Share

MARKO

Author: Kumara
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kulitnya yang sawo matang terlihat sehat, hidungnya mancung dengan mata besar yang berbinar. Untuk ukuran pemuda berusia dua puluh tiga tahun, tubuhnya terbilang cukup tinggi, Biola hanya selehernya saja.

Semua pendapat yang dominan memuji itu terus mengisi kepala Biola sejak pertama kali dia bertemu mata dengan Marko, Asisten Kepala Toko Buku yang baru.

***

"Hari ini ada suplai baru dari pusat, tolong di-cek ya apa semuanya udah benar," perintah Biola berusaha terlihat biasa saja.

Alih-alih menyahut dengan jelas dan lantang, Marko justru mengumbar senyum yang tampak nakal, membuat Biola bergidik ngeri.

Apa maksud tatapan bocah ini? batin Biola kebingungan.

"Kenapa kamu ngeliatin saya kayak gitu?!" tanya Biola terus terang, mulai terusik.

"Ah, maaf." Marko malah memberi respons setengah hati sambil tertawa kecil, membuat hati Biola justru tambah jengkel. "Saya terlalu fokus ngeliat muka Kakak makanya saya jadi nggak fokus sama apa yang Kakak bilang."

Biola melongo, baru kali ini dirinya dibuat bungkam oleh pemuda yang jauh lebih muda darinya. Bukan perasaan berbunga yang dia rasakan, justru campur aduk antara kesal dan bingung. "Hah? Maksud kamu apa?! Kamu kira kerjaan ini bercandaan apa?! Kamu nggak anggap serius tugas yang harus kamu kerjain, ya?!" Lantas dia meradang, memang sudah sewajarnya.

Bukan kata maaf yang keluar dari mulut seorang Marko, justru tangan kanannya terangkat. Biola kaget bukan kepalang, jantungnya berdebar lebih kencang. Mungkinkah Marko berani selancang itu untuk menaruh tangannya di kulit Biola yang merupakan atasannya sendiri? Apakah dia betul-betul seorang pemuda gila yang nekad?

Dan benar saja, ujung jari telunjuk pemuda itu menyentuh kulit kuning langsat milik Biola.

Sedetik setelah kembali ke mode normalnya, Biola bersiap untuk memukul Marko, sebelum mulut pemuda itu kembali terbuka, "Ada tinta pena di pipi Kakak."

Sekujur tubuh Biola membeku, untuk sesaat nyawanya seakan melayang. Setelah diam beberapa detik, dia bergegas ke sebuah sudut untuk bercermin. Mulutnya menganga agak lebar ketika dia sadari memang ada goretan pena tinta biru di sepanjang pipi kanannya.

Sial ...!

Biola meradang dalam hati. Sudah terlanjur dia mengira Marko punya niat lain terhadapnya, rupanya ini yang dia maksud!

Lagipula, pikirnya, dari mana tinta pena ini muncul? Kapan secara ceroboh dan tidak sadarnya dia menorehkan tinta pena ke mukanya sendiri? Bagaimana bisa dia alpa terhadap sesuatu yang memalukan seperti ini?!

Biola terus-terusan menggerutu dalam hati, sebelum Marko kembali mendekat lalu berbisik tepat di samping mukanya, "Maaf kalau nggak bilang dari tadi."

Sial! Sial! Sial!

Biola mengumpat lagi dalam hati. Sudah sejak kapan tepatnya wajahnya memiliki torehan tinta pena seperti ini? Bocah ingusan gila! pekiknya dalam hati.

***

"Eh eh, asisten toko yang baru ... udah pada liat, kan?"

Langkah Biola tertahan ketika dari luar toilet dia mendengar suara samar-samar.

"Pak Marko, ya?" Suara yang lain menyahut antusias.

"Kayaknya nggak perlu nyebut dia 'pak', deh ... masih muda banget, loh! Kayaknya seumuran sama kita-kita."

"Masa, sih? Pantesan mukanya imut-imut gitu!"

"Iya ... cakep banget kan ya!"

Biola memejamkan mata kuat-kuat, dia sudah tahu dari mana sumber suara-suara itu, itu pasti para karyawan perempuan.

"Jadi pengin kenal lebih dekat deh! Selama ini bosan banget ngeliat muka Mbak Biola lagi, aduh ... muka asemnya itu loh!"

Kedongkolan Biola makin bertambah-tambah ketika dia mendengar para karyawan itu bergosip miring tentangnya. Memang bukan rahasia lagi, kebanyakan karyawan perempuan memang tidak begitu menyukainya sebab dia begitu tegas, kesalahan sekecil apa pun tidak akan lepas dari mulut pedasnya.

Suara-suara sumbang itu sekejap padam ketika pintu toilet terbuka, betapa terkejut mereka saat mendapati sosok Biola dengan muka masamnya.

"Mbak ... Mbak Biola ..."

Karyawan-karayawan perempuan muda itu panik, kompak mundur beberapa langkah. Seperti baru melihat penampakan hantu, mereka memucat.

"Hebat ya, waktu istirahat dipake bukan buat hal positif, malah ngegosip!" damprat Biola kesal.

"Ma-maaf, Mbak ... kami--"

"Kak Biola."

Kemunculan sebuah suara halus mengejutkan mereka semua. Biola langsung menoleh ke arah sumber suara. Sosok Marko lengkap dengan senyum semringahnya berjalan agak tergesa-gesa mendekat.

Kening Biola mengerut, tampak tak menyambut sama sekali. Sekarang apa lagi? batinnya jengkel.

"Kak Biola, mau makan siang sama-sama?"

Kening Biola tambah berkerut ketika pertanyaan itu diajukan oleh Marko. Bocah tengik ini ... setengah berlari ke arahnya ... hanya untuk ... menanyakan hal itu? Biola kebingungan dengan mirisnya.

"Saya baru di sekitar sini, belum tau makanan apa yang enak di kafetaria," ujar Marko seperti bocah pengadu yang manis.

"Saya tau, Mas! Mau saya temani?!"

Dan secara luar biasanya, salah satu karyawan perempuan itu menyahut dengan penuh percaya diri sambil merapat manja kepada Marko.

Biola mendengkus lebih kesal lagi, bagaimana tidak? Baru sebentar tadi Biola mengkritik sikap mereka, tapi sekarang mereka justru tanpa malu-malu menunjukkan ketertarikan di depan Marko. Sungguh tidak punya rasa malu sama sekali!

Meski Biola sebetulnya tidak ingin terlibat dengan urusan sepele Marko, tapi demi untuk menyingkirkan karyawan-karyawan genit itu, Biola memilih untuk ikut turun tangan.

Agak kasar, ditepisnya karyawan itu dari sisi Marko. "Minggir. Mending kalian fokus aja sama kerjaan kalian. Mumpung sekarang lagi break time, ya pakelah buat hal yang bermanfaat! Sana makan, minum dulu! Jangan malah ngegibah kalian di sini!" damprat Biola, lalu dia beralih kepada Marko dengan setengah hati. "Kita ke kafetaria sekarang!" putusnya seenaknya.

***

"Saya sempat salah paham tadi," ujar Marko saat keduanya tengah berjalan menuju kafetaria.

Alis Biola terangkat satu. "Maksudnya?"

"Ya ... saya kira Kak Biola nggak suka sama saya, benci sama saya, ternyata saya aja yang terlalu overthinking, ya. Kakak mau nemani saya makan juga," ucap Marko penuh percaya diri.

Lagi-lagi omongan nih orang bikin bulu kuduk merinding! pekik Biola dalam hati.

"Jangan salah sangka, justru saya temani kamu karena memang udah tugas saya untuk membantu kamu, dalam hal sekecil apa pun." Biola mencoba merespons sedatar mungkin.

"Saya bayarin makan siangnya, deh!"

"Nggak perlu, saya juga punya uang, kok!" Biola menolak mentah-mentah.

Alih-alih menerima dengan pasrah, Marko justru merapatkan tubuhnya kepada Biola. "Ini ucapan terima kasih, dan anggaplah juga sebagai sapaan dari saya, kan saya orang baru di sini, semoga ke depannya kita bisa jadi akrab!" katanya penuh harap.

Biola tak bisa diam saja jika sudah begini. Begitu mereka sampai di pintu kafetaria, Biola berbalik badan. "Saya cuma akan kasih tau kamu menu rekomendasi di sini, nasi omlet enak, soto juga enak! Atau apa pun yang mau kamu makan, terserah! Saya balik sekarang, ada hal lain yang harus saya kerjakan!"

Biola berlalu begitu saja, bahkan tak memberi kesempatan untuk Marko menyusulnya.

"Eh? Kak Biola ..." Hanya wajahnya saja yang terlihat agak kecewa.

Related chapters

  • LOVE SICK    VIONA

    "Jadi, Asisten Kepala Toko yang baru itu laki-laki atau perempuan?"Pertanyaan tepat sasaran itu langsung menyapa telinga Biola ketika dia baru memginjakkan kaki di apartemen Dion. Dihelanya napas panjang. Kekasihnya yang satu ini memang paling tidak bisa menunda jika ada hal yang mengganjal hatinya.Mencoba santai dan tetap bersikap setenang mungkin, Biola membuka jaketnya terlebih dahulu lalu ikut duduk bersama Dion di sofa berwarna abu-abu di depan Televisi yang tengah memutar siaran berita malam."Kamu kenapa sih? Cemas banget! Mau dia laki-laki atau perempuan, itu nggak penting banget kok!" Dia usap manja lengan Dion yang sudah merangkulnya dengan posesif. "Aku mandi aja dulu kali, ya ... nanti kita cerita lagi."Baru saja Biola mengangkat pantatnya dari sofa abu-abu itu, tangan besar Dion terjulur meraih pergelangan tangan kirinya. Biola agak tersentak saat Dion menariknya, lalu memaksanya untuk duduk kembali, kini bahkan duduk di atas pangkuan Dion. Kedua tangan Dion memeluk p

  • LOVE SICK    SUMBER MASALAH

    Sudah hampir lima menit lamanya Biola melongo menatap Viona yang kini duduk manis di hadapannya dengan muka takjub campur canggung. Bagaimana tidak? Tak satu pun orang di keluarganya mengetahui soal Biola yang tinggal satu atap dengan Dion. Selama ini dia mengaku tinggal di indekos seorang diri saja. Lantas, dari mana Viona tahu? Dan mengapa dia datang?"Kamu ..." Biola bersuara ketika Viona meneguk ice lemon yang baru disuguhkan kepadanya, sesekali diliriknya Dion yang duduk kikuk di ujung sofa, diam tak berkutik. "Kamu tau dari mana kalau Kakak tinggal di sini? Ibu tau kamu ke sini?" tanya Biola ragu-ragu.Viona dengan santainya menggeleng. "Aku lagi bete sama Ibu!""Ya ... kamu mungkin lagi bete sama Ibu ... tapi--""Tenang aja, Kak. Aku udah lama tau, kok," sambar Viona dengan entengnya.Biola melongo lagi. "Iya, aku udah tau kok kalau Kakak nggak nge-kos selama ini, cuma aku diam-diam aja, pura-pura nggak tau." Viona nyengir kuda. "Lagian kenapa juga Kakak harus nutup-nutupin? S

  • LOVE SICK    PENERIMAAN

    Terdengar langkah berderap dari arah punggung Biola ketika dia hendak masuk ke dalam lift, namun dia memilih untuk tidak acuh saja. Ketika pintu lift terbuka, dan Biola masuk, seseorang ikut masuk dengan agak tergesa-gesa di sampingnya.Aroma parfum maskulin dengan sedikit aroma manis menguar menyapa indera penciuman Biola dan dia segera tahu siapa orang yang kini berada satu lift bersamanya, Marko. "Kak Biola mau ke kafetaria, kan? Kita break sama-sama aja, ganti yang kemarin," ujar Marko seenaknya sendiri.Sebetulnya Biola ingin tak acuh saja, tapi ucapan Marko kali ini tidak bisa dia abaikan begitu saja. "Kamu ini udah kayak hantu aja ..." gerutunya pelan secara spontan."Saya ini kan asisten Kakak, artinya saya harus berada di dekat Kakak terus." Marko tersenyum jahil, membuat Biola ingin segera melarikan diri dari sana.Walau sesungguhnya Biola ingin meninggalkan Marko lagi seperti semalam, tapi gejolak lapar yang menyerang perutnya terlalu sulit untuk dia tepis. Apa boleh buat

  • LOVE SICK    PEMUDA MISTERIUS

    Kepala Viona celingak-celinguk memperhatikan sekeliling halaman tempat dirinya tengah menunggu Biola keluar dari toko buku. "Harusnya jam segini Kak Biola udah balik," bisik Viona berdesis pada dirinya sendiri. Ketika dia tengah menghadap sebuah pohon besar di dekat halaman parkir, matanya menangkap sesosok yang dia kenali. Matanya terbelalak, bibirnya setengah terbuka. Setelah kembali pada kesadarannya, Viona bergegas setengah berlari ke arah sosok yang dia kenali itu. "Marko?!" panggil Viona agak memekik.Marko yang tampak bersiap untuk menyalakan sepeda motornya menoleh ke arah sumber suara. Cahaya senja yang jatuh tepat pada wajah cantik Viona sempat membuatnya mengernyitkan kening."Siapa ...?""Viona! Viona!" seru Viona sambil menunjuk mukanya sendiri. "Masa sih kamu nggak ingat aku?! Teman SMA kamu! Viona!"Wajah Marko yang sebelumnya agak redup seketika berubah cerah."Eh?! Viona?! Kamu ... kok ada di sini?!" seru Marko tak percaya."Iya ... aku lagi nunggu kakak aku yang k

  • LOVE SICK    GANTUNG

    Ruang rawat inap itu dominan gelap. Pada ranjang pasien, terbaring seorang wanita paruh baya dengan selang infus menancap pada punggung tangannya yang kurus kering keriput. Matanya yang cekung perlahan terbuka ketika pintu ruang rawat inap terbuka. Tampak siluet sesosok bertubuh tinggi. Meski inderanya sudah tidak mampu bekerja sempurna, tapi dia masih bisa mencium aroma parfum sosok tinggi yang baru hadir itu. "Marko ...?" Suaranya yang lemah menyapa."Ya, Bu? Ini Marko." Pintu ruang rawat inap ditutup kembali oleh Marko, lalu dia berjalan ke ranjang pasien tempat ibunya sedang terbaring lemah. "Kenapa Ibu bangun? Tidur aja lagi, apa aku ganggu Ibu?" tanya Marko hati-hati. "Mana mungkin kamu ganggu Ibu, Nak ... malahan Ibu kangen kamu, kamu yang Ibu tunggu-tunggu dari pagi ... akhirnya kamu datang juga, Ko." Meski tampak lelah dan lemah, ibu Marko berusaha memaksa diri untuk tersenyum. Matanya yang sayu menatap puteranya dengan penuh kasih sayang. "Makasih ya, Marko. Maaf ... ma

  • LOVE SICK    DINDA

    "Kerjaan apa di tempat kayak gini?" Hal itu menjadi yang pertama kali ditanyakan oleh Viona saat dirinya turun dari mobil Dion. "Jangan langsung berpikir negatif dulu, ini tempat kerjanya dekat sama toko buku tempat Biola kerja, jadi gampang kalian bisa pergi dan pulang bareng." Dion berjalan masuk ke toko bunga itu mendahului Viona.Toko Bunga Daisy, memang berada tidak jauh dari toko buku tempat Biola bekerja. Dan berhubung masih pagi hari, toko bunga itu tampaknya sedang siap-siap untuk buka. "Permisi ..." Dengan santainya Dion membuka pintu kaca toko bunga itu, dan seorang wanita muda segera menyambut mereka."Ya, Mas? Ada yang bisa kami bantu? Tapi maaf sebelumnya, kami belum buka untuk sekarang," sapa karyawan perempuan itu dengan sopan. "Oh, bukan ... kami bukan mau beli bunga, tapi saya mau ketemu sama ownernya, ada?" jawab Dion."Mbak Dinda? Mohon tunggu sebentar ya, Mas."Karyawan perempuan itu naik ke lantai atas, meninggalkan Dion dan Viona berdua saja. Selama menunggu

  • LOVE SICK    BALIKAN

    Nyaris selama sepuluh menit lamanya Marko dan Dinda saling terpaku, terkunci dalam kesenyapan yang sama-sama menyiksa mereka. Udara malam yang berembus lembut meniup ujung rambut Dinda menambah canggung suasana.Marko melepas jaket denim yang dia kenakan lalu memakaikannya di atas pundak Dinda. Lantaran masih kikuk, Dinda hanya mengangguk samar sebagai ucapan terima kasih."Agak dingin di sini, mau duduk di kafe aja? Atau restoran sekalian makan?" tanya Marko memecah keheningan, pada akhirnya. "Iya ... kita duduk di kafe aja kali, ya? Aku tadi udah makan, aku mau minum kopi aja, biar badan agak hangat sedikit."Marko mengangguk cepat, lantas menyalakan sepeda motornya. Dinda masuk lagi ke dalam mobilnya, mengekor sepeda motor Marko yang sudah lebih dulu meninggalkan taman di dekat toko bunga tempat mereka tadi bertemu.*** Suasana yang tadi amat canggung dan beku perlahan mencair juga setelah Marko dan Dinda menyesap segelas kopi hangat masing-masing. Sebuah kafe indoor yang sudah s

  • LOVE SICK    KECANDUAN KAMU

    Langit gelap sudah merajai malam. Samar-samar dari kejauhan, cahaya dari rembulan menembus kaca jendela kamar, jatuh di atas tempat tidur Biola dan Dion yang terlihat agak berantakan. Biola baru keluar dari kamar mandi ketika Dion memutuskan untuk membuka balkon, dan berencana untuk menyesap sebatang rokok di sana. Biola bergegas memakai piyama tidurnya, lalu menyusul Dion yang masih berada di balkon. Dengan manja, Biola mendekat kemudian memeluk punggung Dion. "Viona kamu masukin kerja di mana sih?" tanyanya.Dion lebih dulu mengembuskan asap rokoknya sebelum menjawab, "Toko bunga punya keluarga teman aku," jawabnya sekenanya. "Sampe sekarang ibu kami belum nyariin dia, kayaknya udah capek juga sama tingkahnya. Entah sampe kapan dia bakal di sini, aku takut dia ganggu kamu, Yang ... maaf banget ya.""Hei ... jangan ngomong gitu, keluarga kamu kan keluarga aku, adik kamu ya adik aku, santai aja kali, Yang."Biola mencium aroma sisa keringat dari punggung hangat Dion yang lebar. "

Latest chapter

  • LOVE SICK    DELIMA

    Ketika Viona tahu soal rencana pernikahan Biola dan Marko, gadis itu menjerit histeris, murka luar biasa. Dengan membabi buta, Viona mengambil vas bunga yang berada di dekat lemari TV kemudian melemparkannya sampai pecah di dinding. Sontak Biola terperangah."Viona! Kamu tau kan kalau Dion udah cukup berbaik hati mau ngasih kita waktu tinggal di sini sampe Kakak dapat kos yang murah, jangan kamu malah ngulah, bisa-bisa kita diusir!!" bentak Biola berang."Kakak egois!! Aku nggak peduli! Sekalian ini rumah aku bakar juga aku nggak bakal peduli, kok!" "Kakak yang kamu sebut egois?!! Kamu yang egois, kamu kenapa nggak terima kalau Kakak bakal nikah sama Marko? Kamu pikirin gimana nasib janin yang lagi Kakak kandung sekarang, ini emang anak Marko, Viona!"Mendengar Biola menegaskan hubungannya dengan Marko justru membuat hati Viona kian geram dan panas. "Aku nggak mau dengar!! Aku nggak mau tau soal itu!!"Selama beberapa menit, Biola terhenyak, memandangi adiknya yang tampak seperti o

  • LOVE SICK    PERSETUJUAN

    Marko menyeret langkah gontai keluar dari ruang rawat inap tempat ibunya terbaring, kondisi sang ibu memang kian lemah, menambah rasa sesal yang menyesaki hatinya, namun tak ada yang bisa dia perbuat. Belum lagi saat ini dirinya tengah dijauhi oleh keluarga bahkan adiknya sendiri, dia tak tahu harus pergi ke mana di saat seperti ini. Bahkan sekadar datang ke Toko Buku untuk bekerja saja rasanya sangat canggung baginya, kakinya terasa berat untuk melangkah ke sana.Mata Marko terbelalak begitu kakinya menapak di teras rumah sakit. Sesosok yang tak asing muncul di hadapannya, secara tak terduga. "Bi ... Biola?" desis Marko seraya mendekat. "Kak Biola kok ada di sini? Nyari aku?"Biola mengerling tajam, "Nggak usah kepedean deh, aku baru aja dari poli kandungan!" jawab Biola ketus. Seketika mata Marko berbinar mendengar jawaban Biola, "Habis cek kandungan? Apa kata Dokter? Apa janinnya baik-baik aja?" tanya Marko antusias. "Apa urusannya sama kamu? Kamu urus aja diri kamu sendiri!" pu

  • LOVE SICK    KITA SELESAI

    "Aku nggak nyangka kalau kamu sebrengsek ini, Dion!!" teriak Biola begitu dia dan Dion kembali ke apartemen. Tanpa terlihat merasa bersalah, Dion malah balas berkata, "Aku? Aku yang kamu sebut brengsek? Kamu nggak mau ngaca dulu gitu? Masih nggak punya malu kamu?"Dengan mata yang telah membendung air, Biola menggigit bibir bawahnya dengan pilu. "Aku tau aku salah ... tapi apa perlu kamu sejauh ini, Dion? Perlu kamu sampe harus ngancurin kebahagiaan orang lain? Pernikahan mereka batal! Apa lagi Ibu Marko lagi sakit keras gitu, kalau tadi tiba-tiba dia pingsan, tiba-tiba dia kena serangan jantung atau apa pun itu, kamu siap tanggung jawab?!!" "Halah ... nggak usah sok ngalihin topik deh kamu! Intinya, kamu emang hamil anak si bajingan itu, kan?!!" teriak Dion berang, matanya yang tajam tampak berkilat-kilat. Tangan Biola sudah terkepal di sisi gaunnya, rasanya dia ingin sekali mengelak, ingin memukul Dion dengan keras, marah, tapi nyatanya, semua itu memang benar, kini dia memang te

  • LOVE SICK    PENGAKUAN MENGGEMPARKAN

    Suasana yang tadinya sakral seketika berubah ricuh, mulai terdengar suara bisik-bisik dari segala arah, mata para tamu silih berganti mengarah pada Dion lalu beralih kepada Marko.Plak!!!Suasana kacau itu tak bisa menjadi lebih buruk saat satu tamparan keras dilayangkan Biola tepat di pipi Dion. Semua terpana kembali. Air mata Biola sudah membendung hebat di pelupuk matanya, dia tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dari mulut Dion. "Dion ..." lirih Biola pedih.Rahang Dion mengeras, matanya berkilat-kilat, tak terlihat sedikit pun rasa bersalah, hanya tersisa rasa muak, benci, amarah."Apa-apaan ini?! Apa maksudnya ini semua?!" pekik Dinda panik, ditatapnya Marko dengan muka tak percaya. "Please Ko ... please kasih tau aku kalau semua ini nggak benar, ini semua bohong!" teriak Dinda memohon. Alih-alih memberi jawaban tegas, sikap diam Marko justru menimbulkan kecurigaan yang lebih besar. Mata Marko nanar, kemudian sorot matanya meredup, Dinda langsung mengerti apa sebe

  • LOVE SICK    JANJI SUCI YANG TERNODA

    Sejak semalam Dinda tak bisa memejamkan matanya barang sejenak, hatinya gundah gulana tak tentu arah saking antusiasnya dia memikirkan tentang pernikahannya dengan Marko yang akan berlangsung hari ini. Wajah gadis cantik itu berseri dari ujung kuping kiri ke kuping kanan, senyum lebar tak bisa pudar dari paras indahnya. Bayangan soal pernikahan impian sudah terbayang begitu jelas dan jernih di benaknya. Sebentar lagi semua itu akan terwujud. Sebaliknya, Marko justru tak bersemangat sama sekali. Dia terus mengumpati dirinya sendiri, marah karena merasa tak punya cukup keberanian untuk menghentikan semuanya sebelum terlambat. Kegundahan yang sama pun melanda Biola pula, dia tak tahu harus pergi atau tidak ke pesta pernikahan Marko. "Kak Biola tau kan kalau hari ini Marko nikah?"Suara Viona memecah lamunan Biola, namun Biola lekas bersikap biasa saja. Gadis itu masih pura-pura asyik menonton televisi meski pikirannya sama sekali tidak berada di sana. "Hm ... tau, kenapa?" Biola bal

  • LOVE SICK    TERIMA KENYATAAN

    Keringat dingin sudah membanjiri muka serta punggung Biola, sedangkan mulutnya kaku, lidahnya kelu, dia tak tahu harus berkata apa, dan entah bagaimana juga Dion bisa tahu soal dirinya dan Marko. "Dion ..." Hanya kata-kata lirih yang bisa meluncur dari bibir pucat Biola. Dengan mata berkaca-kaca, Biola mengangkat kedua tangannya, hendak memegang lengan Dion, berusaha untuk membujuk kekasihnya itu, namun Dion tampak tak bergeming, amarah masih menguasai akal sehatnya. "Kenapa? Kok diam?" tanya Dion dingin. "Apa yang aku omongin betul, kan? Kamu sekarang bingung cara ngebantahnya? Hm?" "Sayang ... aku ..." Biola terbata-bata. "Jangan panggil aku 'sayang'!!!" teriak Dion tambah murka. "Jangan berani-berani kamu mau membujuk aku pake muka kotor kamu itu!!" bentak Dion kasar. "Aku ...""Jawab aku!! Anak siapa yang kamu kandung itu?! Anak siapa?!!" bentak Dion.Kedua tangan Dion mencengkeram kuat kedua lengan Biola, rahangnya lebih mengeras lagi. "Jawab aku, Biola ... jangan bikin ak

  • LOVE SICK    DION MENGAMUK

    "Masih nggak percaya loh aku ..."Akhirnya, setelah sama-sama kompak membisu nyaris setengah jam, Dinda membuka mulutnya juga. Perhatian Dion, Biola, dan Marko langsung beralih pula kepada gadis itu, menunggu apa yang akan dia ucapkan. "Iya," lanjut Dinda, "bisa-bisanya pacar Bang Dion ternyata atasan dari pacar aku juga, kayak ... ini tuh entah kebetulan atau apa ya, dan lagian juga, kita sama-sama punya rencana menikah di waktu yang berdekatan kayak gini.""Kalau itu mungkin cuma kebetulan aja, karena kami nikah karena Biola sudah hamil sekarang."Tanpa ada ragu, tanpa rasa malu Dion mengungkap soal kehamilan Biola yang langsung membuat satu meja terpana tak percaya. "Dion!" bisik Biola, memberi isyarat agar Dion menutup mulutnya. "Hah? Kak Biola hamil?" tanya Dinda dengan muka terkejut."Dion ... kamu apa-apaan sih?" protes Biola, mukanya sudah mengeras sejak tadi. Bukannya meminta maaf atau menyadari kesalahannya, Dion malah menarik tangan Biola kemudian mengecup punggung tang

  • LOVE SICK    FITTING BUSANA PENGANTIN

    "Kamu kenapa, Ko?"Tubuh Marko tersentak ketika tangan mungil milik Dinda menyentuh pundaknya, sedang suaranya yang lembut menyapa indera pendengaran Marko yang sejak tadi berdiri melamun di balkon rumah sakit. "Nggak ada ... nggak apa-apa," jawab Marko sekenanya, meski sebetulnya sudah beberapa hari ini pikirannya diisi oleh keberadaan Biola saja, serta kabar tentang kehamilannya, Marko masih bersikeras dalam hatinya bahwa janin yang tengah dikandung oleh Biola adalah darah dagingnya. Hanya saja, dia belum bisa membuktikan kebenaran akan hal itu. "Omong-omong, hari ini kita mau fitting pakaian pengantin, loh! Kamu ingat, kan? Kita berangkat sekarang?" tanya Dinda.Marko menghela napas. Dirinya dihempas lagi pada kenyataan. "Hm, ayo ..."*** Sejak kejadian tempo hari di office toko buku, sikap Dion bertambah-tambah dingin saja kepada Biola, namun mulutnya tetap bungkam, tak satu kata pun keluar dari mulutnya. Bagi Biola, Dion diam tanpa sebab. Bahkan sampai hari ini, di mana mere

  • LOVE SICK    HAMIL ANAK SIAPA?!!

    Setelah beberapa waktu lalu Biola dikejutkan dengan surat undangan pernikahan Marko, hari ini malah sebaliknya, Marko yang amat terkejut saat mendapati meja kerjanya telah diisi sebuah surat undangan, lebih tepatnya surat undangan pernikahan Biola. Mata Marko menatap surat undangan itu dengan nanar, sekujur tubuhnya mendadak terasa tidak nyaman. Dan tepat saat Marko hendak meraih surat undangan, pintu office terbuka, Biola muncul begitu saja. Keduanya kompak terkejut, saling menatap satu sama lain dengan muka penuh tanda tanya. Biola langsung berbalik, hendak meninggalkan office begitu saja, tapi Marko lekas menyusul, menahan langkah Biola dengan sigap. "Kamu mau nikah juga sekarang?! Kamu sengaja?!" hardik Marko seraya berdiri kaku di depan Biola. Dalam situasi seperti ini, Marko bahkan tidak peduli lagi dengan tata krama maupun sopan santun yang berlaku di kantor."Apaan sih? Penting banget ya kamu mau tau urusan saya?! Lepasin saya! Kamu saya undang aja udah syukur tau nggak k

DMCA.com Protection Status