Home / Young Adult / La Tahzan, Miss Lemot / Bahagia Yang Disengaja

Share

Bahagia Yang Disengaja

Author: Hidsa
last update Last Updated: 2021-04-15 13:30:09

Fernan menatap penuh keheranan pada gadis di hadapannya. Bagaimana tidak? Dua minggu kemarin, gadis itu terus diam terkadang melamun. Sekarang, tidak-tidak bukan sekarang, tetapi lebih tepatnya seminggu ini, dia terus mengulas senyum dan terlihat bahagia. Ada apa dengannya?

"Lo kenapa, sih? Gue jadi segan deket-deket lo, Nes." Fernan bergidik ngeri.

Ines menatap Fernan dengan kerutan di dahinya. "Kok segan sih? Emangnya gue kenapa diseganin? Kek juragan aja disegani," ucap Ines sambil terkekeh pelan.

Fernan berdecak sebal. "Iya, segan. Segan karena ngeri. Kemaren-kemaren diemin gue, kadang juga ngelamun. Sekarang, senyum-senyum kayak orgil," sahut Fernan.

"Ish, Fernan mah nggak tahu orang lagi bahagia. Emang Ines harus sedih terus apa?" balas Ines dengan mengulas senyum tanpa beban.

Fernan menaikkan sebelah alisnya. "Lo bahagia kenapa, sih? Gue penasaran tahu. Lo kan udah janji sama gue, kalau lo bakal cerita banyak."

Ines menggelengkan kepala tanda tidak setuju. "Kapan Ines bilang begitu? Perasaan nggak pernah bilang deh," ucap Ines dengan polosnya.

Fernan merutuki gadis di hadapannya itu. Bagaimana bisa dia lupa akan ucapannya saat itu? Dia yang mengatakan sendiri bahwa dia akan menceritakan apa yang terjadi padanya setelah menyelesaikan usulan papanya, Rafandra.

"Pura-pura lupa lagi lo," ketus Fernan, membuat Ines langsung terkekeh pelan. "Malah ketawa, bukannya mikir. Gue nggak mau bantuin lo lagi, gue pergi aja deh," lanjut Fernan dengan mengancam Ines.

Ines masih terkekeh pelan, lalu memegang tangan Fernan dengan dalih menahan pria itu agar tidak pergi. Ines akhirnya mau menceritakan apa yang terjadi padanya akhir-akhir ini.

"Oke, Fer. Dengerin Ines. Tapi Ines nggak mau cerita, Ines pengennya tuh Fernan nanya, terus Ines yang jawab. Gimana?" tawar Ines dengan polos dan tanpa beban.

Fernan menjitak kepala gadis itu. "Ya Allah, Nes. Lo kapan sih pinternya? Masa tinggal cerita aja susah bin ribet banget. Ngapain coba harus ditanya, padahal tinggal cerita," cerocos Fernan dengan kesal.

Ines mengerucutkan bibirnya. "Ya udah kalau nggak mau mah."

"Iya-iya gue tanya. Ines Sayang, dua minggu kemarin, lo kenapa?" tanya Fernan dengan nada yang terpaksa dilembutkan.

"Jadi, Ines kan waktu itu pulang dari rumah Fernan, terus papasan sama Tante. Intinya Tante tuh kayak ngehina Ines gituh, ya Ines nggak terima dong. Eh, Bunda datang, dia marah saat Ines ngelawan Tante. Auto Bunda marah sama Ines. Dan ada satu fakta mengejutkan, Fer," jawab Ines.

"Apa?"

Ines mengembuskan napasnya dengan kasar. "Ternyata Ines bukan anak Ayah, Fer. Katanya Ines itu anak dari pria bajingan. Bunda diperkosa sama pria brengsek yang sayangnya adalah ayah Ines."

"Siapa yang bilang?"

"Bunda sendiri, Fer. Walaupun Bunda ngucapinnya sambil histeris, tapi Ines yakin itu bener. Soalnya Bang Arka juga sampe marah, dia ngancem Ines. Kalau ada apa-apa sama Bunda, Ines bakal berurusan sama dia." Ines mengedikkan bahunya tak acuh.

Melihat mata Ines yang sudah berkaca-kaca, membuat Fernan iba. Pria itu kemudian meminta untuk mengalihkan topik pembicaraan.

"Oke, lupain kejadian itu." Fernan mengedipkan satu matanya ke arah Ines. "Terus seminggu ini lo kenapa bahagia banget?" Fernan menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya.

"Hm, karena ... keluarga Ines tiba-tiba berubah, Fer." Fernan mengerutkan dahi bingung. "Jadi, tuh. Malam di mana setelah acara kumpul bersama keluarga Erick, tiba-tiba Bunda datang ke kamar Ines nyuruh makan. Ines aja sampe teriak." Ines cengengesan tidak jelas.

"Nggak tahu kenapa, setelah kejadian semalam. Tiba-tiba sepulang kuliah, semua orang jadi berubah. Mereka sekarang nganggep Ines ada, terus sayang Ines gituh. Aneh sih, tapi Ines nggak boleh suudzon kan sama orang. Jadi, ya Ines nikmatin aja."

Fernan menatap serius ke arah gadis di hadapannya. "Dari cerita yang lo sampein, gue punya kesimpulannya. Gue yakin mereka punya tujuan tertentu," seloroh Fernan, "jangan terlalu bahagia, takutnya mereka nggak serius sayang sama lo. Nanti lo udah dibawa setinggi langit, eh tahunya di-prank sama mereka, jatoh kan lo? Gue yakin, seyakin-yakinnya. Pasti mereka punya maksud nggak baik sama lo," lanjut Fernan.

Ines mengangguk. "Iya, Fer. Ines cuma bahagia saat Bunda begitu lembut, terus ngizinin Ines buat makan bersama keluarga di meja makan."

"Ya udah, gue ada satu mata pelajaran lagi. Lo udah kan?"

"Udah kok, Fer."

"Tungguin gue, ya. Nanti pulang bareng." Fernan mengelus kepala Ines dengan lembut.

***

"Kita mau langsung pulang atau makan dulu?" tanya Fernan dengan santai.

Ines memukul tangan Fernan dengan keras. "Hm, pulang aja deh. Ines lagi badmood buka toko. Entah kenapa, rasanya lelah banget. Setiap hari Ines pulang malam, cuma buat uang yang nggak seberapa," jawab Ines dengan pelan.

Fernan mengelus puncak kepala Ines. "Inget, nggak boleh ngeluh, nggak baik. Seharusnya lo bersyukur, Nes. Ada nasib orang yang lebih parah dari lo. Makanya kalau mau membandingkan, jangan sama orang yang berada di atas kita. Tapi bandingin sama orang-orang bawah, lo pasti bakalan bersyukur banget sama Allah. Percaya sama gue, suatu saat lo bakal nemuin kebahagiaan yang nyata dan tulus," ucap Fernan dengan panjang lebar.

Tak terasa keduanya sudah sampai di depan gerbang rumah Ines. Gadis itu melirik ke arah Fernan sebelum turun dari mobil pria tersebut. Dia kemudian mengulas senyum lebar, lalu berkata, "Makasih, Fer."

Ines membuka pintu mobil, lalu turun dari sana. Dia berjalan memasuki gerbang rumahnya setelah dibukakan oleh satpam. Saat akan memasuki rumahnya, tiba-tiba gadis itu mendengar percakapan keluarganya. Tidak, bukan keluarganya, tetapi ada tantenya dan Nela. Ines bersembunyi di balik tembok dekat ruang keluarga.

"Gimana? Apa kalian menerima tawaran Mr Vallen?" tanya Kinar dengan antusias.

Ardi mengembuskan napasnya dengan kasar. "Entah, aku kasihan sama Ines. Dia nggak ada salah sama kita, tapi kita malah ngorbanin dia. Kayaknya kita nggak jadi menerima tawaran itu," jawab Ardi dengan lesu.

"Gadis itu sangat salah! Salah karena lahir di rahim Mayang! Dan sudah seharusnya dia berbalas budi sama kita, Mas! Kalau kamu nolak tawaran Mr Vallen, kita bakalan jatuh miskin. Kamu lupa? Kamu kerja keras buat bangun ketiga perusahaan itu, lalu sekarang kamu pengen ngelepas gituh aja?! Apa kamu nggak sayang sama anak dan cucu kamu, Mas!" murka Kinar kala mendengar jawaban suaminya yang tidak sesuai dengan kesepakatan mereka.

"Apa yang Mami ucapin bener, Pi. Lagipula kita udah turutin kemauan Papi, yang nyuruh kita buat pura-pura berubah baik sama Ines." Dirga menyandarkan punggungnya ke sofa.

Crystal mengangguk. "Iya, Grandpa. Crystal nggak mau hidup susah, Grandpa."

Argi mengembuskan napas berat. "Aku setuju sama Papi, tapi Mami juga ada benernya, Pi. Dengan terpaksa, aku bakalan terima tawaran Mr Vallen. Lagipula Ines bukan anak aku, Pi, jadi aku nggak terlalu sedih buat ngelakuin itu. Perusahaan kita lebih berharga daripada anak itu."

Ardi menatap tidak percaya pada Argi. "Kenapa kamu jadi kayak gini, Gi? Bukannya kamu selalu mendu-"

"Iya, aku sering belain Ines. Tapi nggak nutup kemungkinan, ada rasa benci yang terselip di hati aku, Pi. Apalagi saat istri aku selalu histeris, begitupun juga Arka. Papi tanya sendiri sama dia," sela Argi.

"Apa yang Ayah bilang itu bener, Grandpa. Kita belain dia, kita sayang dia. Tapi kita juga benci dia, karena gara-gara dia Bunda sering histeris," sahut Arka dengan membenarkan ucapan Argi.

"Kamu denger itu, Mas. Keluarga Erick itu nggak ada yang pengen Ines ada, kita semua benci anak bajingan itu. Udahlah, Mas. Terima aja tawaran Mr Vallen, dengan begitu Si Anak Pembawa Sial bakal pergi dari rumah. Mayang nggak bakal histeris lagi, terus kita nggak perlu pura-pura nerima kehadiran dia," pungkas Kinar dengan senyum penuh kemenangan.

"Baik, aku akan menghubungi Mr Vallen, lalu menentukan tanggal baik buat pernikahan itu."

Semua orang di sana mengulas senyum penuh kebahagiaan, tetapi tidak dengan Ines. Gadis itu begitu hancur, hatinya seperti patah berkeping-keping. Ternyata apa yang Fernan katakan itu benar, mereka semua berubah baik karena memiliki maksud yang tidak baik.

Ya Allah, Ines salah apa? Kenapa selalu Ines yang nggak pernah dapat apa pun dengan tulus? Kalau mereka nggak pengenin Ines, kenapa nggak dibunuh dari bayi, batin Ines.

"Ines kira mereka bener-bener tulus, tapi ternyata bahagia itu disengaja. Bahagia Yang disengaja karena kesepakatan bersama," gumam Ines sambil membalikkan badan.

Belum sempat gadis itu melanjutkan langkahnya, tiba-tiba suara seseorang yang memanggil, membuat gadis itu menghentikan langkahnya.

"Ines?" beo seseorang.

Related chapters

  • La Tahzan, Miss Lemot   Kehadiran Yang Salah

    Arka yang merasa bosan dengan topik pembicaraan keluarga besarnya, langsung beranjak meninggalkan ruang keluarga. Dia begitu terkejut saat melihat Ines tengah bersembunyi di balik tembok ruang keluarga.Apa Ines mendengar semuanya? tanya Arka dalam hati.Arka terus memperhatikan raut wajah Ines yang menunjukkan bahwa gadis itu tengah terluka, kecewa, dan sedih. Bahkan, mata dan pipinya sudah basah oleh air. Ines langsung menghapus air matanya, lalu mengucapkan kata-kata yang membuat Arka merasa sangat bersalah."Ines kira mereka bener-bener tulus, tapi ternyata bahagia itu disengaja. Bahagia yang disengaja karena kesepakatan bersama," gumam Ines sambil membalikkan badan untuk melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.Belum sempat gadis itu melanjutkan langkahnya, tiba-tiba Arka memanggil sang adik, membuat Ines langsung menghentikan langkahnya."Ines?" panggil Arka.

    Last Updated : 2021-04-20
  • La Tahzan, Miss Lemot   Vallentino Ibrahim Cezar

    Seorang pria masuk ke dalam sebuah ruangan untuk menghadap sang bos yang tengah duduk di kursi kebesarannya. Pria dengan setelan serba hitam itu menundukkan kepala sambil berdiri di hadapan bosnya."Tuan memanggilku? Right?" tanya pria itu, membuat pria yang dipanggil tuan menatap ke arahnya dengan menampilkan wajah datar dan dinginnya."Right, aku ingin ke Indonesia hari ini," ucap pria yang dipanggil tuan."Are you sure, Sir? But, you-" Belum sempat pria itu melanjutkan ucapannya, tetapi sang bos langsung menyela."Yes, I am sure. Why?" Sang bos mengangkat sebelah alisnya."No, Sir. Okay, aku akan mempersiapkan keberangkatanmu." Sang tuan hanya menganggukkan kepala."Gercep sekali dia. Mentang-mentang akan bertemu dengan calon istrinya, pekerjaan pun ditunda. Dasar bucin," gerutu pria yang diketahui adalah tangan kanan pria yang masih duduk di kursi kebesarannya."Aku mendengarnya."Mendengar, heh? batin pria yang akan keluar dari ru

    Last Updated : 2021-04-27
  • La Tahzan, Miss Lemot   Percuma

    Vallen melangkah masuk ke dalam rumah mewah keluarga Argiantara Erick sambil menggenggam tangan Ines. Iya, setelah menemukan Ines yang bersembunyi di balik salah satu mobil, Vallen langsung membawa gadisnya ke rumah besar itu. Semua keluarga Erick sudah berkumpul di ruang keluarga, menunggu kedatangan Vallen dan Ines. Bahkan, Kinar pun sudah berada di sana. Pria itu memerintahkan Gray agar menjadi sopir di mobil Kinar, sedangkan dia mengendarai mobilnya ditemani sang gadis pujaan yang duduk di sampingnya."Mr Vallen? Selamat datang, Mr," ucap Argi dengan canggung seraya mengulurkan tangannya yang langsung dijabat oleh Vallen.Semua orang pun ikut melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Argi. Setelah itu, Argi meminta Vallen dan tangan kanan pria itu untuk duduk di sofa. Semuanya menatap kagum dengan ketampanan Vallen, walaupun wajah pria itu nampak dingin dan datar."Saya tidak menyangka,

    Last Updated : 2021-05-01
  • La Tahzan, Miss Lemot   Fitting Baju Pengantin

    Ines begitu sungkan untuk berbincang dengan Vallen perihal pernikahannya. Bukan hanya itu, bahkan untuk bertemu pun dia tidak punya nyali. Bagaimana tidak? Gadis itu terus saja mengingat perlakuan Vallen yang menciumnya secara tiba-tiba. Padahal kejadian tersebut sudah seminggu yang lalu, tetapi entah kenapa Ines merasa malu pada Vallen.Seperti halnya saat ini, Ines yang seharusnya melakukan fitting baju pengantin, malah pergi ke rumah Fernan."Lo ngapain di sini? Mau cari mati?" tanya Fernan yang terkejut saat membuka pintu utama di rumah mewahnya."Ish, Fernan. Kalau asal jangan ngomong, Ines ke sini cari Tante bukan mati." Ines mendengkus sebal mendengar pertanyaan Fernan yang frontal.Fernan mengibas-ibaskan tangannya. "Pulang lo, pulang. Bikin hidup gue dalam bahaya aja lo, sana pulang! Terus temuin pangeran lo," usir Fernan."Jahat banget sih, orang ada tamu datang kok malah diusir suruh

    Last Updated : 2021-05-17
  • La Tahzan, Miss Lemot   Pernikahan

    Ines menatap pantulan dirinya di depan cermin. Biasanya ia akan tersenyum ceria sambil mengedipkan sebelah matanya. Namun, sekarang gadis itu malah murung, tidak bersemangat."Non Ines kenapa?" tanya seseorang yang tergesa-gesa masuk ke dalam kamar Ines, setelah para tukang rias pengantin itu pergi.Gadis yang mengenakan kebaya putih itu hanya menggelengkan kepala. Iya, hari ini adalah hari di mana Ines akan menikah dengan Vallen. Pernikahan Ines dan Vallen didasari oleh kemewahan."Non kalau nggak mau menikah, bilang saja, Non," ucap Bi Iis, membuat Ines menatapnya sambil mengulas senyum tulus."Ines nggak apa-apa, Bi."Bi Iis menganggukkan kepala. "Ya sudah, kalau begitu bibi kembali ke bawah, membantu pelayan-pelayan lain."Setelah kepergian Bi Iis, hanya keheningan yang menghinggap di ruangan Ines berada. Gadis itu masih terdiam sambil menatap pantulan dirinya, tetapi tiba-t

    Last Updated : 2021-05-28
  • La Tahzan, Miss Lemot   Curiga

    "Sedang apa kau di depan pintu kamar putriku?" tanya seseorang, membuat tubuh orang itu menegang.Reandra menatap penuh intimidasi ke arah gadis yang baru saja membalikkan badan dan juga tengah menatapnya dengan tajam. Iya, pria itu adalah Reandra, ayah kandung Ines, sedangkan gadis itu Reandra tidak mengetahui namanya. Dia akan menginap di sana beberapa hari sebelum berangkat ke Singapura, tempat tinggalnya sekarang."Bukan urusan lo," jawab gadis itu dengan ketus seraya pergi meninggalkan Reandra yang berdiri dengan penuh kecurigaan.Bagaimana tidak? Reandra melihat gadis itu tengah menutup pintu kamar putrinya, lalu mengatakan hal yang membuat jiwa penasaran pria paruh baya itu berkembang. Dia harus waspada dan mencari tahu.Saat akan membalikkan badannya. Tiba-tiba ada yang memanggil namanya. "Mas Andra," panggil seseorang dengan lembut.Reandra menatap orang yang memanggilnya

    Last Updated : 2021-06-23
  • La Tahzan, Miss Lemot   Rencana Jahat

    Seorang gadis menghampiri wanita paruh baya yang tengah terduduk dengan angkuh di sebuah sofa, sambil menatap tajam ke arah gadis yang merupakan putrinya. Dia sudah mengetahui apa maksud dan tujuan sang putri datang padanya, tentu untuk meminta bantuannya.Ada apa dengan gadis itu? Kenapa dia tidak seperti dirinya? Bisa melakukan hal-hal jahat hanya seorang diri, tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Bahkan, untuk membunuh seseorang pun dia mampu walau hanya sendiri."Mama, aku butuh bantuan Mama."Wanita paruh baya itu memutar bola matanya malas. "Kau itu bodoh sekali. Mengerjakan hal seperti itu saja tidak becus, kalau kau meminta bantuanku, maka Mr X akan mencurigai kita.""Lalu aku harus bagaimana, Ma?" tanya gadis itu."Dasar bodoh! Pakai otakmu! Aku melahirkanmu supaya kau bisa membantuku untuk balas dendam pada Mayang, dan merebut apa yang seharusnya menjadi milik kita!" Bukannya men

    Last Updated : 2021-07-04
  • La Tahzan, Miss Lemot   Rencana Jahat

    Seorang gadis menghampiri wanita paruh baya yang tengah terduduk dengan angkuh di sebuah sofa, sambil menatap tajam ke arah gadis yang merupakan putrinya. Dia sudah mengetahui apa maksud dan tujuan sang putri datang padanya, tentu untuk meminta bantuannya.Ada apa dengan gadis itu? Kenapa dia tidak seperti dirinya? Bisa melakukan hal-hal jahat hanya seorang diri, tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Bahkan, untuk membunuh seseorang pun dia mampu walau hanya sendiri."Mama, aku butuh bantuan Mama."Wanita paruh baya itu memutar bola matanya malas. "Kau itu bodoh sekali. Mengerjakan hal seperti itu saja tidak becus, kalau kau meminta bantuanku, maka Mr X akan mencurigai kita.""Lalu aku harus bagaimana, Ma?" tanya gadis itu."Dasar bodoh! Pakai otakmu! Aku melahirkanmu supaya kau bisa membantuku untuk balas dendam pada Mayang, dan merebut apa yang seharusnya menjadi milik kita!" Bukannya men

    Last Updated : 2021-07-04

Latest chapter

  • La Tahzan, Miss Lemot   Terusir

    Vallen dan Ines turun ke lantai bawah dan menuju ke ruang makan. Mereka akan ikut sarapan bersama dengan keluarga Erick. Tidak hanya keduanya, tetapi papa Ines juga berada di sana.Vallen mengernyitkan dahinya ketika Ines tiba-tiba saja berhenti. Saat gadis itu akan memutar balik badannya, sang suami langsung menggenggam tangannya. Ines menatap penuh protes ke arah Vallen, tetapi pria itu tidak mendengarkan. Dia terus saja menarik Ines agar mengikutinya ke meja makan.Vallen meminta Ines untuk duduk di sampingnya dan gadis itu menurut. Namun, tiba-tiba saja Nela datang, dia meminta Ines untuk pindah tempat duduk karena itu adalah kursi yang biasa Nela tempati ketika tengah ikut makan bersama keluar Argiantara Erick."Ines? Kamu kenapa duduk di sini? Ini tempat aku, Nes. Aku biasanya duduk di sini, kalau makan di rumah Tante Mayang," ujar Nela seakan mengingatkan Ines."Bisa duduk di kursi yang lain bukan?" Bukan, bukan Ines yang menjawab melainkan Vallen.

  • La Tahzan, Miss Lemot   Rencana Jahat

    Seorang gadis menghampiri wanita paruh baya yang tengah terduduk dengan angkuh di sebuah sofa, sambil menatap tajam ke arah gadis yang merupakan putrinya. Dia sudah mengetahui apa maksud dan tujuan sang putri datang padanya, tentu untuk meminta bantuannya.Ada apa dengan gadis itu? Kenapa dia tidak seperti dirinya? Bisa melakukan hal-hal jahat hanya seorang diri, tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Bahkan, untuk membunuh seseorang pun dia mampu walau hanya sendiri."Mama, aku butuh bantuan Mama."Wanita paruh baya itu memutar bola matanya malas. "Kau itu bodoh sekali. Mengerjakan hal seperti itu saja tidak becus, kalau kau meminta bantuanku, maka Mr X akan mencurigai kita.""Lalu aku harus bagaimana, Ma?" tanya gadis itu."Dasar bodoh! Pakai otakmu! Aku melahirkanmu supaya kau bisa membantuku untuk balas dendam pada Mayang, dan merebut apa yang seharusnya menjadi milik kita!" Bukannya men

  • La Tahzan, Miss Lemot   Rencana Jahat

    Seorang gadis menghampiri wanita paruh baya yang tengah terduduk dengan angkuh di sebuah sofa, sambil menatap tajam ke arah gadis yang merupakan putrinya. Dia sudah mengetahui apa maksud dan tujuan sang putri datang padanya, tentu untuk meminta bantuannya.Ada apa dengan gadis itu? Kenapa dia tidak seperti dirinya? Bisa melakukan hal-hal jahat hanya seorang diri, tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Bahkan, untuk membunuh seseorang pun dia mampu walau hanya sendiri."Mama, aku butuh bantuan Mama."Wanita paruh baya itu memutar bola matanya malas. "Kau itu bodoh sekali. Mengerjakan hal seperti itu saja tidak becus, kalau kau meminta bantuanku, maka Mr X akan mencurigai kita.""Lalu aku harus bagaimana, Ma?" tanya gadis itu."Dasar bodoh! Pakai otakmu! Aku melahirkanmu supaya kau bisa membantuku untuk balas dendam pada Mayang, dan merebut apa yang seharusnya menjadi milik kita!" Bukannya men

  • La Tahzan, Miss Lemot   Curiga

    "Sedang apa kau di depan pintu kamar putriku?" tanya seseorang, membuat tubuh orang itu menegang.Reandra menatap penuh intimidasi ke arah gadis yang baru saja membalikkan badan dan juga tengah menatapnya dengan tajam. Iya, pria itu adalah Reandra, ayah kandung Ines, sedangkan gadis itu Reandra tidak mengetahui namanya. Dia akan menginap di sana beberapa hari sebelum berangkat ke Singapura, tempat tinggalnya sekarang."Bukan urusan lo," jawab gadis itu dengan ketus seraya pergi meninggalkan Reandra yang berdiri dengan penuh kecurigaan.Bagaimana tidak? Reandra melihat gadis itu tengah menutup pintu kamar putrinya, lalu mengatakan hal yang membuat jiwa penasaran pria paruh baya itu berkembang. Dia harus waspada dan mencari tahu.Saat akan membalikkan badannya. Tiba-tiba ada yang memanggil namanya. "Mas Andra," panggil seseorang dengan lembut.Reandra menatap orang yang memanggilnya

  • La Tahzan, Miss Lemot   Pernikahan

    Ines menatap pantulan dirinya di depan cermin. Biasanya ia akan tersenyum ceria sambil mengedipkan sebelah matanya. Namun, sekarang gadis itu malah murung, tidak bersemangat."Non Ines kenapa?" tanya seseorang yang tergesa-gesa masuk ke dalam kamar Ines, setelah para tukang rias pengantin itu pergi.Gadis yang mengenakan kebaya putih itu hanya menggelengkan kepala. Iya, hari ini adalah hari di mana Ines akan menikah dengan Vallen. Pernikahan Ines dan Vallen didasari oleh kemewahan."Non kalau nggak mau menikah, bilang saja, Non," ucap Bi Iis, membuat Ines menatapnya sambil mengulas senyum tulus."Ines nggak apa-apa, Bi."Bi Iis menganggukkan kepala. "Ya sudah, kalau begitu bibi kembali ke bawah, membantu pelayan-pelayan lain."Setelah kepergian Bi Iis, hanya keheningan yang menghinggap di ruangan Ines berada. Gadis itu masih terdiam sambil menatap pantulan dirinya, tetapi tiba-t

  • La Tahzan, Miss Lemot   Fitting Baju Pengantin

    Ines begitu sungkan untuk berbincang dengan Vallen perihal pernikahannya. Bukan hanya itu, bahkan untuk bertemu pun dia tidak punya nyali. Bagaimana tidak? Gadis itu terus saja mengingat perlakuan Vallen yang menciumnya secara tiba-tiba. Padahal kejadian tersebut sudah seminggu yang lalu, tetapi entah kenapa Ines merasa malu pada Vallen.Seperti halnya saat ini, Ines yang seharusnya melakukan fitting baju pengantin, malah pergi ke rumah Fernan."Lo ngapain di sini? Mau cari mati?" tanya Fernan yang terkejut saat membuka pintu utama di rumah mewahnya."Ish, Fernan. Kalau asal jangan ngomong, Ines ke sini cari Tante bukan mati." Ines mendengkus sebal mendengar pertanyaan Fernan yang frontal.Fernan mengibas-ibaskan tangannya. "Pulang lo, pulang. Bikin hidup gue dalam bahaya aja lo, sana pulang! Terus temuin pangeran lo," usir Fernan."Jahat banget sih, orang ada tamu datang kok malah diusir suruh

  • La Tahzan, Miss Lemot   Percuma

    Vallen melangkah masuk ke dalam rumah mewah keluarga Argiantara Erick sambil menggenggam tangan Ines. Iya, setelah menemukan Ines yang bersembunyi di balik salah satu mobil, Vallen langsung membawa gadisnya ke rumah besar itu. Semua keluarga Erick sudah berkumpul di ruang keluarga, menunggu kedatangan Vallen dan Ines. Bahkan, Kinar pun sudah berada di sana. Pria itu memerintahkan Gray agar menjadi sopir di mobil Kinar, sedangkan dia mengendarai mobilnya ditemani sang gadis pujaan yang duduk di sampingnya."Mr Vallen? Selamat datang, Mr," ucap Argi dengan canggung seraya mengulurkan tangannya yang langsung dijabat oleh Vallen.Semua orang pun ikut melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Argi. Setelah itu, Argi meminta Vallen dan tangan kanan pria itu untuk duduk di sofa. Semuanya menatap kagum dengan ketampanan Vallen, walaupun wajah pria itu nampak dingin dan datar."Saya tidak menyangka,

  • La Tahzan, Miss Lemot   Vallentino Ibrahim Cezar

    Seorang pria masuk ke dalam sebuah ruangan untuk menghadap sang bos yang tengah duduk di kursi kebesarannya. Pria dengan setelan serba hitam itu menundukkan kepala sambil berdiri di hadapan bosnya."Tuan memanggilku? Right?" tanya pria itu, membuat pria yang dipanggil tuan menatap ke arahnya dengan menampilkan wajah datar dan dinginnya."Right, aku ingin ke Indonesia hari ini," ucap pria yang dipanggil tuan."Are you sure, Sir? But, you-" Belum sempat pria itu melanjutkan ucapannya, tetapi sang bos langsung menyela."Yes, I am sure. Why?" Sang bos mengangkat sebelah alisnya."No, Sir. Okay, aku akan mempersiapkan keberangkatanmu." Sang tuan hanya menganggukkan kepala."Gercep sekali dia. Mentang-mentang akan bertemu dengan calon istrinya, pekerjaan pun ditunda. Dasar bucin," gerutu pria yang diketahui adalah tangan kanan pria yang masih duduk di kursi kebesarannya."Aku mendengarnya."Mendengar, heh? batin pria yang akan keluar dari ru

  • La Tahzan, Miss Lemot   Kehadiran Yang Salah

    Arka yang merasa bosan dengan topik pembicaraan keluarga besarnya, langsung beranjak meninggalkan ruang keluarga. Dia begitu terkejut saat melihat Ines tengah bersembunyi di balik tembok ruang keluarga.Apa Ines mendengar semuanya? tanya Arka dalam hati.Arka terus memperhatikan raut wajah Ines yang menunjukkan bahwa gadis itu tengah terluka, kecewa, dan sedih. Bahkan, mata dan pipinya sudah basah oleh air. Ines langsung menghapus air matanya, lalu mengucapkan kata-kata yang membuat Arka merasa sangat bersalah."Ines kira mereka bener-bener tulus, tapi ternyata bahagia itu disengaja. Bahagia yang disengaja karena kesepakatan bersama," gumam Ines sambil membalikkan badan untuk melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.Belum sempat gadis itu melanjutkan langkahnya, tiba-tiba Arka memanggil sang adik, membuat Ines langsung menghentikan langkahnya."Ines?" panggil Arka.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status