Anna meringis kesakitan saat mencoba mengobati luka di kakinya, luka itu terasa pedih sepedih hatinya menjalani rumah tangga ini. Sudah sering Anna meminta untuk bercerai dari Robert, tapi Robert selalu menolak dan bahkan bersikap kasar padanya.
Anna bisa saja langsung menceraikan Robert, tapi Robert selalu mengancam akan memberitahukan hal ini kepada Jeslin ibunda dari Anna. Jeslin yang saat ini tengah menjalani pengobatan akibat kanker hati yang dideritanya memiliki kondisi yang sangat lemah, Jeslin bahkan memiliki riwayat penyakit jantung parah. Anna tidak ingin kehilangan ibunya karena masalah ini. Sebab saat ini hanya ibunya satu-satunya keluarga yang dimilikinya.Dering telepon mengagetkan Anna, nomor yang tidak tersimpan dikontaknya tampak memanggil. Tapi Anna tau siapa pemilik nomor ini, sepertinya sejak tadi Rayen berusaha menghubunginya.“Hallo.” Sapa Anna dengan suara lembut.“Nona, apa nona sudah sampai dirumah?” tanya Rayen diujung panggilan dengan suara khawatir.“Hmm.” Anna hanya menjawab seadanya, suasana hatinya sedang tidak baik saat ini.“Apa nona baik-baik saja?” Rayen seolah bisa menebak ada sesuatu yang terjadi pada Anna.“Aku hanya lelah saja, aku ingin istirahat Rayen.” Kata Anna seolah menjelaskan kepada Rayen bahwa dirinya hendak mengakhir panggilan tersebut, Rayen yang mengerti dengan keinginan Anna langsung menyudahi obrolan via telepon malam itu.“Baiklah nona, selamat beristirahat.” Ucap Rayen sebelum mematikan panggilannya.Anna tersenyum kecil, disaat seperti ini justru pria lain yang menanyakan keadaannya. Robert pergi setelah pertengkaran dengan Anna. Sepertinya ia pulang kerumah Merry. Anna tidak pernah berniat untuk menahan Robert pergi kerumah Merry, karena saat ini pun perasaan Anna kepada Robert benar-benar sudah hilang. Ia hanya bertahan untuk menjaga ibunya dari berita buruk perceraiannya yang mungkin akan mempengaruhi kesehatannya.“Haaahh, cobalah bertahan sedikit lagi Anna.” Gumam Anna pelan. Ia berniat menceraikan Robert jika kondisi ibunya benar-benar sudah pulih.Ditempat yang berbeda, Rayen tampak menutup panggilan dari Anna, ia kini hanya menatap layar ponsel dengan wajah lesu. Beberapa saat kemudian Rayen meletakan ponselnya lalu mulai berbaring diranjang tempat Anna sebelumnya tertidur, ia seolah masih bisa mencium aroma parfum yang digunakan oleh Anna. Aroma ini entah sejak kapan menjadi aroma favorite bagi Rayen.Rayen memandangi langit-langit kamarnya dengan pikiran yang jauh melayang, ia teringat akan pertemuannya dengan Anna 1 tahun yang lalu. Saat itu Rayen tengah dalam masalah besar dan Anna lah yang membantunya hingga akhirnya dia bisa hidup layak seperti saat ini.**“Dasar pencuri!” teriak seorang wanita paruh baya, dia adalah pemilik toko emas dan berlian terbesar dikota ini. Ia menahan tangan seorang pria muda berusia dua puluh satu tahun. Pria itu berwajah tampan, dengan rambut pirang dan juga mata coklat. Tubuhnya berkisar 170 cm. Tubuhnya terlihat berotot, sepertinya dia terbiasa bekerja berat hingga membuat tubuhnya berbentuk seperti itu.Pria muda itu adalah Rayen, Rayen terlihat panik karena dirinya ketahuan mencuri sebuah kalung berlian. Rayen adalah pria miskin yang hidup bersama ayahnya yang tua renta dan sakit-sakitan beserta satu orang adik perempuan yang masih duduk dibangku kelas 4 Sekolah Dasar. Selama ini Rayen menggantungkan hidupnya dengan bekerja serabutan.“Kakak mau kemana?” tanya Sely adik Rayen. Sely terlihat khawatir dengan kondisi ayahnya yang kian memburuk karena penyakit paru yang dideritanya. Rayen terdiam sesaat, ia tidak mungkin mengatakan bahwa dirinya akan mencuri demi bisa membawa ayah mereka ke rumah sakit.“Kak Rayen keluar sebentar yah, Sely jaga ayah dengan baik dirumah.” Pesan Rayen sebelum pergi kepada adiknya.“Kak, jangan lama-lama ya.” Ganti Sely yang berpesan pada kakaknya, Rayen mengangguk pelan seolah berjanji pada adiknya untuk segera pulang.Malam itu untuk pertama kalinya Rayen berniat mencuri disebuah toko emas dan berlian, bukan tanpa alasan, ia butuh biaya untuk pengobatan ayahnya yang harus segera dibawa ke rumah sakit. Rayen awalnya tidak pernah berpikir untuk melakukan hal itu, tapi salah satu temannya yang sudah biasa mencuri mengajarinya untuk melakukan itu demi mendapatkan uang banyak secara instan dan cepat.Rayen yang tidak punya pilihan akhirnya melakukan sesuai yang diarahkan oleh temannya. Namun naas, nasib sial ternyata membuatnya gagal bahkan di percobaan pertamanya. Rayen yang panik harus berbuat apa jelas dengan mudah ditangkap oleh para pekerja toko dan orang-orang yang ada disekitar toko.“Saya tidak mencuri!” Teriak Rayen dengan wajah panik.“Bohong, aku melihatnya memasukkan kalung berlian ke kantongnya.” Kata seorang pelanggan yang memang melihat Rayen melakukannya. Suara riuh membuat Rayen semakin panik, ia bahkan tidak bisa berkutik sekarang. Beberapa orang bahkan siap memberikan bogem mentah kearahnya.Rayen bisa menduga dua hal, pertama dia akan babak belur karena amukan masa dan yang kedua ia akan mendekam dipenjara untuk waktu yang lama. Ia kembali teringat janjinya pada Sely untuk segera pulang kerumah, bayangan ayahnya yang terbaring sesak dirumah reyot mereka seolah tergambar jelas diingatkan Rayen.“Maafkan kakak Sely, sepertinya kakak akan pulang terlambat malam ini.” Batin Rayen pasrah. Seorang pegawai bersiap merogoh kantong jaket Rayen, sampai sebuah suara mengalihkan pandangan mereka.“Apa yang kalian lakukan pada temanku?” teriak seorang wanita mengagetkan semua orang termasuk Rayen, seorang wanita cantik dengan pakaian rapi tiba-tiba muncul bak malaikat penyelamat untuk Rayen, itu pertama kalinya Rayen bertemu dengan Anna. Wanita cantik yang membuat Rayen sempat terpana ditengah-tengah situasi kacau yang mengancam dirinya.“Siapa wanita ini?” tanya si pemilik toko.“Kalian tidak perlu tahu siapa aku! Yang jelas kenapa kalian menuduh temanku sebagai pencuri tanpa bukti?” Tanya Anna, Rayen kaget bukan kepalang mendengar ucapan Anna. Kenapa tiba-tiba wanita cantik ini mengaku sebagai temannya, mereka bahkan tidak saling mengenal.“Teman katamu? Ohh berarti kau adalah teman dari seorang pencuri? Atau jangan-jangan kalian berdua bersekongkol?” tuduhan semakin menjadi-jadi bahkan mulai menyeret Anna.“Cepat geledah jaketnya.” Perintah salah satu pegawai. Benar saja, kalung berlian itu ditemukan didalam saku jaketnya“Tidak! selesai sudah.” Batin Rayen pasrah.“Dasar pencuri, bawa dia kekantor polisi.” Pemilik toko semakin naik pitam.“Sudah ku bilang dia bukan pencuri.” Anna semakin berkeras.“Dia temannya bukan? Kita bawa saja dia sekalian.” Seru seorang pria paruh baya yang ikut menahan Rayen, mereka kini siap untuk menangkap Anna. Rencana Anna gagal 100%.“Jangan coba-coba menyentuhku jika kalian tidak ingin dapat masalah!” Gertakan Anna dengan tatapan dinginnya membuat orang-orang itu menghentikan langkahnya. “Berikan kalung itu padaku.” Anna menengadahkan tangannya.“Untuk apa? Kau pikir aku akan percaya pada pencuri seperti kalian?” Wanita pemilik toko itu tidak mempercayai Anna sedikitpun. Anna menghela napas, sepertinya sudah cukup sandiwara ini. Dengan cepat ia mengeluarkan kartu black card yang hanya dimiliki oleh orang-orang dengan kekayaan yang sulit dijelaskan jumlahnya.“Kartu ini? Dari mana kau mendapatkannya? Apa kau mencurinya?” Suara wanita itu membuat Anna geram. “Silahkan saja kalian cek, memangnya berapa harga kalung itu?” Anna berniat membeli kalung yang dicuri oleh Rayen. Rayen tidak mengerti dengan sikap Anna yang mati-matian membelanya.“Kau mungkin tidak akan mampu membelinya, harganya sangat mahal! 150.000.000.” Sahut pegawai toko. Rayen dan beberapa orang disana terbelalak kaget, mereka pikir kalung itu hanya bernilai 5 sampai 10 juta saja. Bahkan meski bekerja bertahun-tahun Rayen tidak akan bisa mendapatkan uang sebanyak itu.Anna terkekeh geli mendengar nominal yang disebutkan oleh si pegawai toko, itu bahkan tidak lebih mahal dari tas branded yang berjejer dirumahnya. Semua orang mulai berpikir Anna gila, termasuk Rayen.“Sebaiknya kita segera membawa mereka.” Kata wanita pemilik toko, Rayen lemas seketika membayangkan dirinya akan masuk kedalam bui.“Aku akan membeli kalung itu.” Ucap Anna mengagetkan semua orang, mereka semakin yakin Anna adalah orang yang tidak waras. Kartu itu mungkin hanya kartu yang didapatkannya dijalan.“Jangan bercanda kau.” Seorang pria yang sudah geram sejak tadi semakin terpancing.Anna menghela napas menahan kekesalan karena terus saja tidak dipercayai, bahkan ia merasa penampilannya sudah cukup menjelaskan siapa dirinya. Tapi orang-orang ini terbawa akan kecurigaan karena ucapan Anna sebelumnya yang mengatakan Si pencuri adalah temannya.“Kau bukankah pemilik toko ini? Bukankah seharusnya kau senang mendengar ada yang akan membeli barang milikmu?” tanya Anna dengan raut kemarahan, wanita itu tertegun melihat Anna. Dengan cepat ia meminta pegawainya memproses transaksi pembelian kalung itu. Saat akhirnya Anna berhasil membeli kalung itu dengan kartu yang dibawanya semua orang kini tercengang, ternyata Anna memang benar sekaya itu. Mereka kini tertunduk malu, terutama si wanita pemilik toko.“Kalung ini sudah menjadi milik kami, jadi temanku bisa membawanya pulang bukan?” Tanya Anna, ia melirik ke arah Rayen, Rayen yang masih syok melihat Anna mengeluarkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat kini terlihat begitu bersyukur. Untung saja nasib baik masih membuatnya selamat dari jerat hukum.“Ayo kita pergi.” Ajak Anna pada Rayen, mereka seketika melepaskan cengkeramannya ditubuh Rayen. Ia kebingungan karena Anna memanggilnya pergi bersama. Dengan cepat Rayen meraih kotak berisi kalung dari tangan pegawai toko dan kemudian berlari mengejar Anna.“Kenapa Anda menolong ku?” tanya Rayen saat mereka sudah berada diluar. Anna menghentikan langkahnya.“Tidak ada alasan khusus, aku hanya sedang kebetulan berada disana dan melihatmu. Hatiku menyuruhku untuk menolongmu.” Jawab Anna, ia memang berniat membelikan hadiah ulang tahun untuk ibunya di toko itu saat kemudian dirinya melihat kejadian antara Rayen dan orang-orang didalam toko. Tapi sepertinya Anna harus menunda membeli kado untuk ibunya, karena moodnya mendadak hilang untuk berbelanja di toko itu.“Tapi kalung ini..” Rayen menyerahkan kalung itu kepada Anna, Anna langsung menolaknya.“Kau bawa saja, aku tidak begitu suka dengan model kalung itu.”Rayen terkejut mendengar alasan penolakan Anna, bagaimana bisa ia memberikan orang asing kalung senilai 150.000.000 dengan begitu entengnya.“Tapi aku tidak bisa menerimanya nona, aku juga tidak mungkin bisa mengganti uang Anda.” Kata Rayen dengan wajah lesu, meski sangat butuh ia tidak ingin memanfaatkan orang yang sudah menolongnya.“Kalau begitu buang saja.” Tegas Anna, jawabannya semakin membuat Rayen hampir pingsan.“Tapi nona..”“Kalau tidak mau kau buang, yah kau ambil saja. Mungkin itu bisa berguna untukmu.” Anna mengatakan itu seolah tahu dengan kesulitan yang sedang dialami Rayen saat ini. Saat akan berlalu pergi, lagi-lagi Rayen menahannya.“Nona, aku benar-benar tidak bisa menerimanya, atau Jika tidak adakah cara agar aku bisa membalas Budi baik Anda?” Rayen berkata dengan tulus, Anna sekali lagi menghentikan langkahnya. Ia kemudian berbalik menatap Rayen. “Benarkah kau ingin melakukan sesuatu demi membalas budi?” tanya Anna dengan raut wajah serius.Rayen mengangguk yakin, sorot matanya bahkan tidak menunjukkan keraguan sama sekali. Anna tersenyum simpul ke arahnya.“Baiklah, kalau begitu tidurlah denganku malam ini. Apa kau bersedia?” tanya Anna dengan senyuman diwajahnya, membuat jantung Rayen seketika berdegup kencang hanya dengan menatap mata Anna.Rayen berjalan dengan langkah lemas, suara Anna terus menggema ditelinganya.“Tidurlah denganku, jika kau berkeras ingin membalas Budi.” Anna semakin memperjelas ucapannya, padahal Rayen yakin ia salah dengar saat itu. Tapi ternyata dugaannyalah yang salah, Anna benar-benar mengucapkan kalimat itu.“Aahhh.. sadarlah Rayen.” Rayen menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menepuk-nepuk pipinya hingga memerah, suara Anna bahkan membuat dirinya gemetar. Pertama kalinya Rayen bertemu dengan wanita seperti itu, yang mengeluarkan uang sebanyak itu dalam sekejap mata dan mengajaknya untuk tidur bersama bahkan dikali pertama mereka bertemu. Saat kemudian dia tiba di lorong kecil tempat rumahnya berada, Rayen terkejut melihat banyak orang berkumpul dirumahnya. Ia mulai bertanya-tanya sedang apa orang sebanyak itu dirumahnya yang kecil dan sempit. Sampai suara teriakan Sely terdengar menyayat hati. Rayen yang sempat menghentikan langkahnya sontak berlari sekuat tenaga. Benar saja, saat dia tiba tu
Rayen berlari ke arah IGD, tangannya mengepal erat kotak perhiasan berisi kalung berlian. Cukup lama ia memikirkan ini, semakin dipikirkan semakin berat hati Rayen. Ia mencari keberadaan Anna tapi sayangnya dia sudah tidak ada disana. Saat ia bertanya kepada perawat, mereka mengatakan bahwa pasien itu sudah pulang karena kondisinya tidaklah begitu gawat. Jeslin hanya butuh istirahat dirumah. “Aahhh, sekarang kemana aku harus mencarinya?” gerutu Rayen gusar. Ia tidak punya pilihan selain menjual kalung ini demi mengurus jasad sang ayah. Tapi Rayen juga tidak bisa menggunakan kalung ini begitu saja, rasanya mencuri lebih baik daripada menerima pemberian orang lain dan berhutang Budi padanya.Rayen berjalan gontai, tapi bayangan ayahnya yang harus segera di kremasi membuatnya sadar ia tidak bisa bersantai saat ini. Dengan cepat ia berlari keluar rumah sakit, ia berniat menjual kalung ini demi mengurus ayahnya terakhir kali.“Jika dia ingin tidur denganku, maka akan aku lakukan.” Batin R
Anna perlahan mulai membuka matanya, rasa nyeri kini terasa mendera di sekujur tubuhnya. Ia melihat samar-samar sosok yang tengah duduk disebelahnya, sampai akhirnya dia bisa melihat dengan jelas sosok tersebut.“Robert?” Robert yang sempat terlelap disamping ranjang Anna kini terbangun mendengar namanya dipanggil, ia langsung meraih tangan lembut istrinya.“Anna, ada apa denganmu? Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Robert dengan raut wajah khawatir, Anna justru merasa jengah melihat wajah Robert malam itu. ‘Bukankah dia yang menolak untuk ikut memberikan hadiah kepada mami malam ini? Seolah-olah dia peduli saja!’ Batin Anna kesal.Anna tidak menjawab, ia justru memalingkan wajahnya dari Robert. Anna tidak mungkin mengatakan jika ia hampir diperkosa oleh laki-laki simpanannya sendiri. ‘awas saja kau Gerald! Tidak akan aku biarkan perbuatanmu malam ini!’ Anna menahan emosinya dalam hati.Tiba-tiba Anna teringat akan Rayen, ia bisa mengingat jelas wajah Rayen sesaat sebelum akhirnya
Anna perlahan menyandarkan tubuhnya dikursi mobil, tampak Marlin yang menjadi pengemudinya. Anna baru saja akan pulang dari rumah sakit pagi dini hari setelah infusnya benar-benar habis. “Nona, kenapa anda tidak langsung meneleponku semalam? Apa nona tau situasi bahaya macam apa yang nona alami semalam? Bagaimana jika pria kurang ajar itu sampai menyakiti nona?” Cerca Marlin.“Sudahlah, toh aku baik-baik saja sekarang.” Sahut Anna dengan mata terpejam.“Apa tidak sebaiknya kita melaporkannya kepolisi atas tuduhan percobaan pemerkosaan?” Anna menghela napas dalam. “Tidak perlu, apa kau ingin Robert tau kalau Gerald adalah pria simpananku?” Marlin terdiam, benar yang dikatakan oleh Anna Gerald mungkin akan membongkar semuanya.“Sebaiknya kita mencari cara untuk membungkam mulut busuk Gerald.” Imbuhnya.“Baik nona.” Anna tiba-tiba teringat akan Rayen yang tiba-tiba menghilang ketika dirinya terbangun. Entah mengapa sosok pria itu terus saja muncul Dihadapannya secara kebetulan.**Ra
Rayen menatap dalam ke arah foto ayahnya yang kini mungkin sudah beristirahat dengan tenang. Disisinya tampak Sely yang terbaring karena lelah menangis. Akhirnya ayahnya bisa dikremasi dan bahkan mendapatkan pemakaman yang layak di rumah duka yang megah ini. Semua berkat bantuan dari Anna.Sesekali bayangan Anna melintas dalam pikirannya, entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Rayen hanya bisa pasrah dan menerima semua konsekuensi atas pilihannya. Tidak ada yang bisa dilakukannya saat ini, selain menunggu Anna datang menemuinya. Tak. Tak. Tak.Suara lantai yang beradu lantang dengan hak sepatu seolah tidak terdengar oleh Rayen. Perlahan seorang wanita berpakaian serba hitam melangkah maju membawa sekuntum mawar putih sebagai tanda bela sungkawa. Dia meletakan bunga itu tepat dihadapan foto ayah Rayen, dengan pelan kepalanya menunduk memberi hormat. “Sepertinya ini sudah hari ketiga, apa kau masih sesedih itu?” Suara yang tak asing itu membuyarkan lamunan Rayen. Kini Rayen bisa meli
Rayen terlihat duduk diam sambil menatap ke arah luar jendela. Ia seolah fokus memperhatikan pemandangan jalan, namun sejujurnya hatinya kini bercampur aduk tidak karuan. Ada perasaan takut juga canggung untuk bertemu dengan Anna. “Tidurlah denganku.” Sebuah permintaan yang selalu terngiang di otaknya setiap kali memikirkan Anna. Baginya yang bahkan tidak pernah dekat dan menjalin hubungan dengan wanita manapun, tentu saja itu adalah hal yang sangat tabu baginya.Tidur dengan wanita yang tidak di cintainya, tidak! Lebih tepatnya wanita yang bahkan tidak dikenalnya dengan baik lalu berstatus istri orang membuat sedikit banyak perasaan Rayen kalut. Tapi saat ini dirinya tidak pada tempat untuk dapat lari dari keadaan, dirinya telah menerima bayaran di awal. Tugas itu bahkan belum diberikan, bagaimana mungkin dirinya kabur begitu saja seperti seorang pengecut?“Anda sepertinya mengkhawatirkan banyak hal tuan Rayen.” Ucap Marlin yang ternyata sedari tadi melirik ke arah Rayen yang duduk d
Anna menghempaskan tubuhnya di atas ranjang kamarnya dan Robert. kamar itu dingin dan gelap. Sudah hampir 3 hari Robert tidak kembali kerumah, entah karena pekerjaan atau karena ditahan oleh istri pertamanya. Bagi Anna keadaan seperti ini adalah hal biasa, keberadaan Robert pun tidak begitu diharapkannya.Tring!Sebuah pesan masuk diponsel Anna, itu adalah pesan dari teman kuliah Anna yang mengirim undangan ulang tahun anaknya yang berusia 3 tahun. Anna melihat undangan digital itu, foto anak perempuan yang lucu dan cantik. Tatapan Anna mengabur, melihat kehidupan bahagia orang lain sedikit menyentil hatinya.“Bisa-bisanya aku salah memilih pasangan hidup.” Gumam Anna Pelan. Padahal jika ingin ada banyak pria baik yang dulu mendekatinya, tapi hatinya justru jatuh pada Robert. Seandainya fakta bahwa Robert sudah beristri lebih dulu sampai kepadanya sudah bisa dipastikan Anna akan langsung mengusir Robert dari hidupnya. Suara pintu yang terbuka memecah ke sunyian ditambah lampu kamar y
Rayen baru saja tiba pagi hari setelah Marlin menelfonnya malam tadi. Ia sendiri belum tahu detail maksud Marlin memanggilnya kesini, tapi karena ini adalah perintah pertamanya maka Rayen dengan sigap menuruti perintah Marlin yang merupakan orang kepercayaan Anna. “Syukurlah kau sudah datang Rayen.” Sambut Marlin saat melihat Rayen tiba. Ia datang tepat jam 6 pagi sesuai perintah Marlin.“Iya nona, apa ada yang harus aku lakukan?” tanya Rayen, ia sempat menatap sekeliling mencari keberadaan Anna. Terlihat ekspresi sedih diwajah Marlin.“Aku butuh bantuanmu menjaga nona Anna.” Ucap Marlin kemudian.“Menjaga? Apa Nona sedang sakit?” tanya Rayen penasaran. Marlin tidak menjawab, ia hanya memberi kode pada Rayen untuk mengikutinya kedalam kamar tempat Anna tertidur. Pagi itu Demam Anna belum sepenuhnya turun.“Apa yang terjadi?” Rayen memekik kaget melihat wajah Anna yang babak belur, sangat jauh berbeda dengan penampilan Anna biasanya.“Nona Anna demam sejak semalam, aku harus menemui k
Rayen menatap Anna kesal, ia lalu berlalu pergi begitu saja. “Rayen! Apa kau ingin ku pecat di hari pertamamu!” teriak Anna geram. Tapi Rayen tak kunjung kembali, sesaat kemudian barulah ia kembali dengan nampan yang tadi sempat di peganginya didalam kamar: “Nona, sup ini hampir dingin. Anda harus memakannya!” kata Rayen dengan penekanan di kalimatnya. “Hahhhh, aku belum lapar.” Sahut Anna tak mau kalah. “Tidak! Semua orang sakit selalu mengatakan itu. Aku akan memastikan Anda memakannya.” Tegas Rayen. “Kau ini..” Anna tidak melanjutkan ucapannya, ia memicingkan matanya. “Berani memaksa ku?” tanya Anna. “Tentu saja. Aku sudah susah payah membuatkan ini untuk Anda. Jadi Anda harus memakannya.” Rayen memperlakukan Anna seperti layaknya memperlakukan Sely. Ia berpikir Anna sama seperti Sely yang sulit makan jika sakit, atau lebih tepatnya dia memang sulit makan. Itu sebabnya tubuhnya kurus seperti ini. “Aku akan mengembalikan tablet Nona saat nona selesai makan.” Suara Rayen melema
“Bagaimana cara bukanya?” tanya Rayen dengan wajah linglung. Ia benar-benar tidak pernah melihat pakaian dalam wanita. Anna terperangah mendengar laki-laki dewasa dibelakangnya ini sangat polos ataukah mungkin bodoh.“Kau bisa lihat pengaitnya, tinggal buka saja Rayen.” Bentak Anna kesal, kepalanya semakin sakit karena tingkah Rayen. Anna berpikir bisa-bisa demamnya naik lagi karena tingkah konyol Rayen.“Sudahlah, lupakan saja.” Anna langsung melepas sendiri pengait pakaian dalamnya tanpa ragu, ia begitu santai didepan Rayen seolah tanpa rasa malu ataupun tidak nyaman. Rayen spontan memejamkan matanya, ia bisa melihat Anna sebelumnya benar-benar membuka pakaiannya didepan Rayen.“Buka matamu!” perintah Anna kesal. Rayen perlahan membuka matanya, kini Anna telah mengenakan kaos yang tadi diambilkan Rayen untuknya. Rayen menarik napas lega, ia hampir berpikir kalau dirinya akan terkena serangan jantung saat itu juga.“Apa kau selega itu?” tanya Anna dengan tatapan tajam. “Bagaimana kau
Rayen baru saja tiba pagi hari setelah Marlin menelfonnya malam tadi. Ia sendiri belum tahu detail maksud Marlin memanggilnya kesini, tapi karena ini adalah perintah pertamanya maka Rayen dengan sigap menuruti perintah Marlin yang merupakan orang kepercayaan Anna. “Syukurlah kau sudah datang Rayen.” Sambut Marlin saat melihat Rayen tiba. Ia datang tepat jam 6 pagi sesuai perintah Marlin.“Iya nona, apa ada yang harus aku lakukan?” tanya Rayen, ia sempat menatap sekeliling mencari keberadaan Anna. Terlihat ekspresi sedih diwajah Marlin.“Aku butuh bantuanmu menjaga nona Anna.” Ucap Marlin kemudian.“Menjaga? Apa Nona sedang sakit?” tanya Rayen penasaran. Marlin tidak menjawab, ia hanya memberi kode pada Rayen untuk mengikutinya kedalam kamar tempat Anna tertidur. Pagi itu Demam Anna belum sepenuhnya turun.“Apa yang terjadi?” Rayen memekik kaget melihat wajah Anna yang babak belur, sangat jauh berbeda dengan penampilan Anna biasanya.“Nona Anna demam sejak semalam, aku harus menemui k
Anna menghempaskan tubuhnya di atas ranjang kamarnya dan Robert. kamar itu dingin dan gelap. Sudah hampir 3 hari Robert tidak kembali kerumah, entah karena pekerjaan atau karena ditahan oleh istri pertamanya. Bagi Anna keadaan seperti ini adalah hal biasa, keberadaan Robert pun tidak begitu diharapkannya.Tring!Sebuah pesan masuk diponsel Anna, itu adalah pesan dari teman kuliah Anna yang mengirim undangan ulang tahun anaknya yang berusia 3 tahun. Anna melihat undangan digital itu, foto anak perempuan yang lucu dan cantik. Tatapan Anna mengabur, melihat kehidupan bahagia orang lain sedikit menyentil hatinya.“Bisa-bisanya aku salah memilih pasangan hidup.” Gumam Anna Pelan. Padahal jika ingin ada banyak pria baik yang dulu mendekatinya, tapi hatinya justru jatuh pada Robert. Seandainya fakta bahwa Robert sudah beristri lebih dulu sampai kepadanya sudah bisa dipastikan Anna akan langsung mengusir Robert dari hidupnya. Suara pintu yang terbuka memecah ke sunyian ditambah lampu kamar y
Rayen terlihat duduk diam sambil menatap ke arah luar jendela. Ia seolah fokus memperhatikan pemandangan jalan, namun sejujurnya hatinya kini bercampur aduk tidak karuan. Ada perasaan takut juga canggung untuk bertemu dengan Anna. “Tidurlah denganku.” Sebuah permintaan yang selalu terngiang di otaknya setiap kali memikirkan Anna. Baginya yang bahkan tidak pernah dekat dan menjalin hubungan dengan wanita manapun, tentu saja itu adalah hal yang sangat tabu baginya.Tidur dengan wanita yang tidak di cintainya, tidak! Lebih tepatnya wanita yang bahkan tidak dikenalnya dengan baik lalu berstatus istri orang membuat sedikit banyak perasaan Rayen kalut. Tapi saat ini dirinya tidak pada tempat untuk dapat lari dari keadaan, dirinya telah menerima bayaran di awal. Tugas itu bahkan belum diberikan, bagaimana mungkin dirinya kabur begitu saja seperti seorang pengecut?“Anda sepertinya mengkhawatirkan banyak hal tuan Rayen.” Ucap Marlin yang ternyata sedari tadi melirik ke arah Rayen yang duduk d
Rayen menatap dalam ke arah foto ayahnya yang kini mungkin sudah beristirahat dengan tenang. Disisinya tampak Sely yang terbaring karena lelah menangis. Akhirnya ayahnya bisa dikremasi dan bahkan mendapatkan pemakaman yang layak di rumah duka yang megah ini. Semua berkat bantuan dari Anna.Sesekali bayangan Anna melintas dalam pikirannya, entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Rayen hanya bisa pasrah dan menerima semua konsekuensi atas pilihannya. Tidak ada yang bisa dilakukannya saat ini, selain menunggu Anna datang menemuinya. Tak. Tak. Tak.Suara lantai yang beradu lantang dengan hak sepatu seolah tidak terdengar oleh Rayen. Perlahan seorang wanita berpakaian serba hitam melangkah maju membawa sekuntum mawar putih sebagai tanda bela sungkawa. Dia meletakan bunga itu tepat dihadapan foto ayah Rayen, dengan pelan kepalanya menunduk memberi hormat. “Sepertinya ini sudah hari ketiga, apa kau masih sesedih itu?” Suara yang tak asing itu membuyarkan lamunan Rayen. Kini Rayen bisa meli
Anna perlahan menyandarkan tubuhnya dikursi mobil, tampak Marlin yang menjadi pengemudinya. Anna baru saja akan pulang dari rumah sakit pagi dini hari setelah infusnya benar-benar habis. “Nona, kenapa anda tidak langsung meneleponku semalam? Apa nona tau situasi bahaya macam apa yang nona alami semalam? Bagaimana jika pria kurang ajar itu sampai menyakiti nona?” Cerca Marlin.“Sudahlah, toh aku baik-baik saja sekarang.” Sahut Anna dengan mata terpejam.“Apa tidak sebaiknya kita melaporkannya kepolisi atas tuduhan percobaan pemerkosaan?” Anna menghela napas dalam. “Tidak perlu, apa kau ingin Robert tau kalau Gerald adalah pria simpananku?” Marlin terdiam, benar yang dikatakan oleh Anna Gerald mungkin akan membongkar semuanya.“Sebaiknya kita mencari cara untuk membungkam mulut busuk Gerald.” Imbuhnya.“Baik nona.” Anna tiba-tiba teringat akan Rayen yang tiba-tiba menghilang ketika dirinya terbangun. Entah mengapa sosok pria itu terus saja muncul Dihadapannya secara kebetulan.**Ra
Anna perlahan mulai membuka matanya, rasa nyeri kini terasa mendera di sekujur tubuhnya. Ia melihat samar-samar sosok yang tengah duduk disebelahnya, sampai akhirnya dia bisa melihat dengan jelas sosok tersebut.“Robert?” Robert yang sempat terlelap disamping ranjang Anna kini terbangun mendengar namanya dipanggil, ia langsung meraih tangan lembut istrinya.“Anna, ada apa denganmu? Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Robert dengan raut wajah khawatir, Anna justru merasa jengah melihat wajah Robert malam itu. ‘Bukankah dia yang menolak untuk ikut memberikan hadiah kepada mami malam ini? Seolah-olah dia peduli saja!’ Batin Anna kesal.Anna tidak menjawab, ia justru memalingkan wajahnya dari Robert. Anna tidak mungkin mengatakan jika ia hampir diperkosa oleh laki-laki simpanannya sendiri. ‘awas saja kau Gerald! Tidak akan aku biarkan perbuatanmu malam ini!’ Anna menahan emosinya dalam hati.Tiba-tiba Anna teringat akan Rayen, ia bisa mengingat jelas wajah Rayen sesaat sebelum akhirnya
Rayen berlari ke arah IGD, tangannya mengepal erat kotak perhiasan berisi kalung berlian. Cukup lama ia memikirkan ini, semakin dipikirkan semakin berat hati Rayen. Ia mencari keberadaan Anna tapi sayangnya dia sudah tidak ada disana. Saat ia bertanya kepada perawat, mereka mengatakan bahwa pasien itu sudah pulang karena kondisinya tidaklah begitu gawat. Jeslin hanya butuh istirahat dirumah. “Aahhh, sekarang kemana aku harus mencarinya?” gerutu Rayen gusar. Ia tidak punya pilihan selain menjual kalung ini demi mengurus jasad sang ayah. Tapi Rayen juga tidak bisa menggunakan kalung ini begitu saja, rasanya mencuri lebih baik daripada menerima pemberian orang lain dan berhutang Budi padanya.Rayen berjalan gontai, tapi bayangan ayahnya yang harus segera di kremasi membuatnya sadar ia tidak bisa bersantai saat ini. Dengan cepat ia berlari keluar rumah sakit, ia berniat menjual kalung ini demi mengurus ayahnya terakhir kali.“Jika dia ingin tidur denganku, maka akan aku lakukan.” Batin R