“Angkat dulu saja,” pinta Irene.Pasalnya ponsel Juna terus berdering, dan pria itu tidak melakukan apa pun, baik mematikan atau mengangkatnya.“Nggak usah sungkan. Angkat saja dulu,” pintanya lagi.Juna mendesah, dia pun menuruti permintaan Irene, mengangkat panggilan dari sang mantan pacar.“Ya, halo, Mey?” sapa Juna sesaat dirinya mengangkat panggilan tersebut.“Wah, tumben banget kamu langsung angkat teleponku, Sayang. Biasanya aku harus spam dulu baru kamu angkat,” sindir Memey.Juna memutar bola matanya malas. Lagi-lagi dia mendesah kasar, dan kegiatan itu dilihat oleh Irene dengan tatapan yang menyipit.“Ada apa?” tanya Juna yang malas berbasa-basi.“Jun, kenapa makin hari kamu makin ketus, sih? Kemarin aja kamu datang padaku dengan wajah yang sangat manis. Bahkan sampai meminta bantuanku. Kenapa? Kamu berubah pikiran lagi?” cerocos Memey.“Aku lagi ada tamu. Jadi, cepat katakan maksud dan tujuanmu menghubungiku. Kalau tidak aku akan langsung menutup panggilannya!” tegas Juna.
Kini topik pembicaraan di antara Memey dan Irene, terasa sangat hambar bagi gadis yang belum genap tiga puluh tahun itu. Memey merasa sindiran yang tadi tanpa sadar keluar dari mulut Memey, sedikit melukai hatinya.“Tapi kenapa aku harus kesindir? Aku, kan, nggak manfaatin Juna sama sekali,” protes Irene dalam hati.Memey terlihat melirik pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Kemudian dia menarik napas dan menatap Irene.“Kayaknya aku harus pamit, Ren,” ucapnya.“Hah?” Irene yang sedang melamun, sedikit tersentak dan menatap ke arah Memey.“Aku ada agenda lain sebelum ketemu sama dia. Ya, semacam mempercantik diri, hahaha,” ujar Memey.Irene mengangguk-anggukan kepalanya. Entah kenapa perasaannya terhadap Memey kini berubah. Mungkin dia masih merasa tersindir dengan ucapan wanita itu barusan.“Iya, ketemu mantan harus cantik, ya, Kak. Semoga sukses, ya, aku tunggu kabar baiknya,” timpal Irene sambil tersenyum yang terasa sedikit dipaksakan.“Thank you. Kalau ada k
“Terima kasih banyak, Tante. Tapi … apa boleh aku mengutarakan sesuatu pada Tante?” tanya Irene. “Dengan senang hati,” sambut Jessica. Irene menjilat bibirnya yang tak terasa kering. Dia khawatir kalau Jessica sedikit tersinggung dengan pengakuannya ini. Namun, Irene merasa tak tenang, karena ini bersebrangan dengan pendiriannya. “Maaf sebelumnya, Tante. Tapi apa benar, Tante yang meminta Bu Erlina agar aku bekerja sebagai staff akademik di kampus?” tanyanya tanpa basa-basi. Walau jantungnya kini berirama sedikit lebih cepat. Jessica terdiam ketika mendapatkan pertanyaan seperti itu. Sedangkan Irene dia sedang menunggu jawaban dengan harap cemas. Meskipun dirinya tahu, kalau jawabannya seratus persen adalah benar. “Benar, Tante yang merekomendasikan kamu pada Bu Erlina. Karena Tante rasa kamu memang cakap dan kompeten. Ternyata Bu Erlina pun memiliki penilaian yang sama,” papar Jessica. Sorot mata wanita itu tidak berbohong. “Tapi Tante, maaf … aku agak sedikit keberatan. Kalau t
Juna baru saja memarkirkan mobil SUV hitamnya. Malam ini dia mempunyai janji temu dengan mantan pacarnya, Memey. Dia sebenarnya tidak begitu peduli, tapi Juna ingat kata-kata Irene. Dia harus segera mengakhiri hubungannya dengan Memey.Sebelum keluar dari kendaraan pribadinya, Juna merapikan penampilan. Sambil melirik ke spion atas, dia merapikan rambutnya yang bergaya undercut. Setelah dirasa rapi, dia pun segera keluar dari mobil.Langkahnya membawa Juna menuju lantai tiga sebuah gedung besar. Di mana di sana terdapat sebuah lounge mewah, yang menjadi titik pertemuan dirinya dengan Memey.“Ah, akhirnya kamu datang juga, Juna!” kata Memey, yang dengan cekatan langsung mendapati keberadaan Juna.Perempuan itu berdiri dari kursinya, sambil menyambut Juna dengan senyuman smirk-nya. Dengan balutan dress berwarna merah, dan riasan wajah bernuansa bold. Membuat wanita itu nampak terlihat sangat seksi.Untuk sepersekian detik, pandangan Juna terfokus pada bibir wanita itu. Nampak sangat ber
“Terus, untuk bantuan? Bukannya kamu meminta bantuanku? Berarti kamu masih membutuhkanku?” celetuk Memey sambil melirik Juna dengan tatapan sinis.Juna melirik dengan tatapan sinis. Kemudian dia menarik napas dan memalingkan wajah sebentar. Namun, tatapan sinis itu ia arahakn kembali pada Memey.“Aku sudah tidak membutuhkan bantuanmu lagi. Jadi, mulai sekarang jangan pernah menggangguku lagi. Lanjutkan kehidupanmu dan jangan pernah ikut campur dengan urusanku. Besikaplah seperti dulu, saat aku memutuskan untuk bersama dengan mantan istriku,” tukasnya.Dulu, saat Juna lebih memilih Amara, dia pun mempertegas hal seperti ini pada Memey. Dan, itu berhasil, Memey menjauh dan tak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi di depan Juna.Memey hanya terdiam, dia sudah tak berselera untuk menghabiskan makanannya. Untuk kedua kalinya, Memey di tolak oleh sang cinta pertamanya.Bagaimana pun Juna adalah sosok laki-laki yang sulit Memey lupakan. Masa mudanya dia habiskan bersama dengan pria itu.
Sambil setengah mabuk, Memey tertawa melihat apa yang saat ini ada di hadapannya. Ternyata gosip tentang Juna yang mengidap impotensi adalah benar. Wanita itu sudah mengetahui berita ini sejak lama.Memey bangkit dan segera meraih pakaian yang sempat ia tanggalkan, lalu kembali memakainya. Tak mau diam saja, Juna pun ikut bangun dan merapikan penampilannya.“Ah, ternyata karma berlaku padamu, ya, Jun,” cibirnya.Juna mengepalkan tangannya erat, sampai urat-uratnya pun jelas terlihat.“Tak aku sangka, ternyata apa yang aku ucapkan bisa terjadi juga. Aku senang melihatmu seperti ini. Pantas saja kamu bercerai dan tak kunjung menikah lagi. Karena tidak ada satu wanita pun yang mau denganmu, Jun,” hardik Memey.Tatapan wanita itu benar-benar mencemooh Juna.“Rasa sakit hati aku kini benar-benar terbayarkan. Semesta memang memihakku, Jun. Kamu benar-benar impoten, sesuai dengan keinginanku.”Rahang Juna
“Aku benar-benar membutuhkanmu, Ren,” mohon Juna di seberang sana.“Apa? Membutuhkanku? Bukannya dia sudah bersenang-senang dengan Kak Memey?” batin Irene. Darahnya kini sudah mendidih, ingin rasanya menghardik Juna. Namun, dia merasa tidak memiliki energi yang tersisa.“Aku mohon. Nggak akan lama,” pintanya lagi.Irene menelan ludah dengan susah payah, “Oke, sebentar aja,” kata Irene mengalah.Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Irene keluar dari kosan dan menemui Juna. Terlihat pria itu sudah menunggu di luar mobil. Dan, saat mellihat Irene keluar dari pintu gerbang, tiba-tiba saja Juna menghampiri Irene dan langsung memeluknya.“Lepas, Jun. Ini tempat umum,” ucap Irene dengan suara lemah.“Sebentar aja, Ren.”Juna memeluk erat tubuh Irene, sedangkan perempuan itu pun menurut. Dia merasa sangat-sangat bersalah pada gadis itu, terhadap apa yang sudah ia lakukan
Tidak bisa menerima kabar tersebut, Juna buru-buru menghubungi Irene. Namun, sayang panggilannya itu selalu dialihkan. Juna mencoba mengecek media sosial milik Irene. Dan, kali ini dia tidak menemukan akun milik gadis itu.“Shit! Kenapa dia tidak bilang apa pun padaku?” rutuk Juna, sambil mengepalkan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya sedang memegang ponsel yang ia dekatkan ke daun telinga. Juna masih tidak gentar untuk terus berusaha menghubungi Irene.“Pak Juna.”Fokus Juna teralihkan ketika mendengar namanya dipanggil. Buru-buru dia menoleh ke belakang dan mendapati Erlina.“Bisa ikut saya sebentar?” tanyanya.“Ah, kebetulan. Saya juga ada yang ingin ditanyakan pada Ibu,” ucap Juna.Tidak mungkin kalau Erlina tidak tahu tentang Irene. Sebagai ketua departemen pasti Irene mengajukan surat resign pada wanita ini.“Silakan Pak Juna dulu,” ucap Erlina saat mereka sudah