Share

Bab 2

Author: Dina Dwi
last update Last Updated: 2021-09-24 17:50:41

Beberapa menit yang lalu. Sebelum Mutan Liar datang mencari mereka.

“Fiona...” Nama gadis yang tak sadarkan diri itu disebut. 

“Kenapa dia belum sadar juga?” tanya sebuah suara terdengar panik, berasal dari pemuda yang berambut pirang pucat. Laki-laki yang paling muda diantara mereka.

“Kau terlalu berisik! Lihat, dia terganggu.” Suara lain yang halus menyahut pelan. Tidak sejalan dengan kalimatnya yang menyindir, kalimat yang lebih cocok jika dikeluarkan dengan nada keras untuk membentak. Pemilik suara itu adalah pemuda yang memiliki mata kelabu terang.

“Tapi bagus juga, dia bisa segera sadar.” Suara yang lebih feminim terdengar, tapi bersamaan nadanya yang keluar juga lebih datar. Ia satu-satunya perempuan diantara mereka yang bersuara.

“Mungkin lukanya parah sampai membuatnya pingsan cukup lama.” Suara yang pertama memanggil Fiona kembali menimpali, berasal dari pemuda bertubuh besar, kekar, dan berotot.

“Karena itu, kalian seharusnya membiarkannya beristirahat.” Si mata abu-abu, satu-satunya yang mungkin sedikit bersabar, berbeda dengan yang lainnya.

“Kami cuma khawatir, apa itu salah?” tanya si rambut pirang pucat. 

Gadis yang awalnya tidak sadarkan diri itu akhirnya membuka matanya. Fiona, seperti yang sebelumnya disebut, nama gadis itu, ia berkedip beberapa kali sebelum mengerutkan alisnya karena berusaha memfokuskan penglihatannya didalam ruangan. Ia juga berusaha memfungsikan seluruh anggota gerak di tubuhnya.

“Akhirnya dia sadar,” Fiona memperhatikan beberapa orang yang berada didekatnya, dan diabalas mereka dengan balik memperhatikan dirinya juga.

“Bagaimana perasaanmu? Apa ada yang sakit?” tanya pemuda bertubuh kekar.

Fiona masih setia mengerutkan alisnya meski matanya sudah berhasil melihat dengan baik. Ia gagal memahami sesuatu.

“Kalian..” Fiona mulai bersuara, menyuarakan pertanyaan yang muncul sejak ia membuka mata.

“..Siapa?”

“Eh?” respon si tubuh besar.

“Apa?” respon si rambut pirang.

“He?” respon si mata abu-abu.

“Ha?” respon si gadis datar.

Reaksi keempat orang yang memperhatikan Fiona jelas menampilkan kekagetan. Semuanya bingung meski dengan kadar yang berbeda-beda.

Sejak Fiona sadar dan tidak bisa mengingat, entah kenapa perasaan itu baginya terasa seperti pernah terjadi sebelumnya. Sensasi yang terasa familier. Ia merasa lupa ingatan bukan hanya kali ini saja terjadi. Dan bukan hanya itu saja, ini juga rasanya sering terjadi berkali-kali. 

“Kau lupa? Kami orang yang kau selamatkan,” jawab satu-satunya gadis diantara empat orang itu yang berada didekat Fiona. Alisnya terangkat.

Jawaban itu bukannya membuat Fiona paham, ia justru semakin memperdalam kerutan di wajahnya karena tidak mengerti. Ia merasa kehilangan banyak hal, tapi apa?

“Selamatkan? Aku, aku menyelamatkan kalian?” tanya Fiona bingung.

“Sepertinya dia benar-benar lupa,” pemuda kekar yang memiliki tubuh paling besar berbicara sambil memandang ketiga temannya yang lain. Mengalihkan perhatian semuanya dari Fiona.

“Apa karena serangan sebelumnya?” tanya si pemuda yang memiliki kilauan silver dimatanya, ia membalas pandangan pemuda besar tadi.

“Tidak mungkin. Karena menyelamatkan kita dia kehilangan ingatannya?” Pemuda pirang yang berambut paling cerah terlihat ketakutan.

Sedangkan si gadis tidak menimpali dan hanya memperhatikan saja.

“Tunggu,” Fiona menarik kembali perhatian keempat orang tadi.

“Aku, siapa?” tanyanya menghentikan pembicaraan tentang dirinya, yang mana ia tidak tahu identitas atau jati diri dari dirinya sendiri. Hanya mendengar dari pembicaraan tadi, ia merasa belum cukup kecuali menanyakannya langsung pada mereka. Mungkin mereka adalah temannya?

“Ya, dia benar-benar hilang ingatan.” Pemuda yang berambut pirang terlihat makin gelisah setelah mendengar kalimat itu keluar dari perempuan yang memiliki raut wajah datar.

“Yang benar saja, padahal kita belum lama berkenalan dan langsung dilupakan.” Fiona memandang sang pembicara. Ia sedikit tidak nyaman mendengar kalimat halus namun menyindir dari pemuda bermata abu-abu. Pemuda itu berbicara dengan sangat pelan hampir seperti bergumam.

“Apa yang harus kita lakukan?” tanya pemuda bertubuh besar, sekali lagi mengambil perhatian semuanya.

Mereka diam sejenak seolah berpikir. Namun tak lama, pemuda kekar yang baru saja bertanya kembali bersuara. Tapi kali ini terdengar berbeda di telinga Fiona. Padahal suaranya tetap sama.

“Kenapa harus bingung? Dia lupa ingatan, kita bisa melakukan apa? Tinggalkan saja.”

“Apa?” Meski suaranya tetap sama, Fiona benar-benar terkejut mendengar cara bicara pemuda itu berbeda sekali dengan sebelumnya. Pemuda itu seperti berubah menjadi orang lain.

Fiona melihat pemuda itu mengangkat bahu seolah tidak peduli lalu hendak bangkit dan menjauh. Hal itu semakin membuat Fiona tidak tenang, seperti anak yang diabaikan ibunya, ia tidak mau. 

“Hei, tidak bisa begitu. Bagaimana pun, dia jadi seperti ini karena kita. Kita tidak bisa meninggalkannya. Kau bisa-bisanya tidak bertanggung jawab.” Pemuda bermata abu-abu menahan pemuda besar itu yang mau pergi. 

Perasaan Fiona yang awalnya tidak nyaman pada pemuda bermata kelabu itu berkurang karena tindakan pemuda itu yang mencegah temannya menjauh. 

Ia merasa seperti sedang dibela olehnya dan memang kenyataan ia memang sedang dibantu.

“Morgan benar. Apa yang akan terjadi padanya nanti, jika kita meninggalkannya dalam kondisinya yang seperti ini?” tanya pemuda berambut pirang. 

Dalam hati Fiona menyetujui mereka, si rambut pirang dan si mata kelabu, karena ia tidak mengerti apa-apa. Bertambah lagi orang yang membelanya, walau kenyataannya pemuda berambut pirang itu sedang membela temannya yang bernama Morgan.

“Aku juga setuju, Ter. Lagipula jika kau tidak muncul sekarang, Gar pasti tidak mungkin meninggalkannya. Gar lebih ramah daripada dirimu.” Si gadis datar menyuarakan pendapat. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi yang berarti. 

Tapi temannya, orang yang dipanggil Ter, memasang wajah marah saat gadis itu bersuara.

“Dan aku yakin, kau membuat kesan yang buruk pada Fiona. Kasihan sekali Gar.” Pemuda bermata abu-abu, yang Fiona yakini bernama Morgan kembali menimpali.

Dari pembicaraan tadi, Fiona tahu pemuda bertubuh besar tadi dipanggil dengan nama Ter, tapi siapa Gar?

Ter mendengus, “Aku tidak peduli. Pendapatnya tidak penting.”

Fiona menyipitkan matanya, merasa tidak senang dengan sikap Ter.

Pemuda berambut pirang, yang belum diketahui namanya oleh Fiona terlihat cemberut. Sedangkan teman perempuannya menggelengkan kepalanya. Lalu Morgan hanya diam perkataannya dibalas, ia kemudian berpaling pada Fiona. 

Sejenak, Fiona merasa kagum dengan mata kelabu terang milik Morgan, entah kenapa terasa menenangkan dan di saat bersamaan menimbulkan perasaan rindu secara tiba-tiba.

“Dan kau Ema, walaupun aku orang yang tidak ramah, kau tidak lebih baik. Aku tidak pernah bertemu orang yang lebih dingin dan datar daripada dirimu.” Ter membalas perkataan si gadis datar yang sebelumnya. 

Perkataan itu membuat Fiona dan Morgan yang saling menatap hanya beberapa detik saja dan kembali melihat ke arah mereka. Morgan menunda bicaranya pada Fiona.

Kemudian Fiona dan Morgan melihat  Ema dan Ter saling melempar tatapan benci untuk memperlihatkan ketidaksukaan mereka pada satu sama lain.

***** 

Related chapters

  • Langit Merah   Bab 3

    “Sudah, jangan dilanjutkan. Yang pasti kalian berdua itu sama. Sama-sama jarang tersenyum. Yang satunya pendiam yang dingin. Satunya lagi pemarah yang jutek.” Spontan saja pandangan kedua orang yang disindir itu segera teralihkan pada yang berbicara, Morgan. Mereka kompak mengganti objek kebencian mereka dengan sasaran yang sama. Fiona ingin tahu apakah Morgan sebenarnya berniat melerai mereka dengan mengorbankan diri agar dibenci atau malah menambah kemarahan mereka? Si pemuda pirang terlihat sangat kebingungan, Fiona mengira dia lah yang benar-benar ingin berperan menenangkan kedua temannya. Hingga pemuda pirang itu berbicara. “Kalian tidak akan saling bunuh dengan tatapan, kan?” tanya si pemuda pirang dengan takut. Sekarang Fiona harus memperbaiki sedikit tebakan dari pikirannya tadi. Apa maksudnya perkataan pemuda itu? &nbs

    Last Updated : 2021-09-24
  • Langit Merah   Bab 4

    Morgan, pemuda dengan suara lembut tapi sinis itu namanya Morgan, memiliki rambut hitam dan mata kelabu. Tubuhnya lebih tinggi dari mereka yang ada di dalam ruangan. Tapi kalah tinggi dengan Garter. Wajahnya yang lumayan tampan dengan mata kelabu terang. Mata yang menarik perhatian Fiona saat pertama kali melihatnya. Apalagi wajahnya yang kotor tidak menghilangkan kesan tampannya. Sayang, ucapan yang dikeluarkan sering menyindir, padahal Morgan tipe pemuda bersuara lembut. Vano, pemuda yang sering terlihat ketakutan, sepertinya dia orang yang mudah khawatir. Dia memiliki rambut pirang pucat dan mata cokelat terang nyaris keemasan. Tubuhnya lebih tinggi dari Ema tapi lebih pendek dari dua temannya yang lain. Pemuda tipe ini, terlihat kekanakan di mata Fiona karena selalu gugup. Mungkin dia lebih muda daripada yang lain, lalu tertindas. Fiona mencoba berpikiran positif, tapi kemungkinan Vano ditindas karena umurnya bisa jadi alasan sifatnya yang sering ta

    Last Updated : 2021-09-24
  • Langit Merah   Bab 5

    Mereka bilang ia belum lama berkenalan dengan mereka. Itu artinya, ia baru bergabung dengan mereka. Meski ia ragu jika sudah bergabung dengan mereka mengingat Ter yang dengan mudahnya mau meninggalkannya.Fiona meneguk ludahnya setelah mendengar penjelasan Vano. Vano bilang pertemuan mereka terjadi karena mereka tidak sengaja terlibat obrolan yang membahas tentang tujuan perjalanan mereka yang ternyata sama.Dan untuk informasi yang sangat penting, mereka bukan manusia biasa, manusia biasa sudah tidak ada yang tahu keberadaannya. Mereka sekarang disebut sebagai manusia berkemampuan khusus.Mereka, katakanlah Mutan yang tercipta karena adanya cahaya gelombang radiasi di bumi tiga dekade lalu. Radiasi itu menstimulasi pembentukan gen baru pada semua manusia yang menjadi penyebab manusia mengeluarkan kemampuan tubuh di atas batas wajar karena mengalami mutasi.Dan begitulah, manusia biasa tidak ada yang tahu keberadaanny

    Last Updated : 2021-09-24
  • Langit Merah   Bab 6

    "Kenapa ini bisa terjadi?" Akhirnya Fiona bisa bertanya ketika mereka duduk di sudut ruangan. Bunyi sesuatu yang seperti ledakan terdengar, Fiona yakin itu seperti suara hancurnya dinding sebelumnya. "Mutan Liar tidak akan melepas siapa pun yang pernah lolos hidup-hidup darinya. Anggaplah seperti binatang yang memburu mangsanya. Dan kita sekarang menjadi mangsanya." Vano menjawab pertanyaan Fiona. Keringat mengalir di wajahnya yang kusam namun karena yang paling muda wajahnya lebih terlihat seperti anak kecil. Imut sekali jika di perhatikan."Memangnya apa untungnya dia mengejar kita?" Fiona mengernyit."Kau benar-benar tidak tahu apa pun, ya?" Ema menimpali. Terdengar seperti Morgan yang menyindir karena nada datarnya.Dalam hati Fiona cemberut. Aku kan lupa ingatan! Tapi entah kenapa Fiona tidak berani membalas Ema. Ia merasa segan. Lagipula Ema mungkin saja tidak berniat menyindirnya, Fiona mencoba berpikir positif karena tidak bisa menebak Ema."Sebelumnya, mutan inilah yang men

    Last Updated : 2025-03-07
  • Langit Merah   Bab 7

    "Ter!" Morgan berseru begitu angin tornado dilontarkan si mutan liar ke arah mereka. Jarang sekali ia berteriak tidak seperti biasanya yang sering berkata lembut."Berisik! Aku disampingmu! Kau bisa membuatku tuli." Ter merentangkan tangan kedepan. Angin tornado itu seketika menghilang saat mendekati tangannya.Mereka bisa berlari dengan sejajar karena Morgan butuh kemampuan Ter. Ter hanya bisa melindungi jika Morgan tidak jauh darinya.Tapi si mutan liar tidak berhenti disitu saja, dia mengeluarkan banyak serangan berkali-kali. Hal itu membuat Ter juga berkali-kali menetralkan serangannya. Ia mulai kelelahan padahal jarak mereka sudah dekat. Beberapa serangan yang tidak mengarah ke mereka berdua mengenai bangunan di belakang. Akibatnya, dinding bangunan itu dihiasi lebih dari satu lubang.Dan ketika Morgan dan Ter melompat ke arah mutan liar itu, seketika angin layaknya badai hurikan membentengi tubuh mutan liar itu.Ter tak sempat bertindak mencegah karena tidak memperkirakan serang

    Last Updated : 2025-03-07
  • Langit Merah   Bab 8

    "Sudah mulai senja. Ayo kita kembali saja," kata Gar yang tengah memegang seekor burung dan seekor tupai."Itu ide bagus." Vano tidak bisa menyembunyikan ras leganya."Berburu seperti ini memang tidak mudah. Tenaga yang keluar tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan," sahut Morgan yang tidak mendapatkan apa-apa."Tapi meski aku begini, kau itu ya?! Sudah tidak berusaha apa-apa, tidak tahu malu dan tidak merasa bersalah malah nyengir kalau waktunya kembali. Memangnya ini cukup untuk kita yang totalnya berlima?!" lanjut Morgan dan mengomel pada Vano."Kenapa marah padaku? Kan, Gar yang mengusulkan kembali karena sudah mulai gelap." Vano merenggut."He, kau memang tidak mengerti, ya. Kau juga bahkan hanya mengeluh terus. Kau malah jadi beban tahu. Sadarlah, hilangkan rasa takutmu yang berlebihan itu." Morgan memutar bola matanya teringat Vano yang terus-terusan gelisah saat mereka berburu tadi.Tapi mau bagaimana lagi, Vano tidak bisa mengendalikan pikirannya yang selalu memikirkan

    Last Updated : 2025-03-07
  • Langit Merah   Bab 9

    Dari awal memang Fiona merasa aneh dengan senyuman Ema. Biasanya gadis itu selalu menampakkan wajah datar. Sekalinya tersenyum ternyata ada makna tersembunyi. Dan lagi, Fiona lebih terkejut ketika tahu Ema keluar dari karakternya yang dikenal Fiona, apa maksud tindakan konyol Ema yang seperti itu tadi?"Ini yang kalian maksud?!" Vano berseru menatap seekor sapi hutan yang sudah mati. Matanya menatap Ema, meminta penjelasan."Yap, silakan dibawa. Itu tugasmu sekarang." Ema berkata dan tampak sengaja mengabaikan tatapan kesal Vano, Vano merasa kesal karena ketakutan pada hal seperti ini gara-gara Ema. Takut pada sapi hutan? Mata Vano jelas terlihat seperti sudah dikerjai dan tertipu."Jadi kau bisa melakukannya?" tanya Fiona memastikan. Karena ia dan Ema tidak bisa membawa sapi utuh itu.Vano tersenyum kecil, "Tentu saja, serahkan padaku."Vano merenggangkan kedua tangannya, lalu dengan tangan kurusnya itu, Fiona melihatnya mengangkat sapi itu."Wah!" Fiona tercengang. Awalnya ia tidak

    Last Updated : 2025-03-07
  • Langit Merah   Bab 10

    "Itu kesimpulanmu?" tanya Fiona."Yeah." Jawab Morgan."Baru kali ini aku menjumpai kemampuan Elektro gravitasi. Benar-benar gravitasi. Biasanya Elektro mengendalikan suatu unsur. tapi kau bisa lebih dari satu bahkan banyak unsur yang bisa kau kendalikan." Lanjut Morgan."Benarkah? Sehebat itu?" Tanya Fiona terkejut dengan kenyataan tentang kemampuannya itu. Morgan mengangguk.“Apa itu hal yang bagus?” tanya Fiona lagi.“Tergantung dari mana kau melihatnya.” jawab Ema tiba-tiba. Fiona segera mengalihkan perhatiannya pada Ema. Tapi Morgan bersuara lagi membuat Fiona memandangnya lagi.“Kemampuan yang hebat bisa melindungi tapi bisa juga mengundang bahaya untuk diri sendiri. Kau tahu banyak orang yang mengincar kemampuan yang hebat dan istimewa atau pun unik.”“Contohnya?” tanya Fiona.“Contohnya, mungkin Pusat Pemberdayaan? Mereka seolah terlihat baik karena mengarahkan para mutan untuk mengendalikan kemampuannya. Mereka membantu mengenali dan mengembangkan kemampuan mutan yang masih k

    Last Updated : 2025-03-07

Latest chapter

  • Langit Merah   Bab 30

    "Ayah setuju jika saya pergi ke Pusat Pemberdayaan?" Vano menatap ayahnya tidak percaya.Padahal sebelumnya ayahnya sangat gigih tidak setuju jika Vano pergi. Dan Vano sudah berencana membuat dirinya pergi bahkan jika ayahnya tidak setuju. Tapi belum sempat Vano berbuat apa-apa ayahnya ternyata sudah berubah pikiran.Keesokan harinya orang-orang yang Vano duga sebagai orang dari Pusat Pemberdayaan datang ke rumah Vano. Mereka jumlahnya tiga orang sama seperti kemarin tapi orangnya tidaklah sama. Mereka berbeda dengan orang yang sebelumnya."Kami di beri tahu jika seharusnya anak anda dijemput kemarin. Tapi anda meminta waktu sehari untuk menundanya."Zack mengangguk saat salah satu tiga orang itu berbicara."Aku butuh waktu berpikir dan mempersiapkan segalanya. Karena tentu saja Vano butuh persiapan." Zack menaruh dua tangannya dibawah dagunya. Tatapannya sangat serius."Sebenarnya anda tidak perlu mempersiapkan apa-apa. Kami hanya diperintahkan untuk menjemput anaknya tanpa membawa b

  • Langit Merah   Bab 29

    Vano mencuri dengar dari balik pintu saat ayahnya berusaha keras untuk bernegosiasi pada orang-orang yang ingin membawaku. Aku tidak tahu harus merasakan apa, ayah bahkan mengatakan hal yang mustahil."Aku akan memilih penguji dan peneliti untuk anakku sendiri.""Maaf tuan Zack, anda tidak bisa melanggar aturan meski keluarga anda adalah keluarga besar. Ini adalah kewajiban semua masyarakat. Dan ini semua untuk kebaikan bersama. Bagaimana jika kemampuan anak anda muncul di saat yang tidak tepat? Maka sebelum itu terjadi kami harus membawanya. Tenang saja kami akan menjaga dan merawat mereka dengan baik. Anak anda akan kembali kepada anda lagi jika sudah mendapatkan perizinan. Dan itu biasanya tidak sampai bertahun-tahun. Bahkan ada yang hanya sebulan saja." Vano mendengar suara pria yang bersama ayahnya di ruang kerja ayahnya.Vano lalu pergi menjauh ketika merasa orang-orang berserta ayahnya hendak keluar ruangan. Tapi Vano tidak menjauh terlalu jauh. Ia bersembunyi di balik dinding

  • Langit Merah   Bab 28

    "Lalu.. bagaimana denganmu?" tanya Fiona dengan sedikit takut. Pandangannya kosong.Morgan tersenyum miring. Fiona mengeraskan wajahnya, "Kau benar-benar mau menjadi tawanan yang ditangkap?" sindir Fiona.Fiona mengepalkan tangannya. Ia yakin Ter dan Vano juga menegang saat ia mengatakan itu."Jangan bercanda. Kau ke Sentral untuk menjadi tawanan?!" ulangnya dengan marah. Fiona untuk pertama kalinya menampakkan wajah yang benar-benar murka. Morgan sampai terkejut melihat itu."Aku tidak punya tujuan, jadi.." Morgan mencoba menjelaskan."Jangan konyol," desis Ter menarik baju bagian atas Morgan hingga Morgan harus terpaksa melihat ekspresi Ter yang sama murkanya.Sedangkan Vano mengangkat wajahnya dan menatap Morgan yang sedang berdebat dengan temannya yang lain. Tarikan napas lebih keras dilakukan Vano. Saat Morgan menyinggung tujuannya ke Sentral. Tiba-tiba ingatan tentang masa lalu menyeruak di benak Vano.*****"Silakan," ucap seorang pria berumur tiga puluhan setelah menarik kursi

  • Langit Merah   Bab 27

    "Tidak perlu dilanjutkan lagi." Pemuda bermata biru itu menatap mereka berempat dan Viktoria dengan bergantian.Ia melewati Viktoria yang tidak bersuara. Viktoria hanya menatap dalam diam ketika ketua kelompoknya maju.Pemuda itu buka suara lagi. "Perkenalkan namaku Zayn. Dan yah, aku ketua dari kelompok ini. Pertarungan ini kita hentikan saja."Perkataan tiba-tiba seperti itu tentu saja mengejutkan. Morgan dan yang lainnya terkejut dengan permintaan Zayn. Bahkan Viktoria yang selalu tidak berekspresi menampakkan getaran di wajahnya."Kalian bisa pergi dan kami tidak akan mengganggu lagi." Zayn kembali melanjutkan.Fiona terkejut dengan mata sedikit melebar. Morgan menarik napas tiba-tiba tapi tidak langsung mengeluarkannya dan memilih menahan napas. Pikiran mereka saat ini mencoba menebak pikiran pemuda bermata biru itu.Pemuda itu tidak menampakkan ekspresi yang membuat mereka terancam. Itu ekspresi seperti mengalah. Tapi tetap saja tindakannya mengundang banyak pertanyaan."Jadi ka

  • Langit Merah   Bab 26

    "Aku tidak tahu ternyata kita bisa mengalahkan mereka dengan waktu secepat ini." Fiona buka suara di belakang Morgan."Sebelumnya kita kesusahan untuk menangkap mereka. Tapi kesempatan tidak terduga muncul. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada," balas Morgan."Tapi jika mereka punya kemampuan seperti itu, kenapa mereka tidak mengeluarkannya dari awal? Kenapa mereka tidak mengalahkan kita dari awal? Itu yang belum aku pahami." Morgan melanjutkan. Ia sedikit menebak alasannya tapi belum benar-benar yakin dengan tebakannya itu.Fiona meletakkan tangannya di bawah dagu tampak seolah sedang berpikir. "Apakah mereka butuh kekuatan lebih untuk melakukan itu? Dan mungkin itu akan menguras banyak energi mereka," tebak Fiona.Morgan mengangguk, "Itu juga yang aku pikirkan. Karena itu, saat mereka merasa sulit untuk mengalahkan kita maka saat itulah mereka harus mengeluarkan kemampuan itu." "Jadi mungkin saja mereka tidak akan menyerang dengan serangan yang melumpuhkan dalam sekej

  • Langit Merah   Bab 25

    Rino menyiapkan kedua telapak tangannya yang seketika mengeluarkan cahaya. Perlahan api mengumpul di telapak tangannya membentuk bola api yang semakin lama semakin membesar.Tak butuh peringatan, Rino melemparkan bola api dari kedua tangannya ke arah Helen. Helen tidak diam saja langsung mengeluarkan airnya.Aliran air muncul melindunginya dan Hans. Membentuk pusaran yang mengelilingi mereka dan mereka berdua berada di dalamnya. Rena melompat atau bisa dikatakan terbang ke atas pusaran dimana bagian atasnya terbuka dan menampakkan Hans dan Helen sedang berdiri diantara aliran air yang berputar.Yang membuat Fiona takjub adalah saat Rena melompat dengan kakinya yang mengeluarkan api. Rena terbang di udara dengan kaki yang terbakar. Dia mengingatkan Fiona dengan benda yang terbuat dari logam dan bisa terbang menembus udara menuju angkasa. Tapi Fiona tidak mau memikirkan itu sekarang. Ia terfokus dengan aksi mereka.Saat di atas udara, juga di atas pusaran air yang terbuka di tengahnya,

  • Langit Merah   Bab 24

    "Tumben kau biasa saja saat berhadapan dengan orang asing." Ter kembali mengajak Vano berbicara lagi.Vano meringis, "Setidaknya dia hanya kategori Raga. Jadi aku rasa dia sedikit tidak berbahaya."Ter mendengkus, "Yang benar saja. Kalau dia tidak berbahaya, bagaimana mungkin dia bisa bertahan setelah ku lempar tubuhnya mengenai batu, sampai-sampai batu besar itu hancur."Vano melebarkan matanya, "Eh, benarkah?"Vano segera memperhatikan sekitar gadis itu, musuhnya. Memang benar. Ada beberapa potongan batu di belakang gadis itu."Hm," Vano memiringkan kepalanya. "Tapi itu wajar saja menurutku. Soalnya dia kategori Raga, kan? Tubuhnya tentu saja lebih kebal. Aku juga tahan benturan, kok."Ter melihat Vano seolah kepalanya tumbuh dua."Dari dulu aku tidak paham. Kenapa di saat bahaya tidak mungkin terjadi, kau ketakutan setengah mati. Tapi saat bahaya yang jelas seperti ini, kau justru biasa saja. Kalau begitu kenapa kau ketakutan saat kau tahu tubuhmu itu juga kuat?" Ter terperangah me

  • Langit Merah   Bab 23

    Fiona membuat dinding tanah yang kokoh sebagai tameng dari serangan balasan dari Hans yang sedang berdiri di batang pohon. Fiona sudah memperkuat strukturnya supaya tidak mudah dihancurkan serangan es dari musuhnya itu."Fiona, di sebelah kiri!" Morgan berseru memperingati Fiona. Jangan lupakan musuh pengendali air juga ada di sini.Berkat itu, Fiona mengubah bentuk dinding yang tegak menjadi kubah yang menutupi mereka. Seketika pandangan Morgan menjadi gelap. Mereka berdua terkurung di dalam."Rasanya kesal sekali," kata Morgan disela-sela gemuruh suara yang terdengar dari kubah tanah yang bergetar. Tampaknya musuh mereka mencoba menghancurkan tanah yang melingkupi mereka.“Hei. Apa hanya ini yang bisa kau lakukan?” tanya Morgan.“Apa?” Fiona terkejut mendengar pertanyaan Morgan yang terkesan meremehkan.“Setahuku kemampuanmu itu telekinesis. Aku terkejut kau bisa mengendalikan tanah. Tapi jika kemampuan telekinesismu menghilang mungkin akan sulit untuk mengalahkan mereka.” Morgan m

  • Langit Merah   Bab 22

    Kehidupan Garter yang keras berubah karena kecelakaan yang dialaminya. Saat umurnya sudah sepuluh tahun, saatnya anak sepertinya diantar ke Pusat Pemberdayaan. Karena anak yang diantar bukan hanya Garter. Mereka harus naik ke mobil angkutan khusus. Mirip mobil boks tapi bak tertutupnya dilengkapi kursi untuk beberapa orang.Dan lagi ternyata anak-anak yang diantar bukan hanya dari panti asuhan dimana Garter berasal. Mereka juga menjemput anak-anak dari panti asuhan lain dan membawanya ke Pusat Pemberdayaan.Saat berhenti di sebuah panti asuhan, Garter yang sudah duduk bersama beberapa anak di dalam mobil mendengar sesuatu. Mereka tidak diperbolehkan untuk keluar. Makanya mereka tidak bisa melihat bagaimana pemandangan panti asuhan. Apakah sama seperti panti asuhan mereka atau lebih bagus lagi?"Apa yang terjadi?" Anak di depan Garter bertanya entah pada siapa. Posisi duduk mereka saling berhadapan dengan Garter berada di ujung dalam mobil. Berbatasan dengan logam yang memisahkannya d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status