Share

128. JALAN SUCI

Author: mayuunice
last update Last Updated: 2023-07-15 22:11:28

“Kak Memey? Ada apa dia telepon? Tumben banget,” gumam Irene sambil menatap layar ponselnya.

Sejurus kemudian, gadis itu langsung menekan tombol berwarna hijau. Lalu dia mendekatkan ponsel pada daun telinganya.

“Halo, Kak Mey?” sapa Irene.

“Halo, Ren. Apa kabar?” tanya Memey dengan nada yang ceria.

“Baik, Kak. Kakak gimana?” Irene bertanya balik.

Terakhir mereka saling berkirim pesan, mungkin sekitar 1 atau 2 bulan lalu. Irene tak begitu ingat dengan pasti.

“Baik juga. Oh iya, aku ganggu nggak?” tanya Memey lagi.

“Santai. Aku lagi nggak sibuk, Kak,” jawab Irene.

Memey menghela napas lega. “Syukurlah, aku kira kamu lagi sibuk, Ren. Ngomong-omong, minggu depan kamu ada waktu luang, kan?”

“Kapan, Kak?”

“Hmm … sekitar hari Sabtu.”

Sebenarnya Irene hanya basa-basi, dia sendiri tidak memiliki agenda khusus. Kehidupannya sekarang hanya di kosan dan juga kampus.

“Free, Kak. Ada apa?”

“Ah, syukurlah. Aku rencanaya minggu ke depan mau ke Bandung. Kita bisa ketemu, kan? Tapi … jangan malem, soal
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   129. MEMAAFKAN

    Bagaimana jika semua orang tahu, kalau Irene bisa bekerja di kampus karena orang dalam? Pasti kebanyakan di antara mereka akan merasa sangat kecewa. Pasalnya, Irene melihat ekspektasi mereka terlalu tinggi padanya. Walau pada awalnya, Irene pun berpikir demikian.Intinya dirinya saja bisa kecewa. Apalagi orang lain?Kini Irene hanya bisa melamun saat rapat digelar. Bahkan Irene sudah tidak fokus mendengarkan pembahasan rapat, sejak lima menit pertama. Tanpa sadar dirinya mencoret-coret buku kecil miliknya. Sampai kertas pada halaman tersebut sudah berubah hitam oleh tinta.“Mbak Irene,” bisik Mia memanggil Irene.Sedari tadi Mia memperhatikan Irene yang sedang melamun.“Irene,” panggil Mia lagi sambil menyikut Irene. Pasalnya Mia juga sadar bahwa ada orang lain yang sedang memandang Irene, yang sedang melamun.“Ya?” Irene langsung mengerejap dan menoleh ke arah Mia.“Perhatiin, nggak enak Pak Juna notice kamu lagi ngelamun,” katanya masih berbisik.“Hah?” Irene nampak sedikit terkejut

    Last Updated : 2023-07-16
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   130. SEGERA AKHIRI

    “Angkat dulu saja,” pinta Irene.Pasalnya ponsel Juna terus berdering, dan pria itu tidak melakukan apa pun, baik mematikan atau mengangkatnya.“Nggak usah sungkan. Angkat saja dulu,” pintanya lagi.Juna mendesah, dia pun menuruti permintaan Irene, mengangkat panggilan dari sang mantan pacar.“Ya, halo, Mey?” sapa Juna sesaat dirinya mengangkat panggilan tersebut.“Wah, tumben banget kamu langsung angkat teleponku, Sayang. Biasanya aku harus spam dulu baru kamu angkat,” sindir Memey.Juna memutar bola matanya malas. Lagi-lagi dia mendesah kasar, dan kegiatan itu dilihat oleh Irene dengan tatapan yang menyipit.“Ada apa?” tanya Juna yang malas berbasa-basi.“Jun, kenapa makin hari kamu makin ketus, sih? Kemarin aja kamu datang padaku dengan wajah yang sangat manis. Bahkan sampai meminta bantuanku. Kenapa? Kamu berubah pikiran lagi?” cerocos Memey.“Aku lagi ada tamu. Jadi, cepat katakan maksud dan tujuanmu menghubungiku. Kalau tidak aku akan langsung menutup panggilannya!” tegas Juna.

    Last Updated : 2023-07-16
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   131. MEMANGNYA SALAH, YA?

    Kini topik pembicaraan di antara Memey dan Irene, terasa sangat hambar bagi gadis yang belum genap tiga puluh tahun itu. Memey merasa sindiran yang tadi tanpa sadar keluar dari mulut Memey, sedikit melukai hatinya.“Tapi kenapa aku harus kesindir? Aku, kan, nggak manfaatin Juna sama sekali,” protes Irene dalam hati.Memey terlihat melirik pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Kemudian dia menarik napas dan menatap Irene.“Kayaknya aku harus pamit, Ren,” ucapnya.“Hah?” Irene yang sedang melamun, sedikit tersentak dan menatap ke arah Memey.“Aku ada agenda lain sebelum ketemu sama dia. Ya, semacam mempercantik diri, hahaha,” ujar Memey.Irene mengangguk-anggukan kepalanya. Entah kenapa perasaannya terhadap Memey kini berubah. Mungkin dia masih merasa tersindir dengan ucapan wanita itu barusan.“Iya, ketemu mantan harus cantik, ya, Kak. Semoga sukses, ya, aku tunggu kabar baiknya,” timpal Irene sambil tersenyum yang terasa sedikit dipaksakan.“Thank you. Kalau ada k

    Last Updated : 2023-07-16
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   132. PANGGILAN SAYANG

    “Terima kasih banyak, Tante. Tapi … apa boleh aku mengutarakan sesuatu pada Tante?” tanya Irene. “Dengan senang hati,” sambut Jessica. Irene menjilat bibirnya yang tak terasa kering. Dia khawatir kalau Jessica sedikit tersinggung dengan pengakuannya ini. Namun, Irene merasa tak tenang, karena ini bersebrangan dengan pendiriannya. “Maaf sebelumnya, Tante. Tapi apa benar, Tante yang meminta Bu Erlina agar aku bekerja sebagai staff akademik di kampus?” tanyanya tanpa basa-basi. Walau jantungnya kini berirama sedikit lebih cepat. Jessica terdiam ketika mendapatkan pertanyaan seperti itu. Sedangkan Irene dia sedang menunggu jawaban dengan harap cemas. Meskipun dirinya tahu, kalau jawabannya seratus persen adalah benar. “Benar, Tante yang merekomendasikan kamu pada Bu Erlina. Karena Tante rasa kamu memang cakap dan kompeten. Ternyata Bu Erlina pun memiliki penilaian yang sama,” papar Jessica. Sorot mata wanita itu tidak berbohong. “Tapi Tante, maaf … aku agak sedikit keberatan. Kalau t

    Last Updated : 2023-07-17
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   133. NOTHING SPECIAL

    Juna baru saja memarkirkan mobil SUV hitamnya. Malam ini dia mempunyai janji temu dengan mantan pacarnya, Memey. Dia sebenarnya tidak begitu peduli, tapi Juna ingat kata-kata Irene. Dia harus segera mengakhiri hubungannya dengan Memey.Sebelum keluar dari kendaraan pribadinya, Juna merapikan penampilan. Sambil melirik ke spion atas, dia merapikan rambutnya yang bergaya undercut. Setelah dirasa rapi, dia pun segera keluar dari mobil.Langkahnya membawa Juna menuju lantai tiga sebuah gedung besar. Di mana di sana terdapat sebuah lounge mewah, yang menjadi titik pertemuan dirinya dengan Memey.“Ah, akhirnya kamu datang juga, Juna!” kata Memey, yang dengan cekatan langsung mendapati keberadaan Juna.Perempuan itu berdiri dari kursinya, sambil menyambut Juna dengan senyuman smirk-nya. Dengan balutan dress berwarna merah, dan riasan wajah bernuansa bold. Membuat wanita itu nampak terlihat sangat seksi.Untuk sepersekian detik, pandangan Juna terfokus pada bibir wanita itu. Nampak sangat ber

    Last Updated : 2023-07-19
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   134. TERLALU PERCAYA DIRI

    “Terus, untuk bantuan? Bukannya kamu meminta bantuanku? Berarti kamu masih membutuhkanku?” celetuk Memey sambil melirik Juna dengan tatapan sinis.Juna melirik dengan tatapan sinis. Kemudian dia menarik napas dan memalingkan wajah sebentar. Namun, tatapan sinis itu ia arahakn kembali pada Memey.“Aku sudah tidak membutuhkan bantuanmu lagi. Jadi, mulai sekarang jangan pernah menggangguku lagi. Lanjutkan kehidupanmu dan jangan pernah ikut campur dengan urusanku. Besikaplah seperti dulu, saat aku memutuskan untuk bersama dengan mantan istriku,” tukasnya.Dulu, saat Juna lebih memilih Amara, dia pun mempertegas hal seperti ini pada Memey. Dan, itu berhasil, Memey menjauh dan tak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi di depan Juna.Memey hanya terdiam, dia sudah tak berselera untuk menghabiskan makanannya. Untuk kedua kalinya, Memey di tolak oleh sang cinta pertamanya.Bagaimana pun Juna adalah sosok laki-laki yang sulit Memey lupakan. Masa mudanya dia habiskan bersama dengan pria itu.

    Last Updated : 2023-07-19
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   135. KAMU SALAH, MEY!

    Sambil setengah mabuk, Memey tertawa melihat apa yang saat ini ada di hadapannya. Ternyata gosip tentang Juna yang mengidap impotensi adalah benar. Wanita itu sudah mengetahui berita ini sejak lama.Memey bangkit dan segera meraih pakaian yang sempat ia tanggalkan, lalu kembali memakainya. Tak mau diam saja, Juna pun ikut bangun dan merapikan penampilannya.“Ah, ternyata karma berlaku padamu, ya, Jun,” cibirnya.Juna mengepalkan tangannya erat, sampai urat-uratnya pun jelas terlihat.“Tak aku sangka, ternyata apa yang aku ucapkan bisa terjadi juga. Aku senang melihatmu seperti ini. Pantas saja kamu bercerai dan tak kunjung menikah lagi. Karena tidak ada satu wanita pun yang mau denganmu, Jun,” hardik Memey.Tatapan wanita itu benar-benar mencemooh Juna.“Rasa sakit hati aku kini benar-benar terbayarkan. Semesta memang memihakku, Jun. Kamu benar-benar impoten, sesuai dengan keinginanku.”Rahang Juna

    Last Updated : 2023-07-20
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   136. KEBOHONGAN

    “Aku benar-benar membutuhkanmu, Ren,” mohon Juna di seberang sana.“Apa? Membutuhkanku? Bukannya dia sudah bersenang-senang dengan Kak Memey?” batin Irene. Darahnya kini sudah mendidih, ingin rasanya menghardik Juna. Namun, dia merasa tidak memiliki energi yang tersisa.“Aku mohon. Nggak akan lama,” pintanya lagi.Irene menelan ludah dengan susah payah, “Oke, sebentar aja,” kata Irene mengalah.Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Irene keluar dari kosan dan menemui Juna. Terlihat pria itu sudah menunggu di luar mobil. Dan, saat mellihat Irene keluar dari pintu gerbang, tiba-tiba saja Juna menghampiri Irene dan langsung memeluknya.“Lepas, Jun. Ini tempat umum,” ucap Irene dengan suara lemah.“Sebentar aja, Ren.”Juna memeluk erat tubuh Irene, sedangkan perempuan itu pun menurut. Dia merasa sangat-sangat bersalah pada gadis itu, terhadap apa yang sudah ia lakukan

    Last Updated : 2023-07-20

Latest chapter

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 5

    “Apa? Ada anak laki-laki yang menggoda anak perempuan Papa?” Tiba-tiba saja Juna datang dengan pakaian yang sudah lengkap. Dia langsung menghampiri anak dan istrinya. “Siapa dia, Nathan?” tanya Juna lagi. Nathan menoleh ke arah sang ayah, dia merasa memiliki teman sekarang. “Ada, Pa. Dia anak laki-laki di kelas sebelah. Nathan tidak suka Freya dekat dengan Farrel, karena laki-laki itu sering kali memberikan anak perempuan ikat rambut. Sudah jelas dia bukan laki-laki baik, kan, Pa?” ucap Nathan. “Wah, jelas. Dia bukan laki-laki yang baik. Dia dekat dengan semua perempuan. Bagus, Sayang, kamu harus melindungi adikmu.” Juna langsung mengelus puncak kepala Nathan. Sedangkan anak laki-lakinya itu tersenyum penuh kemenangan. Berbeda dengan Nathan yang merasa dibela oleh sang ayah. Freya terlihat matanya berkaca. “Papa kok membela Kak Nathan?” ucap Freya dengan suaranya yang bergetar, “padahal Papa bilang kalau kita harus menerima pemberian dan niat baik dari orang lain. Freya tahu kal

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 4

    “Pa, sebaiknya Papa di rumah saja. Nanti Jessica akan mengirim kabar secepatnya,” ucap Jessica pada ayah mertuanya.Kini mereka sedang di rumah sakit. Tidak, tidak ada yang sakit, hanya saja ada seseorang yang hendak melahirkan.“Tidak, Papa tidak bisa menunggu di rumah dengan tenang. Papa sudah sangat menantikan cicit dari Juna,” jawab Jodi yang sedang duduk di kursi roda dan di temani dengan asisten pribadinya.Kesehatan Jodi tidak seprima sebelumnya. Namun, begitu dia sangat mengayomi Irene. Bahkan hampir setiap minggu Jodi selalu mendatangi kediaman Jessica. Karena selama Irene hamil, perempuan itu tinggal dengan ibu mertuanya.Kehadiran anak Juna dan Irene sangat ditunggu-tunggu oleh semua orang, bukan hanya ibu bapaknya saja. Hampir seluruh keluarga besar Juna dan Irene menantikan kelahiran mereka. Bahkan tak sedikit dari mereka yang bertaruh, anaknya akan mirip seperti Juna atau Irene.“Suami Bu Irene apa sudah

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 3

    “Good evening, My Honey.”Irene masih diam bagaikan patung. Dia merasa sangat sangat terkejut dengan kedatangan Juna. Ya, benar Juna suaminya, kini ada di hadapan Irene.“Kaget, ya?” goda Juna.“Kamu kok ada di sini? Kapan berangkatnya?” tanya Irene dengan mulut sedikit menganga.“Kemarin kalau waktu Indonesia,” jawab Juna cepat, “aku nggak dipersilakan masuk?” tanyanya lagi.Irene mengerejap, dia benar-benar dibuat ternganga oleh kedatangan Juna yang sangat tiba-tiba.“Ah, iya. Ayok masuk, tapi kamar apartemenku kecil. Cuman tipe studio,” ucap Irene.Juna menggeleng. “Tidak apa. Asal bersamamu, tempat sekecil lemari pun aku merasa nyaman,” gombalnya.Irene mendengus, lalu sedikit mendelik. Karena tak banyak bahan makanan yang tersedia. Irene hanya memasak mie instan untuk suaminya.“Maaf aku cuman bisa kasih ini. Kalau kamu bilang, aku bisa prepare,” ucap Irene.“No problem, Honey. Kalau aku bilang, bukan surprise namanya.”Irene menghela napas, lalu memberikan semangkuk mie instan p

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 2

    Atmosfer di kamar itu terasa sangat panas. Bahkan peluh dua insan manusia itu sudah melebur menjadi satu. Suara napas mereka saling berderu satu sama lain. Tak ketinggalan suara desahan demi desahan terdengar jelas keluar dari mulut sang perempuan muda.“Tahan, ini akan terasa sakit di awal,” ucap Juna sambil menatap kedua mata cokelat milik istrinya.Setelah pemanasan di kamar mandi, mereka pun kembali ke kamar, sesuai dengan permintaan Irene. Pasalnya Irene merasa tidak nyaman dan tidak leluasa. Apalagi dengan nol pengalaman yang dimiliki Irene.“Jun, aku takut,” rintih Irene. Namun, begitu rintihan itu terdengar seperti seseorang yang sedang menikmati nikmatnya dunia.“Tenang, kamu percayakan saja padaku,” kata Juna meyakinkannya. Kemudian dia mengecup kening istrinya.Irene pun mengangguk, walau perasaan takut kini mulai bisa ia rasakan. Dia sedikit ngeri ketika membayangkan sesuatu masuk ke dalam tubuhnya. Apalagi milik Juna terlihat sangat besar dan juga gagah. Apa bisa miliknya

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 1

    “Silakan, Mas Juna kita sudah sampai,” ucap seorang sopir yang duduk di balik kemudi. Setelah acara pesta selesai, Juna dan Irene menuju sebuah hotel mewah di ibu kota. Mereka belum sempat menyusun acara bulan madu, karena besok Juna ada agenda penting yang tidak bisa ia tinggalkan. Ya, wajarlah, mereka menikah itu the power of dadakan. Ketika Irene sudah mengatakan bahwa dia akan kembali pada Juna. Hanya berselang satu minggu, Juna langsung mempersunting Irene. Bahkan untuk momen tunangan saja mereka melewati hal tersebut. Juna merasa sedikit khawatir, kalau saja Irene kembali berubah pikiran. Atau sebenarnya memang Juna sendiri sudah merasa tidak tahan dengan statusnya sebagai duda loyo? Tak hanya Juna yang memiliki agenda penting, Irene pun sama demikian. Dia harus kembali ke Inggris untuk sementara waktu. Menyelesaikan apa yang seharusnya dia selesaikan terlebih dahulu. “Selamat datang Pak Juna Atmadjadarma dan juga istri,” sambut seorang pria jangkung dan mempunyai tubuh gagah

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   144. PELABUHAN TERAKHIR (END)

    Juna merasa gelisah, karena dirinya khawatir tidak sempat untuk bertemu dengan Irene. Dirinya langsung keluar dari mobil SUV hitam dan langsung berlari memasuki bandara. Beberapa kali Juna harus menyalip beberapa kerumunan, dan dia terus meminta maaf. “Please, Tuhan. Semoga sempat,” batin Juna, yang tak pernah memperlambat langkahnya. Sampai di suatu titik di mana Juna melihat gadis yang sedang dicarinya sedang berlari dari arah yang berlawanan. Entah apa yang sedang gadis itu lakukan, tapi Juna merasa bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk bertemu dengannya. Juna rela meninggalkan rapat penting demi menyusul Irene. Dia tidak ingin kehilangan gadis itu untuk kesekian kalinya. Juna tidak bisa membiarkan Irene pergi meninggalkannya sendiri. Walau Juna siap menunggu Irene sampai kapan pun, tapi jika masih bisa untuk menahannya maka akan Juna lakukan. Gadis itu semakin dekat dengannya. Juna bisa melihat kalau Irene pun ikut memandangnya. Sedetik kemudian, Juna melihat kalau

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   143. WE MEET AGAIN

    Padang rumput yang sangat hijau kini menghiasi pandangan Irene. Bunga butercup terlihat menghiasi di atasnya. Kombinasi warna hijau dan hiasan berwarna kuning, begitu menyejukkan mata.Irene sedang berdiri di tengah-tengah padang rumput itu. Angin sepoi-sepoi sesekali menyibak rambutnya. Ia sesekali menyisir rambut hitamnya itu. Kemudian, tiba-tiba di ujung sana, Irene melihat sebuah objek yang membuat matanya menyipit untuk mengamati objek tersebut.“Mama? Papa?” gumam Irene kecil.Objek itu semakin jelas. Irene bisa melihat sosok kedua orang tuanya sedang memandang Irene dari kejauhan. Terlihat mereka tersenyum lebar, sembari tangannya terulur.“Mama! Papa!” teriak Irene, saat dirinya sudah yakin bahwa yang dilihatnya adalah sosok kedua orang tuanya.Dalam hitungan detik, Irene pun berlari mendekati kedua orang tuanya. Tanpa berpikir panjang, dia langsung memeluk mereka berdua.“Ma, Pa, aku kangen,” lirih Irene. Air matanya pun tumpah ruah seketika.“Kamu sudah besar, ya, Sayang,” b

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   142. TEH HANGAT

    Irene sedikit terkejut dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Saat dirinya sedang berjalan mundur, tanpa sengaja dia menabrak nenek yang sudah tua dan renta, yang sedang membawa kayu bakar di punggungnya. Seketika kayu yang dibawa sang nenek berjatuhan. Dengan cepat Irene langsung berjongkok dan membantu sang nenek merapikan ranting dan juga kayu tersebut. “Nek, sekali lagi maafkan saya. Saya tidak sengaja,” ucap Irene dengan perasaan sangat bersalah. “Ndak papa, Nduk,” balas sang nenek yang sudah renta tersebut sambil menatap Irene dan tersenyum. “Biar saya yang bawa saja, Nek. Nenek tinggal di mana? Biar saya antarkan.” Merasa sangat bersalah, Irene pun berinsiatif menawarkan bantuan. “Tidak usah. Tidak apa-apa, rumah Nenek masih jauh,” balas sang Nenek. Irene mendesah, “Apalagi rumah Nenek jauh. Biar saya yang batu, ya, Nek. Nenek jangan menolak,” paksa Irene. Saking tidak mau ditolak bantuanya, Irene langsung menggendong kayu tersebut di punggungnya. Dia sedikit merin

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   141. PERMOHONAN SEORANG IBU

    Entah sejak kapan Jessica ada di tempat itu. Namun, sekarang wanita yang sudah terlihat tua itu duduk di hadapan Irene. Mau tidak mau, Irene harus meluangkan waktu untuk sekedar mengobrol dengannya.“Apa kabar?” tanya Jessica membuka pembicaraan.“Baik, Tante,” jawab Irene sambil tersenyum canggung.Jessica pun balas melemparkan senyumannya. “Kamu tambah cantik saja. Gimana kerjaan di sana?” Wanita itu masih berbasa-basi.“Terima kasih banyak, Tante. Lumayan nyaman. Tante dan Om Justin bagaimana kabarnya?” tanya Irene.“Kabar kami baik, Ren.”“Tante, kenapa harus repot-repot datang ke mari?” tanya Irene dengan raut wajah yang sedikit kurang nyaman.Bukan, Irene bukan merasa kurang nyaman dengan Jessica. Melainkan, dia merasa sedikit tidak nyaman karena tiba-tiba saja Jessica ada di sini. Kota yang bisa dibilang lumayan jauh dari tempat tinggalnya.“Tante dapat kabar dari Irgie, kalau kamu pulang ke Indonesia. Jadi, Tante menyempatkan hadir. Tadinya Om Justin juga ingin datang, tapi ka

DMCA.com Protection Status