Share

Sadar Diri

Penulis: Hidsa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-13 05:33:15

"Ines," panggil seseorang yang baru saja membuka pintu kamar gadis itu tanpa mengetuknya.

Gadis itu mengalihkan pandangannya. "Abang? Udah pulang? Kok Cepet banget, sih," tanya Ines dengan bertubi-tubi.

"Udah kok. Emang mau nginep di sana apa?"

"Ya kirain, Bang."

Arka bergidik ngeri. "Nggak, ah. Di sana banyak setan."

Ines mengerutkan dahi dengan bingung. "Hah? Setan? Sejak kapan di rumah mewah banyak setannya, Bang? Baru tahu Ines tuh. Ada hantu apa aja Bang di sana?" tanya Ines dengan penasaran.

Arka menatap Ines dengan raut serius sambil menahan tawanya. "Di sana ada Tante Miskey, Poci, Dedek tuyul, dan Mr black. Abang mau minta Sara Wijayanto buat menelusuri, sekaligus ngusir mereka juga kalo bisa," jawab Arka dengan asal.

Ines menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Itu Mr Black siapa, Bang? Kalau keduanya aku tahu, itu panggilan sayang dari Sara Wijayanto and the geng, terus Dedek tuyul aku kenal kok."

Arka mengembuskan napasnya. Niat untuk bergurau, malah hancur oleh kelemotan sang adik. Benar-benar tidak asyik, membuat mood anjlok.

"Ya Allah, Nes. Mr Black, itu gendoruwo." Arka berdecak sebal.

Ines manggut-manggut. "Oh saudara kembar Abang ternyata, Ines kira pemain film box office."

Arka menjitak kepala Ines dengan gemas. Berbicara atau bergurau dengan adiknya ini memang benar-benar menguras kesabaran, bawaannya langsung emosi saja. Sudah lemot, gampang dibohongi, kalau ngomong suka asal, memang tidak berguna. Entah apa yang bundanya makan saat mengandung gadis ini? Jangan-jangan sang bunda meminum soklin lantai yang dicampur dengan wipol. Wah, bahaya.

"Lo kalau ngomong nggak disaring dulu," gerutu Arka, membuat Ines mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya.

"Disaring? Emang bisa, ya, Bang?" tanya gadis itu dengan heran.

Arka mendengkus sebal. "Capek, gue capek. Udah ayo turun ke bawah, tadi pas mau pulang ke sini gue beli makanan. Lo belum makan kan?" Ines menggelengkan kepala sambil menyengir. "Makanya ayo kita turun, makan," ajak Arka.

Ines menganggukkan kepala, lalu beranjak dari ranjang mengikuti Arka yang berjalan di depannya. Gadis itu tiba-tiba menghentikan langkahnya tanpa sepengetahuan kakaknya, karena berhenti tanpa mengeluarkan suara. Arka yang tidak menyadari akan keberadaan sang adik di belakangnya malah terus berjalan menuju ke ruang keluarga, tempat di mana sang ayah dan bunda menunggu.

Mayang yang tengah menundukkan pandangannya sambil menyandarkan kepala ke pundak Argi langsung menatap ke arah Arka. Wanita paruh baya itu mengerutkan dahi bingung. Bagaimana tidak? Bukankah dia tadi mengatakan akan menyusul Ines untuk mengajaknya makan? Lalu ke mana adiknya itu?

"Katanya mau nyusulin Ines di kamar, Bang?"

"Lah, abang emang nyusulin Ines, kata siapa mau pidato." Arka menaikkan sebelah alisnya.

Mayang dan Argi saling menatap satu sama lain. "Terus Inesnya mana?" tanya Argi.

Arka mendengkus sebal, lalu berdecak. "Ck, atuh Ines di belakang abang, Yah. Masa nggak lihat," jawab Arka tanpa menoleh ke arah belakang.

Dengan santainya Arka kembali melangkah, lalu duduk di sofa berhadapan dengan kedua orang tuanya yang hanya terhalang meja. Dia kemudian mengembuskan napasnya dengan kasar. "Nes, duduk di samping abang. Jangan takut. Emang kamu nggak pegel apa berdiri terus?" ujar Arka dengan tatapan yang fokus ke layar ponsel.

Mayang menatap geli pada putranya itu. Dia berusaha untuk tidak tertawa terlebih dulu sebelum Arka menampakkan wajah malunya.

"Duduk, Ines! Abang bilang duduk, ya, duduk!" tegas Arka dengan masih terfokus pada layar ponselnya.

Arka mendengkus sebal. Rasanya dia ingin sekali memukul kepala Ines. Pria itu sudah memintanya duduk, tetapi sang adik tak kunjung menuruti permintaannya. Apa sekarang lemotnya beralih menjadi tuli?

"Ines, abang bilang duduk ya duduk! Ngerti ngg-" Arka yang awalnya berteriak, kini langsung menghentikannya kala dia mengalihkan pandangan dari ponsel ke arah sampingnya. Ternyata tidak ada siapa pun di sana, bahkan pria itu sudah mengedarkan pandangan, tetapi tetap saja tidak ada Ines di sana.

"I-nes mana, Bun?" tanya Arka dengan linglung.

Mayang mengedikkan bahunya. "Mana bunda tahu. Kan tadi kita tanya, katanya kamu mau nyusulin Ines? Seharusnya kamu peka dong, berarti ada yang nggak beres," cerocos Mayang, membuat Arka menatap dengan bingung ke arah bundanya.

"Emang Ines nggak ada sedari tadi, Bun?" Mayang mengangguk. "Hah? Berarti dia nggak ikut turun dong?" Kini giliran Argi yang mengangguk.

"Kenapa kalian nggak bilang?! Dipikir aku ini cenayang apa?! Bunda kan tahu aku kayak dia, yang tidak pernah peka pada perasaan seseorang." Mendengar ucapan Arka, sontak membuat Argi melemparkan bantal sofa ke wajah putranya itu.

"Nggak jelas banget, sih. Pake bawa-bawa dia sama kepekaan segala," gerutu Argi.

"Terus Arka harus susul Ines lagi dong? Males, ah. Ayah aja sana," ujar Arka, tanpa menjawab gerutuan sang ayah.

"Mager."

Mayang berdecak sebal. "Ya udah, biar bunda aja." Argi dan Arka saling menatap satu sama lain sambil tersenyum penuh arti.

"Ines nggak bakalan mau, Bun. Dia tahu diri," seloroh Arka.

Mayang menatap Arka. "Bunda paksa terus seret."

"Dikira adik Arka anak kucing apa," gerutu Arka.

"Tahu, dikira anak aku kerbau apa," sahut Argi dengan kesal.

"Heh, dia itu anak aku. Bukan anak kucing atau kerbau," balas Mayang tak mau kalah.

"Cie ... anak aku," ejek Arka dan Argi, membuat Mayang mendengkus sebal seraya beranjak dari duduknya.

***

Ines masih diam di tempatnya sambil menatap punggung Arka yang menjauh tanpa menyadari keberadaan sang adik. Sepertinya pria itu sedang fokus, entah pada apa. Gadis itu mengembuskan napas kasar, lalu berbalik badan kembali masuk ke dalam kamarnya.

"Huh, Ines-ines. Untung inget, coba kalau nggak? Bisa bahaya, nanti kena bentak sama Ayah dan Bang Arsya lagi," gumam gadis itu pada dirinya sendiri.

"Bunda kapan, sih, sayangnya sama Ines. Padahal kan Ines baik, cantik, pinter, rajin menabung, dan sabar, tapi Bunda benci banget sama Ines. Setiap lihat Ines, pasti kambuh. Ya walaupun kadang-kadang, tapi kan tetap aja nggak baik. Nggak baik buat Ines, soalnya suka dimarahin Ayah atau Abang." Ines berbicara sendiri sambil cengengesan tidak jelas. Mungkin jika melakukannya di pinggir jalan raya atau tempat ramai, gadis itu bisa diangkut oleh ambulance rumah sakit jiwa karena dianggap gila.

"Ines belum mandi," ucapnya sambil menepuk jidatnya.

Gadis itu langsung berlari ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang sudah lengket. Beberapa menit kemudian, ia langsung ke walk in closet untuk mengenakan pakaian. Di saat akan merapikan rambutnya, tiba-tiba perut gadis itu berbunyi.

"Yah, perut nggak bisa diajak kompromi, nih. Masa laper di saat yang tidak tepat. Mana Ines lagi diet, diet uang maksudnya. Aduh, berat nih dalam memilih, antara diet atau makan? Kalau makan, dietnya nggak jadi dong? Nanti kantong Ines kekuras semua? Tapi kalau diet, Ines laper. Ya udah, makan aja," gumam Ines.

Gadis itu akan mengambil uang dia dompetnya. Di dalam dompet tersebut, terdapat lima lembar uang lima puluh ribuan. Itu adalah uang hasil jerih payahnya, setiap dua minggu sekali gadis itu akan mendapatkan gaji dari restoran tempatnya bekerja. Gajinya memang tidak seberapa, hanya sebanyak empat ratus ribu. Bagi orang lain, uang itu mungkin sedikit, tetapi bagi Ines itu lebih dari cukup. Dia bisa menabung sedikit dan menyisakan untuk kebutuhan sehari-hari juga.

"Eh, kenapa Ines ambil uang? Kan tadi Ines bawa makanan sisa dari restoran. Makan itu aja, deh," ucap Ines, lalu berjalan mendekati nakas. Di atasnya terdapat sebuah plastik yang berisi satu box makanan.

Gadis itu duduk di lantai sambil menikmati makanan yang tersaji di meja sofa. Baru tiga suap makan, tiba-tiba kemunculan seseorang membuatnya langsung menghentikan acara makannya. Ines menundukkan kepala, tetapi sebelum itu dia menenggak air di dalam gelar terlebih dulu hingga tandas.

"Maaf, Bun. Ines tadi lapar banget karena dari pagi cuma makan roti, jadi Ines makan makanan yang ada." Ines meremas kuat rok yang dikenakannya.

"Siapa yang nyuruh kamu makan?" tanya Mayang dengan sinis.

Ines menggelengkan kepala. "Nggak ada, Bun. Tapi Ines beneran lapar, maaf," jawab Ines dengan lirih.

"Itu bukannya makanan enak dan mahal? Kamu dapet dari mana? Apa jangan-jangan kamu maling?" tuduh Mayang.

"Nggak, Bun. Ini dapet dari restoran tempat Ines kerja, Bun. Atasannya nyuruh masing-masing karyawan bawa makanan. Ines nggak maling, Bun, mana berani begitu."

Mayang mengerutkan dahi bingung. "Kamu kerja?" Ines mengangguk. "Di restoran?" Lagi, Ines kembali mengangguk.

"Udah berapa lama? Terus buat apa kamu kerja?"

"Udah dua minggu, Bun. Ya, buat kebutuhan Ines sehari-hari," sahut Ines sambil tersenyum tidak enak. "Ines butuh uang, Bun, buat beli stok makanan. Kayak roti gituh. Soalnya udah dua minggu ini, Bi Iis nggak pernah ngasih-ngasih roti buat ganjalan perut. Terpaksa deh Ines kerja sampingan."

"Kenapa kamu nggak beli? Kenapa harus nunggu dikasih Bi Iis? Kayak pengemis kamu tuh, cocok sih sama kamu," seloroh Mayang dengan senyum mengejek.

"Belinya pakai apa, Bun? Ines mana punya uang buat belinya, kan Ines nggak pernah dikasih uang saku, walaupun cuma seribu," sahut Ines sambil tersenyum tulus. "Eh, nggak-nggak. Bi Iis selalu kasih uang tiap hari, Bun, seribu tapi. Katanya uang sisa belanja. Nah, itu selalu Ines kumpulin. Intinya setiap dua sampe tiga hari sekali, baru Ines beliin roti, dapetlah roti harga segitu," lanjut gadis itu sambil terkekeh pelan.

Mayang sedikit tersentuh mendengar ucapan Ines. "Bawa makannya ke ruang keluarga, Ayah sama Abang nunggu kamu buat makan bareng," ucap Mayang seraya berjalan meninggalkan Ines yang malah mematung di tempatnya.

Ines membelalakkan matanya. "Apa?!" pekiknya.

Bab terkait

  • La Tahzan, Miss Lemot   Bahagia Yang Disengaja

    Fernan menatap penuh keheranan pada gadis di hadapannya. Bagaimana tidak? Dua minggu kemarin, gadis itu terus diam terkadang melamun. Sekarang, tidak-tidak bukan sekarang, tetapi lebih tepatnya seminggu ini, dia terus mengulas senyum dan terlihat bahagia. Ada apa dengannya?"Lo kenapa, sih? Gue jadi segan deket-deket lo, Nes." Fernan bergidik ngeri.Ines menatap Fernan dengan kerutan di dahinya. "Kok segan sih? Emangnya gue kenapa diseganin? Kek juragan aja disegani," ucap Ines sambil terkekeh pelan.Fernan berdecak sebal. "Iya, segan. Segan karena ngeri. Kemaren-kemaren diemin gue, kadang juga ngelamun. Sekarang, senyum-senyum kayak orgil," sahut Fernan."Ish, Fernan mah nggak tahu orang lagi bahagia. Emang Ines harus sedih terus apa?" balas Ines dengan mengulas senyum tanpa beban.Fernan menaikkan sebelah alisnya. "Lo bahagia kenapa, sih? Gue penasaran tahu. Lo kan udah janji sama gue, kalau

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-15
  • La Tahzan, Miss Lemot   Kehadiran Yang Salah

    Arka yang merasa bosan dengan topik pembicaraan keluarga besarnya, langsung beranjak meninggalkan ruang keluarga. Dia begitu terkejut saat melihat Ines tengah bersembunyi di balik tembok ruang keluarga.Apa Ines mendengar semuanya? tanya Arka dalam hati.Arka terus memperhatikan raut wajah Ines yang menunjukkan bahwa gadis itu tengah terluka, kecewa, dan sedih. Bahkan, mata dan pipinya sudah basah oleh air. Ines langsung menghapus air matanya, lalu mengucapkan kata-kata yang membuat Arka merasa sangat bersalah."Ines kira mereka bener-bener tulus, tapi ternyata bahagia itu disengaja. Bahagia yang disengaja karena kesepakatan bersama," gumam Ines sambil membalikkan badan untuk melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.Belum sempat gadis itu melanjutkan langkahnya, tiba-tiba Arka memanggil sang adik, membuat Ines langsung menghentikan langkahnya."Ines?" panggil Arka.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20
  • La Tahzan, Miss Lemot   Vallentino Ibrahim Cezar

    Seorang pria masuk ke dalam sebuah ruangan untuk menghadap sang bos yang tengah duduk di kursi kebesarannya. Pria dengan setelan serba hitam itu menundukkan kepala sambil berdiri di hadapan bosnya."Tuan memanggilku? Right?" tanya pria itu, membuat pria yang dipanggil tuan menatap ke arahnya dengan menampilkan wajah datar dan dinginnya."Right, aku ingin ke Indonesia hari ini," ucap pria yang dipanggil tuan."Are you sure, Sir? But, you-" Belum sempat pria itu melanjutkan ucapannya, tetapi sang bos langsung menyela."Yes, I am sure. Why?" Sang bos mengangkat sebelah alisnya."No, Sir. Okay, aku akan mempersiapkan keberangkatanmu." Sang tuan hanya menganggukkan kepala."Gercep sekali dia. Mentang-mentang akan bertemu dengan calon istrinya, pekerjaan pun ditunda. Dasar bucin," gerutu pria yang diketahui adalah tangan kanan pria yang masih duduk di kursi kebesarannya."Aku mendengarnya."Mendengar, heh? batin pria yang akan keluar dari ru

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-27
  • La Tahzan, Miss Lemot   Percuma

    Vallen melangkah masuk ke dalam rumah mewah keluarga Argiantara Erick sambil menggenggam tangan Ines. Iya, setelah menemukan Ines yang bersembunyi di balik salah satu mobil, Vallen langsung membawa gadisnya ke rumah besar itu. Semua keluarga Erick sudah berkumpul di ruang keluarga, menunggu kedatangan Vallen dan Ines. Bahkan, Kinar pun sudah berada di sana. Pria itu memerintahkan Gray agar menjadi sopir di mobil Kinar, sedangkan dia mengendarai mobilnya ditemani sang gadis pujaan yang duduk di sampingnya."Mr Vallen? Selamat datang, Mr," ucap Argi dengan canggung seraya mengulurkan tangannya yang langsung dijabat oleh Vallen.Semua orang pun ikut melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Argi. Setelah itu, Argi meminta Vallen dan tangan kanan pria itu untuk duduk di sofa. Semuanya menatap kagum dengan ketampanan Vallen, walaupun wajah pria itu nampak dingin dan datar."Saya tidak menyangka,

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-01
  • La Tahzan, Miss Lemot   Fitting Baju Pengantin

    Ines begitu sungkan untuk berbincang dengan Vallen perihal pernikahannya. Bukan hanya itu, bahkan untuk bertemu pun dia tidak punya nyali. Bagaimana tidak? Gadis itu terus saja mengingat perlakuan Vallen yang menciumnya secara tiba-tiba. Padahal kejadian tersebut sudah seminggu yang lalu, tetapi entah kenapa Ines merasa malu pada Vallen.Seperti halnya saat ini, Ines yang seharusnya melakukan fitting baju pengantin, malah pergi ke rumah Fernan."Lo ngapain di sini? Mau cari mati?" tanya Fernan yang terkejut saat membuka pintu utama di rumah mewahnya."Ish, Fernan. Kalau asal jangan ngomong, Ines ke sini cari Tante bukan mati." Ines mendengkus sebal mendengar pertanyaan Fernan yang frontal.Fernan mengibas-ibaskan tangannya. "Pulang lo, pulang. Bikin hidup gue dalam bahaya aja lo, sana pulang! Terus temuin pangeran lo," usir Fernan."Jahat banget sih, orang ada tamu datang kok malah diusir suruh

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-17
  • La Tahzan, Miss Lemot   Pernikahan

    Ines menatap pantulan dirinya di depan cermin. Biasanya ia akan tersenyum ceria sambil mengedipkan sebelah matanya. Namun, sekarang gadis itu malah murung, tidak bersemangat."Non Ines kenapa?" tanya seseorang yang tergesa-gesa masuk ke dalam kamar Ines, setelah para tukang rias pengantin itu pergi.Gadis yang mengenakan kebaya putih itu hanya menggelengkan kepala. Iya, hari ini adalah hari di mana Ines akan menikah dengan Vallen. Pernikahan Ines dan Vallen didasari oleh kemewahan."Non kalau nggak mau menikah, bilang saja, Non," ucap Bi Iis, membuat Ines menatapnya sambil mengulas senyum tulus."Ines nggak apa-apa, Bi."Bi Iis menganggukkan kepala. "Ya sudah, kalau begitu bibi kembali ke bawah, membantu pelayan-pelayan lain."Setelah kepergian Bi Iis, hanya keheningan yang menghinggap di ruangan Ines berada. Gadis itu masih terdiam sambil menatap pantulan dirinya, tetapi tiba-t

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-28
  • La Tahzan, Miss Lemot   Curiga

    "Sedang apa kau di depan pintu kamar putriku?" tanya seseorang, membuat tubuh orang itu menegang.Reandra menatap penuh intimidasi ke arah gadis yang baru saja membalikkan badan dan juga tengah menatapnya dengan tajam. Iya, pria itu adalah Reandra, ayah kandung Ines, sedangkan gadis itu Reandra tidak mengetahui namanya. Dia akan menginap di sana beberapa hari sebelum berangkat ke Singapura, tempat tinggalnya sekarang."Bukan urusan lo," jawab gadis itu dengan ketus seraya pergi meninggalkan Reandra yang berdiri dengan penuh kecurigaan.Bagaimana tidak? Reandra melihat gadis itu tengah menutup pintu kamar putrinya, lalu mengatakan hal yang membuat jiwa penasaran pria paruh baya itu berkembang. Dia harus waspada dan mencari tahu.Saat akan membalikkan badannya. Tiba-tiba ada yang memanggil namanya. "Mas Andra," panggil seseorang dengan lembut.Reandra menatap orang yang memanggilnya

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-23
  • La Tahzan, Miss Lemot   Rencana Jahat

    Seorang gadis menghampiri wanita paruh baya yang tengah terduduk dengan angkuh di sebuah sofa, sambil menatap tajam ke arah gadis yang merupakan putrinya. Dia sudah mengetahui apa maksud dan tujuan sang putri datang padanya, tentu untuk meminta bantuannya.Ada apa dengan gadis itu? Kenapa dia tidak seperti dirinya? Bisa melakukan hal-hal jahat hanya seorang diri, tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Bahkan, untuk membunuh seseorang pun dia mampu walau hanya sendiri."Mama, aku butuh bantuan Mama."Wanita paruh baya itu memutar bola matanya malas. "Kau itu bodoh sekali. Mengerjakan hal seperti itu saja tidak becus, kalau kau meminta bantuanku, maka Mr X akan mencurigai kita.""Lalu aku harus bagaimana, Ma?" tanya gadis itu."Dasar bodoh! Pakai otakmu! Aku melahirkanmu supaya kau bisa membantuku untuk balas dendam pada Mayang, dan merebut apa yang seharusnya menjadi milik kita!" Bukannya men

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-04

Bab terbaru

  • La Tahzan, Miss Lemot   Terusir

    Vallen dan Ines turun ke lantai bawah dan menuju ke ruang makan. Mereka akan ikut sarapan bersama dengan keluarga Erick. Tidak hanya keduanya, tetapi papa Ines juga berada di sana.Vallen mengernyitkan dahinya ketika Ines tiba-tiba saja berhenti. Saat gadis itu akan memutar balik badannya, sang suami langsung menggenggam tangannya. Ines menatap penuh protes ke arah Vallen, tetapi pria itu tidak mendengarkan. Dia terus saja menarik Ines agar mengikutinya ke meja makan.Vallen meminta Ines untuk duduk di sampingnya dan gadis itu menurut. Namun, tiba-tiba saja Nela datang, dia meminta Ines untuk pindah tempat duduk karena itu adalah kursi yang biasa Nela tempati ketika tengah ikut makan bersama keluar Argiantara Erick."Ines? Kamu kenapa duduk di sini? Ini tempat aku, Nes. Aku biasanya duduk di sini, kalau makan di rumah Tante Mayang," ujar Nela seakan mengingatkan Ines."Bisa duduk di kursi yang lain bukan?" Bukan, bukan Ines yang menjawab melainkan Vallen.

  • La Tahzan, Miss Lemot   Rencana Jahat

    Seorang gadis menghampiri wanita paruh baya yang tengah terduduk dengan angkuh di sebuah sofa, sambil menatap tajam ke arah gadis yang merupakan putrinya. Dia sudah mengetahui apa maksud dan tujuan sang putri datang padanya, tentu untuk meminta bantuannya.Ada apa dengan gadis itu? Kenapa dia tidak seperti dirinya? Bisa melakukan hal-hal jahat hanya seorang diri, tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Bahkan, untuk membunuh seseorang pun dia mampu walau hanya sendiri."Mama, aku butuh bantuan Mama."Wanita paruh baya itu memutar bola matanya malas. "Kau itu bodoh sekali. Mengerjakan hal seperti itu saja tidak becus, kalau kau meminta bantuanku, maka Mr X akan mencurigai kita.""Lalu aku harus bagaimana, Ma?" tanya gadis itu."Dasar bodoh! Pakai otakmu! Aku melahirkanmu supaya kau bisa membantuku untuk balas dendam pada Mayang, dan merebut apa yang seharusnya menjadi milik kita!" Bukannya men

  • La Tahzan, Miss Lemot   Rencana Jahat

    Seorang gadis menghampiri wanita paruh baya yang tengah terduduk dengan angkuh di sebuah sofa, sambil menatap tajam ke arah gadis yang merupakan putrinya. Dia sudah mengetahui apa maksud dan tujuan sang putri datang padanya, tentu untuk meminta bantuannya.Ada apa dengan gadis itu? Kenapa dia tidak seperti dirinya? Bisa melakukan hal-hal jahat hanya seorang diri, tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Bahkan, untuk membunuh seseorang pun dia mampu walau hanya sendiri."Mama, aku butuh bantuan Mama."Wanita paruh baya itu memutar bola matanya malas. "Kau itu bodoh sekali. Mengerjakan hal seperti itu saja tidak becus, kalau kau meminta bantuanku, maka Mr X akan mencurigai kita.""Lalu aku harus bagaimana, Ma?" tanya gadis itu."Dasar bodoh! Pakai otakmu! Aku melahirkanmu supaya kau bisa membantuku untuk balas dendam pada Mayang, dan merebut apa yang seharusnya menjadi milik kita!" Bukannya men

  • La Tahzan, Miss Lemot   Curiga

    "Sedang apa kau di depan pintu kamar putriku?" tanya seseorang, membuat tubuh orang itu menegang.Reandra menatap penuh intimidasi ke arah gadis yang baru saja membalikkan badan dan juga tengah menatapnya dengan tajam. Iya, pria itu adalah Reandra, ayah kandung Ines, sedangkan gadis itu Reandra tidak mengetahui namanya. Dia akan menginap di sana beberapa hari sebelum berangkat ke Singapura, tempat tinggalnya sekarang."Bukan urusan lo," jawab gadis itu dengan ketus seraya pergi meninggalkan Reandra yang berdiri dengan penuh kecurigaan.Bagaimana tidak? Reandra melihat gadis itu tengah menutup pintu kamar putrinya, lalu mengatakan hal yang membuat jiwa penasaran pria paruh baya itu berkembang. Dia harus waspada dan mencari tahu.Saat akan membalikkan badannya. Tiba-tiba ada yang memanggil namanya. "Mas Andra," panggil seseorang dengan lembut.Reandra menatap orang yang memanggilnya

  • La Tahzan, Miss Lemot   Pernikahan

    Ines menatap pantulan dirinya di depan cermin. Biasanya ia akan tersenyum ceria sambil mengedipkan sebelah matanya. Namun, sekarang gadis itu malah murung, tidak bersemangat."Non Ines kenapa?" tanya seseorang yang tergesa-gesa masuk ke dalam kamar Ines, setelah para tukang rias pengantin itu pergi.Gadis yang mengenakan kebaya putih itu hanya menggelengkan kepala. Iya, hari ini adalah hari di mana Ines akan menikah dengan Vallen. Pernikahan Ines dan Vallen didasari oleh kemewahan."Non kalau nggak mau menikah, bilang saja, Non," ucap Bi Iis, membuat Ines menatapnya sambil mengulas senyum tulus."Ines nggak apa-apa, Bi."Bi Iis menganggukkan kepala. "Ya sudah, kalau begitu bibi kembali ke bawah, membantu pelayan-pelayan lain."Setelah kepergian Bi Iis, hanya keheningan yang menghinggap di ruangan Ines berada. Gadis itu masih terdiam sambil menatap pantulan dirinya, tetapi tiba-t

  • La Tahzan, Miss Lemot   Fitting Baju Pengantin

    Ines begitu sungkan untuk berbincang dengan Vallen perihal pernikahannya. Bukan hanya itu, bahkan untuk bertemu pun dia tidak punya nyali. Bagaimana tidak? Gadis itu terus saja mengingat perlakuan Vallen yang menciumnya secara tiba-tiba. Padahal kejadian tersebut sudah seminggu yang lalu, tetapi entah kenapa Ines merasa malu pada Vallen.Seperti halnya saat ini, Ines yang seharusnya melakukan fitting baju pengantin, malah pergi ke rumah Fernan."Lo ngapain di sini? Mau cari mati?" tanya Fernan yang terkejut saat membuka pintu utama di rumah mewahnya."Ish, Fernan. Kalau asal jangan ngomong, Ines ke sini cari Tante bukan mati." Ines mendengkus sebal mendengar pertanyaan Fernan yang frontal.Fernan mengibas-ibaskan tangannya. "Pulang lo, pulang. Bikin hidup gue dalam bahaya aja lo, sana pulang! Terus temuin pangeran lo," usir Fernan."Jahat banget sih, orang ada tamu datang kok malah diusir suruh

  • La Tahzan, Miss Lemot   Percuma

    Vallen melangkah masuk ke dalam rumah mewah keluarga Argiantara Erick sambil menggenggam tangan Ines. Iya, setelah menemukan Ines yang bersembunyi di balik salah satu mobil, Vallen langsung membawa gadisnya ke rumah besar itu. Semua keluarga Erick sudah berkumpul di ruang keluarga, menunggu kedatangan Vallen dan Ines. Bahkan, Kinar pun sudah berada di sana. Pria itu memerintahkan Gray agar menjadi sopir di mobil Kinar, sedangkan dia mengendarai mobilnya ditemani sang gadis pujaan yang duduk di sampingnya."Mr Vallen? Selamat datang, Mr," ucap Argi dengan canggung seraya mengulurkan tangannya yang langsung dijabat oleh Vallen.Semua orang pun ikut melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Argi. Setelah itu, Argi meminta Vallen dan tangan kanan pria itu untuk duduk di sofa. Semuanya menatap kagum dengan ketampanan Vallen, walaupun wajah pria itu nampak dingin dan datar."Saya tidak menyangka,

  • La Tahzan, Miss Lemot   Vallentino Ibrahim Cezar

    Seorang pria masuk ke dalam sebuah ruangan untuk menghadap sang bos yang tengah duduk di kursi kebesarannya. Pria dengan setelan serba hitam itu menundukkan kepala sambil berdiri di hadapan bosnya."Tuan memanggilku? Right?" tanya pria itu, membuat pria yang dipanggil tuan menatap ke arahnya dengan menampilkan wajah datar dan dinginnya."Right, aku ingin ke Indonesia hari ini," ucap pria yang dipanggil tuan."Are you sure, Sir? But, you-" Belum sempat pria itu melanjutkan ucapannya, tetapi sang bos langsung menyela."Yes, I am sure. Why?" Sang bos mengangkat sebelah alisnya."No, Sir. Okay, aku akan mempersiapkan keberangkatanmu." Sang tuan hanya menganggukkan kepala."Gercep sekali dia. Mentang-mentang akan bertemu dengan calon istrinya, pekerjaan pun ditunda. Dasar bucin," gerutu pria yang diketahui adalah tangan kanan pria yang masih duduk di kursi kebesarannya."Aku mendengarnya."Mendengar, heh? batin pria yang akan keluar dari ru

  • La Tahzan, Miss Lemot   Kehadiran Yang Salah

    Arka yang merasa bosan dengan topik pembicaraan keluarga besarnya, langsung beranjak meninggalkan ruang keluarga. Dia begitu terkejut saat melihat Ines tengah bersembunyi di balik tembok ruang keluarga.Apa Ines mendengar semuanya? tanya Arka dalam hati.Arka terus memperhatikan raut wajah Ines yang menunjukkan bahwa gadis itu tengah terluka, kecewa, dan sedih. Bahkan, mata dan pipinya sudah basah oleh air. Ines langsung menghapus air matanya, lalu mengucapkan kata-kata yang membuat Arka merasa sangat bersalah."Ines kira mereka bener-bener tulus, tapi ternyata bahagia itu disengaja. Bahagia yang disengaja karena kesepakatan bersama," gumam Ines sambil membalikkan badan untuk melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.Belum sempat gadis itu melanjutkan langkahnya, tiba-tiba Arka memanggil sang adik, membuat Ines langsung menghentikan langkahnya."Ines?" panggil Arka.

DMCA.com Protection Status