Share

Usulan Rafandra

Author: Hidsa
last update Last Updated: 2021-04-05 07:39:48

"Ines," panggil seorang pria paruh baya yang diketahui sebagai papa Fernan, Rafandra Pratama Reswara.

Merasa ada yang memanggilnya, Ines langsung mengalihkan pandangan ke asal suara. "Iya, Om? Kenapa?" tanya Ines.

Rafandra menghampiri gadis itu, lalu mengelus puncak kepalanya. "Kamu yang kenapa? Apa ada problem di rumah? Bunda kamu pasti kambuh lagi?" Bukannya menjawab, Rafandra malah balik bertanya.

Ines cengengesan tidak jelas, lalu menjawab, "Om tahu sendiri Bunda gimana kalau sama Ines, tadi juga Ayah kayak bentak Ines cuma buat nyuruh ke kamar." Ines tersenyum dengan tulusnya.

Rafandra menghela napas berat, lalu duduk di kursi biasa di ruang makan sebagai kepala keluarga. Pria itu melirik ke arah istrinya, lalu kembali beralih ke arah gadis yang berada di samping kanannya.

"Kok bisa ayah kamu marah?" tanya Rafandra kembali.

Ines menggelengkan kepala. "Nggak tahu, Om. Mungkin Ayah kesel sama Ines, karena Bunda kambuh lagi. Dan itu kan gara-gara Ines," jawab Ines masih dengan senyum tulusnya.

Rafandra menatap gadis di sampingnya. Gadis yang selalu mengulas senyum tulus kepada semua orang walaupun sedang terluka. Mungkin orang-orang di sekitarnya tidak mengetahui soal gadis ini, tetapi keluarga Reswara sangat bahkan lebih tahu apa yang sedang terjadi pada Ines. Gadis itu memang pandai menyembunyikan luka juga kesedihannya. Namun, pancaran mata tidak akan pernah berdusta.

"Ya udah, nggak usah dipikirin. Ayo, makan," ujar Rafandra.

Keempat orang di ruang makan itu langsung terdiam dan fokus pada makanan masing-masing. Mereka memakannya dengan khidmat tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, hanya terdengar dentingan sendok. Rafandra sangat tegas dalam mendidik keluarganya, dalam hal kecil sekalipun. Contohnya saat sedang makan, tidak ada yang boleh berbicara atau melakukan apa pun selain makan dan minum.

Setelah menyelesaikan acara makannya, Rafandra meminta ketiga orang yang disayanginya untuk duduk di sofa ruang keluarga.

"Ada apa, Mas?" tanya Hidayah Mazzyla Zein, istri Rafandra dan mama Fernan.

Ines menundukkan kepala karena takut. Iya, takut Rafandra akan membahas soal dirinya yang hampir setiap hari datang ke rumahnya untuk menumpang makan malam, bahkan terkadang ikut sarapan. Itu hanya akan dilakukannya ketika gadis itu tidak ada yang memberi uang saku, maupun makanan. Bi Iis dan Pak Imat memang suka memberikan satu sampai tiga buah roti untuknya, tetapi Ines hanya akan memakan setengahnya saja, karena yang setengahnya disisakan untuk makan malam. Namun, sudah dua minggu Pak Imat dan Bi Iis tidak pernah membekalinya dengan roti-roti itu.

"Kamu kenapa, Nes?" tanya Hidayah.

Ines mengangkat kepala, lalu menatap Rafandra dan Hidayah secara bergantian. Dia kemudian meremas ujung bajunya. Jujur, gadis itu sangat takut dan gugup.

"Hm, Ines minta maaf, Om. Maaf kalau aku selalu ngerepotin Om setiap hari, tapi kalau nggak dateng ke sini. Ines harus dateng ke mana? Ke rumah Om Dirga bukannya dikasih makanan malah dikasih omongan, Om. Nggak kenyang dong," ucap Ines dengan lirih tanpa menjawab pertanyaan Hidayah.

Rafandra mengerutkan dahinya tanda tak mengerti dengan ucapan Ines. Kenapa tiba-tiba gadis itu meminta maaf? Memangnya gadis itu salah apa padanya? Dasar aneh.

"Kamu kenapa? Emang kamu ngelakuin apa sampe bilang maaf?" tanya Rafandra, membuat Ines menatap dengan bingung ke arah pria paruh baya itu.

"Emang Om mau ngapain? Bukannya mau bahas soal Ines yang sering numpang makan, ya?" Rafandra menggelengkan kepala. "Lah, terus Om mau ngomong apa?"

Bugh!

Fernan melemparkan bantal sofa ke wajah Ines. Laki-laki itu sangat gemas pada gadis di hadapannya ini. Seandainya dia memiliki kekuatan untuk menghilangkan seseorang, sudah pasti orang yang pertama ingin dihilangkannya adalah Ines.

"Dengerin dulu makanya, jangan banyak bacot. Punya otak tuh dipake buat mikir, bukan buat makanan mampir. Dasar lemot," gerutu Fernan.

Ines mengerucutkan bibir sambil mengusap-usap wajahnya. "Ish, Fernan tegaan banget sih sama Ines. Nanti kalau muka Ines ilang emang mau tanggung jawab?" Ines berdecak sebal, lalu kembali berkata, "Ines tuh dari tadi gugup plus takut lihat muka Om, serius banget soalnya. Maka dari itu Ines berpikir, pasti Om bakal bahas soal numpang makan, terus Ines nggak dibolehin lagi makan di sini."

Fernan memutar bola matanya dengan jengah. "Cetek banget pemikiran lo. Gue usul, mending nggak usah ada otaknya. Nggak guna, tak bermutu juga. Buang aja otaknya."

"Ih, Fernan tega banget sama Ines. Ya Allah, terus limpahi Ines kesabaran, biar bisa nyetok. Soalnya di sekeliling Ines banyak banget orang-orang nggak jelas kayak Fernan. Untung Ines cantik, jadi kebal deh atas ejekannya," ujar Ines.

"Apa hubungannya si sabar sama lo yang cantik? Dasar aneh," sahut Fernan dengan kesal.

Ines berdecak sebal. "Ada dong hubungannya. Orang cantik kan selalu dihina, jadi pasti banyak sabarnya. Gituh aja nggak tahu, pemikirannya sih seupil makanya mikir pendek. Otak nggak guna dicabut aja, ganti otak ayam," balas Ines tak mau kalah.

"Kenapa jadi berantem, sih," lerai Hidayah yang geram melihat perdebatan antara putra tunggalnya dengan gadis yang sudah ia anggap seperti putri sendiri.

"Ines, Om cuma mau kasih saran. Bukan mau bahas soal numpang makan, jadi Ines dengerin saran Om."

Mendengar ucapan Rafandra, membuat ketiga orang di sana langsung terdiam. Mereka dengan seksama mendengarkan saran dari Rafandra untuk Ines.

***

"Gimana menurut kamu, Nes?" tanya Rafandra.

Ines menganggukkan kepalanya. "Saran Om bagus, tapi Ines belum tahu Om. Dua minggu ini aku bakalan sibuk dengan jadwalku yang padat, gimana kalau tiga minggu kemudian? Ines nggak sibuk," jawab Ines yang langsung disetujui oleh Rafandra dan Hidayah.

"Tapi Ines ragu, Om. Apa Ines bisa jalaninnya? Eh, yakin deh bisa kalau mau berusaha dan berdoa." Rafandra menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan gadis di hadapannya. Dia yang bertanya, dia juga yang menjawab. Memang benar-benar aneh.

"Lo pasti bisa, Nes. Gue bakal bantuin lo tiap hari kok, tenang aja. Asal ada upah bantuinnya ya," seloroh Fernan sambil menaik-turunkan kedua alisnya.

"Huh ... Fernan mah mata duitan. Bantuinnya nggak ikhlas, pamrih banget sih jadi orang. Kalau begitu mah nggak usah deh bantuannya, makasih." Ines mengerucutkan bibirnya.

Fernan mendengkus sebal. "Iya-iya gue ikhlas, pelit banget sih lo. Padahal mah udah dibantuin sama bokap gue, tapi perhitangan sama anaknya."

"Bodo."

"Aduh, udah jam sembilan malem, Ines harus pulang, Om, Tan, Fer," ucap Ines yang sedang melihat jam yang terpasang di tangannya.

Gadis itu beranjak dari duduknya, lalu berpamitan pada kedua orang tua Fernan dengan mencium punggung tangan mereka.

"Assalamu'alaikum, Om, Tan. Makasih atas tumpangannya," pamit Ines sambil terkekeh pelan.

"Wa'alaikumsalam, hati-hati di jalan."

Setengah jam berjalan dari rumah Fernan, akhirnya Ines sampai di rumahnya. Rumah Fernan dengan rumahnya lumayan dekat, maka dari itu dia memutuskan berjalan kaki. Kenapa tidak naik taksi atau angkutan umum? Bagaimana mungkin? Uang saja dia tidak punya. Jika punya uang pun, mungkin sudah ia belikan makanan sedari tadi dan tidak perlu repot-repot datang ke rumah Fernan untuk menumpang makan. Ines memanggil satpam yang menjaga gerbang di rumahnya, lalu melangkahkan kaki setelah satpam itu mengizinkannya untuk masuk. Tentu saja diizinkan, memangnya siapa yang mau melarang. Ada-ada saja.

Gadis itu membuka pintu utama dan masuk ke dalam rumah. Ines melirik ke arah kiri dan kanan. Sepertinya rumah dalam keadaan sepi, pasti semua orang sudah tertidur. Setelah mengunci pintu utama, Ines kembali melanjutkan langkahnya menuju ke dalam kamar. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba suara seseorang menghentikannya.

"Kamu abis dari mana?" tanya sebuah suara.

Related chapters

  • La Tahzan, Miss Lemot   Mengerti Akan Posisi

    Fernan mengerutkan dahinya dengan bingung. Bagaimana tidak? Sudah dua minggu ini Ines selalu diam tak mengeluarkan suara. Terkadang, gadis itu juga terlihat sedang melamun. Jika ditanya, dia selalu bilang tidak apa-apa, sehingga membuat Fernan kesal sendiri."Nes, lo kenapa, sih?" tanya Fernan, tetapi tidak dijawab oleh Ines."Oh God, kayaknya nih anak lagi banyak hutang, terus belom bayar. Kasihan," gumam Fernan.Karena kesal, akhirnya Fernan memutuskan untuk menggeplak tangan Ines dengan cukup kuat, membuat gadis itu terlonjak kaget dan mengalihkan pandangannya ke arah Fernan."Kenapa, Fer?" tanya Ines dengan polos.Fernan mengembuskan napasnya secara kasar. "Gue tanya, Nes. Lo kenapa? Udah dua minggu lo ngelamun. Terus selama itu juga, lo nggak ada ke rumah gue, lo mak

    Last Updated : 2021-04-08
  • La Tahzan, Miss Lemot   Bukan Sebuah Bagian

    Suara orang-orang dewasa yang tengah berbincang begitu terdengar memenuhi ruangan yang sangat luas itu. Bukan hanya perbincangan soal bisnis saja, tetapi keharmonisan keluarga pun menjadi topik yang paling asyik untuk diperbincangkan. Bahkan, sesekali mereka tertawa karena guyonan dari anak-anak mereka. Hingga pertanyaan seorang wanita paruh baya menghentikan perbincangan itu."Mayang, Ines ke mana? Kenapa nggak kamu ajak?" tanya wanita paruh baya bernama Kinar Anindya Erick, Ibu dari Dirgantara Erick dan Argiantara Erick.Mayang menatap mertuanya itu. "Nggak tahu, Mi. Lagipula untuk apa mengajaknya? Dia bukan keluarga Erick, dan kalian semua pasti tidak suka dengannya."Kinar mengembuskan napasnya dengan pelan. "Seenggaknya, kalau dia ada di sini, mami dan semuanya bisa nyuruh-nyuruh dia. Kan kalau nyuruh gadis itu, kita nggak perlu bayar. Gratis," sahut Kinar."Mami," peringat Argiantara dan suami Kinar,

    Last Updated : 2021-04-10
  • La Tahzan, Miss Lemot   Sadar Diri

    "Ines," panggil seseorang yang baru saja membuka pintu kamar gadis itu tanpa mengetuknya.Gadis itu mengalihkan pandangannya. "Abang? Udah pulang? Kok Cepet banget, sih," tanya Ines dengan bertubi-tubi."Udah kok. Emang mau nginep di sana apa?""Ya kirain, Bang."Arka bergidik ngeri. "Nggak, ah. Di sana banyak setan."Ines mengerutkan dahi dengan bingung. "Hah? Setan? Sejak kapan di rumah mewah banyak setannya, Bang? Baru tahu Ines tuh. Ada hantu apa aja Bang di sana?" tanya Ines dengan penasaran.Arka menatap Ines dengan raut serius sambil menahan tawanya. "Di sana ada Tante Miskey, Poci, Dedek tuyul, dan Mr black. Abang mau minta Sara Wijayanto buat menelusuri, sekaligus ngusir mereka juga kalo bisa," jawab Arka dengan asal.Ines menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Itu Mr Black siapa, Bang? Kalau keduanya aku tahu

    Last Updated : 2021-04-13
  • La Tahzan, Miss Lemot   Bahagia Yang Disengaja

    Fernan menatap penuh keheranan pada gadis di hadapannya. Bagaimana tidak? Dua minggu kemarin, gadis itu terus diam terkadang melamun. Sekarang, tidak-tidak bukan sekarang, tetapi lebih tepatnya seminggu ini, dia terus mengulas senyum dan terlihat bahagia. Ada apa dengannya?"Lo kenapa, sih? Gue jadi segan deket-deket lo, Nes." Fernan bergidik ngeri.Ines menatap Fernan dengan kerutan di dahinya. "Kok segan sih? Emangnya gue kenapa diseganin? Kek juragan aja disegani," ucap Ines sambil terkekeh pelan.Fernan berdecak sebal. "Iya, segan. Segan karena ngeri. Kemaren-kemaren diemin gue, kadang juga ngelamun. Sekarang, senyum-senyum kayak orgil," sahut Fernan."Ish, Fernan mah nggak tahu orang lagi bahagia. Emang Ines harus sedih terus apa?" balas Ines dengan mengulas senyum tanpa beban.Fernan menaikkan sebelah alisnya. "Lo bahagia kenapa, sih? Gue penasaran tahu. Lo kan udah janji sama gue, kalau

    Last Updated : 2021-04-15
  • La Tahzan, Miss Lemot   Kehadiran Yang Salah

    Arka yang merasa bosan dengan topik pembicaraan keluarga besarnya, langsung beranjak meninggalkan ruang keluarga. Dia begitu terkejut saat melihat Ines tengah bersembunyi di balik tembok ruang keluarga.Apa Ines mendengar semuanya? tanya Arka dalam hati.Arka terus memperhatikan raut wajah Ines yang menunjukkan bahwa gadis itu tengah terluka, kecewa, dan sedih. Bahkan, mata dan pipinya sudah basah oleh air. Ines langsung menghapus air matanya, lalu mengucapkan kata-kata yang membuat Arka merasa sangat bersalah."Ines kira mereka bener-bener tulus, tapi ternyata bahagia itu disengaja. Bahagia yang disengaja karena kesepakatan bersama," gumam Ines sambil membalikkan badan untuk melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.Belum sempat gadis itu melanjutkan langkahnya, tiba-tiba Arka memanggil sang adik, membuat Ines langsung menghentikan langkahnya."Ines?" panggil Arka.

    Last Updated : 2021-04-20
  • La Tahzan, Miss Lemot   Vallentino Ibrahim Cezar

    Seorang pria masuk ke dalam sebuah ruangan untuk menghadap sang bos yang tengah duduk di kursi kebesarannya. Pria dengan setelan serba hitam itu menundukkan kepala sambil berdiri di hadapan bosnya."Tuan memanggilku? Right?" tanya pria itu, membuat pria yang dipanggil tuan menatap ke arahnya dengan menampilkan wajah datar dan dinginnya."Right, aku ingin ke Indonesia hari ini," ucap pria yang dipanggil tuan."Are you sure, Sir? But, you-" Belum sempat pria itu melanjutkan ucapannya, tetapi sang bos langsung menyela."Yes, I am sure. Why?" Sang bos mengangkat sebelah alisnya."No, Sir. Okay, aku akan mempersiapkan keberangkatanmu." Sang tuan hanya menganggukkan kepala."Gercep sekali dia. Mentang-mentang akan bertemu dengan calon istrinya, pekerjaan pun ditunda. Dasar bucin," gerutu pria yang diketahui adalah tangan kanan pria yang masih duduk di kursi kebesarannya."Aku mendengarnya."Mendengar, heh? batin pria yang akan keluar dari ru

    Last Updated : 2021-04-27
  • La Tahzan, Miss Lemot   Percuma

    Vallen melangkah masuk ke dalam rumah mewah keluarga Argiantara Erick sambil menggenggam tangan Ines. Iya, setelah menemukan Ines yang bersembunyi di balik salah satu mobil, Vallen langsung membawa gadisnya ke rumah besar itu. Semua keluarga Erick sudah berkumpul di ruang keluarga, menunggu kedatangan Vallen dan Ines. Bahkan, Kinar pun sudah berada di sana. Pria itu memerintahkan Gray agar menjadi sopir di mobil Kinar, sedangkan dia mengendarai mobilnya ditemani sang gadis pujaan yang duduk di sampingnya."Mr Vallen? Selamat datang, Mr," ucap Argi dengan canggung seraya mengulurkan tangannya yang langsung dijabat oleh Vallen.Semua orang pun ikut melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Argi. Setelah itu, Argi meminta Vallen dan tangan kanan pria itu untuk duduk di sofa. Semuanya menatap kagum dengan ketampanan Vallen, walaupun wajah pria itu nampak dingin dan datar."Saya tidak menyangka,

    Last Updated : 2021-05-01
  • La Tahzan, Miss Lemot   Fitting Baju Pengantin

    Ines begitu sungkan untuk berbincang dengan Vallen perihal pernikahannya. Bukan hanya itu, bahkan untuk bertemu pun dia tidak punya nyali. Bagaimana tidak? Gadis itu terus saja mengingat perlakuan Vallen yang menciumnya secara tiba-tiba. Padahal kejadian tersebut sudah seminggu yang lalu, tetapi entah kenapa Ines merasa malu pada Vallen.Seperti halnya saat ini, Ines yang seharusnya melakukan fitting baju pengantin, malah pergi ke rumah Fernan."Lo ngapain di sini? Mau cari mati?" tanya Fernan yang terkejut saat membuka pintu utama di rumah mewahnya."Ish, Fernan. Kalau asal jangan ngomong, Ines ke sini cari Tante bukan mati." Ines mendengkus sebal mendengar pertanyaan Fernan yang frontal.Fernan mengibas-ibaskan tangannya. "Pulang lo, pulang. Bikin hidup gue dalam bahaya aja lo, sana pulang! Terus temuin pangeran lo," usir Fernan."Jahat banget sih, orang ada tamu datang kok malah diusir suruh

    Last Updated : 2021-05-17

Latest chapter

  • La Tahzan, Miss Lemot   Terusir

    Vallen dan Ines turun ke lantai bawah dan menuju ke ruang makan. Mereka akan ikut sarapan bersama dengan keluarga Erick. Tidak hanya keduanya, tetapi papa Ines juga berada di sana.Vallen mengernyitkan dahinya ketika Ines tiba-tiba saja berhenti. Saat gadis itu akan memutar balik badannya, sang suami langsung menggenggam tangannya. Ines menatap penuh protes ke arah Vallen, tetapi pria itu tidak mendengarkan. Dia terus saja menarik Ines agar mengikutinya ke meja makan.Vallen meminta Ines untuk duduk di sampingnya dan gadis itu menurut. Namun, tiba-tiba saja Nela datang, dia meminta Ines untuk pindah tempat duduk karena itu adalah kursi yang biasa Nela tempati ketika tengah ikut makan bersama keluar Argiantara Erick."Ines? Kamu kenapa duduk di sini? Ini tempat aku, Nes. Aku biasanya duduk di sini, kalau makan di rumah Tante Mayang," ujar Nela seakan mengingatkan Ines."Bisa duduk di kursi yang lain bukan?" Bukan, bukan Ines yang menjawab melainkan Vallen.

  • La Tahzan, Miss Lemot   Rencana Jahat

    Seorang gadis menghampiri wanita paruh baya yang tengah terduduk dengan angkuh di sebuah sofa, sambil menatap tajam ke arah gadis yang merupakan putrinya. Dia sudah mengetahui apa maksud dan tujuan sang putri datang padanya, tentu untuk meminta bantuannya.Ada apa dengan gadis itu? Kenapa dia tidak seperti dirinya? Bisa melakukan hal-hal jahat hanya seorang diri, tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Bahkan, untuk membunuh seseorang pun dia mampu walau hanya sendiri."Mama, aku butuh bantuan Mama."Wanita paruh baya itu memutar bola matanya malas. "Kau itu bodoh sekali. Mengerjakan hal seperti itu saja tidak becus, kalau kau meminta bantuanku, maka Mr X akan mencurigai kita.""Lalu aku harus bagaimana, Ma?" tanya gadis itu."Dasar bodoh! Pakai otakmu! Aku melahirkanmu supaya kau bisa membantuku untuk balas dendam pada Mayang, dan merebut apa yang seharusnya menjadi milik kita!" Bukannya men

  • La Tahzan, Miss Lemot   Rencana Jahat

    Seorang gadis menghampiri wanita paruh baya yang tengah terduduk dengan angkuh di sebuah sofa, sambil menatap tajam ke arah gadis yang merupakan putrinya. Dia sudah mengetahui apa maksud dan tujuan sang putri datang padanya, tentu untuk meminta bantuannya.Ada apa dengan gadis itu? Kenapa dia tidak seperti dirinya? Bisa melakukan hal-hal jahat hanya seorang diri, tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Bahkan, untuk membunuh seseorang pun dia mampu walau hanya sendiri."Mama, aku butuh bantuan Mama."Wanita paruh baya itu memutar bola matanya malas. "Kau itu bodoh sekali. Mengerjakan hal seperti itu saja tidak becus, kalau kau meminta bantuanku, maka Mr X akan mencurigai kita.""Lalu aku harus bagaimana, Ma?" tanya gadis itu."Dasar bodoh! Pakai otakmu! Aku melahirkanmu supaya kau bisa membantuku untuk balas dendam pada Mayang, dan merebut apa yang seharusnya menjadi milik kita!" Bukannya men

  • La Tahzan, Miss Lemot   Curiga

    "Sedang apa kau di depan pintu kamar putriku?" tanya seseorang, membuat tubuh orang itu menegang.Reandra menatap penuh intimidasi ke arah gadis yang baru saja membalikkan badan dan juga tengah menatapnya dengan tajam. Iya, pria itu adalah Reandra, ayah kandung Ines, sedangkan gadis itu Reandra tidak mengetahui namanya. Dia akan menginap di sana beberapa hari sebelum berangkat ke Singapura, tempat tinggalnya sekarang."Bukan urusan lo," jawab gadis itu dengan ketus seraya pergi meninggalkan Reandra yang berdiri dengan penuh kecurigaan.Bagaimana tidak? Reandra melihat gadis itu tengah menutup pintu kamar putrinya, lalu mengatakan hal yang membuat jiwa penasaran pria paruh baya itu berkembang. Dia harus waspada dan mencari tahu.Saat akan membalikkan badannya. Tiba-tiba ada yang memanggil namanya. "Mas Andra," panggil seseorang dengan lembut.Reandra menatap orang yang memanggilnya

  • La Tahzan, Miss Lemot   Pernikahan

    Ines menatap pantulan dirinya di depan cermin. Biasanya ia akan tersenyum ceria sambil mengedipkan sebelah matanya. Namun, sekarang gadis itu malah murung, tidak bersemangat."Non Ines kenapa?" tanya seseorang yang tergesa-gesa masuk ke dalam kamar Ines, setelah para tukang rias pengantin itu pergi.Gadis yang mengenakan kebaya putih itu hanya menggelengkan kepala. Iya, hari ini adalah hari di mana Ines akan menikah dengan Vallen. Pernikahan Ines dan Vallen didasari oleh kemewahan."Non kalau nggak mau menikah, bilang saja, Non," ucap Bi Iis, membuat Ines menatapnya sambil mengulas senyum tulus."Ines nggak apa-apa, Bi."Bi Iis menganggukkan kepala. "Ya sudah, kalau begitu bibi kembali ke bawah, membantu pelayan-pelayan lain."Setelah kepergian Bi Iis, hanya keheningan yang menghinggap di ruangan Ines berada. Gadis itu masih terdiam sambil menatap pantulan dirinya, tetapi tiba-t

  • La Tahzan, Miss Lemot   Fitting Baju Pengantin

    Ines begitu sungkan untuk berbincang dengan Vallen perihal pernikahannya. Bukan hanya itu, bahkan untuk bertemu pun dia tidak punya nyali. Bagaimana tidak? Gadis itu terus saja mengingat perlakuan Vallen yang menciumnya secara tiba-tiba. Padahal kejadian tersebut sudah seminggu yang lalu, tetapi entah kenapa Ines merasa malu pada Vallen.Seperti halnya saat ini, Ines yang seharusnya melakukan fitting baju pengantin, malah pergi ke rumah Fernan."Lo ngapain di sini? Mau cari mati?" tanya Fernan yang terkejut saat membuka pintu utama di rumah mewahnya."Ish, Fernan. Kalau asal jangan ngomong, Ines ke sini cari Tante bukan mati." Ines mendengkus sebal mendengar pertanyaan Fernan yang frontal.Fernan mengibas-ibaskan tangannya. "Pulang lo, pulang. Bikin hidup gue dalam bahaya aja lo, sana pulang! Terus temuin pangeran lo," usir Fernan."Jahat banget sih, orang ada tamu datang kok malah diusir suruh

  • La Tahzan, Miss Lemot   Percuma

    Vallen melangkah masuk ke dalam rumah mewah keluarga Argiantara Erick sambil menggenggam tangan Ines. Iya, setelah menemukan Ines yang bersembunyi di balik salah satu mobil, Vallen langsung membawa gadisnya ke rumah besar itu. Semua keluarga Erick sudah berkumpul di ruang keluarga, menunggu kedatangan Vallen dan Ines. Bahkan, Kinar pun sudah berada di sana. Pria itu memerintahkan Gray agar menjadi sopir di mobil Kinar, sedangkan dia mengendarai mobilnya ditemani sang gadis pujaan yang duduk di sampingnya."Mr Vallen? Selamat datang, Mr," ucap Argi dengan canggung seraya mengulurkan tangannya yang langsung dijabat oleh Vallen.Semua orang pun ikut melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Argi. Setelah itu, Argi meminta Vallen dan tangan kanan pria itu untuk duduk di sofa. Semuanya menatap kagum dengan ketampanan Vallen, walaupun wajah pria itu nampak dingin dan datar."Saya tidak menyangka,

  • La Tahzan, Miss Lemot   Vallentino Ibrahim Cezar

    Seorang pria masuk ke dalam sebuah ruangan untuk menghadap sang bos yang tengah duduk di kursi kebesarannya. Pria dengan setelan serba hitam itu menundukkan kepala sambil berdiri di hadapan bosnya."Tuan memanggilku? Right?" tanya pria itu, membuat pria yang dipanggil tuan menatap ke arahnya dengan menampilkan wajah datar dan dinginnya."Right, aku ingin ke Indonesia hari ini," ucap pria yang dipanggil tuan."Are you sure, Sir? But, you-" Belum sempat pria itu melanjutkan ucapannya, tetapi sang bos langsung menyela."Yes, I am sure. Why?" Sang bos mengangkat sebelah alisnya."No, Sir. Okay, aku akan mempersiapkan keberangkatanmu." Sang tuan hanya menganggukkan kepala."Gercep sekali dia. Mentang-mentang akan bertemu dengan calon istrinya, pekerjaan pun ditunda. Dasar bucin," gerutu pria yang diketahui adalah tangan kanan pria yang masih duduk di kursi kebesarannya."Aku mendengarnya."Mendengar, heh? batin pria yang akan keluar dari ru

  • La Tahzan, Miss Lemot   Kehadiran Yang Salah

    Arka yang merasa bosan dengan topik pembicaraan keluarga besarnya, langsung beranjak meninggalkan ruang keluarga. Dia begitu terkejut saat melihat Ines tengah bersembunyi di balik tembok ruang keluarga.Apa Ines mendengar semuanya? tanya Arka dalam hati.Arka terus memperhatikan raut wajah Ines yang menunjukkan bahwa gadis itu tengah terluka, kecewa, dan sedih. Bahkan, mata dan pipinya sudah basah oleh air. Ines langsung menghapus air matanya, lalu mengucapkan kata-kata yang membuat Arka merasa sangat bersalah."Ines kira mereka bener-bener tulus, tapi ternyata bahagia itu disengaja. Bahagia yang disengaja karena kesepakatan bersama," gumam Ines sambil membalikkan badan untuk melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.Belum sempat gadis itu melanjutkan langkahnya, tiba-tiba Arka memanggil sang adik, membuat Ines langsung menghentikan langkahnya."Ines?" panggil Arka.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status