"Lama tak berjumpa denganmu, Lily." Seorang pria bertubuh tinggi, menyembunyikan wajahnya di jubah hitam miliknya. "Apa kau merindukanku?" tanyanya. Saat ini Lilyana berada di sebuah ruangan bernuansa oranye, karena cahaya matahari yang masuk dari sela-sela jendela. Ia terpisah dengan Duke dan juga kedua adiknya, yang telah berada lebih dulu di ruang bawah tanah. "Kenapa kau membawaku kemari." "Untuk apalagi, bukankah itu sudah jelas?" Ia berjalan mendekati Duchess, lalu meraih wajahnya menggunakan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya berada di pinggang. Kedua tangan pria tersebut dapat dengan bebas bergerak, tidak seperti kedua tangan Lilyana yang terikat oleh tali."Aku ingin menatap wajahmu yang cantik itu, tentu saja" sambungnya.Meskipun gelap, tetapi senyuman menyeringainya masih dapat terlihat oleh Lilyana. Membuat seluruh tubuh Lilyana bergidik ngeri."Harusnya kau berterimakasi
Ia sedaritadi hanya berdiri di sana, menatap istana dengan tatapan nanar. Bahkan dirinya masih mengenakan pakaian lengkap dengan armor yang belum sempat ia lepaskan. Tubuhnya membeku, hanya tangannya yang mengepal kuat, meski kedua kakinya terasa lemas saat ia melihat pemandangan di depannya."Apakah aku pergi selama itu?" gumamnya.Usianya memang masih muda, namun ia telah menyandang gelar sebagai seorang panglima perang yang berhasil menjadi pahlawan di kerajaannya. Keahliannya tentu ia dapatkan dari latihan dan juga bakat yang diturunkan oleh ayahnya, Emperor Rashzan. Karena dia adalah Karzian, putra mahkota di negeri Bumera. "Lagi-lagi aku harus melihat pemandangan yang menjijikan" ungkap Karzian sembari mencoba memalingkan wajahnya.Meski enggan melalui mayat yang tergeletak di sekelilingnya, Karzian tetap melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam istana.Bam!Suara pintu terdengar menghantam dinding-dinding istana karena tida
Hanya dalam waktu singkat, Emperor Rashzan berubah seperti orang asing. Tingkah laku dan bagaimana ia tertawa sekalipun berbeda dari yang biasanya Karzian ketahui. "Ada apa putraku, Karzian. Kenapa kau melihat ayahmu seperti itu?" tanyanya lembut namun senyuman mengerikan terpasang di sana.Ia sengaja menyeringai menggunakan wajah Emperor kepada Karzian. Saat itulah Karzian yakin bahwa ada sosok lain yang merasuki tubuh ayahnya."Siapa kau" ucap Karzian sembari mengarahkan pedangnya kepada Emperor Rashzan yang sedang dirasuki.Melihat pedang yang tertuju padanya, ia lalu bangkit dari sofa dan berjalan mundur mendekati jendela. Tetapi tatapannya tetap tertuju kepada Karzian, seperti singa yang bersiap melawan saat berhadapan dengan musuhnya."Keluar dari tubuh ayahku!" perintah Karzian sembari mengayunkan pedangnya, mencoba menggores wajahnya.Klang!Tetapi pedang miliknya justru terjatuh dengan sendirinya, seakan ada pe
Usai berhasil membebaskan Duke dan keluarganya, Karzian mulai terbesit sebuah ide untuk menyelamatkan Emperor. Lebih tepatnya, ide itu muncul ketika ia melihat Duchess Lilyana berjalan melewatinya."Sepertinya aku membutuhkan bantuanmu untuk membawa ayahku, Duchess" ungkapnya."Bagimana caranya saya bisa membawa Yang Mulia, pangeran?" kata Duchess sembari menghentikan langkahnya."Rencana ini tak bisa aku jamin akan berhasil, karena aku sendiri pun juga belum pernah melakukannya. Tapi sepertinya bantuan sihir akan sangat berguna saat ini. Tubuh Lilyana membeku ketika mendengar pernyataan putra mahkota. Setelah bertahun-tahun ia menyembunyikan sihirnya, bagaimana bisa Karzian mengetahui sihirnya."Ada apa Duchess. Kau tidak berpikir aku tidak akan mengetahui sihir yang kau miliki, bukan?" ucap Karzian sesaat ia menyadari tubuh Lilyana yang mematung."Bagaimana bisa anda tahu jika kami bisa menggunakan sihir.."Karzian te
"Sebenarnya kemana tujuan akhir kita, apa masih jauh?" ucap Leah saat berjalan di sebelah Blair. Kini teman Leah mengobrol hanyalah Blair, lantaran Abigail sejak tadi tengah sibuk bersama Jasper yang terus berlarian di sekitar mereka. "Tidak, sebentar lagi kita akan segera tiba di Kerajaan Urora, tempat di mana para Fairies tinggal." "Kenapa kau mengajak kami ke sana?" tanyanya penasaran. "Karena para Fairies akan menyambut kalian dengan sangat baik. Kalian juga akan menyukai tempat itu, aku bisa menjaminnya" ungkap Blair. Leah hanya mengangguk, menyetujui ide Blair untuk membawanya ke istana. Namun ia masih penasaran dengan beberapa hal di pikirannya. "Blair, sebenarnya ada berapa kerajaan di negeri sihir?" "Hanya ada tiga kerajaan, Leah. Ada kerajaan Fairies, kerajaan Demon dan kerajaan para Mage" jelasnya. "Mungkin aku akan paham mengapa kau tak membawa kami ke kerajaan para Demon. Tapi kenapa tidak dengan kerajaan para mage?" tanya Leah sekali lagi. "Umm.. seperti
"Teman-teman kita sudah sampai di istana Kerajaan Urora!" teriak Blair kepada teman-temannya. Akhirnya mereka telah tiba di gerbang pintu masuk istana Kerajaan Urora. Bahkan siapa sangka, kalau Raja Eldof akan menyambut Blair dan teman-temannya di halaman depan istana. "Akhirnya kalian tiba juga di wilayah utara, Blair." "Yang Mulia!" Blair berlari kecil untuk menghampiri Raja Eldof yang berada tidak jauh darinya. Usai jarak mereka sudah cukup dekat, Blair memberikan salam kehormatan kepada Raja Eldof, disusul oleh Leah dan juga yang lainnya. Raja Eldof adalah pemimpin wilayah Kerajaan Urora, Raja yang populer di kalangan para fairies karena keahliannya dalam menciptakan sesuatu. Selain itu, Raja juga terkenal sebagai pemimpin yang ramah dan sering membaur dengan rakyatnya. Hal itu dikarenakan ia sering turun ke kota untuk menemukan bahan-bahan baru yang ia gunakan sebagai objek untuk karyanya.
Dahulu kala, gerbang dua dunia selalu terbuka lebar untuk semuanya. Ayahanda Emperor Rashzan, mendiang mperor terdahulu mengizinkan wilayah keempat kerajaan untuk selalu menjalin komunikasi satu sama lain. Sihir ada dimana-mana, bebas bagi siapapun yang ingin mempelajarinya, termasuk Emperor Rashzan. -Throwback ke ingatan Raja Eldof di masa kepimimpinan Emperor terdahulu- "Apa kau sudah dengar kabar terbaru?" ucap Eliza antusias kepada Lianne. "Kabar terbaru? apa maksudmu kabar tentang pelantikan pangeran Eiridis?" Eliza dan Lianne tengah disibukkan drngan topik pembicaraan yang mereka sukai, sembari asik merangkai bunga di istana. "Iya, kabarnya pelantikan putra mahkota akan segera dilakukan bulan ini" ungkap Eliza yang sejak awal selalu mengagumi ketampanan pangeran Eiridis dan putra mahkota Rashzan. "Kalau begitu, pangeran Eiridis akan lebih dulu menjadi Raja Kerajaan Timur lalu disusul ol
Ketika malam tiba, saat raja Eldof yang hendak kembali ke ruangannya usai seharian bekerja, ia lantas menghentikan langkahnya saat tak sengaja melihat Lianne terdiam di depan istana."Ada apa Lianne, kenapa kau terlihat cemas?""Yang Mulia.."Lianne lantas berjalan mendekati Raja Eldof yang berada di dalam istana, lalu ia memeluknya."Apa ada yang mengganggumu?" ucap Eldof seraya membalas pelukan putrinya."Tak ada.. hanya saja aku khawatir, karena Eliza hari ini tak ada di istana."Siapapun di istana sudah hafal dengan tingkah kedua saudari itu yang selalu bersama kemanapun. Sangat jarang melihat salah satu di antara mereka berpergian seorang diri. "Apakah ia tak bilang padamu pergi kemana?" ujar Yang Mulia sembari mengusap puncak kepala Lianne untuk menenangkannya. "..Tidak, ia sudah pergi bahkan sebelum aku bangun." Lianne nampak sangat sedih dan khawatir dengan Eliza. Namun, ketika Raja Eldof mendengar sebuah langkah sepatu kaca yang datang menghampiri mereka, ia pun tahu si
Ketika para Raja sedang berdiskusi di ruangan mereka, sebuah diskusi kecil juga tengah terjadi di antara para Guardian. Mereka saling terhubung satu sama lain, sesuai dengan ikatan dan ingatan pemilik mereka. Seperti saat ini, meskipun tak ada Trisha di sisi mereka, namun para Guardian tetap mengkhawatirkan keadaannya dan mencari tahu keberadaannya. "Sudah pasti semua ini ulah Joanna" ucap Pegi memulai percakapan mereka. Hanya ada Pegi, Sierra dan Rvo di sana. Mereka tidak berbicara, kecuali melalui isi kepala dan berbagai gerakan tubuhnya. Salah satunya Rvo yang terus berjalan mondar-mandir dan mengepakkan sayapnya namun tidak terbang. "Joanna, siapa dia?" balas Sierra. "Ia adalah seorang penyihir yang tadi menyerang Raja Eiridis dan teman-teman Blair" balas Pegi. "Oh jadi dia pelakunya. Lain kali jika aku melihatnya akan aku hancurkan wajahnya" ucap Rvo sembari memperlihatkan taringnya yang tajam. "Tenanglah, Rvo. Sebaiknya kita fokus mencari tahu keberadaan Trisha dan menye
"Putra mahkota, apakah kami bebas memilihnya?" "Tentu saja Countess. Temukan kuda yang kau sukai."Lianne memang sangat mencintai kuda. Salah satu kegiatan yang paling ia sering lakukan adalah berkuda. Tentu saja berada di antara belasan kuda kerajaan membuatnya begitu senang. Ia langsung berlari mendekati kuda-kuda yang berjejer di kandangnya, mengabaikan Karzian dan Lilyana yang tertinggal di belakang."Semua kuda ini dulu milik Empress" ucap Karzian kepada Lilyana."Lantas belasan kuda itu sekarang siapa yang merawatnya?""Mereka adalah aset kerajaan dan menjadi tanggungjawab kami. Siapapun bangsawan yang ingin meminjamnya kami persilahkan."Empress mulai menyukai kuda semenjak sahabatnya, Eliza yang melatihnya."Kau tidak memilih kudamu sepertinya?" ujar Karzian seraya melirik Lianne."Haha, tidak perlu. Saya menerima kuda mana saja yang dipilih untuk saya, putra mahkota.""Aku kira kau juga sama menyukai kuda seperti Countess.""Sejak kecil hanya Lianne dan Eliza yang tertarik d
Setelah melalui perjalanan panjang di tempat kumuh dan gelap, akhirnya Karzian bersama Duchess serta Countess, mereka telah berhasil menuju pintu rahasia yang menghubungkan langsung ke ruangan milik Empress. Sebuah ruangan bernuansa hijau yang dipenuhi oleh lemari buku menjulang tinggi. Karena lemari-lemari buku itulah, pintu rahasia yang tadi mereka lewati dapat tersembunyi dengan baik. "Akhirnya! aku terbebas dari bau busuk itu.." kata Lianne. Begitu masuk ke dalam ruangan Empress, Lianne cepat-cepat menghirup nafas lega untuk mengobati paru-parunya yang hampir terkontaminasi aroma busuk. "Putra mahkota, setelah ini kita tak perlu melewati gorong-gorong seperti barusan, bukan?" tanyanya. Karzian pun menoleh padanya. "Tenanglah Countess, tak ada lagi jalanan bau dan kotor seperti tadi." "Hah.. syukurlah" ucap Lianne lega. Countess segera membenamkan dirinya di salah satu sofa b
"Mengapa hanya kalian. Kemana Lilyana dan Lianne?" ujar Raja Eldof sesaat setelah menemui Duke dan Count.Ia mengira bahwa kedua putrinya telah tiba di istana dan tengah pergi ke suatu tempat. Awalnya raut wajah Raja Eldof nampak senang, seperti seorang ayah yang menunggu putrinya. Tetapi ekspresi senangnya pudar perlahan, tergantikan dengan kekecewaan saat melihat Duke yang justru membungkuk padanya."Rupanya aku salah paham ya?" Raja Eldof pun sadar. Lantas ia hanya terkekeh kecil, dengan bibir yang hanya terangkat di salah satu sisinya. "Tenanglah Yang Mulia. Lilyana dan Lianne baik-baik saja" ungkap Duke.Eiridis kemudian menepuk pelan bahu Eldof, bermaksud menguatkannya."Mereka ada di mana sekarang?" tanya Eiridis."Kenapa mereka tak ikut denganmu, Duke?" sahut Archmage turut menimpali."Lilyana dan Lianne saat ini tengah menjalankan tugas bersama putra mahkota Karzian, Yang Mulia. Putra Mahkota memecah
"Pegi, bisakah kau memberitahu para Guardian tentang kejadian hari ini. Aku butuh bantuanmu untuk memanggil para Raja kemari." Raja Eiridis meminta bantuan Pegi untuk menggunakan kemampuan telepatinya. "Kau tak perlu memanggil Trisha, karena berada cukup jauh dari kita" sambungnya. Pegi kemudian memejamkan matanya untuk beberapa saat. Raja Eiridis menggunakan waktu tersebut untuk berbicara dengan Raja Eldof. "Eldof, terimakasih bantuanmu." Raja Eldof hanya mengangguk, kemudian ia berkata "Bagaimana dengan keadaanmu, Eiridis." "Aku sudah jauh lebih lebih baik. Ucapkan terimakasih pada Mage muda itu." Mage muda yang dimaksud adalah Skye. Ia telah menceritakan semuanya kepada Eldof saat dirinya dalam perawatan medis. "Akan aku sampaikan nanti." Mereka sempat terdiam sejenak, memastikan Pegi yang ter
"Kakak, apa kalian baik-baik saja" ucap Galen. Ia menunggangi Pegi bersama Abigail di depannya. Lalu setelah mereka turun, Abigail menyerahkan Pegi kepada Blair. "Terimakasih sudah membawa Pegi kemari." Abigail hanya mengangguk, tetapi wajahnya nampak letih. Mungkin membawa Pegi kemari bukanlah hal yang mudah untuk mereka, para manusia tanpa sihir. "Ayo kita selamatkan Leah" ujar Arez. Mereka berbondong-bondong menghampiri bibir tebing dan saling sahut memanggil nama Leah meski tak ada balasan. "Cepat kita harus turun." "Skye, biarkan aku saja yang turun bersama Pegi." Mereka pun mengangguk menyetujui keputusan Blair. Karena hanya Blair yang sudah cukup akrab dengan Pegi. "Berhati-hatilah, Blair." Blair segera menunggangi Pegi dan membisikannya sebuah kalimat.
(Blair POV)Hari ini aku dan Arez sebenarnya berencana akan pergi ke perbatasan untuk mencari keberadaan monster yang tersisa. Tetapi sepertinya rencana kami harus diundur, lantaran pagi ini sudah ada keributan yang tak terduga di depan istana."Kenapa ribut sekali, ada apa di sana."Terlihat Abigail dan Galen tengah berbicara dengan seseorang di depan gerbang. Hanya ada satu orang sepertinya, tetapi suaranya samar-samar bisa terdengar olehku dan Arez."Entahlah. Ayo kita ke sana, Arez."Kami kemudian bergegas menghampiri mereka. Saat jarak kami sudah mulai cukup dekat dengan gerbang istana, barulah terlihat dengan jelas siapa sosok yang membuat keributan di depan sana. "Arez, bukankah itu raja dari duniamu?" "Kau benar, ia adalah Raja Eiridis." Raja Eirids datang terpontang panting dengan tubuh yang berlumuran darah. Ia menghampiri Abigail dan Galen yang berada lebih dekat dengannya. Sontak Arez pun sedik
(Leah POV) "Hei, tunggulah di sini" ucap Skye. Ia tiba-tiba melepas tanganku dari lengannya dan menatapku lekat. "Kau mau kemana?" tanyaku. "Aku akan membawa Raja Eiridis pergi dari sana." "Baiklah, aku akan membantumu-" "Tidak perlu, aku tidak akan lama." "H-hei, tunggu!" Walaupun aku sangat ingin berteriak memanggil namanya, tetapi niatan itu harus ku urungkan. "Menyebalkan" gerutuku. Skye telah meninggalkanku di sini. Padahal tadi dia yang bilang, kalau kita tak dapat membantu apapun dan lebih baik bersembunyi. Tapi lihatlah sekarang, dia sudah berada di sana, menuntun Raja Eiridis dan merangkulnya. "Jasper, Skye, kalian berjuanglah..." ucapku lirih. Baik Jasper ataupun Skye, mereka tengah berjuang melawan sosok itu untuk menyelamatkan Raja Eiridis. Sedangkan aku hanya menunggu di sini, tanpa melakukan apapun. Aku sadar bahwa kemampuanku belum cuku
"Astaga, kemana ia pergi" gerutunya. Sejak pagi berada di sana, perempuan itu terus menggerutu seorang diri. Ia adalah Leah, dan dirinya tengah sibuk berkeliling mengitari tempat yang sama sebanyak 7 kali usai Abby menitipkan Jasper padanya. "Jasper, di mana kau?" teriaknya. Leah terus melihat ke sekitar, mencari kucing hitam milik Abby yang tiba-tiba saja menghilang dari sisinya."Abby tolong aku, Jasper hilang.." ucapnya lirih sembari terus mencari Jasper.Ia terlalu fokus mencari di mana keberadaan Jasper. Saking fokusnya, bahkan ia tak menyadari kedatangan Skye yang muncul dari belakang. "Apa yang kau cari?" ucap Skye. Mendengar ada seseorang di belakangnya, Leah segera menoleh ke arah Skye dan menjawabnya. "Jasper. Aku tak melihatnya sejak pagi" balasnya singkat, lalu kembali sibuk mencari Jasper di balik semak-semak taman. Leah seakan tak perduli dengan Skye dan lebih memilih