.

Putri Anna adalah salah satu putri kerajaan Brigstone yang tidak pernah keluar dari istana. Rumor yang tersebar dari para pelayan dan ksatria kerajaan berkata, kalau paras putri Anna sangatlah cantik. Karena itulah, emperor sengaja menyembunyikan putri hingga pesta Debutnya tiba.

"Kalau dipikir-pikir, kak Arez sering ke istana bukan?" tanya Galen yang dibalas anggukan kakaknya.

"Lalu, apa kakak pernah melihat putri Ann-"

Duar!

Dentuman keras tiba-tiba terdengar dari tengah kota.

Duar!

"Kya!"

Tidak hanya sekali, suara dentuman itu terdengar hingga 5 kali. Disusul oleh jeritan para warga yang mulai berhamburan keluar.

"Kak, itu apa!"

"Entahlah, ayo ke sana."

Suara itu terdengar dari arah tengah kota, tepatnya di wilayah para bangsawan tinggal,termasuk kediaman Arez dan Galen.

"Lari dari sana! Kenapa kalian ke sini!"

Suara rakyat mencoba menghalangi Arez dan Galen saling bersahut. Mereka berlumuran darah sembari sibuk membawa harta benda mereka masing-masing. Tetapi Arez tidak memperdulikan larangan para warga. Mereka tetap berusaha mendekat ke arah kota.

"Biarkan kami lewat!" teriak Galen di antara himpitan para manusia lainnya.

Arez melihat Galen yang tengah kesusahan untuk melewati kerumunan itu pun segera menarik lengannya.

"Terimakasih kak-"

"Jangan ragu. Hantam mereka balik dan gunakan bahumu" ujar Arez tiba-tiba.

Galen sempat terkejut dengan ucapan Arez yang terkesan tidak memperdulikan keselamatan rakyat. Namun keterkejutannya pun menghilang saat mendengar kalimat Arez selanjutnya.

"Saat seperti ini, kau tidak perlu takut jika kau akan melukai para rakyat. Ingat, kau hanya menghantam mereka dengan bahumu. Jangan sampai mereka yang lebih dulu menghantammu."

"Baik kak, aku mengerti."

"Ayo, kita harus segera ke sana."

Kalimat Arez terus terngiang-ngiang di kepala Galen. Sejak itulah, Galen dengan begitu mudahnya melewati para manusia yang terus belarian dari arah berlawanan.

Suasana kota saat itu sangatlah mencekam. Langit bewarna merah, menutupi awan-awan biru di sana. Pepohonan berjatuhan dan ikut menutupi jalan di kota Brigstone. Bahkan bukan hanya pohon yang berjatuhan, puluhan manusia juga turut berjatuhan dengan darah yang menyelimuti tubuhnya.

"Galen!"

Suara seorang wanita terdengar memanggil namanya. Ia adalah Lannie, ibunda Galen yang tengah berlari menghampiri putranya.

"Ibu! Apa yang sebenarnya terjadi.."

"Kau harus cepat pergi dari sini. Ini bukanlah kota Brigstone yang seperti dulu, putraku."

"Apa maksud ibu?"

"Para monster menembus gerbang Murloc dan datang ke istana. Karena itulah kau mendengar bom di sana, bukan. Itu untuk menghentikan para monster mendekati istana."

"Tapi bom itu melukai para warga!"

"Kita tidak bisa melakukan apa-apa. Hal ini dilakukan untuk melindungi Emperor Rashzan, nak. Hanya dengan melindungi rakyat yang bisa kita lakukan saat ini."

"Kalau begitu, izinkan aku membantu ibu."

"Tidak. Pergilah bersembunyi- tunggu."

Countess Lannie tiba-tiba terdiam. Matanya mulai mencari ke segala arah saat tidak melihat keberadaan putrinya.

"Kenapa kalian hanya berdua. Kakakmu, di mana kakak mu!" tanya Countess tiba-tiba.

Saat itulah Galen dan Ibunya bertambah cemas karena hilangnya Leah.

"Cepat temukan kakakmu dan pergi bersembunyi. Jangan kembali ke sini jika kalian tidak memiliki rencana" pinta ibunya sembari mengalungkan sebuah tas coklat miliknya untuk Galen.

"Apa maksud ibu. Bagaimana dengan ibu. Kalau begitu ibu harus ikut dengan kami. Mana ayah, bu. Kita harus pergi bersama."

Galen terus menghujani ibunya dengan berbagai pertanyaan. Namun ibunya justru menatap Arez dan menggenggam tangannya.

"Arez, putraku. Bibi memohon padamu, lindungi keluarga kita, nak. Bibi percaya kau mampu untuk menyusun rencana melindungi negeri. Kau harus ingat ini. Banyak pengkhianatan di sini. Jangan pernah kembali ke sini dengan tangan kosong."

"Kau tidak perlu khawatir. Ibu dan ayahmu akan selalu baik-baik saja. Tidak ada yang bisa menyentuh mereka" lanjutnya.

Kalimat yang diucapkan bibinya membuat Arez penasaran. Tetapi ia tidak bisa menahan bibinya untuk menjelaskan semua hal, lantaran Countess Lannie sudah pergi menjauh seusai memeluk dan mencium kening Galen.

Setelah itu, satu monster berukuran besar tiba-tiba menampakkan dirinya, tepat di belakang Galen.

"Galen belakangmu!"

Klang!

Dengan sigap Arez menebas monster yang tadinya ingin menerkam Galen. Sementara anak itu, ia ternganga dengan pemandangan yang barusan terjadi.

"Cepat temukan Leah dan segera ke bangunan tua di dalam hutan Murloc milik Hugo. Kau masih ingat jalannya, bukan" ujar Arez menyadarkan Galen dari pikiran kosongnya.

"I-iya kak. Aku segera ke sana."

"Berhati-hatilah. Aku akan segera menyusul kalian."

Setelah itu, Arez menghilang di antara para monster berukuran sedang yang sejak tadi terus berjalan mondar-mandir. Sementara Galen, ia mulai berlari menghampiri Leah.

Sepanjang jalan menuju tempat di mana Leah terakhir kali terlihat, Galen terus menatap para manusia yang ketakutan. Membawa dirinya ke arus rasa takut dan seakan ingin mengontrol tubuhnya untuk ikut berlarian tanpa arah. Tetapi kesadarannya telah kembali, saat melihat Dante. Kedua mata mereka bertemu.

"Galen. Apa yang kau lakukan di sini."

Dante berlari kecil menghampiri Galen. Hanya sepersekian detik untuk Galen mencerna apa yang barusan ia lihat. Kepalanya masih dipenuhi dengan arus para manusia yang berhamburan.

"Entah kak, aku tak tahu harus kemana.." jawab Galen dengan tatapan kosong.

Melihat adiknya dengan tatapan kosong, Dante menyadari sesuatu dan segera menepuk bahunya.

"Sadarlah. Kau bangsawan, bukan para rakyat. Kau tahu tempat untuk kembali, Galen."

Kalimat Dante sekali lagi menyadarkan Galen dari lamunannya.

"Syukurlah kau sudah sadar. Sekarang cepat bawa kakakmu dan bersembunyilah di istana. Tempat itu satu-satunya area yang aman dari para monster. Tapi jika kau ragu, tinggalah di dalam rumah itu bersama kakakmu. Kalian akan aman di sana untuk sementara waktu" sambungnya.

"..Baik kak, terimakasih sudah memberitahu ku.."

"Aku percayakan Leah padamu, karena aku harus mencari Duchess dan Duke. Berhati-hatilah, Galen."

Usai mengucapkan kalimat tersebut, Dante segera berlari ke arah pusat kota Brigstone. Meninggalkan Galen yang masih termenung di tempatnya. Ia terus mengingat kembali seluruh kalimat yang diucapkan Dante.

"Aku tidak pernah menyembutkan akan menjemput kakak, bukan.."

Galen terus memikirkannya. Bagaimana bisa Dante tahu kalau ia sedang dalam misinya menjemput Leah.

"Ah, mungkin maksudnya kak Dante, aku harus segera melindungi kak Leah. Wajar jika ia memikirkan kakak, karena kami adalah keluarga, bukan" pikirnya.

Namun ada satu hal lagi yang terasa aneh untuk Galen. Mengapa ia mengarahkan Galen agar segera pergi ke istana, sedangkan ibunya menyuruh mereka untuk pergi dari sana.

"Kota Brigstone memang sudah tidak aman karena monster-monster itu. Tetapi, perbatasan Murloc bukankah menjadi tempat para monster itu bersarang. Harusnya kita semua tidak menuju ke sana, bukan. Jadi, siapa yang harus ku ikuti..."

Jangan lupa Vote dan komen yaaaaaa 😘🥰

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status