*Kembali ke Waktu Sekarang
Pukul dua lewat empat puluh lima menit aku tiba di rumah, ku parkirkan mobil di depan pagar rumah, sengaja tidak ku masukkan ke dalam garasi karena setelah berganti pakaian akan ku gunakan lagi mobilku untuk menuju kerumah Oma.
Setiba di dalam rumah ku lihat Mama sedang bersantai nonton televesi di ruang tengah. Ku dekatkan tubuh ini duduk di samping Mama.
"Ma tadi Mas Bagas menelepon, mengajak bertemu di rumah Oma jam tiga nanti." Aku memulai obrolan dengan Mama.
Mama yang tadinya fokus menonton serial favoritnya,seketika menoleh ke arahku.
"Hahh, Bagas sendiri yang telepon kamu dan meminta bertemu?" Tanya Mama seperti tidak percaya.
"Iya Ma, Dia minta aku datang jam tiga nanti. Haruskah aku datang Ma?" Tanyaku kembali.
"Cobalah untuk datang, mungkin setelah kalian berbicara berdua, kamu bisa menetapkan keputusan. Lagi pula tidak ada salahnya untuk berteman dengan Bagas terlebih dahulu. Setau Mama Dia jarang sekali ingin berteman. Mungkin kamu bisa membantu Oma sedikit, dengan kamu mau berteman dengan Bagas," Ucap Mama seraya mengelus rambutku.
"Oke Ma, Nanti Ingga kesana deh," Ucapku mantap dan segera ingin berlalu untuk masuk kamar. Belum sampai kamar mama memanggilku kembali, aku hanya menoleh ke arah Mama dan menunggunya berbicara.
"Ngga nanti bawa kue yang Mama buat tadi sekalian mampir saja ke toko buah langganan kita untuk di berikan kepada Oma ya."
"Siapppp Ma",aku pun masuk ke dalam kamar.
Di dalam kamar aku tidak langsung ganti baju, aku merebahkan badan di kasur, menghilangkan penat sebentar cukup lelah mengendarai mobil pulang pergi ke kampus. Aku mengambil handphone, melihat panggilan masuk, memastikan kalau benar yang tadi menelpon adalah Bagas.
'Pantas saja nomor yang di pakai adalah angka cantik, nomor seperti ini hanya orang orang tertentu yang memakainya' batinku.
Ku simpan nomor itu dengan nama 'Mas Bagas Cucu Oma' yah memang seharusnya aku memanggil Mas, karena umurnya lebih tua lima tahun dariku, berarti sekarang umur Mas Bagas dua puluh lima tahun. Ku letakkan handphoneku di kasur, lalu aku bangkit ke arah lemari bajuku.
Aku berdecak pinggang di depan lemari, melirik susunan baju yang tertata rapi di dalamny. Ku buka pintu lemari gantung, khusus untuk pakaian casual dan beberapa baju pesta. Kebanyakan baju yang terlipat adalah baju kaos santai dan polos. Tapi rasanya tidak sopan untuk ku pakai bertemu Oma. Ku lirik kembali pakaian yang di gantung, membalik satu persatu pakaian casual yang aku punya. Entah mengapa rasanya bingung sekali untuk memilih pakaian hari ini. Lalu aku mengambil baju kemeja crop putih yang berkerah membentuk huruf V.
Lalu mengambil celana blouse kulot berwarna coklat susu, kupadukan keduanya di badan lalu bercermin, lumayan pikirku. Aku tersadar kenapa aku pusing hanya soal pakaian, biasanya aku akan mencomot pakaian yang didepan mata.
'Ingatttt..Ingga kamu cuma mau bertemu bukannya mau kencannn' batinku bicara.
Aku melangkahkan kaki ke kamar mandi lalu mandi cepat saja untuk menghilangkan rasa lengket di badan. Ku pakai setelan kemeja dan celana yang telah ku pilih tadi. Mengikat rambut dengan model cepol ke atas, memoleskan sedikit blush on berwarna pink dan liptin dengan warna senada. Tak lupa ku semprotkan parfum wangi vanila yang sangat lembut. Setelah beberapa kali berkaca dan yakin dengan outfit yang ku pakai aku pun pamit dengan Mama tak lupa dengan kue yang telah di bungkus mama dengan rapi.
Butuh waktu kurang lebih tiga puluh menit untuk menuju rumah Oma Lia. Setelah mampir membeli buah aku melesat menuju rumah Oma. Siapa yang tidak tau rumah pemilik showroom terbesar di kota ini, terletak di tengah kota dengan pagar besi kokoh yang menjulang cukup tinggi. Belum lagi di hiasi dengan tumbuhan bambu jepang sekeliling area depan rumah.
Setibanya di depan gerbang, biasanya orang yang akan masuk harus membuat janji terlebih dahulu atau memang sudah biasa keluar masuk kediaman Oma. Aku membuka kaca mobil lalu dengan sigap seorang penjaga keamanan datang mendekat.
"Permisi, maaf dengan siapa dan ada keperluan apa Mbak?" Tanya penjaga itu sopan.
"Saya Ingga Pak, saya sudah ada janji untuk bertemu Oma Lia," Jawabku.
"Ohhh Nona Ingga, silahkan masuk sudah di tunggu sama Nyonya dan Tuan Bagas" Jawabnya cepat.
Gerbang besi hitam berukir itupun di buka, nampak rumah mewah dan megah bernuansa putih di dalamnya. Walaupun sudah beberapa kali masuk ke dalam rumah ini aku masih takjub dengan desain eksterior ataupun interior rumah ini. Sangat elegan tertata rapi dan ada beberapa sentuhan gaya eropa di sisi rumah ini. Bahkan rumput di rumah ini sangat hijau, rapi dan bersih mungkin kalau tidak malu bisa berguling guling diatas rumput yang terlihat empuk itu.
Di sisi samping terlihat beberapa deretan mobil mewah mulai dari mobil keluaran jepang, korea dan eropa ada di sana. Ya tidak di pungkiri pemilik showroom mobil terbesar di kota ini memiliki banyak mobil seperti itu rasanya sangat lumrah. Di sisi lain bagian kanan depan terdapat taman kecil, ada kolam ikan, gazebo, dan ayunan kayu berwarna coklat gelap. Lampu lampu taman khas eropa menghiasi beberapa sudut taman.
Sungguh penataan taman yang sangat indah di pandang, sewaktu kecil ketika pertama kali masuk kerumah ini ku pikir ada seorang tuan putri bergaun ala putri dis**y memakai sepatu kaca akan keluar dari rumah ini. Tapi nyatanya tidak ada hal itu, aku senang bermain di pinggir kolam ikan, dulu ada seekor kura kura di sana. Namun saat kunjungan berikutnya tidak aku temukan lagi kura kura tersebut. Sedikit menyenangkan aku mempunyai kenangan disini walau hanya beberapa hal kecil seperti tadi.
Ku putuskan untuk memarkirkan mobil di bagian samping rumah ini, lalu turun menjinjing kue dan buah yang telah ku bawa. Belum sampai ke teras rumah, Oma Lia dan asisten rumah tangganya yang ku kenal bernama Bik Minah menyambutku."Sini sayang mari masuk, haduh kamu pasti capek ya berkendara kesini sendiri. Bagas ini mendadak sekali baru memberitahu Oma kalau kamu mau datang, tau begitu Oma suruh sopir Oma buat jemput kamu tadi.""Gak papa Oma, Ingga sudah biasa menyetir sendiri, apalagi jarak ke kampus lebih jauh dari ini. Ohya ini bingkisan dari Mama buat Oma," Aku memyerahkan kue ke Oma dan buah di ambil oleh Bik Minah."Ya ampun kenapa repot repot sekali sih kamu dan Mamamu pake bawain Oma oleh oleh seperti ini, ngerepotin jadinya kan sayang",Oma menggandeng tanganku dan membawaku masuk ke dalam rumahnya.Aku tersenyum ramah kepada Oma dan mengiringi langkah kaki Oma untuk masuk ke dalam rumah. Rumah ini sangat besar ada beberapa ruang tamu di dalam, k
Seorang pria bertubuh tinggi dan sedikit kurus memakai celana kaos panjang serta kaos polos putih perlahan menuruni tangga. Belum terlihat jelas wajahnya, dengan rambut hitam gondrong sedikit ikal yang terurai menutupi wajahnya. Ketika jarak kami hanya sekitar dua meter, sekarang cukup jelas terlihat wajahnya. Di tutupi dengan bulu bulu sepanjang pipi hingga dagu, dan juga kumis tipis yang kurang terawat. Tapi terlihat mata indahnya dengan bola mata coklat terang, bulu mata panjang dengan alis tersusun rapi melungkung simetris satu sama lain bahkan lebih rapi dari alisku.Hidung mancung serta bibir tipis yang agak sedikit pucat tidak mengurangi bahwa pria ini cukup tampan dengan penampilan sekarang. Mungkin bila bulu bulu yang memenuhi pipi ny di rapikan atau mencukur kumisnya, dia bahkan seperti pemeran utama pria di film T***nic. Sekilas dia memang mirip dengan Opa Jun, ya tak salah karena dia memang keturunannya.Oma menepuk bahuku, sedikit mengejutkan aku yang bena
Tiga hari berlalu, aku belum memutuskan kapan akan kembali kerumah Oma. Pulang dari rumah Oma kemarin aku menceritakan semua hal saat aku berkunjung kerumah Oma, ke Mama dan Papa yang kebetulan sudah pulang dari toko. Sebenarnya Papa agak keberatan, akan tetapi aku meyakinkan Papa apabila dalam waktu satu atau dua bulan tidak ada perubahan,maka aku akan berhenti sekaligus menolak lamaran dari Oma. Barulah Papa mengizinkan aku, meski masih nampak raut keraguan di wajahnya. Aku juga menceritakan hal ini kepada Uta, karena aku juga butuh saran darinya. "Ta, kalau nanti aku kerumah Oma, hal pertama yang harus aku lakukan untuk mendekati Mas Bagas kira kira apa ya?" Kami sedang istirahat makan siang di kantin kampus, aku memesan nasi soto ayam sedangkan Uta sedang melahap nasi ayam bakar. "Ehmmh, kenalan secara resmi mungkin," Jawab Uta setengah bercanda. "Utaaaaaa..",aku mencubit lengannya yang hendak memotong ayam. " Auuuuw, hahaha..oke oke hal pertama, setidaknya kamu harus cari tau
"Akhh..maaf Mas Bagas Ingga cuma ingin melihat permainan Monopoli ini rasanya sudah lama tidak melihat permainan ini", aku sedikit gugup sambil bergegas mengambil fragmen permainan Monopoli yang tidak sengaja ku jatuhkan. Aku takut kalau Mas Bagas marah karena aku lancang melihat mainannya secara dekat di tambah beberapa fragmennya jatuh ke lantai."Apa kamu mau bermain ini?",tunjuk Mas Bagas ke papan permainan Monopoli." Aku belum pernah bermain bersama orang lain kecuali dengan Mas Pram atau bik Minah",jelasnya singkat.Entah hatiku terasa sedikit sedih mendengar penjelasan Mas Bagas barusan, aku mengerti kenapa Mas Bagas hanya bisa bermain dengan kakaknya Mas Pram ataupun bik Minah karena kondisi traumatis yang dialaminya. Aku masih mematung di tempat aku menjatuhkan fragmen permainan Monopoli tadi, tanpa sadar Mas Bagas sudah membawa papan permainan ke meja lesehan yang berada di bawah jendela kaca besar. "Ehem..jadi mau bermain?”, suara berat Mas Bagas menyadarkan lamunanku."
Terlihat semua orang mengenakan busana serba hitam di rumah mewah ini, tak terkecuali akupun juga memakai gaun hitam selutut waktu itu. Saat itu umurku masih tujuh tahun ketika diajak ketempat duka, aku hanya menatap orang orang di sekelilingku bersedih, yang aku tahu orang yang telah tiada itu adalah teman almarhum kakekku. Beliau orang yang sangat baik begitu pun juga dengan istrinya yang biasa ku sapa Oma Lia. Ku lihat Oma Lia duduk dengan pandangan kosong menatap jenazah suaminya yang berada di depannnya. Selesai berdoa beberapa orang mulai mengangkat jenazah Opa Jun ketempat peristirahatan terakhirnya. Di sudut lain aku menangkap sosok anak laki laki mungkin lebih tua dariku, hanya melihat dari kejauhan tapi nampak jelas raut kesedihan dan bulir air mata yang jatuh ke pipinya. Dia seperti ingin mendekati kerumunan ini, tapi langkahnya selalu terhenti ketika ingin bergerak maju. Tak adakah yang sadar akan keberadaannya. Semakin jenazah Opa Jun menjauhi rumah, sosok anak
*Kejadian Dua Hari LaluAku sedang duduk di ruang tengah, mengerjakan tugas yang di berikan oleh dosen di kampus. Saat ini aku sudah memasuki semester empat jurusan teknik sipil, di salah satu perguruan tinggi dikotaku. Aku memang berniat masuk jurusan teknik sipil dimana sebagian besar di isi oleh kaum adam tersebut. Cita cita ku ingin membangun perumahan atau berbisnis property. Karena aku tahu bisnis tersebut cukup menghasilkan apalagi dengan jumlah penduduk yang bertambah banyak saat ini jadi kebutuhan tempat tinggal pun akan semakin naik.Tak lama ku dengar bel pintu berbunyi, ku lihat Mama masih asyik membereskan dapur setelah membuat beberepa kue. Mama memang biasa menerima pesanan kue dalam jumlah yang lumayan menurutku."Ingga, tolong lihat siapa tamu yang datang"ucap mama dari dapur. Aku meninggalkan sejenak tugas yang ku kerjakan. Lalu mengintip dari balik gorden siapa tamu gerangan, hah bukankah itu Oma Lia. Segera ku bukakan pintu rumah dan terlihat
"Mungkin ini permintaan yang mengejutkan, tapi sebenarnya sudah sangat lama Oma, Danar dan Mutia membahas hal ini. Juga ada alasan khusus mengapa Oma meminta kamu Ingga untuk menjadi pasangan Bagas."lanjut Oma menjelaskan." Maaf Bu Lia tapi kenapa Ingga yang Bu Lia lamar sebagai calon Bagas? Bukan bermaksud menyinggung, akan tetapi masih banyak pilihan yang lebih baik dari anak saya Ingga Bu,"jawab Papa dengan penuh kesopanan."Ya, betul itu Bu, belum lagi Ingga ini masih kuliah Bu, jangankan berpikir untuk menikah, mengajak teman Laki laki spesial saja belum pernah,"sahut Mama.Oma menatap lembut kepada kami dan juga tersenyum tipis paham maksud perkataan Papa dan Mama. Tapi sepertinya beliau juga sudah memperkirakan kondisi seperti ini."Ya..Ibu paham maksud kalian nak Yuda dan juga Ines, tapi memang saat ini kondisi Bagas sangat prihatin, mungkin kalian berdua mengerti bagaimana kondisi Bagas pasca kejadian waktu dulu."mata Oma memandang jauh se
"Akhh..maaf Mas Bagas Ingga cuma ingin melihat permainan Monopoli ini rasanya sudah lama tidak melihat permainan ini", aku sedikit gugup sambil bergegas mengambil fragmen permainan Monopoli yang tidak sengaja ku jatuhkan. Aku takut kalau Mas Bagas marah karena aku lancang melihat mainannya secara dekat di tambah beberapa fragmennya jatuh ke lantai."Apa kamu mau bermain ini?",tunjuk Mas Bagas ke papan permainan Monopoli." Aku belum pernah bermain bersama orang lain kecuali dengan Mas Pram atau bik Minah",jelasnya singkat.Entah hatiku terasa sedikit sedih mendengar penjelasan Mas Bagas barusan, aku mengerti kenapa Mas Bagas hanya bisa bermain dengan kakaknya Mas Pram ataupun bik Minah karena kondisi traumatis yang dialaminya. Aku masih mematung di tempat aku menjatuhkan fragmen permainan Monopoli tadi, tanpa sadar Mas Bagas sudah membawa papan permainan ke meja lesehan yang berada di bawah jendela kaca besar. "Ehem..jadi mau bermain?”, suara berat Mas Bagas menyadarkan lamunanku."
Tiga hari berlalu, aku belum memutuskan kapan akan kembali kerumah Oma. Pulang dari rumah Oma kemarin aku menceritakan semua hal saat aku berkunjung kerumah Oma, ke Mama dan Papa yang kebetulan sudah pulang dari toko. Sebenarnya Papa agak keberatan, akan tetapi aku meyakinkan Papa apabila dalam waktu satu atau dua bulan tidak ada perubahan,maka aku akan berhenti sekaligus menolak lamaran dari Oma. Barulah Papa mengizinkan aku, meski masih nampak raut keraguan di wajahnya. Aku juga menceritakan hal ini kepada Uta, karena aku juga butuh saran darinya. "Ta, kalau nanti aku kerumah Oma, hal pertama yang harus aku lakukan untuk mendekati Mas Bagas kira kira apa ya?" Kami sedang istirahat makan siang di kantin kampus, aku memesan nasi soto ayam sedangkan Uta sedang melahap nasi ayam bakar. "Ehmmh, kenalan secara resmi mungkin," Jawab Uta setengah bercanda. "Utaaaaaa..",aku mencubit lengannya yang hendak memotong ayam. " Auuuuw, hahaha..oke oke hal pertama, setidaknya kamu harus cari tau
Seorang pria bertubuh tinggi dan sedikit kurus memakai celana kaos panjang serta kaos polos putih perlahan menuruni tangga. Belum terlihat jelas wajahnya, dengan rambut hitam gondrong sedikit ikal yang terurai menutupi wajahnya. Ketika jarak kami hanya sekitar dua meter, sekarang cukup jelas terlihat wajahnya. Di tutupi dengan bulu bulu sepanjang pipi hingga dagu, dan juga kumis tipis yang kurang terawat. Tapi terlihat mata indahnya dengan bola mata coklat terang, bulu mata panjang dengan alis tersusun rapi melungkung simetris satu sama lain bahkan lebih rapi dari alisku.Hidung mancung serta bibir tipis yang agak sedikit pucat tidak mengurangi bahwa pria ini cukup tampan dengan penampilan sekarang. Mungkin bila bulu bulu yang memenuhi pipi ny di rapikan atau mencukur kumisnya, dia bahkan seperti pemeran utama pria di film T***nic. Sekilas dia memang mirip dengan Opa Jun, ya tak salah karena dia memang keturunannya.Oma menepuk bahuku, sedikit mengejutkan aku yang bena
Ku putuskan untuk memarkirkan mobil di bagian samping rumah ini, lalu turun menjinjing kue dan buah yang telah ku bawa. Belum sampai ke teras rumah, Oma Lia dan asisten rumah tangganya yang ku kenal bernama Bik Minah menyambutku."Sini sayang mari masuk, haduh kamu pasti capek ya berkendara kesini sendiri. Bagas ini mendadak sekali baru memberitahu Oma kalau kamu mau datang, tau begitu Oma suruh sopir Oma buat jemput kamu tadi.""Gak papa Oma, Ingga sudah biasa menyetir sendiri, apalagi jarak ke kampus lebih jauh dari ini. Ohya ini bingkisan dari Mama buat Oma," Aku memyerahkan kue ke Oma dan buah di ambil oleh Bik Minah."Ya ampun kenapa repot repot sekali sih kamu dan Mamamu pake bawain Oma oleh oleh seperti ini, ngerepotin jadinya kan sayang",Oma menggandeng tanganku dan membawaku masuk ke dalam rumahnya.Aku tersenyum ramah kepada Oma dan mengiringi langkah kaki Oma untuk masuk ke dalam rumah. Rumah ini sangat besar ada beberapa ruang tamu di dalam, k
*Kembali ke Waktu SekarangPukul dua lewat empat puluh lima menit aku tiba di rumah, ku parkirkan mobil di depan pagar rumah, sengaja tidak ku masukkan ke dalam garasi karena setelah berganti pakaian akan ku gunakan lagi mobilku untuk menuju kerumah Oma.Setiba di dalam rumah ku lihat Mama sedang bersantai nonton televesi di ruang tengah. Ku dekatkan tubuh ini duduk di samping Mama."Ma tadi Mas Bagas menelepon, mengajak bertemu di rumah Oma jam tiga nanti." Aku memulai obrolan dengan Mama.Mama yang tadinya fokus menonton serial favoritnya,seketika menoleh ke arahku."Hahh, Bagas sendiri yang telepon kamu dan meminta bertemu?" Tanya Mama seperti tidak percaya."Iya Ma, Dia minta aku datang jam tiga nanti. Haruskah aku datang Ma?" Tanyaku kembali."Cobalah untuk datang, mungkin setelah kalian berbicara berdua, kamu bisa menetapkan keputusan. Lagi pula tidak ada salahnya untuk berteman dengan Bagas terlebih dahulu. Setau Mama Dia
"Mungkin ini permintaan yang mengejutkan, tapi sebenarnya sudah sangat lama Oma, Danar dan Mutia membahas hal ini. Juga ada alasan khusus mengapa Oma meminta kamu Ingga untuk menjadi pasangan Bagas."lanjut Oma menjelaskan." Maaf Bu Lia tapi kenapa Ingga yang Bu Lia lamar sebagai calon Bagas? Bukan bermaksud menyinggung, akan tetapi masih banyak pilihan yang lebih baik dari anak saya Ingga Bu,"jawab Papa dengan penuh kesopanan."Ya, betul itu Bu, belum lagi Ingga ini masih kuliah Bu, jangankan berpikir untuk menikah, mengajak teman Laki laki spesial saja belum pernah,"sahut Mama.Oma menatap lembut kepada kami dan juga tersenyum tipis paham maksud perkataan Papa dan Mama. Tapi sepertinya beliau juga sudah memperkirakan kondisi seperti ini."Ya..Ibu paham maksud kalian nak Yuda dan juga Ines, tapi memang saat ini kondisi Bagas sangat prihatin, mungkin kalian berdua mengerti bagaimana kondisi Bagas pasca kejadian waktu dulu."mata Oma memandang jauh se
*Kejadian Dua Hari LaluAku sedang duduk di ruang tengah, mengerjakan tugas yang di berikan oleh dosen di kampus. Saat ini aku sudah memasuki semester empat jurusan teknik sipil, di salah satu perguruan tinggi dikotaku. Aku memang berniat masuk jurusan teknik sipil dimana sebagian besar di isi oleh kaum adam tersebut. Cita cita ku ingin membangun perumahan atau berbisnis property. Karena aku tahu bisnis tersebut cukup menghasilkan apalagi dengan jumlah penduduk yang bertambah banyak saat ini jadi kebutuhan tempat tinggal pun akan semakin naik.Tak lama ku dengar bel pintu berbunyi, ku lihat Mama masih asyik membereskan dapur setelah membuat beberepa kue. Mama memang biasa menerima pesanan kue dalam jumlah yang lumayan menurutku."Ingga, tolong lihat siapa tamu yang datang"ucap mama dari dapur. Aku meninggalkan sejenak tugas yang ku kerjakan. Lalu mengintip dari balik gorden siapa tamu gerangan, hah bukankah itu Oma Lia. Segera ku bukakan pintu rumah dan terlihat
Terlihat semua orang mengenakan busana serba hitam di rumah mewah ini, tak terkecuali akupun juga memakai gaun hitam selutut waktu itu. Saat itu umurku masih tujuh tahun ketika diajak ketempat duka, aku hanya menatap orang orang di sekelilingku bersedih, yang aku tahu orang yang telah tiada itu adalah teman almarhum kakekku. Beliau orang yang sangat baik begitu pun juga dengan istrinya yang biasa ku sapa Oma Lia. Ku lihat Oma Lia duduk dengan pandangan kosong menatap jenazah suaminya yang berada di depannnya. Selesai berdoa beberapa orang mulai mengangkat jenazah Opa Jun ketempat peristirahatan terakhirnya. Di sudut lain aku menangkap sosok anak laki laki mungkin lebih tua dariku, hanya melihat dari kejauhan tapi nampak jelas raut kesedihan dan bulir air mata yang jatuh ke pipinya. Dia seperti ingin mendekati kerumunan ini, tapi langkahnya selalu terhenti ketika ingin bergerak maju. Tak adakah yang sadar akan keberadaannya. Semakin jenazah Opa Jun menjauhi rumah, sosok anak