Anna menghempaskan tubuhnya di atas ranjang kamarnya dan Robert. kamar itu dingin dan gelap. Sudah hampir 3 hari Robert tidak kembali kerumah, entah karena pekerjaan atau karena ditahan oleh istri pertamanya. Bagi Anna keadaan seperti ini adalah hal biasa, keberadaan Robert pun tidak begitu diharapkannya.Tring!Sebuah pesan masuk diponsel Anna, itu adalah pesan dari teman kuliah Anna yang mengirim undangan ulang tahun anaknya yang berusia 3 tahun. Anna melihat undangan digital itu, foto anak perempuan yang lucu dan cantik. Tatapan Anna mengabur, melihat kehidupan bahagia orang lain sedikit menyentil hatinya.“Bisa-bisanya aku salah memilih pasangan hidup.” Gumam Anna Pelan. Padahal jika ingin ada banyak pria baik yang dulu mendekatinya, tapi hatinya justru jatuh pada Robert. Seandainya fakta bahwa Robert sudah beristri lebih dulu sampai kepadanya sudah bisa dipastikan Anna akan langsung mengusir Robert dari hidupnya. Suara pintu yang terbuka memecah ke sunyian ditambah lampu kamar y
Rayen baru saja tiba pagi hari setelah Marlin menelfonnya malam tadi. Ia sendiri belum tahu detail maksud Marlin memanggilnya kesini, tapi karena ini adalah perintah pertamanya maka Rayen dengan sigap menuruti perintah Marlin yang merupakan orang kepercayaan Anna. “Syukurlah kau sudah datang Rayen.” Sambut Marlin saat melihat Rayen tiba. Ia datang tepat jam 6 pagi sesuai perintah Marlin.“Iya nona, apa ada yang harus aku lakukan?” tanya Rayen, ia sempat menatap sekeliling mencari keberadaan Anna. Terlihat ekspresi sedih diwajah Marlin.“Aku butuh bantuanmu menjaga nona Anna.” Ucap Marlin kemudian.“Menjaga? Apa Nona sedang sakit?” tanya Rayen penasaran. Marlin tidak menjawab, ia hanya memberi kode pada Rayen untuk mengikutinya kedalam kamar tempat Anna tertidur. Pagi itu Demam Anna belum sepenuhnya turun.“Apa yang terjadi?” Rayen memekik kaget melihat wajah Anna yang babak belur, sangat jauh berbeda dengan penampilan Anna biasanya.“Nona Anna demam sejak semalam, aku harus menemui k
“Bagaimana cara bukanya?” tanya Rayen dengan wajah linglung. Ia benar-benar tidak pernah melihat pakaian dalam wanita. Anna terperangah mendengar laki-laki dewasa dibelakangnya ini sangat polos ataukah mungkin bodoh.“Kau bisa lihat pengaitnya, tinggal buka saja Rayen.” Bentak Anna kesal, kepalanya semakin sakit karena tingkah Rayen. Anna berpikir bisa-bisa demamnya naik lagi karena tingkah konyol Rayen.“Sudahlah, lupakan saja.” Anna langsung melepas sendiri pengait pakaian dalamnya tanpa ragu, ia begitu santai didepan Rayen seolah tanpa rasa malu ataupun tidak nyaman. Rayen spontan memejamkan matanya, ia bisa melihat Anna sebelumnya benar-benar membuka pakaiannya didepan Rayen.“Buka matamu!” perintah Anna kesal. Rayen perlahan membuka matanya, kini Anna telah mengenakan kaos yang tadi diambilkan Rayen untuknya. Rayen menarik napas lega, ia hampir berpikir kalau dirinya akan terkena serangan jantung saat itu juga.“Apa kau selega itu?” tanya Anna dengan tatapan tajam. “Bagaimana kau
Rayen menatap Anna kesal, ia lalu berlalu pergi begitu saja. “Rayen! Apa kau ingin ku pecat di hari pertamamu!” teriak Anna geram. Tapi Rayen tak kunjung kembali, sesaat kemudian barulah ia kembali dengan nampan yang tadi sempat di peganginya didalam kamar: “Nona, sup ini hampir dingin. Anda harus memakannya!” kata Rayen dengan penekanan di kalimatnya. “Hahhhh, aku belum lapar.” Sahut Anna tak mau kalah. “Tidak! Semua orang sakit selalu mengatakan itu. Aku akan memastikan Anda memakannya.” Tegas Rayen. “Kau ini..” Anna tidak melanjutkan ucapannya, ia memicingkan matanya. “Berani memaksa ku?” tanya Anna. “Tentu saja. Aku sudah susah payah membuatkan ini untuk Anda. Jadi Anda harus memakannya.” Rayen memperlakukan Anna seperti layaknya memperlakukan Sely. Ia berpikir Anna sama seperti Sely yang sulit makan jika sakit, atau lebih tepatnya dia memang sulit makan. Itu sebabnya tubuhnya kurus seperti ini. “Aku akan mengembalikan tablet Nona saat nona selesai makan.” Suara Rayen melema
“Aaahhh.” Sebuah desahan panjang menggema di seisi ruang, tanda bahwa si pemilik suara begitu menikmati permainan malam itu. Hentakan demi hentakan terasa pedih namun juga begitu nikmat, gerakan keduanya kian seirama saling memberikan ruang untuk peran masing-masing. “Aahh, setiap kali aku datang, rasanya kau semakin kuat saja.” Kata Anna White Stopher, nafasnya tersengal karena gerakan yang menguras tenaganya. Sesekali ia memejamkan matanya karena tidak bisa menahan kenikmatan itu. Rayen Adkinson tersenyum nakal, ia menatap dalam mata Anna. Parasnya semakin terlihat menawan disaat seperti ini, dengan sedikit rambut yang berantakan. “Aku selalu melatih fisikku agar bisa memuaskan Anda nona.” Jawabnya dengan nafas memburu. Gerakannya semakin kencang, membuat Anna terlihat sedikit kesakitan. Tubuhnya berguncang hebat mengikuti gerakan tubuh Rayen. Sampai akhirnya lenguhan panjang keluar dari mulut keduanya. Benda itu kian dalam menancap, membuat Anna seketika memejamkan matanya, sambi
Anna meringis kesakitan saat mencoba mengobati luka di kakinya, luka itu terasa pedih sepedih hatinya menjalani rumah tangga ini. Sudah sering Anna meminta untuk bercerai dari Robert, tapi Robert selalu menolak dan bahkan bersikap kasar padanya. Anna bisa saja langsung menceraikan Robert, tapi Robert selalu mengancam akan memberitahukan hal ini kepada Jeslin ibunda dari Anna. Jeslin yang saat ini tengah menjalani pengobatan akibat kanker hati yang dideritanya memiliki kondisi yang sangat lemah, Jeslin bahkan memiliki riwayat penyakit jantung parah. Anna tidak ingin kehilangan ibunya karena masalah ini. Sebab saat ini hanya ibunya satu-satunya keluarga yang dimilikinya.Dering telepon mengagetkan Anna, nomor yang tidak tersimpan dikontaknya tampak memanggil. Tapi Anna tau siapa pemilik nomor ini, sepertinya sejak tadi Rayen berusaha menghubunginya.“Hallo.” Sapa Anna dengan suara lembut.“Nona, apa nona sudah sampai dirumah?” tanya Rayen diujung panggilan dengan suara khawatir.“Hmm.”
Rayen berjalan dengan langkah lemas, suara Anna terus menggema ditelinganya.“Tidurlah denganku, jika kau berkeras ingin membalas Budi.” Anna semakin memperjelas ucapannya, padahal Rayen yakin ia salah dengar saat itu. Tapi ternyata dugaannyalah yang salah, Anna benar-benar mengucapkan kalimat itu.“Aahhh.. sadarlah Rayen.” Rayen menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menepuk-nepuk pipinya hingga memerah, suara Anna bahkan membuat dirinya gemetar. Pertama kalinya Rayen bertemu dengan wanita seperti itu, yang mengeluarkan uang sebanyak itu dalam sekejap mata dan mengajaknya untuk tidur bersama bahkan dikali pertama mereka bertemu. Saat kemudian dia tiba di lorong kecil tempat rumahnya berada, Rayen terkejut melihat banyak orang berkumpul dirumahnya. Ia mulai bertanya-tanya sedang apa orang sebanyak itu dirumahnya yang kecil dan sempit. Sampai suara teriakan Sely terdengar menyayat hati. Rayen yang sempat menghentikan langkahnya sontak berlari sekuat tenaga. Benar saja, saat dia tiba tu
Rayen berlari ke arah IGD, tangannya mengepal erat kotak perhiasan berisi kalung berlian. Cukup lama ia memikirkan ini, semakin dipikirkan semakin berat hati Rayen. Ia mencari keberadaan Anna tapi sayangnya dia sudah tidak ada disana. Saat ia bertanya kepada perawat, mereka mengatakan bahwa pasien itu sudah pulang karena kondisinya tidaklah begitu gawat. Jeslin hanya butuh istirahat dirumah. “Aahhh, sekarang kemana aku harus mencarinya?” gerutu Rayen gusar. Ia tidak punya pilihan selain menjual kalung ini demi mengurus jasad sang ayah. Tapi Rayen juga tidak bisa menggunakan kalung ini begitu saja, rasanya mencuri lebih baik daripada menerima pemberian orang lain dan berhutang Budi padanya.Rayen berjalan gontai, tapi bayangan ayahnya yang harus segera di kremasi membuatnya sadar ia tidak bisa bersantai saat ini. Dengan cepat ia berlari keluar rumah sakit, ia berniat menjual kalung ini demi mengurus ayahnya terakhir kali.“Jika dia ingin tidur denganku, maka akan aku lakukan.” Batin R
Rayen menatap Anna kesal, ia lalu berlalu pergi begitu saja. “Rayen! Apa kau ingin ku pecat di hari pertamamu!” teriak Anna geram. Tapi Rayen tak kunjung kembali, sesaat kemudian barulah ia kembali dengan nampan yang tadi sempat di peganginya didalam kamar: “Nona, sup ini hampir dingin. Anda harus memakannya!” kata Rayen dengan penekanan di kalimatnya. “Hahhhh, aku belum lapar.” Sahut Anna tak mau kalah. “Tidak! Semua orang sakit selalu mengatakan itu. Aku akan memastikan Anda memakannya.” Tegas Rayen. “Kau ini..” Anna tidak melanjutkan ucapannya, ia memicingkan matanya. “Berani memaksa ku?” tanya Anna. “Tentu saja. Aku sudah susah payah membuatkan ini untuk Anda. Jadi Anda harus memakannya.” Rayen memperlakukan Anna seperti layaknya memperlakukan Sely. Ia berpikir Anna sama seperti Sely yang sulit makan jika sakit, atau lebih tepatnya dia memang sulit makan. Itu sebabnya tubuhnya kurus seperti ini. “Aku akan mengembalikan tablet Nona saat nona selesai makan.” Suara Rayen melema
“Bagaimana cara bukanya?” tanya Rayen dengan wajah linglung. Ia benar-benar tidak pernah melihat pakaian dalam wanita. Anna terperangah mendengar laki-laki dewasa dibelakangnya ini sangat polos ataukah mungkin bodoh.“Kau bisa lihat pengaitnya, tinggal buka saja Rayen.” Bentak Anna kesal, kepalanya semakin sakit karena tingkah Rayen. Anna berpikir bisa-bisa demamnya naik lagi karena tingkah konyol Rayen.“Sudahlah, lupakan saja.” Anna langsung melepas sendiri pengait pakaian dalamnya tanpa ragu, ia begitu santai didepan Rayen seolah tanpa rasa malu ataupun tidak nyaman. Rayen spontan memejamkan matanya, ia bisa melihat Anna sebelumnya benar-benar membuka pakaiannya didepan Rayen.“Buka matamu!” perintah Anna kesal. Rayen perlahan membuka matanya, kini Anna telah mengenakan kaos yang tadi diambilkan Rayen untuknya. Rayen menarik napas lega, ia hampir berpikir kalau dirinya akan terkena serangan jantung saat itu juga.“Apa kau selega itu?” tanya Anna dengan tatapan tajam. “Bagaimana kau
Rayen baru saja tiba pagi hari setelah Marlin menelfonnya malam tadi. Ia sendiri belum tahu detail maksud Marlin memanggilnya kesini, tapi karena ini adalah perintah pertamanya maka Rayen dengan sigap menuruti perintah Marlin yang merupakan orang kepercayaan Anna. “Syukurlah kau sudah datang Rayen.” Sambut Marlin saat melihat Rayen tiba. Ia datang tepat jam 6 pagi sesuai perintah Marlin.“Iya nona, apa ada yang harus aku lakukan?” tanya Rayen, ia sempat menatap sekeliling mencari keberadaan Anna. Terlihat ekspresi sedih diwajah Marlin.“Aku butuh bantuanmu menjaga nona Anna.” Ucap Marlin kemudian.“Menjaga? Apa Nona sedang sakit?” tanya Rayen penasaran. Marlin tidak menjawab, ia hanya memberi kode pada Rayen untuk mengikutinya kedalam kamar tempat Anna tertidur. Pagi itu Demam Anna belum sepenuhnya turun.“Apa yang terjadi?” Rayen memekik kaget melihat wajah Anna yang babak belur, sangat jauh berbeda dengan penampilan Anna biasanya.“Nona Anna demam sejak semalam, aku harus menemui k
Anna menghempaskan tubuhnya di atas ranjang kamarnya dan Robert. kamar itu dingin dan gelap. Sudah hampir 3 hari Robert tidak kembali kerumah, entah karena pekerjaan atau karena ditahan oleh istri pertamanya. Bagi Anna keadaan seperti ini adalah hal biasa, keberadaan Robert pun tidak begitu diharapkannya.Tring!Sebuah pesan masuk diponsel Anna, itu adalah pesan dari teman kuliah Anna yang mengirim undangan ulang tahun anaknya yang berusia 3 tahun. Anna melihat undangan digital itu, foto anak perempuan yang lucu dan cantik. Tatapan Anna mengabur, melihat kehidupan bahagia orang lain sedikit menyentil hatinya.“Bisa-bisanya aku salah memilih pasangan hidup.” Gumam Anna Pelan. Padahal jika ingin ada banyak pria baik yang dulu mendekatinya, tapi hatinya justru jatuh pada Robert. Seandainya fakta bahwa Robert sudah beristri lebih dulu sampai kepadanya sudah bisa dipastikan Anna akan langsung mengusir Robert dari hidupnya. Suara pintu yang terbuka memecah ke sunyian ditambah lampu kamar y
Rayen terlihat duduk diam sambil menatap ke arah luar jendela. Ia seolah fokus memperhatikan pemandangan jalan, namun sejujurnya hatinya kini bercampur aduk tidak karuan. Ada perasaan takut juga canggung untuk bertemu dengan Anna. “Tidurlah denganku.” Sebuah permintaan yang selalu terngiang di otaknya setiap kali memikirkan Anna. Baginya yang bahkan tidak pernah dekat dan menjalin hubungan dengan wanita manapun, tentu saja itu adalah hal yang sangat tabu baginya.Tidur dengan wanita yang tidak di cintainya, tidak! Lebih tepatnya wanita yang bahkan tidak dikenalnya dengan baik lalu berstatus istri orang membuat sedikit banyak perasaan Rayen kalut. Tapi saat ini dirinya tidak pada tempat untuk dapat lari dari keadaan, dirinya telah menerima bayaran di awal. Tugas itu bahkan belum diberikan, bagaimana mungkin dirinya kabur begitu saja seperti seorang pengecut?“Anda sepertinya mengkhawatirkan banyak hal tuan Rayen.” Ucap Marlin yang ternyata sedari tadi melirik ke arah Rayen yang duduk d
Rayen menatap dalam ke arah foto ayahnya yang kini mungkin sudah beristirahat dengan tenang. Disisinya tampak Sely yang terbaring karena lelah menangis. Akhirnya ayahnya bisa dikremasi dan bahkan mendapatkan pemakaman yang layak di rumah duka yang megah ini. Semua berkat bantuan dari Anna.Sesekali bayangan Anna melintas dalam pikirannya, entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Rayen hanya bisa pasrah dan menerima semua konsekuensi atas pilihannya. Tidak ada yang bisa dilakukannya saat ini, selain menunggu Anna datang menemuinya. Tak. Tak. Tak.Suara lantai yang beradu lantang dengan hak sepatu seolah tidak terdengar oleh Rayen. Perlahan seorang wanita berpakaian serba hitam melangkah maju membawa sekuntum mawar putih sebagai tanda bela sungkawa. Dia meletakan bunga itu tepat dihadapan foto ayah Rayen, dengan pelan kepalanya menunduk memberi hormat. “Sepertinya ini sudah hari ketiga, apa kau masih sesedih itu?” Suara yang tak asing itu membuyarkan lamunan Rayen. Kini Rayen bisa meli
Anna perlahan menyandarkan tubuhnya dikursi mobil, tampak Marlin yang menjadi pengemudinya. Anna baru saja akan pulang dari rumah sakit pagi dini hari setelah infusnya benar-benar habis. “Nona, kenapa anda tidak langsung meneleponku semalam? Apa nona tau situasi bahaya macam apa yang nona alami semalam? Bagaimana jika pria kurang ajar itu sampai menyakiti nona?” Cerca Marlin.“Sudahlah, toh aku baik-baik saja sekarang.” Sahut Anna dengan mata terpejam.“Apa tidak sebaiknya kita melaporkannya kepolisi atas tuduhan percobaan pemerkosaan?” Anna menghela napas dalam. “Tidak perlu, apa kau ingin Robert tau kalau Gerald adalah pria simpananku?” Marlin terdiam, benar yang dikatakan oleh Anna Gerald mungkin akan membongkar semuanya.“Sebaiknya kita mencari cara untuk membungkam mulut busuk Gerald.” Imbuhnya.“Baik nona.” Anna tiba-tiba teringat akan Rayen yang tiba-tiba menghilang ketika dirinya terbangun. Entah mengapa sosok pria itu terus saja muncul Dihadapannya secara kebetulan.**Ra
Anna perlahan mulai membuka matanya, rasa nyeri kini terasa mendera di sekujur tubuhnya. Ia melihat samar-samar sosok yang tengah duduk disebelahnya, sampai akhirnya dia bisa melihat dengan jelas sosok tersebut.“Robert?” Robert yang sempat terlelap disamping ranjang Anna kini terbangun mendengar namanya dipanggil, ia langsung meraih tangan lembut istrinya.“Anna, ada apa denganmu? Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Robert dengan raut wajah khawatir, Anna justru merasa jengah melihat wajah Robert malam itu. ‘Bukankah dia yang menolak untuk ikut memberikan hadiah kepada mami malam ini? Seolah-olah dia peduli saja!’ Batin Anna kesal.Anna tidak menjawab, ia justru memalingkan wajahnya dari Robert. Anna tidak mungkin mengatakan jika ia hampir diperkosa oleh laki-laki simpanannya sendiri. ‘awas saja kau Gerald! Tidak akan aku biarkan perbuatanmu malam ini!’ Anna menahan emosinya dalam hati.Tiba-tiba Anna teringat akan Rayen, ia bisa mengingat jelas wajah Rayen sesaat sebelum akhirnya
Rayen berlari ke arah IGD, tangannya mengepal erat kotak perhiasan berisi kalung berlian. Cukup lama ia memikirkan ini, semakin dipikirkan semakin berat hati Rayen. Ia mencari keberadaan Anna tapi sayangnya dia sudah tidak ada disana. Saat ia bertanya kepada perawat, mereka mengatakan bahwa pasien itu sudah pulang karena kondisinya tidaklah begitu gawat. Jeslin hanya butuh istirahat dirumah. “Aahhh, sekarang kemana aku harus mencarinya?” gerutu Rayen gusar. Ia tidak punya pilihan selain menjual kalung ini demi mengurus jasad sang ayah. Tapi Rayen juga tidak bisa menggunakan kalung ini begitu saja, rasanya mencuri lebih baik daripada menerima pemberian orang lain dan berhutang Budi padanya.Rayen berjalan gontai, tapi bayangan ayahnya yang harus segera di kremasi membuatnya sadar ia tidak bisa bersantai saat ini. Dengan cepat ia berlari keluar rumah sakit, ia berniat menjual kalung ini demi mengurus ayahnya terakhir kali.“Jika dia ingin tidur denganku, maka akan aku lakukan.” Batin R