Rayen berlari ke arah IGD, tangannya mengepal erat kotak perhiasan berisi kalung berlian. Cukup lama ia memikirkan ini, semakin dipikirkan semakin berat hati Rayen. Ia mencari keberadaan Anna tapi sayangnya dia sudah tidak ada disana. Saat ia bertanya kepada perawat, mereka mengatakan bahwa pasien itu sudah pulang karena kondisinya tidaklah begitu gawat. Jeslin hanya butuh istirahat dirumah.
“Aahhh, sekarang kemana aku harus mencarinya?” gerutu Rayen gusar. Ia tidak punya pilihan selain menjual kalung ini demi mengurus jasad sang ayah. Tapi Rayen juga tidak bisa menggunakan kalung ini begitu saja, rasanya mencuri lebih baik daripada menerima pemberian orang lain dan berhutang Budi padanya.Rayen berjalan gontai, tapi bayangan ayahnya yang harus segera di kremasi membuatnya sadar ia tidak bisa bersantai saat ini. Dengan cepat ia berlari keluar rumah sakit, ia berniat menjual kalung ini demi mengurus ayahnya terakhir kali.“Jika dia ingin tidur denganku, maka akan aku lakukan.” Batin Rayen yakin dengan pilihannya. Lagipula tidak ada hal lagi yang bisa Rayen banggakan dalam dirinya, ia adalah pria gagal dengan segudang kelemahan diri.Anna tampak diam sepanjang perjalanan, pikirannya tertuju pada bayangan Rayen dan keluarganya yang menyedihkan. Anna bisa melihat jelas kesedihan dan beban berat dari mata Rayen. Hal itu membuat Anna tidak menyesal mengambil keputusan menolongnya saat itu.“Apa kau yakin tidak mengenal keluarga itu Anna?” tanya Jeslin pada putrinya.“Tidak mi.” Jawab Anna singkat. Jelas memang Anna tidak mengenali keluarga itu, tapi ia tahu laki-laki itu meski tidak saling mengenal nama sebelumnya.Ddrrrrttt.. Drrrttt..Dering ponsel mengganggu lamunan Anna. Nomor tak di kenal tampak disana memanggil, Anna sontak mematikan panggilan itu secara sepihak. Panggilan itu terus berulang hingga beberapa kali, namun lagi-lagi Anna mengabaikannya.“Kenapa tidak diangkat sayang?” tanya Jeslin.“Hanya nomor spam saja mi, Anna sering dapat panggilan seperti itu belakangan ini.” Tandasnya.Seusai mengantarkan ibunya kerumah, Anna meminta Marlin untuk menjaga sang ibu. Ia harus kembali kekantor karena ada hal yang ingin di pastikannya. Anna berjanji akan segera kembali.Waktu menunjukkan pukul 10 malam, butik milik Anna yang cukup besar itu kini tampak lengang karena semua pegawainya sudah pulang kerumah masing-masing. Anna sudah biasa berada di butik yang sudah seperti rumahnya sendiri ini hingga larut malam untuk bekerja, meski Marlin sering kali menemaninya.Rupanya Anna harus mengambil kotak hadiah untuk ibunya yang tertinggal, dia bisa saja menyuruh Marlin kembali ke butik tapi rasanya ia tidak tega melihat wajah Marlin yang sama lelahnya, dengan cepat Anna masuk kedalam butik. Lampu butik hampir seluruhnya padam, Anna hanya menyalakan lampu seadanya saat akan naik ke lantai 3 tempat ruangannya berada.Anna berjalan tanpa rasa takut, ia adalah wanita pemberani dan mandiri. Namun Anna tidak menyadari bayangan yang sedari luar mengikutinya. Ia terus berjalan hingga tiba diruangannya, malam ini Anna cukup merasa bergidik ngeri tidak seperti biasanya. Tapi ia menganggap itu hanya pengaruh cuaca yang semakin dingin saja. Namun saat akan keluar dari ruangannya, benar saja ada sosok yang menghadangnya. Wajahnya tidak begitu terlihat karena lampu yang temaram, tapi Anna bisa mengenalinya dengan baik.“Gerald? Apa yang kau lakukan disini?” tanya Anna dengan raut datar, ia mengenal jelas pria ini.Gerald berjalan mendekat membuat Anna berjalan mundur selangkah demi selangkah, tiba-tiba saja firasat Anna merasakan pertanda buruk, jika saja ia berteriak saat ini sudah pasti tidak akan ada yang mendengarnya. Ia menjaga raut wajahnya tetap tenang karena tidak ingin menunjukkan kelemahan dirinya dihadapan pria ini.“Apa yang kau inginkan?” tanya Anna lagi.“Kenapa kau membuang ku? Bukankah selama hampir 5 bulan ini aku setia menemani dan melayani mu?” Tanya Gerald dengan tatapannya yang memerah, bau alkohol menyeruak dari mulutnya. Gerald memiliki wajah yang tampan dan imut, hal itu lah yang disenangi oleh Anna.“Bukankah sudah jelas alasannya?” Langkah Anna terhenti karena tubuhnya sudah sampai pada batas meja kerjanya. Anna tertegun, ia tahu bahwa Gerald berada dalam pengaruh alkohol saat ini.“Alasan? Hanya karena aku mengatakan bahwa aku mulai menyukai dan menginginkanmu seutuhnya kau membuangku?” Tanya Gerald sambil tersenyum miring, sorot matanya tajam bagai sorot mata elang yang menatap mangsanya. Itu membuat Anna semakin bergidik ngeri.‘Sial, kenapa aku tidak menyadari keberadaan pria ini sejak diluar?’ batin Anna kesal pada dirinya sendiri.“Bukankah sudah jelas dalam perjanjian itu kalau kau tidak boleh jatuh cinta padaku? Saat kau jatuh cinta padaku maka perjanjian kita akan otomatis batal.” Tegas Anna.“Hahahahah” Gerald tertawa keras seolah menganggap ucapan Anna adalah lelucon.Gerald meremas pundak Anna yang kini tidak berkutik lagi, dia menatap marah padanya. Semantara Anna terlihat menahan rasa sakit akibat genggamannya yang kuat.“Apa salahnya menyukaimu haa? Kau dan aku bukankah sama-sama menginginkannya? Beberapa kali kita melakukan itu karena kau juga menginginkannya bukan? Ohh atau kau masih amat mencintai suamimu yang penipu itu? Bukankah kau hanya istri kedua yang bahkan tidak tahu jika suamimu memiliki istri sebelumnya?”Plaakk. Anna mendorong Gerald dan menamparnya dengan keras.“Jaga bicaramu Gerald, aku memang membayarmu untuk datang saat aku membutuhkanmu.”Gerald mengelus pipinya yang panas akibat tamparan dari Anna. “Kau menganggapku sebagai laki-laki koleksimu? Apa setelah ini kau akan mencari laki-laki lain lagi ha?” Gerald semakin kehilangan kendali.“Tentu saja, aku akan menggantikanmu dengan yang lain. Jika pria lain lagi-lagi mengatakan dia mencintaiku maka aku akan kembali membuangnya dan menggantikannya dengan yang lain.” Teriak Anna yang juga mulai kesal. Gerald tertunduk marah mendengarnya, rasa cemburu membayangkan Anna bergumul dengan pria lain menguasai hatinya saat ini. Ia dengan spontan mendekap tubuh Anna, ia mulai menjamahnya tanpa ampun, leher jenjang itu kini menjadi santapannya.“Lepaskan aku Gerald!” teriak Anna marah. Ia mencoba menjauhkan Gerald dari tubuhnya, tapi tenaga Anna jauh kuat dari tenaga Gerald.“Bukankah ini yang kau sukai? Kau selalu memuji permainanku bukan? Biar aku lakukan seperti yang kau suka.” Sergahnya dan langsung menjamah bagian tubuh yang lain, pakaian Anna yang sejak awal menunjukkan lekuk tubuhnya semakin membuat Gerald gelap mata. Ia bahkan sengaja merobek bagian atas baju Anna.“Gerald!!” Anna kini benar-benar marah, tangannya mencoba menggapai sesuatu dimeja. Ia merasakan benda keras yang sepertinya adalah hiasan meja yang terbuat dari kaca.Buuggg..Anna menghantam kepala Gerald hingga limbung, tapi posisi Anna tidak membuatnya bisa menghantamnya dengan keras hingga Gerald hanya merasa kesakitan saja dan tidak sampai pingsan. Meski begitu, Anna jadi punya ruang gerak untuk berlari keluar.“Annaaaaa..” teriak Gerald marah, ia bergegas mengejarnya keluar.Anna berlari dengan wajah takut, air matanya pun mulai mengalir. Beberapa kali ia mencoba memperbaiki pakaiannya yang robek dan memperlihatkan bahu kanannya yang mulus. Ia berlari sekuat tenaga. Tepat ditangga menuju lantai dasar Gerald menangkap tubuhnya.Anna sontak berontak, sementara Gerald semakin beringas. “Aku hanya menginginkanmu Anna, aku mencintaimu tolong!” Teriak Gerald dengan suara frustasi. Anna yang benci mendengar kalimat cinta itu langsung mendorongnya dengan keras, Gerald oleng dan jatuh dari tangga.“Aaarrggghh..” ia mengerang kesakitan didasar tangga. Anna sempat memekik panik dan syok, ia bahkan kehilangan rasa fokusnya untuk kabur dari Gerald. Tapi sedetik kemudian ia sadar dan kembali berlari karena melihat Gerald yang sepertinya masih bisa bangkit untuk menahannya.Ia berlari menuju mobilnya, tapi sialnya tasnya tertinggal didalam bersama dengan kunci mobilnya. Anna mulai panik, jalanan itu benar-benar sangat sepi. Ia lalu berlari menuju ke arah jalan yang mungkin lebih ramai. Sampai ia melihat sosok yang berjalan di trotoar jalan. Anna menarik tangannya dari belakang.“Tolong, tolong akuuu.” Teriak Anna dengan nafas tersengal, suara teriaknya bahkan terdengar lirih. Pria itu kaget dan berbalik untuk melihat siapa yang memanggilnya. Mata pria itu membesar melihat Anna, sementara Anna sama terkejutnya.“Nona?” Rayen kaget melihat sosok Anna yang kacau, bahkan bajunya terlihat robek dan berantakan.Anna menatap Rayen dengan perasaan lega, Anna seolah merasa dirinya saat ini sudah aman. Rasa lelah membuat tubuh Anna limbung.“Tolong..” Itu kalimat terakhirnya sebelum semua pandangan Anna gelap. Ia limbung dalam pelukan Rayen.Anna perlahan mulai membuka matanya, rasa nyeri kini terasa mendera di sekujur tubuhnya. Ia melihat samar-samar sosok yang tengah duduk disebelahnya, sampai akhirnya dia bisa melihat dengan jelas sosok tersebut.“Robert?” Robert yang sempat terlelap disamping ranjang Anna kini terbangun mendengar namanya dipanggil, ia langsung meraih tangan lembut istrinya.“Anna, ada apa denganmu? Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Robert dengan raut wajah khawatir, Anna justru merasa jengah melihat wajah Robert malam itu. ‘Bukankah dia yang menolak untuk ikut memberikan hadiah kepada mami malam ini? Seolah-olah dia peduli saja!’ Batin Anna kesal.Anna tidak menjawab, ia justru memalingkan wajahnya dari Robert. Anna tidak mungkin mengatakan jika ia hampir diperkosa oleh laki-laki simpanannya sendiri. ‘awas saja kau Gerald! Tidak akan aku biarkan perbuatanmu malam ini!’ Anna menahan emosinya dalam hati.Tiba-tiba Anna teringat akan Rayen, ia bisa mengingat jelas wajah Rayen sesaat sebelum akhirnya
Anna perlahan menyandarkan tubuhnya dikursi mobil, tampak Marlin yang menjadi pengemudinya. Anna baru saja akan pulang dari rumah sakit pagi dini hari setelah infusnya benar-benar habis. “Nona, kenapa anda tidak langsung meneleponku semalam? Apa nona tau situasi bahaya macam apa yang nona alami semalam? Bagaimana jika pria kurang ajar itu sampai menyakiti nona?” Cerca Marlin.“Sudahlah, toh aku baik-baik saja sekarang.” Sahut Anna dengan mata terpejam.“Apa tidak sebaiknya kita melaporkannya kepolisi atas tuduhan percobaan pemerkosaan?” Anna menghela napas dalam. “Tidak perlu, apa kau ingin Robert tau kalau Gerald adalah pria simpananku?” Marlin terdiam, benar yang dikatakan oleh Anna Gerald mungkin akan membongkar semuanya.“Sebaiknya kita mencari cara untuk membungkam mulut busuk Gerald.” Imbuhnya.“Baik nona.” Anna tiba-tiba teringat akan Rayen yang tiba-tiba menghilang ketika dirinya terbangun. Entah mengapa sosok pria itu terus saja muncul Dihadapannya secara kebetulan.**Ra
Rayen menatap dalam ke arah foto ayahnya yang kini mungkin sudah beristirahat dengan tenang. Disisinya tampak Sely yang terbaring karena lelah menangis. Akhirnya ayahnya bisa dikremasi dan bahkan mendapatkan pemakaman yang layak di rumah duka yang megah ini. Semua berkat bantuan dari Anna.Sesekali bayangan Anna melintas dalam pikirannya, entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Rayen hanya bisa pasrah dan menerima semua konsekuensi atas pilihannya. Tidak ada yang bisa dilakukannya saat ini, selain menunggu Anna datang menemuinya. Tak. Tak. Tak.Suara lantai yang beradu lantang dengan hak sepatu seolah tidak terdengar oleh Rayen. Perlahan seorang wanita berpakaian serba hitam melangkah maju membawa sekuntum mawar putih sebagai tanda bela sungkawa. Dia meletakan bunga itu tepat dihadapan foto ayah Rayen, dengan pelan kepalanya menunduk memberi hormat. “Sepertinya ini sudah hari ketiga, apa kau masih sesedih itu?” Suara yang tak asing itu membuyarkan lamunan Rayen. Kini Rayen bisa meli
Rayen terlihat duduk diam sambil menatap ke arah luar jendela. Ia seolah fokus memperhatikan pemandangan jalan, namun sejujurnya hatinya kini bercampur aduk tidak karuan. Ada perasaan takut juga canggung untuk bertemu dengan Anna. “Tidurlah denganku.” Sebuah permintaan yang selalu terngiang di otaknya setiap kali memikirkan Anna. Baginya yang bahkan tidak pernah dekat dan menjalin hubungan dengan wanita manapun, tentu saja itu adalah hal yang sangat tabu baginya.Tidur dengan wanita yang tidak di cintainya, tidak! Lebih tepatnya wanita yang bahkan tidak dikenalnya dengan baik lalu berstatus istri orang membuat sedikit banyak perasaan Rayen kalut. Tapi saat ini dirinya tidak pada tempat untuk dapat lari dari keadaan, dirinya telah menerima bayaran di awal. Tugas itu bahkan belum diberikan, bagaimana mungkin dirinya kabur begitu saja seperti seorang pengecut?“Anda sepertinya mengkhawatirkan banyak hal tuan Rayen.” Ucap Marlin yang ternyata sedari tadi melirik ke arah Rayen yang duduk d
Anna menghempaskan tubuhnya di atas ranjang kamarnya dan Robert. kamar itu dingin dan gelap. Sudah hampir 3 hari Robert tidak kembali kerumah, entah karena pekerjaan atau karena ditahan oleh istri pertamanya. Bagi Anna keadaan seperti ini adalah hal biasa, keberadaan Robert pun tidak begitu diharapkannya.Tring!Sebuah pesan masuk diponsel Anna, itu adalah pesan dari teman kuliah Anna yang mengirim undangan ulang tahun anaknya yang berusia 3 tahun. Anna melihat undangan digital itu, foto anak perempuan yang lucu dan cantik. Tatapan Anna mengabur, melihat kehidupan bahagia orang lain sedikit menyentil hatinya.“Bisa-bisanya aku salah memilih pasangan hidup.” Gumam Anna Pelan. Padahal jika ingin ada banyak pria baik yang dulu mendekatinya, tapi hatinya justru jatuh pada Robert. Seandainya fakta bahwa Robert sudah beristri lebih dulu sampai kepadanya sudah bisa dipastikan Anna akan langsung mengusir Robert dari hidupnya. Suara pintu yang terbuka memecah ke sunyian ditambah lampu kamar y
Rayen baru saja tiba pagi hari setelah Marlin menelfonnya malam tadi. Ia sendiri belum tahu detail maksud Marlin memanggilnya kesini, tapi karena ini adalah perintah pertamanya maka Rayen dengan sigap menuruti perintah Marlin yang merupakan orang kepercayaan Anna. “Syukurlah kau sudah datang Rayen.” Sambut Marlin saat melihat Rayen tiba. Ia datang tepat jam 6 pagi sesuai perintah Marlin.“Iya nona, apa ada yang harus aku lakukan?” tanya Rayen, ia sempat menatap sekeliling mencari keberadaan Anna. Terlihat ekspresi sedih diwajah Marlin.“Aku butuh bantuanmu menjaga nona Anna.” Ucap Marlin kemudian.“Menjaga? Apa Nona sedang sakit?” tanya Rayen penasaran. Marlin tidak menjawab, ia hanya memberi kode pada Rayen untuk mengikutinya kedalam kamar tempat Anna tertidur. Pagi itu Demam Anna belum sepenuhnya turun.“Apa yang terjadi?” Rayen memekik kaget melihat wajah Anna yang babak belur, sangat jauh berbeda dengan penampilan Anna biasanya.“Nona Anna demam sejak semalam, aku harus menemui k
“Bagaimana cara bukanya?” tanya Rayen dengan wajah linglung. Ia benar-benar tidak pernah melihat pakaian dalam wanita. Anna terperangah mendengar laki-laki dewasa dibelakangnya ini sangat polos ataukah mungkin bodoh.“Kau bisa lihat pengaitnya, tinggal buka saja Rayen.” Bentak Anna kesal, kepalanya semakin sakit karena tingkah Rayen. Anna berpikir bisa-bisa demamnya naik lagi karena tingkah konyol Rayen.“Sudahlah, lupakan saja.” Anna langsung melepas sendiri pengait pakaian dalamnya tanpa ragu, ia begitu santai didepan Rayen seolah tanpa rasa malu ataupun tidak nyaman. Rayen spontan memejamkan matanya, ia bisa melihat Anna sebelumnya benar-benar membuka pakaiannya didepan Rayen.“Buka matamu!” perintah Anna kesal. Rayen perlahan membuka matanya, kini Anna telah mengenakan kaos yang tadi diambilkan Rayen untuknya. Rayen menarik napas lega, ia hampir berpikir kalau dirinya akan terkena serangan jantung saat itu juga.“Apa kau selega itu?” tanya Anna dengan tatapan tajam. “Bagaimana kau
Rayen menatap Anna kesal, ia lalu berlalu pergi begitu saja. “Rayen! Apa kau ingin ku pecat di hari pertamamu!” teriak Anna geram. Tapi Rayen tak kunjung kembali, sesaat kemudian barulah ia kembali dengan nampan yang tadi sempat di peganginya didalam kamar: “Nona, sup ini hampir dingin. Anda harus memakannya!” kata Rayen dengan penekanan di kalimatnya. “Hahhhh, aku belum lapar.” Sahut Anna tak mau kalah. “Tidak! Semua orang sakit selalu mengatakan itu. Aku akan memastikan Anda memakannya.” Tegas Rayen. “Kau ini..” Anna tidak melanjutkan ucapannya, ia memicingkan matanya. “Berani memaksa ku?” tanya Anna. “Tentu saja. Aku sudah susah payah membuatkan ini untuk Anda. Jadi Anda harus memakannya.” Rayen memperlakukan Anna seperti layaknya memperlakukan Sely. Ia berpikir Anna sama seperti Sely yang sulit makan jika sakit, atau lebih tepatnya dia memang sulit makan. Itu sebabnya tubuhnya kurus seperti ini. “Aku akan mengembalikan tablet Nona saat nona selesai makan.” Suara Rayen melema
Rayen menatap Anna kesal, ia lalu berlalu pergi begitu saja. “Rayen! Apa kau ingin ku pecat di hari pertamamu!” teriak Anna geram. Tapi Rayen tak kunjung kembali, sesaat kemudian barulah ia kembali dengan nampan yang tadi sempat di peganginya didalam kamar: “Nona, sup ini hampir dingin. Anda harus memakannya!” kata Rayen dengan penekanan di kalimatnya. “Hahhhh, aku belum lapar.” Sahut Anna tak mau kalah. “Tidak! Semua orang sakit selalu mengatakan itu. Aku akan memastikan Anda memakannya.” Tegas Rayen. “Kau ini..” Anna tidak melanjutkan ucapannya, ia memicingkan matanya. “Berani memaksa ku?” tanya Anna. “Tentu saja. Aku sudah susah payah membuatkan ini untuk Anda. Jadi Anda harus memakannya.” Rayen memperlakukan Anna seperti layaknya memperlakukan Sely. Ia berpikir Anna sama seperti Sely yang sulit makan jika sakit, atau lebih tepatnya dia memang sulit makan. Itu sebabnya tubuhnya kurus seperti ini. “Aku akan mengembalikan tablet Nona saat nona selesai makan.” Suara Rayen melema
“Bagaimana cara bukanya?” tanya Rayen dengan wajah linglung. Ia benar-benar tidak pernah melihat pakaian dalam wanita. Anna terperangah mendengar laki-laki dewasa dibelakangnya ini sangat polos ataukah mungkin bodoh.“Kau bisa lihat pengaitnya, tinggal buka saja Rayen.” Bentak Anna kesal, kepalanya semakin sakit karena tingkah Rayen. Anna berpikir bisa-bisa demamnya naik lagi karena tingkah konyol Rayen.“Sudahlah, lupakan saja.” Anna langsung melepas sendiri pengait pakaian dalamnya tanpa ragu, ia begitu santai didepan Rayen seolah tanpa rasa malu ataupun tidak nyaman. Rayen spontan memejamkan matanya, ia bisa melihat Anna sebelumnya benar-benar membuka pakaiannya didepan Rayen.“Buka matamu!” perintah Anna kesal. Rayen perlahan membuka matanya, kini Anna telah mengenakan kaos yang tadi diambilkan Rayen untuknya. Rayen menarik napas lega, ia hampir berpikir kalau dirinya akan terkena serangan jantung saat itu juga.“Apa kau selega itu?” tanya Anna dengan tatapan tajam. “Bagaimana kau
Rayen baru saja tiba pagi hari setelah Marlin menelfonnya malam tadi. Ia sendiri belum tahu detail maksud Marlin memanggilnya kesini, tapi karena ini adalah perintah pertamanya maka Rayen dengan sigap menuruti perintah Marlin yang merupakan orang kepercayaan Anna. “Syukurlah kau sudah datang Rayen.” Sambut Marlin saat melihat Rayen tiba. Ia datang tepat jam 6 pagi sesuai perintah Marlin.“Iya nona, apa ada yang harus aku lakukan?” tanya Rayen, ia sempat menatap sekeliling mencari keberadaan Anna. Terlihat ekspresi sedih diwajah Marlin.“Aku butuh bantuanmu menjaga nona Anna.” Ucap Marlin kemudian.“Menjaga? Apa Nona sedang sakit?” tanya Rayen penasaran. Marlin tidak menjawab, ia hanya memberi kode pada Rayen untuk mengikutinya kedalam kamar tempat Anna tertidur. Pagi itu Demam Anna belum sepenuhnya turun.“Apa yang terjadi?” Rayen memekik kaget melihat wajah Anna yang babak belur, sangat jauh berbeda dengan penampilan Anna biasanya.“Nona Anna demam sejak semalam, aku harus menemui k
Anna menghempaskan tubuhnya di atas ranjang kamarnya dan Robert. kamar itu dingin dan gelap. Sudah hampir 3 hari Robert tidak kembali kerumah, entah karena pekerjaan atau karena ditahan oleh istri pertamanya. Bagi Anna keadaan seperti ini adalah hal biasa, keberadaan Robert pun tidak begitu diharapkannya.Tring!Sebuah pesan masuk diponsel Anna, itu adalah pesan dari teman kuliah Anna yang mengirim undangan ulang tahun anaknya yang berusia 3 tahun. Anna melihat undangan digital itu, foto anak perempuan yang lucu dan cantik. Tatapan Anna mengabur, melihat kehidupan bahagia orang lain sedikit menyentil hatinya.“Bisa-bisanya aku salah memilih pasangan hidup.” Gumam Anna Pelan. Padahal jika ingin ada banyak pria baik yang dulu mendekatinya, tapi hatinya justru jatuh pada Robert. Seandainya fakta bahwa Robert sudah beristri lebih dulu sampai kepadanya sudah bisa dipastikan Anna akan langsung mengusir Robert dari hidupnya. Suara pintu yang terbuka memecah ke sunyian ditambah lampu kamar y
Rayen terlihat duduk diam sambil menatap ke arah luar jendela. Ia seolah fokus memperhatikan pemandangan jalan, namun sejujurnya hatinya kini bercampur aduk tidak karuan. Ada perasaan takut juga canggung untuk bertemu dengan Anna. “Tidurlah denganku.” Sebuah permintaan yang selalu terngiang di otaknya setiap kali memikirkan Anna. Baginya yang bahkan tidak pernah dekat dan menjalin hubungan dengan wanita manapun, tentu saja itu adalah hal yang sangat tabu baginya.Tidur dengan wanita yang tidak di cintainya, tidak! Lebih tepatnya wanita yang bahkan tidak dikenalnya dengan baik lalu berstatus istri orang membuat sedikit banyak perasaan Rayen kalut. Tapi saat ini dirinya tidak pada tempat untuk dapat lari dari keadaan, dirinya telah menerima bayaran di awal. Tugas itu bahkan belum diberikan, bagaimana mungkin dirinya kabur begitu saja seperti seorang pengecut?“Anda sepertinya mengkhawatirkan banyak hal tuan Rayen.” Ucap Marlin yang ternyata sedari tadi melirik ke arah Rayen yang duduk d
Rayen menatap dalam ke arah foto ayahnya yang kini mungkin sudah beristirahat dengan tenang. Disisinya tampak Sely yang terbaring karena lelah menangis. Akhirnya ayahnya bisa dikremasi dan bahkan mendapatkan pemakaman yang layak di rumah duka yang megah ini. Semua berkat bantuan dari Anna.Sesekali bayangan Anna melintas dalam pikirannya, entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Rayen hanya bisa pasrah dan menerima semua konsekuensi atas pilihannya. Tidak ada yang bisa dilakukannya saat ini, selain menunggu Anna datang menemuinya. Tak. Tak. Tak.Suara lantai yang beradu lantang dengan hak sepatu seolah tidak terdengar oleh Rayen. Perlahan seorang wanita berpakaian serba hitam melangkah maju membawa sekuntum mawar putih sebagai tanda bela sungkawa. Dia meletakan bunga itu tepat dihadapan foto ayah Rayen, dengan pelan kepalanya menunduk memberi hormat. “Sepertinya ini sudah hari ketiga, apa kau masih sesedih itu?” Suara yang tak asing itu membuyarkan lamunan Rayen. Kini Rayen bisa meli
Anna perlahan menyandarkan tubuhnya dikursi mobil, tampak Marlin yang menjadi pengemudinya. Anna baru saja akan pulang dari rumah sakit pagi dini hari setelah infusnya benar-benar habis. “Nona, kenapa anda tidak langsung meneleponku semalam? Apa nona tau situasi bahaya macam apa yang nona alami semalam? Bagaimana jika pria kurang ajar itu sampai menyakiti nona?” Cerca Marlin.“Sudahlah, toh aku baik-baik saja sekarang.” Sahut Anna dengan mata terpejam.“Apa tidak sebaiknya kita melaporkannya kepolisi atas tuduhan percobaan pemerkosaan?” Anna menghela napas dalam. “Tidak perlu, apa kau ingin Robert tau kalau Gerald adalah pria simpananku?” Marlin terdiam, benar yang dikatakan oleh Anna Gerald mungkin akan membongkar semuanya.“Sebaiknya kita mencari cara untuk membungkam mulut busuk Gerald.” Imbuhnya.“Baik nona.” Anna tiba-tiba teringat akan Rayen yang tiba-tiba menghilang ketika dirinya terbangun. Entah mengapa sosok pria itu terus saja muncul Dihadapannya secara kebetulan.**Ra
Anna perlahan mulai membuka matanya, rasa nyeri kini terasa mendera di sekujur tubuhnya. Ia melihat samar-samar sosok yang tengah duduk disebelahnya, sampai akhirnya dia bisa melihat dengan jelas sosok tersebut.“Robert?” Robert yang sempat terlelap disamping ranjang Anna kini terbangun mendengar namanya dipanggil, ia langsung meraih tangan lembut istrinya.“Anna, ada apa denganmu? Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Robert dengan raut wajah khawatir, Anna justru merasa jengah melihat wajah Robert malam itu. ‘Bukankah dia yang menolak untuk ikut memberikan hadiah kepada mami malam ini? Seolah-olah dia peduli saja!’ Batin Anna kesal.Anna tidak menjawab, ia justru memalingkan wajahnya dari Robert. Anna tidak mungkin mengatakan jika ia hampir diperkosa oleh laki-laki simpanannya sendiri. ‘awas saja kau Gerald! Tidak akan aku biarkan perbuatanmu malam ini!’ Anna menahan emosinya dalam hati.Tiba-tiba Anna teringat akan Rayen, ia bisa mengingat jelas wajah Rayen sesaat sebelum akhirnya
Rayen berlari ke arah IGD, tangannya mengepal erat kotak perhiasan berisi kalung berlian. Cukup lama ia memikirkan ini, semakin dipikirkan semakin berat hati Rayen. Ia mencari keberadaan Anna tapi sayangnya dia sudah tidak ada disana. Saat ia bertanya kepada perawat, mereka mengatakan bahwa pasien itu sudah pulang karena kondisinya tidaklah begitu gawat. Jeslin hanya butuh istirahat dirumah. “Aahhh, sekarang kemana aku harus mencarinya?” gerutu Rayen gusar. Ia tidak punya pilihan selain menjual kalung ini demi mengurus jasad sang ayah. Tapi Rayen juga tidak bisa menggunakan kalung ini begitu saja, rasanya mencuri lebih baik daripada menerima pemberian orang lain dan berhutang Budi padanya.Rayen berjalan gontai, tapi bayangan ayahnya yang harus segera di kremasi membuatnya sadar ia tidak bisa bersantai saat ini. Dengan cepat ia berlari keluar rumah sakit, ia berniat menjual kalung ini demi mengurus ayahnya terakhir kali.“Jika dia ingin tidur denganku, maka akan aku lakukan.” Batin R