*Kejadian Dua Hari Lalu
Aku sedang duduk di ruang tengah, mengerjakan tugas yang di berikan oleh dosen di kampus. Saat ini aku sudah memasuki semester empat jurusan teknik sipil, di salah satu perguruan tinggi dikotaku. Aku memang berniat masuk jurusan teknik sipil dimana sebagian besar di isi oleh kaum adam tersebut. Cita cita ku ingin membangun perumahan atau berbisnis property. Karena aku tahu bisnis tersebut cukup menghasilkan apalagi dengan jumlah penduduk yang bertambah banyak saat ini jadi kebutuhan tempat tinggal pun akan semakin naik.
Tak lama ku dengar bel pintu berbunyi, ku lihat Mama masih asyik membereskan dapur setelah membuat beberepa kue. Mama memang biasa menerima pesanan kue dalam jumlah yang lumayan menurutku.
"Ingga, tolong lihat siapa tamu yang datang"ucap mama dari dapur. Aku meninggalkan sejenak tugas yang ku kerjakan. Lalu mengintip dari balik gorden siapa tamu gerangan, hah bukankah itu Oma Lia. Segera ku bukakan pintu rumah dan terlihat memang Oma Lia yang berada di depanku sekarang. Wanita yang sudah terlihat tua namun masih terpancar kecantikan dan ke anggunan Oma Lia. Rambut di sanggul rapi dengan kacamata bingkai emas dan setelan blouse pink salem senada dengan tas jinjing yang ia bawa.
"Wahhh Oma Lia,"ku salim tangannya dan beliau membalas dengan memelukku.
" Haduhhh..cucu Oma Satu ini ternyata sudah besar, tinggi dan cantik kamu sayanggg,"sembari mencubit pipi ini, memang kebiasaan Oma apabila bertemu denganku.
"Ahhh..masih kalah cantik kok sama Oma,"ucapku membalas Oma dengan senyum lebar.
"Oma apa kabar?, sudah lama ya gak main kerumah Ingga,"tanyaku.
" Sehat sayang, iya Oma baru pulang dari luar kota terus inget kamu jadinya Oma mampir deh kesini,"Oma tersenyum ramah.
Dari dalam rumah terdengar suara Mama," Siapa Ngga?"belum sempat aku menjawab Mama sudah muncul di ruang tamu
"Ya ampunnn, Bu Lia," Tak kalah kaget mama bertemu dengan Oma.
"Ishhhh, Ingga kok Oma gak di suruh masuk,malah ngobrol di depan pintu,"Mama menjewer telingaku pelan.
" Mariii Bu masuk, aduh agak berantakan ini dari pagi masih sibuk di dapur, punya anak gadis juga kayak punya anak lanang Bu ini."
"Rapi begini kok, di bilang berantakan lo ya Nes..Nes. Pesanan kuemu lancar Nes?"tanya Oma kepada Mama, sembari mengajak Wanita yang ikut bersamanya untuk duduk.
" Alhamdulillah Bu, ada aja rezekinya",jawab Mama.
"Ingga, kamu temenin Oma dulu, Mama mau buat minum sekalian ambil kue buat Oma, ohya panggil Papamu di kamar".
" Siappp..boss",jawabku cepat. Aku menuju pintu kamar Utama di rumah, ku ketuk pelan pintu.
"Tokkk..tokkk..,Paaaa ada Oma Lia nih dateng."
"Ohhh..iyaa, sebentar lagi Papa keluar." Ucap papa dari dalam kamar.
Aku kembali ke ruang tamu, sempat terdengar suara bisik bisik Oma dengan Wanita yang di bawanya. Ku perkirakan dia adalah asisten pribadi Oma. Aku melangkah masuk dan tersenyum, duduk bersebrangan dengan Oma.
"Ingga, sekarang kuliah sudah semester berapa?"tanya Oma lembut kepadaku.
" Alhamdulillah, sekarang sudah semester empat Oma,lagi pusing banyak tugas Ma".
Oma tertawa kecil mendengar keluhanku.
"Ya ampun padahal kemaren kamu ini masih cilik, lincah ehh sekarang sudah jadi gadis cantik," Oma tersenyum ramah.
"Bu Lia, apa kabar Bu?",Papa muncul dari dalam rumah di ikuti Mama di belakangnya membawa empat cangkir teh dan sepiring kue basah yang baru matang.
" Alhamdulillah baik Nak Yuda, bagaimana usahamu Yud, lancar?"tanya Oma kembali ke Papa.
"Ya Bu, semenjak pindah tempat usaha semakin lancar dapat pelanggan baru juga tentunya",jawab Papa.
" Ini Bu,mbak....."ucap Mama menggantung, sekaligus ingin tau siapa wanita yang di bawa oleh Oma.
"Selly, ini asisten pribadi saya, yang bantu bantu saya setelah Danar dan Mutia pindah keluar kota,". Wanita yang bernama Selly hanya tersenyum kepada kami.
" Ohya, silahkan mbak Selly di minum sekalian di cicip kuenya,"tawar Mama ramah. Mbak Selly hanya mengangguk pelan.
"Begini sebelumnya Ibu minta maaf karena sudah mengganggu waktu istirahat kamu Yud, Ingga dan waktu kerja kamu Nes, padahal kamu lagi banyak orderan kan."
"Ahh Bu, kami malah senang di kesibukkan Ibu masih ingat sama kami, masih berkenan mampir kerumah gubuk kami," Jawab Mama lembut.
"Sebenarnya ada yang mau Ibu sampaikan kepada kalian, ahhh tidak lebih tepatnya ada yang Ibu ingin minta dari kalian,"tutur Oma pelan namun tegas.
Aku yang melihat sepertinya ini obrolan untuk orang tua, memilih untuk masuk keruang tengah dan kembali mengerjakan tugas. Namun baru ingin beranjak dari kursi Oma menyadari tingkahku.
"Ahh..Ingga boleh kamu tetap di sini saja, Oma juga ingin mendengar jawaban kamu nantinya ya sayang," Ucap Oma dengan tatapannya yang lembut. Ku urungkan kembali niat untuk ke ruang tengah. Namun di sisi lain, penasaran mengapa Oma ingin jawaban dariku. Aku mulai sedikit gugup.
"Mestinya kedatangan Ibu itu harusnya bersama Danar dan Mutia, namun mereka masih ada pekerjaan yang harus di selesaikan terlebih dahulu,"
"Yuda, Ines, bila kalian berkenan kedatangan Ibu kesini yaitu untuk melamar Ingga sebagai cucu menantu Ibu yaitu si Bagas anak kedua Danar dan Mutia."dengan hati hati Oma menyampaikan maksud kedatangannya.
Degup jantungku berdetak lebih cepat, mataku sedikit melotot terkejut dengan apa yang di katakan Oma barusan, begitu juga dengan Mama dan Papa yang mendengar permintaan Oma. Tidakkah aku salah dengar? Oma memintaku menjadi cucu menantunya?
"Mungkin ini permintaan yang mengejutkan, tapi sebenarnya sudah sangat lama Oma, Danar dan Mutia membahas hal ini. Juga ada alasan khusus mengapa Oma meminta kamu Ingga untuk menjadi pasangan Bagas."lanjut Oma menjelaskan." Maaf Bu Lia tapi kenapa Ingga yang Bu Lia lamar sebagai calon Bagas? Bukan bermaksud menyinggung, akan tetapi masih banyak pilihan yang lebih baik dari anak saya Ingga Bu,"jawab Papa dengan penuh kesopanan."Ya, betul itu Bu, belum lagi Ingga ini masih kuliah Bu, jangankan berpikir untuk menikah, mengajak teman Laki laki spesial saja belum pernah,"sahut Mama.Oma menatap lembut kepada kami dan juga tersenyum tipis paham maksud perkataan Papa dan Mama. Tapi sepertinya beliau juga sudah memperkirakan kondisi seperti ini."Ya..Ibu paham maksud kalian nak Yuda dan juga Ines, tapi memang saat ini kondisi Bagas sangat prihatin, mungkin kalian berdua mengerti bagaimana kondisi Bagas pasca kejadian waktu dulu."mata Oma memandang jauh se
*Kembali ke Waktu SekarangPukul dua lewat empat puluh lima menit aku tiba di rumah, ku parkirkan mobil di depan pagar rumah, sengaja tidak ku masukkan ke dalam garasi karena setelah berganti pakaian akan ku gunakan lagi mobilku untuk menuju kerumah Oma.Setiba di dalam rumah ku lihat Mama sedang bersantai nonton televesi di ruang tengah. Ku dekatkan tubuh ini duduk di samping Mama."Ma tadi Mas Bagas menelepon, mengajak bertemu di rumah Oma jam tiga nanti." Aku memulai obrolan dengan Mama.Mama yang tadinya fokus menonton serial favoritnya,seketika menoleh ke arahku."Hahh, Bagas sendiri yang telepon kamu dan meminta bertemu?" Tanya Mama seperti tidak percaya."Iya Ma, Dia minta aku datang jam tiga nanti. Haruskah aku datang Ma?" Tanyaku kembali."Cobalah untuk datang, mungkin setelah kalian berbicara berdua, kamu bisa menetapkan keputusan. Lagi pula tidak ada salahnya untuk berteman dengan Bagas terlebih dahulu. Setau Mama Dia
Ku putuskan untuk memarkirkan mobil di bagian samping rumah ini, lalu turun menjinjing kue dan buah yang telah ku bawa. Belum sampai ke teras rumah, Oma Lia dan asisten rumah tangganya yang ku kenal bernama Bik Minah menyambutku."Sini sayang mari masuk, haduh kamu pasti capek ya berkendara kesini sendiri. Bagas ini mendadak sekali baru memberitahu Oma kalau kamu mau datang, tau begitu Oma suruh sopir Oma buat jemput kamu tadi.""Gak papa Oma, Ingga sudah biasa menyetir sendiri, apalagi jarak ke kampus lebih jauh dari ini. Ohya ini bingkisan dari Mama buat Oma," Aku memyerahkan kue ke Oma dan buah di ambil oleh Bik Minah."Ya ampun kenapa repot repot sekali sih kamu dan Mamamu pake bawain Oma oleh oleh seperti ini, ngerepotin jadinya kan sayang",Oma menggandeng tanganku dan membawaku masuk ke dalam rumahnya.Aku tersenyum ramah kepada Oma dan mengiringi langkah kaki Oma untuk masuk ke dalam rumah. Rumah ini sangat besar ada beberapa ruang tamu di dalam, k
Seorang pria bertubuh tinggi dan sedikit kurus memakai celana kaos panjang serta kaos polos putih perlahan menuruni tangga. Belum terlihat jelas wajahnya, dengan rambut hitam gondrong sedikit ikal yang terurai menutupi wajahnya. Ketika jarak kami hanya sekitar dua meter, sekarang cukup jelas terlihat wajahnya. Di tutupi dengan bulu bulu sepanjang pipi hingga dagu, dan juga kumis tipis yang kurang terawat. Tapi terlihat mata indahnya dengan bola mata coklat terang, bulu mata panjang dengan alis tersusun rapi melungkung simetris satu sama lain bahkan lebih rapi dari alisku.Hidung mancung serta bibir tipis yang agak sedikit pucat tidak mengurangi bahwa pria ini cukup tampan dengan penampilan sekarang. Mungkin bila bulu bulu yang memenuhi pipi ny di rapikan atau mencukur kumisnya, dia bahkan seperti pemeran utama pria di film T***nic. Sekilas dia memang mirip dengan Opa Jun, ya tak salah karena dia memang keturunannya.Oma menepuk bahuku, sedikit mengejutkan aku yang bena
Tiga hari berlalu, aku belum memutuskan kapan akan kembali kerumah Oma. Pulang dari rumah Oma kemarin aku menceritakan semua hal saat aku berkunjung kerumah Oma, ke Mama dan Papa yang kebetulan sudah pulang dari toko. Sebenarnya Papa agak keberatan, akan tetapi aku meyakinkan Papa apabila dalam waktu satu atau dua bulan tidak ada perubahan,maka aku akan berhenti sekaligus menolak lamaran dari Oma. Barulah Papa mengizinkan aku, meski masih nampak raut keraguan di wajahnya. Aku juga menceritakan hal ini kepada Uta, karena aku juga butuh saran darinya. "Ta, kalau nanti aku kerumah Oma, hal pertama yang harus aku lakukan untuk mendekati Mas Bagas kira kira apa ya?" Kami sedang istirahat makan siang di kantin kampus, aku memesan nasi soto ayam sedangkan Uta sedang melahap nasi ayam bakar. "Ehmmh, kenalan secara resmi mungkin," Jawab Uta setengah bercanda. "Utaaaaaa..",aku mencubit lengannya yang hendak memotong ayam. " Auuuuw, hahaha..oke oke hal pertama, setidaknya kamu harus cari tau
"Akhh..maaf Mas Bagas Ingga cuma ingin melihat permainan Monopoli ini rasanya sudah lama tidak melihat permainan ini", aku sedikit gugup sambil bergegas mengambil fragmen permainan Monopoli yang tidak sengaja ku jatuhkan. Aku takut kalau Mas Bagas marah karena aku lancang melihat mainannya secara dekat di tambah beberapa fragmennya jatuh ke lantai."Apa kamu mau bermain ini?",tunjuk Mas Bagas ke papan permainan Monopoli." Aku belum pernah bermain bersama orang lain kecuali dengan Mas Pram atau bik Minah",jelasnya singkat.Entah hatiku terasa sedikit sedih mendengar penjelasan Mas Bagas barusan, aku mengerti kenapa Mas Bagas hanya bisa bermain dengan kakaknya Mas Pram ataupun bik Minah karena kondisi traumatis yang dialaminya. Aku masih mematung di tempat aku menjatuhkan fragmen permainan Monopoli tadi, tanpa sadar Mas Bagas sudah membawa papan permainan ke meja lesehan yang berada di bawah jendela kaca besar. "Ehem..jadi mau bermain?”, suara berat Mas Bagas menyadarkan lamunanku."
Terlihat semua orang mengenakan busana serba hitam di rumah mewah ini, tak terkecuali akupun juga memakai gaun hitam selutut waktu itu. Saat itu umurku masih tujuh tahun ketika diajak ketempat duka, aku hanya menatap orang orang di sekelilingku bersedih, yang aku tahu orang yang telah tiada itu adalah teman almarhum kakekku. Beliau orang yang sangat baik begitu pun juga dengan istrinya yang biasa ku sapa Oma Lia. Ku lihat Oma Lia duduk dengan pandangan kosong menatap jenazah suaminya yang berada di depannnya. Selesai berdoa beberapa orang mulai mengangkat jenazah Opa Jun ketempat peristirahatan terakhirnya. Di sudut lain aku menangkap sosok anak laki laki mungkin lebih tua dariku, hanya melihat dari kejauhan tapi nampak jelas raut kesedihan dan bulir air mata yang jatuh ke pipinya. Dia seperti ingin mendekati kerumunan ini, tapi langkahnya selalu terhenti ketika ingin bergerak maju. Tak adakah yang sadar akan keberadaannya. Semakin jenazah Opa Jun menjauhi rumah, sosok anak
"Akhh..maaf Mas Bagas Ingga cuma ingin melihat permainan Monopoli ini rasanya sudah lama tidak melihat permainan ini", aku sedikit gugup sambil bergegas mengambil fragmen permainan Monopoli yang tidak sengaja ku jatuhkan. Aku takut kalau Mas Bagas marah karena aku lancang melihat mainannya secara dekat di tambah beberapa fragmennya jatuh ke lantai."Apa kamu mau bermain ini?",tunjuk Mas Bagas ke papan permainan Monopoli." Aku belum pernah bermain bersama orang lain kecuali dengan Mas Pram atau bik Minah",jelasnya singkat.Entah hatiku terasa sedikit sedih mendengar penjelasan Mas Bagas barusan, aku mengerti kenapa Mas Bagas hanya bisa bermain dengan kakaknya Mas Pram ataupun bik Minah karena kondisi traumatis yang dialaminya. Aku masih mematung di tempat aku menjatuhkan fragmen permainan Monopoli tadi, tanpa sadar Mas Bagas sudah membawa papan permainan ke meja lesehan yang berada di bawah jendela kaca besar. "Ehem..jadi mau bermain?”, suara berat Mas Bagas menyadarkan lamunanku."
Tiga hari berlalu, aku belum memutuskan kapan akan kembali kerumah Oma. Pulang dari rumah Oma kemarin aku menceritakan semua hal saat aku berkunjung kerumah Oma, ke Mama dan Papa yang kebetulan sudah pulang dari toko. Sebenarnya Papa agak keberatan, akan tetapi aku meyakinkan Papa apabila dalam waktu satu atau dua bulan tidak ada perubahan,maka aku akan berhenti sekaligus menolak lamaran dari Oma. Barulah Papa mengizinkan aku, meski masih nampak raut keraguan di wajahnya. Aku juga menceritakan hal ini kepada Uta, karena aku juga butuh saran darinya. "Ta, kalau nanti aku kerumah Oma, hal pertama yang harus aku lakukan untuk mendekati Mas Bagas kira kira apa ya?" Kami sedang istirahat makan siang di kantin kampus, aku memesan nasi soto ayam sedangkan Uta sedang melahap nasi ayam bakar. "Ehmmh, kenalan secara resmi mungkin," Jawab Uta setengah bercanda. "Utaaaaaa..",aku mencubit lengannya yang hendak memotong ayam. " Auuuuw, hahaha..oke oke hal pertama, setidaknya kamu harus cari tau
Seorang pria bertubuh tinggi dan sedikit kurus memakai celana kaos panjang serta kaos polos putih perlahan menuruni tangga. Belum terlihat jelas wajahnya, dengan rambut hitam gondrong sedikit ikal yang terurai menutupi wajahnya. Ketika jarak kami hanya sekitar dua meter, sekarang cukup jelas terlihat wajahnya. Di tutupi dengan bulu bulu sepanjang pipi hingga dagu, dan juga kumis tipis yang kurang terawat. Tapi terlihat mata indahnya dengan bola mata coklat terang, bulu mata panjang dengan alis tersusun rapi melungkung simetris satu sama lain bahkan lebih rapi dari alisku.Hidung mancung serta bibir tipis yang agak sedikit pucat tidak mengurangi bahwa pria ini cukup tampan dengan penampilan sekarang. Mungkin bila bulu bulu yang memenuhi pipi ny di rapikan atau mencukur kumisnya, dia bahkan seperti pemeran utama pria di film T***nic. Sekilas dia memang mirip dengan Opa Jun, ya tak salah karena dia memang keturunannya.Oma menepuk bahuku, sedikit mengejutkan aku yang bena
Ku putuskan untuk memarkirkan mobil di bagian samping rumah ini, lalu turun menjinjing kue dan buah yang telah ku bawa. Belum sampai ke teras rumah, Oma Lia dan asisten rumah tangganya yang ku kenal bernama Bik Minah menyambutku."Sini sayang mari masuk, haduh kamu pasti capek ya berkendara kesini sendiri. Bagas ini mendadak sekali baru memberitahu Oma kalau kamu mau datang, tau begitu Oma suruh sopir Oma buat jemput kamu tadi.""Gak papa Oma, Ingga sudah biasa menyetir sendiri, apalagi jarak ke kampus lebih jauh dari ini. Ohya ini bingkisan dari Mama buat Oma," Aku memyerahkan kue ke Oma dan buah di ambil oleh Bik Minah."Ya ampun kenapa repot repot sekali sih kamu dan Mamamu pake bawain Oma oleh oleh seperti ini, ngerepotin jadinya kan sayang",Oma menggandeng tanganku dan membawaku masuk ke dalam rumahnya.Aku tersenyum ramah kepada Oma dan mengiringi langkah kaki Oma untuk masuk ke dalam rumah. Rumah ini sangat besar ada beberapa ruang tamu di dalam, k
*Kembali ke Waktu SekarangPukul dua lewat empat puluh lima menit aku tiba di rumah, ku parkirkan mobil di depan pagar rumah, sengaja tidak ku masukkan ke dalam garasi karena setelah berganti pakaian akan ku gunakan lagi mobilku untuk menuju kerumah Oma.Setiba di dalam rumah ku lihat Mama sedang bersantai nonton televesi di ruang tengah. Ku dekatkan tubuh ini duduk di samping Mama."Ma tadi Mas Bagas menelepon, mengajak bertemu di rumah Oma jam tiga nanti." Aku memulai obrolan dengan Mama.Mama yang tadinya fokus menonton serial favoritnya,seketika menoleh ke arahku."Hahh, Bagas sendiri yang telepon kamu dan meminta bertemu?" Tanya Mama seperti tidak percaya."Iya Ma, Dia minta aku datang jam tiga nanti. Haruskah aku datang Ma?" Tanyaku kembali."Cobalah untuk datang, mungkin setelah kalian berbicara berdua, kamu bisa menetapkan keputusan. Lagi pula tidak ada salahnya untuk berteman dengan Bagas terlebih dahulu. Setau Mama Dia
"Mungkin ini permintaan yang mengejutkan, tapi sebenarnya sudah sangat lama Oma, Danar dan Mutia membahas hal ini. Juga ada alasan khusus mengapa Oma meminta kamu Ingga untuk menjadi pasangan Bagas."lanjut Oma menjelaskan." Maaf Bu Lia tapi kenapa Ingga yang Bu Lia lamar sebagai calon Bagas? Bukan bermaksud menyinggung, akan tetapi masih banyak pilihan yang lebih baik dari anak saya Ingga Bu,"jawab Papa dengan penuh kesopanan."Ya, betul itu Bu, belum lagi Ingga ini masih kuliah Bu, jangankan berpikir untuk menikah, mengajak teman Laki laki spesial saja belum pernah,"sahut Mama.Oma menatap lembut kepada kami dan juga tersenyum tipis paham maksud perkataan Papa dan Mama. Tapi sepertinya beliau juga sudah memperkirakan kondisi seperti ini."Ya..Ibu paham maksud kalian nak Yuda dan juga Ines, tapi memang saat ini kondisi Bagas sangat prihatin, mungkin kalian berdua mengerti bagaimana kondisi Bagas pasca kejadian waktu dulu."mata Oma memandang jauh se
*Kejadian Dua Hari LaluAku sedang duduk di ruang tengah, mengerjakan tugas yang di berikan oleh dosen di kampus. Saat ini aku sudah memasuki semester empat jurusan teknik sipil, di salah satu perguruan tinggi dikotaku. Aku memang berniat masuk jurusan teknik sipil dimana sebagian besar di isi oleh kaum adam tersebut. Cita cita ku ingin membangun perumahan atau berbisnis property. Karena aku tahu bisnis tersebut cukup menghasilkan apalagi dengan jumlah penduduk yang bertambah banyak saat ini jadi kebutuhan tempat tinggal pun akan semakin naik.Tak lama ku dengar bel pintu berbunyi, ku lihat Mama masih asyik membereskan dapur setelah membuat beberepa kue. Mama memang biasa menerima pesanan kue dalam jumlah yang lumayan menurutku."Ingga, tolong lihat siapa tamu yang datang"ucap mama dari dapur. Aku meninggalkan sejenak tugas yang ku kerjakan. Lalu mengintip dari balik gorden siapa tamu gerangan, hah bukankah itu Oma Lia. Segera ku bukakan pintu rumah dan terlihat
Terlihat semua orang mengenakan busana serba hitam di rumah mewah ini, tak terkecuali akupun juga memakai gaun hitam selutut waktu itu. Saat itu umurku masih tujuh tahun ketika diajak ketempat duka, aku hanya menatap orang orang di sekelilingku bersedih, yang aku tahu orang yang telah tiada itu adalah teman almarhum kakekku. Beliau orang yang sangat baik begitu pun juga dengan istrinya yang biasa ku sapa Oma Lia. Ku lihat Oma Lia duduk dengan pandangan kosong menatap jenazah suaminya yang berada di depannnya. Selesai berdoa beberapa orang mulai mengangkat jenazah Opa Jun ketempat peristirahatan terakhirnya. Di sudut lain aku menangkap sosok anak laki laki mungkin lebih tua dariku, hanya melihat dari kejauhan tapi nampak jelas raut kesedihan dan bulir air mata yang jatuh ke pipinya. Dia seperti ingin mendekati kerumunan ini, tapi langkahnya selalu terhenti ketika ingin bergerak maju. Tak adakah yang sadar akan keberadaannya. Semakin jenazah Opa Jun menjauhi rumah, sosok anak