"Arez!" Terdengar suara seorang wanita yang tak asing untuknya, memanggil nama Arez dari belakang. Suara itu adalah milik ibunya, Duchess Lilyana, bersama Countess Lianne di sampingnya. Duchess memeriksa Arez dari ujung kepala hingga kakinya, memastikan tidak terlihat darah di sana. Lalu ia segera memeluk Arez, bersyukur karena putranya dalam keadaan baik-baik saja. Lilyana sangat cemas karena tidak melihat kedua putranya sejak tadi. Apalagi setelah mendengar dari Lianne bahwa ia sempat bertemu Arez, Duchess segera berlari ke tempat di mana yang diceritakan oleh Lianne, untuk melihat putranya. "Syukurlah kau tak terluka.." ucap Duchess sembari melepas pelukannya. "Arez, dimana Galen?" Kini bibinya lah yang memanggil namanya. "Ia pergi menjemput Leah, bibi. Kami telah berjanji akan bertemu di bangunan tua milik keluarga Hugo." "Baiklah, bi
(Leah Pov) Usai melihat crystal ball pemberian Blair, suasana di rumah ini terasa semakin pengap. Termasuk juga untukku dan Arez, ketika melihat bagaimana sihir merah itu datang dan membawa pergi keluarga kami. "Leah." Arez memanggilku. Ia nampak sangat kusut, semenjak melihat Duchess yang telah menghilang lebih dulu. "Bagaimana keadaanmu" sambungnya. "Aku merasa lebih baik. Setelah meminum minuman dari Galen, tubuhku terasa sehat kembali." Sebenarnya bukan karena minuman dari Galen, karena aku bahkan belum meminumnya. Tetapi aku harus memastikannya terlebih dahulu kepada Blair, sebelum menyimpulkannya sendiri. "Leah, apa yang terjadi padamu" ucap Arez sembari duduk di sebelahku. Maksud dari pertanyaanya, pasti mengenai Dante beberapa saat
"Bagaimana bisa kau menemukan kami di sini?" ucap Arez memulai percakapan dengan Blair. Usai pergi meninggalkan Leah, mereka berdua saat ini tengah berada di dekat perapian yang telah mati di bangunan itu. Walaupun saat itu cuaca sedang dingin, namun karena pintu dan seluruh jendela telah tertutup rapat, angin dari udara luar tidak dapat menembus masuk ke dalam. "Kedua orang tua kalian yang memberi tahu kami" jawabnya. "Sejak kapan" tanya Arez sembari menoleh ke arah Blair berada. Blair sempat terkejut saat Arez menoleh kepadanya, karena jarak mereka yang cukup dekat, memudahkan Blair untuk melihat bola mata Arez dari dekat. Tetapi ia segera menoleh ke arah berlawanan, mengembalikan kesadarannya untuk menjawab pertanyaan Arez dengan jawaban yang sedikit lebih serius dari sebelumnya. "..Mungkin kau belum mengetahui ini, Arez. Bahwa Duchess dan Countess, sebenarny
Leah, bangunlah. Hari ini kita akan segera memulai perjalanan" kata Abigail sembari membangunkan Leah dari tidurnya. "..Perjalanan?" balas Leah di tengah kesadarannya. "Iya, perjalanan ke dunia sihir. Ayo cepatlah bangun." Sesuai kesepakatan, hari ini mereka telah setuju untuk mengikuti Blair dan Skye pergi ke dunia sihir, seperti pesan yang disampaikan oleh Archmage. Saat memastikan Leah telah mengerjapkan matanya, Abigail kemudian berkata "Bersiaplah, aku akan menunggu di luar" lalu pergi meninggalkannya. Leah hanya mengangguk, masih berusaha mengumpulkan nyawanya. Bukan hanya tersisa Leah seorang di dalam sana, tetapi ada Hugo dan juga Galen yang masih sibuk bersiap dengan segala barangnya. Seperti Hugo yang sibuk dengan membongkar jendela-jendela di rumah itu.
(Leah POV) Kalimat yang diucapkan Arez memang menyebalkan, dan itu sudah cukup sering terdengar olehku. Tapi sepertinya kali ini aku sedang tidak bisa menerimanya. Perasaanku sedang tidak nyaman, apalagi setelah melihat crystal ball yang ditunjukkan Blair. Melihat bagaimana mereka membawa orangtua kami pergi.. Untunglah ada Blair. Kurasa dia telah membantuku berulang kali, salah satunya kejadian yang baru saja terjadi. Jika Blair tidak menghampiriku, mungkin aku akan memukul wajah Arez yang menyebalkan itu dan menimbulkan kecanggungan di antara kami nantinya. "Ini makanlah" ucap Skye sembari memberikan piring berisi makanan untukku. "Setidaknya biarkan aku duduk dulu" cibirku yang bahkan tak membuat Skye melirik sekalipun. Pagi itu Skye yang memasak sarapan untuk kami, dan ia terus pamer padaku secara tidak langsung. Bahkan aku belum sempat duduk, Skye sudah lebih dulu mendatangiku dan menunjukan masakannya, dengan raut wajah sombongnya itu. Ia juga terus menatapku dengan waja
"Lama tak berjumpa denganmu, Lily." Seorang pria bertubuh tinggi, menyembunyikan wajahnya di jubah hitam miliknya. "Apa kau merindukanku?" tanyanya. Saat ini Lilyana berada di sebuah ruangan bernuansa oranye, karena cahaya matahari yang masuk dari sela-sela jendela. Ia terpisah dengan Duke dan juga kedua adiknya, yang telah berada lebih dulu di ruang bawah tanah. "Kenapa kau membawaku kemari." "Untuk apalagi, bukankah itu sudah jelas?" Ia berjalan mendekati Duchess, lalu meraih wajahnya menggunakan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya berada di pinggang. Kedua tangan pria tersebut dapat dengan bebas bergerak, tidak seperti kedua tangan Lilyana yang terikat oleh tali."Aku ingin menatap wajahmu yang cantik itu, tentu saja" sambungnya.Meskipun gelap, tetapi senyuman menyeringainya masih dapat terlihat oleh Lilyana. Membuat seluruh tubuh Lilyana bergidik ngeri."Harusnya kau berterimakasi
Wanita itu tersungkur lemah. Tubuhnya terhantam tanah kering bebatuan. Tangan dan kakinya terikat oleh seutas tali yang saling terhubung. Menarik paksa tubuhnya satu sama lain hingga menyentuh kulit yang membiru.Seluruh tubuhnya bersimbah darah. Pakaiannya tercabik oleh pedang dan rasa takut. Isi kepalanya berantakan. Melihat dua sosok yang terus menatapnya dengan linangan air mata di ujung sana."Kau penyihir, kau tak pantas tinggal di dunia suci ini."Pria berjubah itu begitu enteng memainkan pedang miliknya. Sementara wanita yang berada di kakinya, ia hanya mampu berteriak kesakitan saat pedang menghunus kedua tangannya."Sakit.. selamatkan aku.." ucapnya lirih.Tatapan mata wanita itu terus tertuju ke arah air mancur yang terletak cukup jauh darinya. Orang-orang hanya akan mengira jika ia sangat kehausan dan berharap agar bisa menegak seluruh air di sana. Tetapi bukan itu yang ia pikirkan. Wanita itu menatap ke sosok yang berada di balik Air Mancur itu."Lalu apa yang harus kita
"Arez tunggu!"Seorang perempuan berambut panjang dengan pakaian khasnya, berjalan tegesa untuk menghampiri pria yang ia panggil sejak tadi. Gadis itu adalah Leah, satu-satunya putri dari kediaman keluarga Count Kris. Meskipun ia memiliki tubuh yang tidak bisa dibilang mungil, namun mengejar Arez tentu saja membutuhkan usaha lebih. "Ku bilang tunggu!" teriak Leah yang mulai kesal karna tak kunjung bisa menyamakan langkahnya. "Lihatlah apa yang ku temukan!" teriaknya sekali lagi berharap agar berhasil menarik perhatian Arez. Namun usahanya gagal. Bahkan tanpa menoleh, Arez hanya berkata "Cepat kembalikan jika kau mencurinya." lalu ia kembali melanjutkan langkahnya dan mengabaikan Leah yang masih tertinggal di belakang. Count Kris adalah paman Arez, dan Leah adalah putrinya. Usia mereka pun hanya berjarak satu tahun Leah lebih muda, membuat keduanya menjadi sangat mudah untuk akrab. "Apa kau sungguh tak mau memelankan sedikit langkahmu itu, Arez?!" Seketika Arez memelankan lang