Share

Bab 4

Author: Dina Dwi
last update Last Updated: 2021-09-24 17:53:09

Morgan, pemuda dengan suara lembut tapi sinis itu namanya Morgan, memiliki rambut hitam dan mata kelabu. Tubuhnya lebih tinggi dari mereka yang ada di dalam ruangan. Tapi kalah tinggi dengan Garter. Wajahnya yang lumayan tampan dengan mata kelabu terang.

Mata yang menarik perhatian Fiona saat pertama kali melihatnya. Apalagi wajahnya yang kotor tidak menghilangkan kesan tampannya. Sayang, ucapan yang dikeluarkan sering menyindir, padahal Morgan tipe pemuda bersuara lembut.

Vano, pemuda yang sering terlihat ketakutan, sepertinya dia orang yang mudah khawatir. Dia memiliki rambut pirang pucat dan mata cokelat terang nyaris keemasan. Tubuhnya lebih tinggi dari Ema tapi lebih pendek dari dua temannya yang lain. 

Pemuda tipe ini, terlihat kekanakan di mata Fiona karena selalu gugup. Mungkin dia lebih muda daripada yang lain, lalu tertindas. Fiona mencoba berpikiran positif, tapi kemungkinan Vano ditindas karena umurnya bisa jadi alasan sifatnya yang sering takut.

Ema, gadis dingin tapi Ter masih lebih tidak ramah lagi darinya. Menurut Fiona, Ema hanya pendiam, dan semoga tidak kasar seperti Ter. Sebutan Pendiam yang Dingin dari Morgan memang cocok. Ema punya mata hijau dan rambut pirang keemasan, tipe gadis cantik bagi FIona. 

Fiona sampai iri melihatnya karena kagum, tapi tidak menyamai kagumnya saat melihat mata kelabu Morgan. Sama seperti Morgan, kecantikan Ema tidak tertutupi meski wajahnya dipenuhi debu dan keringat. Fiona berpikir betapa cantik dan tampannya dua orang itu jika dalam keadaan bersih.

Terakhir Garter, pemuda misterius berkepribadian ganda. Memiliki rambut cokelat gelap seperti Fiona. Matanya juga hijau hampir sama seperti milik Ema, hanya saja warna mata Ema lebih terang dari milik Garter. 

Jika dibandingkan, mata Ema bagaikan daun yang masih muda, lalu Garter bagaikan daun yang sudah tua. Fiona hampir tersedak karena perbandingan yang dilakukan otaknya tentang mata Ema dan Garter, perbandingan yang buruk. Ia tanpa sadar memikirkan umur Garter yang memang terlihat lebih tua dari fisiknya. 

“Oh, iya. Umurku, apa kalian tidak tahu?” tanyanya setelah tanpa sadar berpikir tentang usia.

“Tidak tahu,” jawab Morgan. Vano terlihat menggelengkan kepalanya, jawaban yang sama seperti Morgan.

Fiona hampir cemberut hingga akhirnya Ema menimpali, “Enam belas tahun.” Fiona spontan fokus pada Ema.

“Benarkah?” tanya Fiona memastikan dengan antusias. Benar-benar tidak menyangka Ema mengetahui umurnya.

“Kau yang memberi tahu sebelumnya. Kau bertanya berapa umurku. Aku jawab enam belas tahun, lalu kau membalas, kita sama.” Ema menjawab dengan datar tapi Fiona tidak keberatan sama sekali, mungkin karena Ema bisa memberi tahu berapa umurnya hingga Fiona merasa senang.

Ia mengangguk-angguk tanda mengerti. Jadi hanya Ema yang tahu umurnya dan karena sesuatu Ema tidak memberitahu yang lain. Mengingat sikap Ema, Fiona tahu alasannya. Mungkin Ema memang pendiam.

“Lalu umur kalian?” Fiona memutuskan bertanya pada Morgan dan Vano.

“Aku tujuh belas tahun, setahun lebih tua darimu. Jadi jangan berani tidak sopan padaku. Apalagi kau seperti bayi yang tidak tahu apa-apa.” Bibir Morgan menampakan seringai.

Fiona berkedip, sekali. Lalu dua kali. Morgan terlihat seperti pemuda nakal yang sedang menggoda. Tapi Fiona tahu Morgan sedang menghinanya. Ia geram dan hendak membalas. 

Wajah tampan Morgan tidak akan menghalangi Fiona untuk marah, ia bahkan ingin merusak wajah tampan menjengkelkan itu. Terkecuali matanya, Fiona akan menyisakan mata kelabunya saja. 

Lalu ia terhenti, keinginannya terpaksa tidak terkabul, bukan karena ia sadar baru saja 

diberi peringatan oleh Morgan tadi. Ia tidak peduli tentang itu. Ia terhenti karena Vano bersuara.

“Fiona? Kau kenapa?” tanya Vano dengan gelisah. 

Ah, dia mulai ketakutan lagi. Vano memang berlebihan sekali, seolah menganggap dirinya seperti monster. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, marah pada Morgan tidak akan membuat ingatannya kembali.

Fiona menatap Vano dengan muram, membuat Vano gelisah. Lalu Fiona menghela napas sebelum melempar tatapan datar pada Morgan sekilas, ia kembali menatap Vano. 

Sepertinya mereka sadar ia akan marah, tapi Morgan terlihat antusias, sedangkan Ema tidak peduli. Vano, tentu saja ketakutan.

“Vano, bagaimana denganmu? berapa umurmu?” tanyanya dengan senyum kecil mencoba menekan kekesalannya dan menenangkan Vano. Ia melanjutkan bertanya tentang umur Vano dibanding menjawab pertanyaan Vano.

“Aku lima belas tahun,” jawab Vano.

“Kalau Garter?” tanyanya lagi.

“Sama dengan Morgan, tujuh belas tahun.” 

Fiona terdiam, dugaannya benar tentang Vano yang paling muda diantara mereka meski selisihnya tidak besar. Tapi ia tidak menyangka Garter seumuran dengan Morgan, Garter terlihat lebih tua dari usianya.

Dan selanjutnya Fiona melamun.

 “Morgan, jangan lakukan itu lagi.” 

Fiona diam mendengarkan Vano tiba-tiba mengajak Morgan berbicara setelah satu menit yang sunyi. Fiona memang sudah tidak menyahut lagi, ia tidak tahu harus berkata apa lagi dan duduk dalam diam.

“Apa?” tanya Morgan. Raut mukanya tidak terlihat terganggu atau marah, dan suaranya juga lembut, tapi di telinga Fiona, nada yang disuarakan tidak ramah sama sekali.

“Kalau terjadi sesuatu karena Fiona marah bagaimana?” tanya Vano yang disadari Fiona belum menghilangkan wajah ketakutannya dari tadi.

Fiona ingin bertanya tapi diambil alih oleh Morgan, “He? Kau takut apa?” Morgan balik bertanya dan meremehkan Vano. Pertanyaan yang sama yang ingin Fiona tanyakan, tapi setidaknya Fiona tidak berniat meremehkan Vano.

“Kau tadi hampir membuatnya marah, meski dia lupa ingatan. Kemungkinan dia murka lalu menyerang itu bisa saja terjadi,” ungkap Vano.

Fiona menganga, Vano terlalu berlebihan, dia benar-benar menganggap Fiona seperti monster. Bagaimana caranya menyerang Morgan? Apa itu berarti menyerang dengan berdebat? Serangan dengan mulut? 

Ia baru memikirkan cara membalas kemarahannya yang ternyata tidak bisa dengan fisiknya, Morgan jelas bisa menghindar pukulannya. Untungnya Fiona batal membalas Morgan, itu hanya membuatnya membuang tenaga dengan sia-sia.

Tapi Fiona sadar, Ema yang tadi duduk bersandar dan menunduk langsung mengangkat kepalanya. Morgan juga yang awalnya santai berubah tegang. Mereka seolah tersadar sesuatu.

“Kau berlebihan Vano, memangnya apa yang bisa aku lakukan?” tanya Fiona, mengungkap isi pikirannya.

Tidak disangka Vano menjawab dengan tampang serius bercampur takut, “Kau bisa membunuh orang dengan mudah. Dan kami berhutang budi padamu, tapi kami tidak bisa diam saja jika kau menyerang kami.”

“Apa?” ia tidak mengerti. 

Tiba-tiba ia teringat saat membuka mata pertama kali, Ema juga menyebutkan bahwa ia sudah menyelamatkan mereka. 

Rencananya ia ingin bertanya bagaimana caranya ia menyelamatkan mereka. Tapi setelah diberi tahu informasi tentang dirinya, ia lupa dan fokus pada pembicaraab, ia juga berpikir mereka akan menjelaskan sendiri bagaimana ia bisa tidak sadarkan diri sebelumnya. 

Berpikir jika mereka akan menceritakan bagaimana mereka bertemu dengannya.

Sepertinya sekarang ia harus menanyakannya dengan jelas lagi, “Bagaimana, bagaimana ceritanya saat aku bertemu dengan kalian?” Fiona menatap Vano, Morgan dan Ema. Tentu saja tanpa Garter.

*****

Related chapters

  • Langit Merah   Bab 5

    Mereka bilang ia belum lama berkenalan dengan mereka. Itu artinya, ia baru bergabung dengan mereka. Meski ia ragu jika sudah bergabung dengan mereka mengingat Ter yang dengan mudahnya mau meninggalkannya.Fiona meneguk ludahnya setelah mendengar penjelasan Vano. Vano bilang pertemuan mereka terjadi karena mereka tidak sengaja terlibat obrolan yang membahas tentang tujuan perjalanan mereka yang ternyata sama.Dan untuk informasi yang sangat penting, mereka bukan manusia biasa, manusia biasa sudah tidak ada yang tahu keberadaannya. Mereka sekarang disebut sebagai manusia berkemampuan khusus.Mereka, katakanlah Mutan yang tercipta karena adanya cahaya gelombang radiasi di bumi tiga dekade lalu. Radiasi itu menstimulasi pembentukan gen baru pada semua manusia yang menjadi penyebab manusia mengeluarkan kemampuan tubuh di atas batas wajar karena mengalami mutasi.Dan begitulah, manusia biasa tidak ada yang tahu keberadaanny

    Last Updated : 2021-09-24
  • Langit Merah   Bab 6

    "Kenapa ini bisa terjadi?" Akhirnya Fiona bisa bertanya ketika mereka duduk di sudut ruangan. Bunyi sesuatu yang seperti ledakan terdengar, Fiona yakin itu seperti suara hancurnya dinding sebelumnya. "Mutan Liar tidak akan melepas siapa pun yang pernah lolos hidup-hidup darinya. Anggaplah seperti binatang yang memburu mangsanya. Dan kita sekarang menjadi mangsanya." Vano menjawab pertanyaan Fiona. Keringat mengalir di wajahnya yang kusam namun karena yang paling muda wajahnya lebih terlihat seperti anak kecil. Imut sekali jika di perhatikan."Memangnya apa untungnya dia mengejar kita?" Fiona mengernyit."Kau benar-benar tidak tahu apa pun, ya?" Ema menimpali. Terdengar seperti Morgan yang menyindir karena nada datarnya.Dalam hati Fiona cemberut. Aku kan lupa ingatan! Tapi entah kenapa Fiona tidak berani membalas Ema. Ia merasa segan. Lagipula Ema mungkin saja tidak berniat menyindirnya, Fiona mencoba berpikir positif karena tidak bisa menebak Ema."Sebelumnya, mutan inilah yang men

    Last Updated : 2025-03-07
  • Langit Merah   Bab 7

    "Ter!" Morgan berseru begitu angin tornado dilontarkan si mutan liar ke arah mereka. Jarang sekali ia berteriak tidak seperti biasanya yang sering berkata lembut."Berisik! Aku disampingmu! Kau bisa membuatku tuli." Ter merentangkan tangan kedepan. Angin tornado itu seketika menghilang saat mendekati tangannya.Mereka bisa berlari dengan sejajar karena Morgan butuh kemampuan Ter. Ter hanya bisa melindungi jika Morgan tidak jauh darinya.Tapi si mutan liar tidak berhenti disitu saja, dia mengeluarkan banyak serangan berkali-kali. Hal itu membuat Ter juga berkali-kali menetralkan serangannya. Ia mulai kelelahan padahal jarak mereka sudah dekat. Beberapa serangan yang tidak mengarah ke mereka berdua mengenai bangunan di belakang. Akibatnya, dinding bangunan itu dihiasi lebih dari satu lubang.Dan ketika Morgan dan Ter melompat ke arah mutan liar itu, seketika angin layaknya badai hurikan membentengi tubuh mutan liar itu.Ter tak sempat bertindak mencegah karena tidak memperkirakan serang

    Last Updated : 2025-03-07
  • Langit Merah   Bab 8

    "Sudah mulai senja. Ayo kita kembali saja," kata Gar yang tengah memegang seekor burung dan seekor tupai."Itu ide bagus." Vano tidak bisa menyembunyikan ras leganya."Berburu seperti ini memang tidak mudah. Tenaga yang keluar tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan," sahut Morgan yang tidak mendapatkan apa-apa."Tapi meski aku begini, kau itu ya?! Sudah tidak berusaha apa-apa, tidak tahu malu dan tidak merasa bersalah malah nyengir kalau waktunya kembali. Memangnya ini cukup untuk kita yang totalnya berlima?!" lanjut Morgan dan mengomel pada Vano."Kenapa marah padaku? Kan, Gar yang mengusulkan kembali karena sudah mulai gelap." Vano merenggut."He, kau memang tidak mengerti, ya. Kau juga bahkan hanya mengeluh terus. Kau malah jadi beban tahu. Sadarlah, hilangkan rasa takutmu yang berlebihan itu." Morgan memutar bola matanya teringat Vano yang terus-terusan gelisah saat mereka berburu tadi.Tapi mau bagaimana lagi, Vano tidak bisa mengendalikan pikirannya yang selalu memikirkan

    Last Updated : 2025-03-07
  • Langit Merah   Bab 9

    Dari awal memang Fiona merasa aneh dengan senyuman Ema. Biasanya gadis itu selalu menampakkan wajah datar. Sekalinya tersenyum ternyata ada makna tersembunyi. Dan lagi, Fiona lebih terkejut ketika tahu Ema keluar dari karakternya yang dikenal Fiona, apa maksud tindakan konyol Ema yang seperti itu tadi?"Ini yang kalian maksud?!" Vano berseru menatap seekor sapi hutan yang sudah mati. Matanya menatap Ema, meminta penjelasan."Yap, silakan dibawa. Itu tugasmu sekarang." Ema berkata dan tampak sengaja mengabaikan tatapan kesal Vano, Vano merasa kesal karena ketakutan pada hal seperti ini gara-gara Ema. Takut pada sapi hutan? Mata Vano jelas terlihat seperti sudah dikerjai dan tertipu."Jadi kau bisa melakukannya?" tanya Fiona memastikan. Karena ia dan Ema tidak bisa membawa sapi utuh itu.Vano tersenyum kecil, "Tentu saja, serahkan padaku."Vano merenggangkan kedua tangannya, lalu dengan tangan kurusnya itu, Fiona melihatnya mengangkat sapi itu."Wah!" Fiona tercengang. Awalnya ia tidak

    Last Updated : 2025-03-07
  • Langit Merah   Bab 10

    "Itu kesimpulanmu?" tanya Fiona."Yeah." Jawab Morgan."Baru kali ini aku menjumpai kemampuan Elektro gravitasi. Benar-benar gravitasi. Biasanya Elektro mengendalikan suatu unsur. tapi kau bisa lebih dari satu bahkan banyak unsur yang bisa kau kendalikan." Lanjut Morgan."Benarkah? Sehebat itu?" Tanya Fiona terkejut dengan kenyataan tentang kemampuannya itu. Morgan mengangguk.“Apa itu hal yang bagus?” tanya Fiona lagi.“Tergantung dari mana kau melihatnya.” jawab Ema tiba-tiba. Fiona segera mengalihkan perhatiannya pada Ema. Tapi Morgan bersuara lagi membuat Fiona memandangnya lagi.“Kemampuan yang hebat bisa melindungi tapi bisa juga mengundang bahaya untuk diri sendiri. Kau tahu banyak orang yang mengincar kemampuan yang hebat dan istimewa atau pun unik.”“Contohnya?” tanya Fiona.“Contohnya, mungkin Pusat Pemberdayaan? Mereka seolah terlihat baik karena mengarahkan para mutan untuk mengendalikan kemampuannya. Mereka membantu mengenali dan mengembangkan kemampuan mutan yang masih k

    Last Updated : 2025-03-07
  • Langit Merah   Bab 11

    Ema dan Fiona tidak lagi membicarakan tentang kemampuan seorang mutan. Mereka membicarakan tentang para lelaki di kelompok mereka yang saat ini sedang tertidur semuanya. Tentang bagaimana sifat mereka semua.Fiona dan Ema masih mengobrol ketika api dari kayu yang dibakar mulai mengecil dan hampir padam. "Kayunya sudah habis, ya." Kata Ema yang hendak menambah potongan kayu ke dalam api. Tapi sudah tidak ada, ia kembali duduk ke samping Fiona."Lalu bagaimana?" Tanya Fiona sembari menatap Ema dengan lebih teliti karena cahaya yang semakin berkurang.Ema terlihat berpikir tapi tidak menemukan jawaban untuk yang memuaskan pertanyaan Fiona."Mungkin kita harus mengandalkan pendengaran saja untuk berjaga." Kata Ema."Apa waktu terbitnya matahari masih lama?" Tanya Fiona lagi."Lumayan lama. Apa lagi kita berada di ruangan tanpa jendela yang terhubung langsung keluar. Cahaya matahari akan lebih lambat masuk menerangi ruangan." Jawab Ema."Sengaja memilih ruangan bagian dalam bangunan, kare

    Last Updated : 2025-03-07
  • Langit Merah   Bab 12

    “Tapi, bicara soal kategori kemampuanmu, kau termasuk kategori Elektro, bukan? Telekinesis?” tanya Gar pada Fiona.“Tapi aku tidak tahu mengeluarkan kemampuanku. Aku lupa aku termasuk kategori apa, apa lagi mengendalikan kemapuanmku. Aku tidak tahu.” Fiona membalas.“Mungkin kau hanya perlu pelatihan sedikit.” kata Ema. Gar mengangguk setuju.“Baik, aku akan mencobanya besok.” balas Fiona.Keesokan harinya Fiona dan Ema pergi ke sungai yang sama ketika mereka mengambil air untuk diminum. Kali ini mereka juga berniat sekalian mandi. Suara aliran air sungai membuat tenang suasana. Fiona berjongkok dan menggerakkan tangannya menyentuh air sungai yang tidak keruh namun juga tidak terlalu bening. Rasa dingin yang menyegarkan membelai tangannya.“Ada apa?” tanya Ema yang sedang membuka kancing kemejanya satu persatu.Fiona mendongak menatap Ema saat merasa dirinya ditanyai. Ia memandang Ema yang berdiri disampingnya, “Airnya dingin.”“Kau tidak suka?” tanya Ema lagi.Fiona menggeleng, “Aku

    Last Updated : 2025-03-07

Latest chapter

  • Langit Merah   Bab 18

    "Tapi, kami tidak akan melepaskan kalian selama anggota kelompok kami masih ada yang bisa bertarung!" Gadis itu membawa Ray dan pemuda bermata biru ke suatu tempat. Sepertinya dia ingin mencari tempat yang aman untuk mereka berdua.Fiona membuka mulutnya dan bersuara dengan pelan, "Vano, bisa kau lakukan hal yang sama pada Ema? Tolong bawa dia ke tempat yang lumayan jauh dan aman untuknyaVano menatap Fiona yang membuatnya beradu tatapan dengan Fiona yang seriuEntah kenapa Vano merasa aura yang dikeluarkan Fiona berbeda dari sebelumnySebagai balasan dari perminataan Fiona yang memintanya untuk membawa Ema ke tempat aman, Vano mengangguk dan segera mengangkat tubuh Ema dengan hati-hatSedangkan Fiona tidak melepaskan pandangan dari Vano sampai Vano mulai berjalan beberapa langkah. Fiona hanya mengawasi mereka berduSaat berjalan menjauh, Vano membantin. Bukan, auranya bukan berubah. Auranya hanya kembali seperti semula saat sebelum Fiona lupa ingatan, batin Vano. Ia lalu mencepatkan

  • Langit Merah   Bab 17

    “Ini hanya dugaanku saja. Tapi kemungkinan besar itu yang dia lakukan. Karena aku peka dengan suhu tubuh seseorang. Bicara soal kemampuan, aku baru tahu kau bisa membuat pelindung dengan anginmu.” Morgan menatap Garter.“Ya, aku juga terkejut. Aku hanya melakukannya tanpa sadar.” Garter melihat perisai anginnya.“Jadi Ter sudah berganti tempat denganmu ya, Gar?” Garter mengangguk sebagai jawaban.“Tapi, apa kau tidak merasa ini semakin lama semakin panas Gar?” tanya Fiona tiba-tiba sambil menyeka keringat di dahinya.“Benar juga,” jawab Garter mengiyakan sambil melihat kobaran api di sekitar mereka.“Jangan-jangan..” ucap Fiona dan Morgan bersamaan saat sesuatu terlintas dalam pikiran mereka.“Hahaha...” tawa tiba-tiba dari pemuda berambut cokelat terang menarik perhatian mereka.Pemuda itu mulai berbicara, “Apa kau tidak tahu...”Fiona dan Morgan menggertakkan gigi, mereka tahu apa kalimat selanjutnya yang akan diucapkan pemuda berambut cokelat terang itu.“.. Oksigen yang menyebabk

  • Langit Merah   Bab 16

    “Ini hanya dugaanku saja. Tapi kemungkinan besar itu yang dia lakukan. Karena aku peka dengan suhu tubuh seseorang. Bicara soal kemampuan, aku baru tahu kau bisa membuat pelindung dengan anginmu.” Morgan menatap Garter.“Ya, aku juga terkejut. Aku hanya melakukannya tanpa sadar.” Garter melihat perisai anginnya.“Jadi Ter sudah berganti tempat denganmu ya, Gar?” Garter mengangguk sebagai jawaban.“Tapi, apa kau tidak merasa ini semakin lama semakin panas Gar?” tanya Fiona tiba-tiba sambil menyeka keringat di dahinya.“Benar juga,” jawab Garter mengiyakan sambil melihat kobaran api di sekitar mereka.“Jangan-jangan..” ucap Fiona dan Morgan bersamaan saat sesuatu terlintas dalam pikiran mereka.“Hahaha...” tawa tiba-tiba dari pemuda berambut cokelat terang menarik perhatian mereka.Pemuda itu mulai berbicara, “Apa kau tidak tahu...”Fiona dan Morgan menggertakkan gigi, mereka tahu apa kalimat selanjutnya yang akan diucapkan pemuda berambut cokelat terang itu.“.. Oksigen yang menyebabk

  • Langit Merah   Bab 15

    "Lagi pula aku tidak ingin melihat tubuh manusia di masak hidup-hidup meski itu lebih efektif untuk membunuh. Itu bukanlah seleraku, aku masih memberi kesempatan. Jadi ayo kita buat kesepakatan." Morgan tersenyum kecil. Tapi mereka malah semakin mengerutkan wajah."Kau pikir kau bisa mengambil kesempatan?!" Pemuda bermata biru menatap tajam Morgan. Tapi Morgan mengalihkan perhatiannya pada Ema yang tidak sadarkan diri."Terserah kalian. Kalau ingin membunuhku atau membunuhnya, silakan. Tapi yang pasti jika kalian melakukan salah satunya atau bahkan dua-duanya, maka kalian menghapus kesempatan untuk menyelamatkan rekan kalian ini." Morgan menampilkan wajah seriusnya. Ia tidak sepenuhnya yakin jika rencana berhasil.Tapi di luar dugaan, mereka tampak lebih panik dari seharusnya."Apa kesepakatanmu? Membiarkan kau dan melepaskan teman perempuanmu ini?" tanya pemuda bermata biru."Kalian bisa?" tanya Morgan."Mustahil. Ini adalah tugas kami," jawab pemuda berambut pirang dengan cepat."B

  • Langit Merah   Bab 14

    Fiona melihat punggung Morgan yang berlari cepat. Sedangkan ia masih berdiri dan belum berpindah, lalu akhirnya ia terjatuh.Fiona bingung kenapa tubuhnya melemas, meski sebelumnya ia tidak yakin tubuhnya kuat tapi tanpa aba-aba ia hilang keseimbangan. Ia jatuh berlutut di tanah.Sekarang ia mengerti kenapa Morgan meminjamkan jaketnya. Pakaian yang menempel ditubuhnya sangat terbuka karena terbakar di bagian perutnya. Menampakkan atasan pakaian dalamnya.Fiona mengeratkan jaket Morgan yang besar tapi tidak terlalu tebal. Ia lalu bangkit berdiri, sejenak berpikir apa ia harus mengikuti Morgan atau memanggil Garter dan Vano.Ia tidak tahu bahwa ia baru saja lepas dari pengaruh kemampuan Penggerak Ketertiban Mutan kategori hipnosis.Fiona memutuskan berlari lagi, berlari ke arah yang berbeda dengan Morgan. Ia memutuskan memanggil Garter dan Vano.Padahal ia sudah berhasil bebas dari pengaruh dijebak dengan hipnotis untuk memanggil semua temannya, tapi Fiona justru melanjutkan keinginan P

  • Langit Merah   Bab 13

    Saat Fiona mendengar seruan dari remaja laki-laki yang menyuruh ia dan Ema untuk menunggu, ia justru bergerak cepat. Sama seperti Ema. Dalam hatinya ia berkata, mana mungkin kami menunggu, menunggu bahaya?! Yang benar saja.Saat Fiona dan Ema sudah naik ke permukaan, mereka terpaksa berhenti bergerak. Tubuh mereka langsung tertahan. Hal itu karena mereka berdua tiba-tiba terkurung di dalam pusaran air. Tidak salah lagi, ini adalah ulah salah satu dari mereka.“Sial, hanya mau ambil baju saja tidak bisa.” Ema menampakkan wajahnya geram.“Bagaimana ini?” tanya Fiona spontan dalam keadaan dikelilingi air yang berputar hingga menutupi pandangannya. Selain Ema, ia hanya bisa melihat air di sekelilingnya dan langit di atasnya.Meski airnya tidak jernih, tapi seharusnya masih bisa menampakkan apa yang ada di luar pusaran air. Namun karena gerakan airnya yang cepat membuatnya semakin buram. Fiona juga takut dengan kecepatan berputarnya, jangan remehkan bagaimana rasanya ditampar oleh air.“Ke

  • Langit Merah   Bab 12

    “Tapi, bicara soal kategori kemampuanmu, kau termasuk kategori Elektro, bukan? Telekinesis?” tanya Gar pada Fiona.“Tapi aku tidak tahu mengeluarkan kemampuanku. Aku lupa aku termasuk kategori apa, apa lagi mengendalikan kemapuanmku. Aku tidak tahu.” Fiona membalas.“Mungkin kau hanya perlu pelatihan sedikit.” kata Ema. Gar mengangguk setuju.“Baik, aku akan mencobanya besok.” balas Fiona.Keesokan harinya Fiona dan Ema pergi ke sungai yang sama ketika mereka mengambil air untuk diminum. Kali ini mereka juga berniat sekalian mandi. Suara aliran air sungai membuat tenang suasana. Fiona berjongkok dan menggerakkan tangannya menyentuh air sungai yang tidak keruh namun juga tidak terlalu bening. Rasa dingin yang menyegarkan membelai tangannya.“Ada apa?” tanya Ema yang sedang membuka kancing kemejanya satu persatu.Fiona mendongak menatap Ema saat merasa dirinya ditanyai. Ia memandang Ema yang berdiri disampingnya, “Airnya dingin.”“Kau tidak suka?” tanya Ema lagi.Fiona menggeleng, “Aku

  • Langit Merah   Bab 11

    Ema dan Fiona tidak lagi membicarakan tentang kemampuan seorang mutan. Mereka membicarakan tentang para lelaki di kelompok mereka yang saat ini sedang tertidur semuanya. Tentang bagaimana sifat mereka semua.Fiona dan Ema masih mengobrol ketika api dari kayu yang dibakar mulai mengecil dan hampir padam. "Kayunya sudah habis, ya." Kata Ema yang hendak menambah potongan kayu ke dalam api. Tapi sudah tidak ada, ia kembali duduk ke samping Fiona."Lalu bagaimana?" Tanya Fiona sembari menatap Ema dengan lebih teliti karena cahaya yang semakin berkurang.Ema terlihat berpikir tapi tidak menemukan jawaban untuk yang memuaskan pertanyaan Fiona."Mungkin kita harus mengandalkan pendengaran saja untuk berjaga." Kata Ema."Apa waktu terbitnya matahari masih lama?" Tanya Fiona lagi."Lumayan lama. Apa lagi kita berada di ruangan tanpa jendela yang terhubung langsung keluar. Cahaya matahari akan lebih lambat masuk menerangi ruangan." Jawab Ema."Sengaja memilih ruangan bagian dalam bangunan, kare

  • Langit Merah   Bab 10

    "Itu kesimpulanmu?" tanya Fiona."Yeah." Jawab Morgan."Baru kali ini aku menjumpai kemampuan Elektro gravitasi. Benar-benar gravitasi. Biasanya Elektro mengendalikan suatu unsur. tapi kau bisa lebih dari satu bahkan banyak unsur yang bisa kau kendalikan." Lanjut Morgan."Benarkah? Sehebat itu?" Tanya Fiona terkejut dengan kenyataan tentang kemampuannya itu. Morgan mengangguk.“Apa itu hal yang bagus?” tanya Fiona lagi.“Tergantung dari mana kau melihatnya.” jawab Ema tiba-tiba. Fiona segera mengalihkan perhatiannya pada Ema. Tapi Morgan bersuara lagi membuat Fiona memandangnya lagi.“Kemampuan yang hebat bisa melindungi tapi bisa juga mengundang bahaya untuk diri sendiri. Kau tahu banyak orang yang mengincar kemampuan yang hebat dan istimewa atau pun unik.”“Contohnya?” tanya Fiona.“Contohnya, mungkin Pusat Pemberdayaan? Mereka seolah terlihat baik karena mengarahkan para mutan untuk mengendalikan kemampuannya. Mereka membantu mengenali dan mengembangkan kemampuan mutan yang masih k

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status