Share

30. PENCITRAAN

Penulis: mayuunice
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-29 21:00:21

“Ren, ini Pak Irsyad sama Bu Leli minta tolong buat input soal UTS-nya.” Mia memberikan sebuah flashdask berwarna hitam pada Irene.

Minggu depan adalah jadwal pelaksanaan ujian tengah semester. Sudah sejak Irene berkuliah semester lima, pelaksanaan ujian di kampusnya selalu dilaksanakan secara daring. Namun, begitu, para mahasiswa tetap mengerjakan soalnya di dalam kelas dan diawasi oleh dosen pengampu.

“Oh, boleh, Bu. Nanti selesai ini aku input soalnya ke web,” ucap Irene pada teman kerjanya itu. Ia pun segera mengamankan flashdisk-nya.

“Oh ya, ini sekalian. Tolong masukin dokumentasi kegiatan pembelajaran Pak Juna, untuk pelaporan,” tambah perempuan tersebut.  Kini dia memberikan flashdisk berwarna gold. Mia memang sedang sibuk dengan pekerjaan lain, sehingga dia tidak bisa meng-handle pekerjaan tambahan tersebut.

Mendadak hati Irene panas, tatkala mendengar nama orang itu disebut. Ekspresi wajahnya yang tadi te

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yuni Gusnani
cukup menarik untuk dibaca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   31. JATUH

    “Irene, tunggu sebentar!” seru seseorang.Karena namanya dipanggil, sontak Irene menoleh kebelakang. Dan, betapa terkejutnya Irene, ketika melihat siapa yang baru saja memanggilnya. Dengan terburu-buru, dia memutuskan untuk pergi, tak ingin menghiraukan panggilan dari orang tadi.Selama ini Irene berhasil menghindar, ketika dia melihat pria itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Juna. Biasanya Irene selalu bisa me-notice, jika pria itu ada di dekatnya. Sialnya, hari ini Irene lengah dan tidak memperhatikan sekitar.Gadis itu pun terus menuruni anak tangga. Berusaha menjauh dan menghindar dari Juna. Namun, ternyata Juna malah mengejarnya. Entah apa niat pria itu, Irene tak peduli. Dia tidak ingin berhubungan lagi dengan sang pencuri.“Aaakk!”Saat dia tinggal meniti tiga anak tangga lagi, sesuatu terjadi pada Irene. Dia terkilir dan berakhir dengan terjatuh di lantai dasar. Posisinya kini telungkup, dengan wajah yang menempel pada lantai keramik berwarna putih tulang.“Irene!” seru Juna denga

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   32. RAPAT

    “Sudah sembuh? Kenapa bisa jatuh, sih, Ren?” tanya Mia menyambut Irene yang baru saja kembali bekerja setelah beristirahat tiga hari.Irene memutar pergelangan kaki kirinya, “Mendingan, Bu. Biasa lagi jalan buru-buru, gara-gara dikejar setan,” jawabnya.“Hah? Setan? Bercandamu itu, ya, Ren.” Wajah Mia terlihat tidak nyaman.“Beneran, Bu. Aku dikejar setan dari lantai dua. Karena takut, ya, aku lari. Terus jatuh, deh,” terangnya dengan wajah yang serius.Mia tiba-tiba memeluk tubuhnya sendiri. Matanya melirik ke kanan dan kiri. Ia pun langsung menggeserkan kursinya mendekat pada Irene.“Serius?” bisiknya dengan wajah yang ketakutan. “Ren, jangan bikin saya jadi parnoan, dong. Pantes, kemarin saya ngerasa nggak enak pas ditinggal kamu.” Dia menunjukkan lengannya, yang ternyata bulu halusnya itu berdiri.“Pfft….” Irene tertawa melihat reaksi dari perempua

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-31
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   32. TANDATANGANI INI

    Irene membenamkan wajah di meja kerjanya. Malu, itulah yang sedang Irene rasakan. Di ruang rapat tadi, dia hilang kendali karena merasa risih dengan Juna yang tidak bisa diam. Alhasil, dia mendapatkan teguran dari Erlina dan tatapan sinis dari beberapa dosen.Bagaimana tidak? Irene berani-beraninya membentak dosen yang statusnya saja bisa dibilang di atas Erlina—walau tidak resmi. Semua dosen—khususnya di departemen sejarah, menghormati Juna. Walau dia tegolong dosen muda di sana, tapi tak ada yang berani menyentuhnya.“Bodoh! Mulutmu ini nggak bisa ditahan apa, Ren?” batin Irene. Dia membenturkan pelan kepalanya pada meja. “Ah, tapi aku nggak seratus persen salah. Ini semua gara-gara si setan, yang kerjaannya suka ngeganggu!” umpatnya dalam hati.Ah, ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Semakin Irene menghindar dari Juna, rasanya laki-laki itu semakin mengganggunya. Irene pun bangkit dari meja kerja. Matanya langsung mengar

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-01
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   34. PERJANJIAN

    Selembar kertas Irene tunjukkan pada Juna. Dia memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi, jika pria itu ingin mendapatkan permintaan maaf darinya.Irene mendekat pada Juna, ia memberikan ketras tersebut. “Silakan baca dan tandatangani ini. Saya juga sudah bubuhkan meterai,” ucapnya.Meraih kertas yang Irene berikan, lalu Juna membaca tulisan yang ada dalam perjanjian tersebut. Lalu mata hitamnya itu membulat. “Apaan ini? Gimana aku bisa sembuh kalau menyentuh dia aja nggak boleh?” batin Juna. Ia pun langsung menatap Irene.“Kenapa?” tanya Irene, dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada.Walau kemarin dia baru saja dinasehati oleh Irsyad, tentang harus menjaga sikap dengan Juna. Namun, saat berduaan seperti ini, Irene tak ingin bersikap terlalu baik dan sopan. Bagaimana pun perasaannya tak bisa sepenuhnya memaafkan apa yang sudah dilakukan Juna padanya.“Apakah saya perlu menandatangani ini?” tanya Juna dengan suaranya yang berat. Dia mencoba untuk mengintimidasi Irene dengan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-01
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   35. PENUNGGU

    Sepanjang malam Juna tak bisa tidur dengan nyenak. Dia terus memikirkan perkataan dari nenek tua itu. Untuk menepis segala kegelisahan di hati, akhinya pagi ini Juna pun memutuskan untuk pergi ke tempat di mana ia menemui nenek tersebut. “Lo yakin, Jun?” ucap Stefan di dalam panggilan telepon.Juna saat ini sedang berjalan, menyusuri lereng gunung merapi. Terik matahari tak membuatnya putus asa, dia terus berusaha mencari sebuah gubuk yang saat itu Juna dan Stefan datangi.“Gimana kalau nenek itu udah nggak ada? Udah meninggal gitu?” kata Stefan lagi.Langkah kaki Juna berhenti, dia menghela napas. “Bukannya kemarin lo bilang untuk mempertimbangkan ucapan si nenek tua itu? Makanya gue ke sini, karena gue merasa harus cari tahu lebih dalam,” terangnya.“Ya, tapi kenapa ngedadak gini? Emang lo tahu informasi tentang nenek itu?” Terdengar sahabat Juna itu ikut merasa frutrasi.“Gue bakal cari tahu di sini. Udah, mending lo balik kerja aja, deh,” pungkas Juna, yang langsung mematikan pan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-02
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   36. MEMINTA SARAN

    “Katanya kamu sakit, Irene?” Malam ini Reno mengunjungi Irene di kosannya. Setelah kurang lebih dua minggu mereka tidak bertemu.Dua manusia berbeda gendre ini sedang makan malam di kosan sang perempuan. Awalnya mereka hendak jalan-jalan dan makan malam di luar. Tapi ternyata langit malam sedang tak bersahabat dengan mereka. Baru saja Reno sampai di kosan dan hendak menjemput Irene, hujan pun turun. Alhasil mereka hanya memesan makanan dari layanan pesan online.Lawan bicaranya itu hanya menggangguk sambil menarik kedua sudut bibirnya. “Tapi udah sembuh, kok. Cuman terkilir,” jawabnya.“Kenapa kamu nggak kasih tahu aku?” “Mmm ….” Irene berdeham, dia nampak kikuk. Tangannya itu mengusap tengkuknya. Memangnya boleh Irene memberi tahu tentang kondisinya pada Reno?Reno menghela napas, ia melemaskan bahunya. “Jangan merasa sungkan. Aku akan sangat senang, kalau kamu memang memberi tahu kondisimu padaku,” ucapnya dengan penuh perhatian.Manik hitam milik Reno itu menatap hangat pada Irene

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-03
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   37. TERLAMBAT

    Tidak terasa, waktu berlalu dengan sangat cepat. Rasanya baru kemarin pekan UTS dilaksanakan, kali ini sudah akan memasuki pekan akhir semester saja. Irene sendiri sudah mendapatkan tugas tambahan dari dosen-dosen senior, yang memintanya untuk menginput soal-soal ujian nanti. Selain itu, dia pun disibukkan dengan data base dari para mahasiswa baru yang masuk melalui jalur vokasi.“Huh!” Irene mengembuskan napas kasar, “minggu ini pasti bakal padet banget,” ucapnya sembari menatap pantulan dirinya di depan cermin. “Semangat, Irene!”Gadis itu mencoba untuk menyemangati dirinya sendiri. Dia sudah bisa membayangkan bagaimana hectic-nya pekerjaan di minggu ini. Lamunannya tiba-tiba buyar, saat Irene disadarkan dengan suara dering telepon di pagi hari.Dengan cepat Irene mengambil ponselnya yang tadi baru saja dia isi daya. Benda pipih itu pun ia dekatkan ke daun telinga kanannya.“Halo, kenapa, Irgie?” sapa Iren

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-04
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   38. PERHATIAN KECIL

    Irene kini berada di dalam sebuah mobil SUV berwarna hitam, yang tadi menawarkan tumpangan padanya.“Kenapa di belakang, sih?” tanya pria yang ada di balik kemudi dengan nada yang sedikit ketus.“Ini jarak terjauh. Nggak mungkin, kan saya bikin jarak satu meter? Udah cepet, deh, Pak. Saya harus absen, pasti Bapak juga harus segera absen, kan?” protes Irene.Memang agak kurang ajar Irene ini. Padahal dia sedang diberikan bantuan tumpangan. Bukannya duduk di depan, dia malah duduk di belakang. Benar-benar memperlakukan sang pemilik mobil sebagai supir.Sikap kurang akhlak Irene ini hanya ditujukan untuk satu orang. Siapa lagi kalau bukan Juna Atmadjadarma. Irene benar-benar tidak peduli dengan sikapnya, jika sedang berduaan saja dengan Juna. Lagi pula pria itu duluan yang tidak bisa menjaga sikapnya pada Irene.“Oke,” bisik Juna dengan sedikit penekanan. Ada rasa penyesalan dia mengajak Irene menumpangi mobilnya. N

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-05

Bab terbaru

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 5

    “Apa? Ada anak laki-laki yang menggoda anak perempuan Papa?” Tiba-tiba saja Juna datang dengan pakaian yang sudah lengkap. Dia langsung menghampiri anak dan istrinya. “Siapa dia, Nathan?” tanya Juna lagi. Nathan menoleh ke arah sang ayah, dia merasa memiliki teman sekarang. “Ada, Pa. Dia anak laki-laki di kelas sebelah. Nathan tidak suka Freya dekat dengan Farrel, karena laki-laki itu sering kali memberikan anak perempuan ikat rambut. Sudah jelas dia bukan laki-laki baik, kan, Pa?” ucap Nathan. “Wah, jelas. Dia bukan laki-laki yang baik. Dia dekat dengan semua perempuan. Bagus, Sayang, kamu harus melindungi adikmu.” Juna langsung mengelus puncak kepala Nathan. Sedangkan anak laki-lakinya itu tersenyum penuh kemenangan. Berbeda dengan Nathan yang merasa dibela oleh sang ayah. Freya terlihat matanya berkaca. “Papa kok membela Kak Nathan?” ucap Freya dengan suaranya yang bergetar, “padahal Papa bilang kalau kita harus menerima pemberian dan niat baik dari orang lain. Freya tahu kal

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 4

    “Pa, sebaiknya Papa di rumah saja. Nanti Jessica akan mengirim kabar secepatnya,” ucap Jessica pada ayah mertuanya.Kini mereka sedang di rumah sakit. Tidak, tidak ada yang sakit, hanya saja ada seseorang yang hendak melahirkan.“Tidak, Papa tidak bisa menunggu di rumah dengan tenang. Papa sudah sangat menantikan cicit dari Juna,” jawab Jodi yang sedang duduk di kursi roda dan di temani dengan asisten pribadinya.Kesehatan Jodi tidak seprima sebelumnya. Namun, begitu dia sangat mengayomi Irene. Bahkan hampir setiap minggu Jodi selalu mendatangi kediaman Jessica. Karena selama Irene hamil, perempuan itu tinggal dengan ibu mertuanya.Kehadiran anak Juna dan Irene sangat ditunggu-tunggu oleh semua orang, bukan hanya ibu bapaknya saja. Hampir seluruh keluarga besar Juna dan Irene menantikan kelahiran mereka. Bahkan tak sedikit dari mereka yang bertaruh, anaknya akan mirip seperti Juna atau Irene.“Suami Bu Irene apa sudah

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 3

    “Good evening, My Honey.”Irene masih diam bagaikan patung. Dia merasa sangat sangat terkejut dengan kedatangan Juna. Ya, benar Juna suaminya, kini ada di hadapan Irene.“Kaget, ya?” goda Juna.“Kamu kok ada di sini? Kapan berangkatnya?” tanya Irene dengan mulut sedikit menganga.“Kemarin kalau waktu Indonesia,” jawab Juna cepat, “aku nggak dipersilakan masuk?” tanyanya lagi.Irene mengerejap, dia benar-benar dibuat ternganga oleh kedatangan Juna yang sangat tiba-tiba.“Ah, iya. Ayok masuk, tapi kamar apartemenku kecil. Cuman tipe studio,” ucap Irene.Juna menggeleng. “Tidak apa. Asal bersamamu, tempat sekecil lemari pun aku merasa nyaman,” gombalnya.Irene mendengus, lalu sedikit mendelik. Karena tak banyak bahan makanan yang tersedia. Irene hanya memasak mie instan untuk suaminya.“Maaf aku cuman bisa kasih ini. Kalau kamu bilang, aku bisa prepare,” ucap Irene.“No problem, Honey. Kalau aku bilang, bukan surprise namanya.”Irene menghela napas, lalu memberikan semangkuk mie instan p

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 2

    Atmosfer di kamar itu terasa sangat panas. Bahkan peluh dua insan manusia itu sudah melebur menjadi satu. Suara napas mereka saling berderu satu sama lain. Tak ketinggalan suara desahan demi desahan terdengar jelas keluar dari mulut sang perempuan muda.“Tahan, ini akan terasa sakit di awal,” ucap Juna sambil menatap kedua mata cokelat milik istrinya.Setelah pemanasan di kamar mandi, mereka pun kembali ke kamar, sesuai dengan permintaan Irene. Pasalnya Irene merasa tidak nyaman dan tidak leluasa. Apalagi dengan nol pengalaman yang dimiliki Irene.“Jun, aku takut,” rintih Irene. Namun, begitu rintihan itu terdengar seperti seseorang yang sedang menikmati nikmatnya dunia.“Tenang, kamu percayakan saja padaku,” kata Juna meyakinkannya. Kemudian dia mengecup kening istrinya.Irene pun mengangguk, walau perasaan takut kini mulai bisa ia rasakan. Dia sedikit ngeri ketika membayangkan sesuatu masuk ke dalam tubuhnya. Apalagi milik Juna terlihat sangat besar dan juga gagah. Apa bisa miliknya

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 1

    “Silakan, Mas Juna kita sudah sampai,” ucap seorang sopir yang duduk di balik kemudi. Setelah acara pesta selesai, Juna dan Irene menuju sebuah hotel mewah di ibu kota. Mereka belum sempat menyusun acara bulan madu, karena besok Juna ada agenda penting yang tidak bisa ia tinggalkan. Ya, wajarlah, mereka menikah itu the power of dadakan. Ketika Irene sudah mengatakan bahwa dia akan kembali pada Juna. Hanya berselang satu minggu, Juna langsung mempersunting Irene. Bahkan untuk momen tunangan saja mereka melewati hal tersebut. Juna merasa sedikit khawatir, kalau saja Irene kembali berubah pikiran. Atau sebenarnya memang Juna sendiri sudah merasa tidak tahan dengan statusnya sebagai duda loyo? Tak hanya Juna yang memiliki agenda penting, Irene pun sama demikian. Dia harus kembali ke Inggris untuk sementara waktu. Menyelesaikan apa yang seharusnya dia selesaikan terlebih dahulu. “Selamat datang Pak Juna Atmadjadarma dan juga istri,” sambut seorang pria jangkung dan mempunyai tubuh gagah

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   144. PELABUHAN TERAKHIR (END)

    Juna merasa gelisah, karena dirinya khawatir tidak sempat untuk bertemu dengan Irene. Dirinya langsung keluar dari mobil SUV hitam dan langsung berlari memasuki bandara. Beberapa kali Juna harus menyalip beberapa kerumunan, dan dia terus meminta maaf. “Please, Tuhan. Semoga sempat,” batin Juna, yang tak pernah memperlambat langkahnya. Sampai di suatu titik di mana Juna melihat gadis yang sedang dicarinya sedang berlari dari arah yang berlawanan. Entah apa yang sedang gadis itu lakukan, tapi Juna merasa bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk bertemu dengannya. Juna rela meninggalkan rapat penting demi menyusul Irene. Dia tidak ingin kehilangan gadis itu untuk kesekian kalinya. Juna tidak bisa membiarkan Irene pergi meninggalkannya sendiri. Walau Juna siap menunggu Irene sampai kapan pun, tapi jika masih bisa untuk menahannya maka akan Juna lakukan. Gadis itu semakin dekat dengannya. Juna bisa melihat kalau Irene pun ikut memandangnya. Sedetik kemudian, Juna melihat kalau

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   143. WE MEET AGAIN

    Padang rumput yang sangat hijau kini menghiasi pandangan Irene. Bunga butercup terlihat menghiasi di atasnya. Kombinasi warna hijau dan hiasan berwarna kuning, begitu menyejukkan mata.Irene sedang berdiri di tengah-tengah padang rumput itu. Angin sepoi-sepoi sesekali menyibak rambutnya. Ia sesekali menyisir rambut hitamnya itu. Kemudian, tiba-tiba di ujung sana, Irene melihat sebuah objek yang membuat matanya menyipit untuk mengamati objek tersebut.“Mama? Papa?” gumam Irene kecil.Objek itu semakin jelas. Irene bisa melihat sosok kedua orang tuanya sedang memandang Irene dari kejauhan. Terlihat mereka tersenyum lebar, sembari tangannya terulur.“Mama! Papa!” teriak Irene, saat dirinya sudah yakin bahwa yang dilihatnya adalah sosok kedua orang tuanya.Dalam hitungan detik, Irene pun berlari mendekati kedua orang tuanya. Tanpa berpikir panjang, dia langsung memeluk mereka berdua.“Ma, Pa, aku kangen,” lirih Irene. Air matanya pun tumpah ruah seketika.“Kamu sudah besar, ya, Sayang,” b

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   142. TEH HANGAT

    Irene sedikit terkejut dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Saat dirinya sedang berjalan mundur, tanpa sengaja dia menabrak nenek yang sudah tua dan renta, yang sedang membawa kayu bakar di punggungnya. Seketika kayu yang dibawa sang nenek berjatuhan. Dengan cepat Irene langsung berjongkok dan membantu sang nenek merapikan ranting dan juga kayu tersebut. “Nek, sekali lagi maafkan saya. Saya tidak sengaja,” ucap Irene dengan perasaan sangat bersalah. “Ndak papa, Nduk,” balas sang nenek yang sudah renta tersebut sambil menatap Irene dan tersenyum. “Biar saya yang bawa saja, Nek. Nenek tinggal di mana? Biar saya antarkan.” Merasa sangat bersalah, Irene pun berinsiatif menawarkan bantuan. “Tidak usah. Tidak apa-apa, rumah Nenek masih jauh,” balas sang Nenek. Irene mendesah, “Apalagi rumah Nenek jauh. Biar saya yang batu, ya, Nek. Nenek jangan menolak,” paksa Irene. Saking tidak mau ditolak bantuanya, Irene langsung menggendong kayu tersebut di punggungnya. Dia sedikit merin

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   141. PERMOHONAN SEORANG IBU

    Entah sejak kapan Jessica ada di tempat itu. Namun, sekarang wanita yang sudah terlihat tua itu duduk di hadapan Irene. Mau tidak mau, Irene harus meluangkan waktu untuk sekedar mengobrol dengannya.“Apa kabar?” tanya Jessica membuka pembicaraan.“Baik, Tante,” jawab Irene sambil tersenyum canggung.Jessica pun balas melemparkan senyumannya. “Kamu tambah cantik saja. Gimana kerjaan di sana?” Wanita itu masih berbasa-basi.“Terima kasih banyak, Tante. Lumayan nyaman. Tante dan Om Justin bagaimana kabarnya?” tanya Irene.“Kabar kami baik, Ren.”“Tante, kenapa harus repot-repot datang ke mari?” tanya Irene dengan raut wajah yang sedikit kurang nyaman.Bukan, Irene bukan merasa kurang nyaman dengan Jessica. Melainkan, dia merasa sedikit tidak nyaman karena tiba-tiba saja Jessica ada di sini. Kota yang bisa dibilang lumayan jauh dari tempat tinggalnya.“Tante dapat kabar dari Irgie, kalau kamu pulang ke Indonesia. Jadi, Tante menyempatkan hadir. Tadinya Om Justin juga ingin datang, tapi ka

DMCA.com Protection Status